Fanfict yang Harpot keluar juga, OW. Dengan OC. Asha Young. Huh~ Gaje!
Harry Potter is not mine, JK. Rowling punya.
Chapter 1 : A Year In Hogwarts
Kembali lagi aku mengutuk sial. Jelas. Oh, halo. Aku adalah Asha. Ini tahun pertamaku di Hogwarts Ini tahun 1987 tepatnya. Aku adalah kelahiran muggle, tentu saja. Dan kini, aku baru saja mencari kompartemen, dan tidak ada kompartemen yang muat! Sial. Aku membuka kompartemen, dan wajah pemuda muncul. Sendirian.
"Er, maaf boleh aku duduk di situ?" Tanyaku tanpa pikir panjang. Orang itu mengangguk. Aku mengulum senyum. Aku duduk di kursi yang di sediakan. "Namaku Asha Young. Senang berkenalan denganmu!" Seruku tersenyum.
"Aku Oliver Wood." Ucapnya. Keheningan tercipta. Aku memecahkan suasana.
"Kau mau di asrama mana?" Tanyaku. Wood menoleh. Dia tampak bersemangat.
"Gryffindor!" Serunya tersenyum girang.
"Wah, sama! Kita sehati! Enak sekali jika kita diizinkan main Quidditch—" ucapku mengkhayal.
"Kau suka Quidditch?" Tanyanya kelewat bersemangat, dan dia bangkit berdiri memunahkan jarak kami. Kurang dari sejengkal, kurasa. Dan sialnya, seorang prefek datang membuka pintu kompartemen, matanya membesar. Wood segera merona merah dan duduk kembali.
"Well," Kata prefek itu kaku. "Kalau kalian mau melanjutkan acara kalian yang kupergoki tadi, tidak apa-apa. Tapi hell, kalian baru 11 tahun!" Prefek itu tertawa geli. Aku tidak bisa berkata-kata.
"Aku menyukai quidditch! Aku harap aku bisa main! Sejujurnya, aku ingin main sebagai chaser, tapi itu mustahil." Ujarku sepelan mungkin. Kami lalu saling mengobrol tanpa beban,
"Young, kau lucu sekali!" Tawa Wood.
"Panggil aku Asha saja, Oliver. Boleh, kan? Aku ingin sekali jadi sahabatmu!" Seruku tersenyum. Oliver mengangguk.
End of Asha
oOo
"Young, Asha." Panggil McGonagall pada Asha. Asha tersenyum, lalu duduk di kursi sorting hat yang telah di sediakan. Wajahnya menampilkan keingintahuan besar. Dia menatap seluruh aula besar dengan senyuman lebar. Dia akan menyetujui, dimanapun dia berada, dia harus berada dengan sahabatnya.
"Wah… baik hati… licik…. Berani…. Tapi punya kemauan… tapi dimana untuk menempatkanmu?" Tanya Topi Seleksi. Topi seleksi memang topi yang sangat menarik. Dia dapat mengetahui bagian hati terdalam seseorang dan dapat memutuskan asrama mana. Tapi, seperti kata Dumbledore, pilihan kitalah yang membuat kita berbeda.
"Dimana saja asalkan kau taruh Oliver Wood sama," gumam Asha kecil. Dia, di dalam hatinya, sangat ingin bersama seorang Oliver Wood. Karena dia sahabat pertamanya. Bagaimanapun kau mempunyai teman yang banyak, seorang teman pertama akan sangat berharga bagimu, walau kau tidak ingat sekalipun. Topi Seleksi hanya berdecak 'dasar' dan kemudian berseru.
"GRYFFINDOR!" Seru Topi Seleksi, dan Asha berlari kecil menuju Charlie Weasley yang bertepuk tangan. Asha tersenyum, menunggu Oliver. Dia berharap agar seorang Oliver Wood dapat masuk ke Gryffindor. Tidak lama setelah Asha, McGonagall mengumumkan nama-nama.
"Wood, Oliver." Ucap McGonagall dan Oliver duduk di bangku yang telah di sediakan. Topi itu berbisik sedikit.
"Kau tahu, nak. Aku terpaksa memasukanmu ke Gryffindor. GRYFFINDOR!" Seru topi kencang, dan Asha tersenyum girang. Seorang Oliver Wood bersama Asha Young... Sahabat yang tidak terpisahkan.
oOo
Sudah cukup lama Asha dan Oliver bersama-sama. Mereka sangat menyukai mengobrol tentang Quidditch, apalagi Oliver, bisa dibilang dia hampir terobsesi dengan Quidditch. Memang, Quidditch itu sangat hebat. Kau akan terpesona melihatnya. Mereka sudah semakin akrab dan ini terakhir kalinya pertandingan Quidditch tahun ini, Asha bersemangat, menggedor ruang tidur laki-laki tempat Oliver berada.
"Ol! Ol! Buka sekarang juga! Pertandingan hampir mulai, kau malah tidur!" Seru Asha keras. Lalu dia membukanya karena tidak sabar, langsung merujuk ke Oliver Wood yang sedang acak-acakan dan baru terjatuh.
"Oh maaf. Cepat!" Seru Asha tanpa bersalah dan membereskan tempat tidur Oliver yang menggerutu. Setelah selesai, Asha segera menggandeng dan berlari menuju tribun. Mereka berlari secepat mungkin karena lorong-lorong Hogwarts dapat membingungkan. Seluruh pendukung sudah bersorak sorai saat itu. Asha mendesis pada Oliver dan Oliver nyengir minta maaf.
"Dan Weasley sudah menangkap Snitch-nya! Gryffindor Win!" Seru komentator. Asha menepuk jidatnya, dan Oliver agak menjaga jarak, takut perempuan itu Tapi Asha tersenyum saja. Dia tertawa. Tertawa paling tulus yang pernah dilihat Oliver.
"Yah, tapi imbalannya kau harus pergi ke Diagon Alley bersamaku saat liburan! Mau, kan?" Tawar Asha. Oliver melongo tapi mengangguk. Asha turun dari tribun. Gryffindor menang lagi. Dalam hatinya, Oliver ingin melihat Asha tertawa tulus seperti itu lagi. Tertawa bukan karena paksaan. Tertawa tulus, karena Quidditch.
Asha POV
Geez, si Oliver. Lagi-lagi, dia mengacau dengan terlambat bangun. Padahal ini pertandingan final. Tapi aku tidak bisa marah padanya, jadi aku tersenyum. Kami ke ruang rekreasi dan segera ingin mengerjakan PR. Aku mengangkat alis.
"Apa?" Tanya Oliver lugu. Oh dia ini imut banget sih!
"Lebih baik kita mengerjakannya di perpustakaan," kataku. Oliver sudah mau membantah tapi aku menyelanya. "Tidak ada tapi-tapian. Aku mau menunjukkan sesuatu!" Seruku, lalu menungguinya di depan kamar laki-laki. Dia keluar dengan tampang memelas tapi aku memeletkan lidah.
"Ayolah," Aku menggandeng tangannya sehingga Weasley yang baru selesai langsung membeku dan tertawa.
"Wood dan Young! Wood dan Young! Kalian masih kelas satu, tapi mesra sekali!" Goda Nizel Craine, si jahil. Aku hanya acuh tak acuh, tapi tidak kusangka wajah Oliver memerah! Oh, kami baru kelas satu. Tidak apalah. Lagian, kami ini sahabat baik!
"Diam, Craine! Apa sih yang kau inginkan?"
"Menggodamu, kalian terlihat mes~ra!" Seru Craine.
"Kami hanya teman."
"Tidak, kalian seperti kekasih." Craine memeletkan lidah dan tertawa. Aku memutar mata dan menyadari Oliver tambah memerah. Aku memutar mata lagi.
"Yaya. Anggap saja aku dan Oliver keka—maksudku seperti yang kalian bayangkan. Yuk, Oliver!" Seruku, dan menggandeng tangan Oliver yang meringis. Kami sampai di perpustakaan dan aku menuju tumpukkan buku dan mengeluarkan buku Keeper Hebat Sepanjang Masa dan memberikannya kepada Oliver.
"Olv, ini dia, buku yang hebat!" Kataku bangga. Olv mengangkat alis. Dia tidak terbiasa membaca buku, tapi kelihatan aneh.
"'Olv'?" Dia mengulang dengan bingung. Aku tertawa.
"Oh, panggilanku. Boleh, kan?" Jawabku tanpa memedulikan dia yang hanya memutar mata.
"Nah, ayo kita mulai. Baca!" Seruku bak komandan dan membuka lembar demi lembar.
Tidak terasa aku dan Olv mendiskusikan beberapa taktik Quidditch, dan itu membuat madam Pince mengusir kami! Jadilah, kami masih ada di koridor rahasia, memunggungi siapapun yang berlalu-lalang, dan masih asyik dengan buku Quidditch yang aku pinjam. 'Keeper Hebat' 'Quidditch' dan 'Legenda Slytherin dan Gryffindor' yang juga menarik bagi Olv.
"Oi!" Teriak seseorang, dan aku dan Olv yang berjarak terlalu dekat berpisah, nyengir pada orang tu, ketua murid.
"Demi Merlin! Anak kelas satu berciuman! Orangutuamu mengajarkan sopan santun tidak!" Seorang Bill Weasley datang, dan aku tidak senang. Siapa yang berciuman dengan Olv?
"Kami tidak berciuman." Bantahku, walau wajahku memerah dan Olv memerah, tapi Olv diam saja.
"Seperti itu di mataku, dan cepatlah tidur!" Perintah Weasley pada kami. Aku mengangkat bahu dan membereskan buku, dan segera pergi tidur. Sialnya, Peeves berkeliaran dan meneriakan, paling tidak, dengan menara Gryffindor. Oh, tidak sial, sial, sial.
"Woody mencium Yongi! Woody mencium Yongi! WHIIIIIII" Teriak Peeves. Oke. Aku pasrah dengan ini, jadi kubiarkan saja, dan pergi tidur walau pandangan anak perempuan yang membesar, apalagi aku anak kelas satu. Aku mengambil selimut dan menutup mata. Aku nyengir karena membayangkan senyum Bill Weasley. Oh, dia menarik bagiku.
oOo
Pagi-pagi, mereka heboh dengan berita yang di ciptakan Peeves-Weasley itu? Tak tahulah aku. Dan aku berkata keras-keras bahwa aku sama-sekali tidak melakukan hal itu. Tapi santai. Kemudian, hari ini adalah um apa istilahnya? Valentine? Yah begitulah. Aku tidak peduli, dan para murid Slytherinn itu menyihir mistletoe agar tumbuh dimana-mana, jadi awas saja kalau mistletoe itu tumbuh di hidungmu. Aku dan Olv sangat gesit, sehingga Mistletoe menyebalkan itu enyah dari bumi ini dan tidak bisa mengganggu kami berdua. Kami sarapan pagi ini, dan aku harus tertawa melihat adik Nigel Crane, Nine Crane, mencium Veski Loran karena mistletoe padahal dia masih di kelas 1! Haha! Ingin rasanya aku mengejek si Nigel tapi Olv sudah mengajakku membaca buku yang seru itu lagi.
"Hari yang paling menyebalkan," ucapku mengunyah sosis panggang dan telur dadar yang masih baru dimasak. "Tapi untunglah Olv, kita tidak jadi korban. Aku menertawakan mereka yang tidak bisa. Tapi kalau aku terjebak mistletoe, sudah kupastikan kubunuh Slytherin brengsek itu."
Olv tersenyum. Aku sangat menyukai senyumnya itu. Tentu saja, dia adalah sahabatku! Tapi aku sangsi apakah Olv akan meninggalkanku untuk sahabat laki-lakinya diluar sana. Buang pikiran itu. Untuk sementara ini, aku menikmati tahun pertamaku dengan sahabat pertamaku, Oliver Wood.
"Olv, selamat hari Val. Aku menyukaimu senyummu lho!" Aku tersenyum. Olv juga nyengir. Itu memang benar, aku mengucapkannya spontan. Senyumnya begitu bahagia, dan aku selalu melihat senyumnya setiap ada kata, 'Quidditch'
oOo
Sudah akhir tahun ajaran dan sudah saatnya pula aku—oh well apa namanya? Pulang. Aku agak sedih, meninggalkan Olv. Tapi Olv punya keluarga. Aku sadar. Dan aku hanya bisa tersenyum dan melambai tangannya. Tapi kini beda. Aku janjian dengan Olv akan bertemu di Diagon Alley dan membeli peralatan yang sangat banyak, bukan banyak juga, tapi aku hanya ingin ngobrol dan melepaskan kepenatan dengan seorang Oliver Wood. Aku menunggu di Leaky Cauldron sambil meminum air biasa, tanpa apapun, karena aku akan menyimpan uang untuk sesuatu. Aku sudah memesan dengan pos burung hantu, dan aku yakin. Ini menghabiskan hampir seluruh tabunganku. Tapi aku yakin. Ini masih contoh dan harganya mahal sekali, aku harus ikut lelang untuk itu. Tapi aku rela. Olv sudah ada disampingku dan aku tersenyum lebar terus padanya. Dan kami sampai di toko Quidditch berkualitas. Aku memberinya Nimbus 2000 yang masih baru mengkilat, dan Nimbus itu contoh. Olv terpaku.
"Olv jahat, aku sudah membelimu tapi kau hanya seperti patung," candaku pura-pura cemberut. Olv ternganga dengan sapu ini dan terus mengelilinya dan kata-kata terima kasih terbata-bata meluncur, sedetik kemudian dia memelukku dengan begitu eratnya.
"AKu sayang kamu Asha!" Seru Olv, tidak sadar, dan aku hampir sesak napas. Begini lebih baik, kan?
Owari.
A Year in Howarts
Ancur 3X maaf, ini fict pertama saya dan saya ingin membuat tentang Oliver Wood :/ Yah, konflik memang belum ada, sih. Sekitar tahun empat baru ada. Keep going.
