The Silmarillion J.R.R Tolkien
I own nothing
Nerdanel tidak pernah berhenti mencintai Fëanáro.
Bahkan setelah pria itu meninggalkannya ke Middle-Earth dan membawa putra-putra mereka. Setelah semua hal menyakitkan yang Fëanáro lakukan padanya, Nerdanel tetap mencintainya.
Ia tetap memakai warna merah, warna kesukaan Fëanáro dan menunggu dengan sabar di Valinor. Tidak ada kabar tentang suami maupun ketujuh putranya yang datang kepadanya, namun Nerdanel tetap menunggu. Ia tetap menunggu waktu dimana mereka dapat kembali bersama.
"Aku dan kau akan menjadi keluarga yang bahagia, Nerdanel! Kau bisa pegang janjiku!"
Dan Nerdanel memegang janji itu erat-erat. Ia urung melepaskan ucapan Fëanáro dari pikiran dan hatinya, sampai suatu ketika kabar dari Middle-Earth datang.
Curufinwë Fëanáro telah tewas. Kelima putranya, si kembar Ambarussa, Tyelkormo, Carnistir dan Curufin telah tewas. Mereka telah pergi dari genggaman Nerdanel. Hanya tinggal dua putranya yang masih hidup. Maitimo dan Makalaure.
Ingin rasanya Nerdanel menjerit. Kelakuan impulsif Fëanáro memang sulit dikendalikan dan emosinya yang membara terkadang menyusahkan, namun sekarang ketika Fëanáro tidak ada lagi di sisinya, Nerdanel merindukannya. Hatinya sakit lagi dan selama ribuan tahun yang panjang ia harus menghadapi kenyataan bahwa suami dan ketujuh putranya tidak dapat bertemu dengannya lagi. Selamanya.
Lalu suatu hari sebuah kejutan menanti di depan pintu rumahnya. Fëanáro. Suaminya berdiri di ambang pintu rumah mereka dan tangisnya langsung pecah ketika melihat Nerdanel. Fëanáro yang terkenal akan sifatnya yang berapi-api dan keras kepala berlutut sembari mendekap pinggang Nerdanel, meminta maaf.
Dengan rasa terkejut yang begitu besar dan rasa syukur dapat bersatu kembali bersama suaminya, Nerdanel membalas pelukan Fëanáro. Ia membelai lembut kepala pria itu sambil dikecupnya puncak kepalanya.
"Tidak apa-apa, Fëanáro. Kau sudah pulang sekarang."
Tamu tak terduga selanjutnya yang datang adalah anak-anaknya. Satu persatu mereka datang, dengan banyak bekas luka pertempuran dan mata penuh kesedihan. Dipeluk dan dicium pipi putra-putranya, air mata Nerdanel meleleh di pipinya yang kemerah-merahan. Lalu Maitimo datang, dengan hanya satu tangan dan sorot mata lelah penuh penyesalan.
"Amme, maafkan aku. Atya, maafkan aku."
Nerdanel tidak dapat berkata-kata. Ia hanya dapat menangis sembari menutupi mulutnya dengan tangan, Fëanáro adalah orang yang pertama menyambut Maitimo dengan pelukan hangat. Ia meyakinkan Maitimo bahwa segalanya sudah baik-baik saja sekarang dan ia aman bersama mereka.
Setelah mendengar banyak cerita dari anak-anak dan suaminya, wajah Nerdanel cerah kembali. Senyuman senantiasa terukir di wajah manisnya dan luka di hatinya perlahan-lahan sembuh.
Sampai ketika pada suatu malam Nerdanel bangun dari tidurnya dan mendapati bahwa segalanya hanya angan-angan. Semua hal indah yang ia kira pernah terjadi ternyata hanyalah mimpi. Tidak pernah ada reuni manis nan mengharukan dari keluarga Fëanáro. Tidak pula ada pengampunan dari para Valar untuk keluarganya.
Meskipun ia sudah tersakiti, Nerdanel berjanji akan selalu menantikan hari dimana ia dan Fëanáro bisa berkumpul lagi. Bukan hanya di mimpi dan mungkin, mereka dapat berpetualang bersama lagi seperti saat masih muda. Menunggang kuda dengan jubah merah marun dan mengucap janji bersama di padang rumput nan jauh di negeri Aman.
-fin.
Tangerang, 22 Maret 2019.
(Yha yha yha nyebelin banget ga si padahal tadinya mau bikin yang heartwarming ala2 gitu soalnya umm feanorian week? Sukak bgt sama keluarga ini dari pertama baca the silmarillion meskipun Fëanor bikin greget minta ampun hhh.
I really hope you'll love this poorly written fanfiction for the #FeanorianWeek event. Thanks.)
