Rintihan keras menggema di ruangan temaram itu. Sesekali isakan terdengar di antara rintihan kesakian yang sudah 2 jam ini terdengar. Beberapa orang berpakaian hijau muda di ruangan itu tak mampu berbuat banyak untuk meredam rintihan itu, karena nyatanya, dari suara rintihan itulah akan ada sesosok kehidupan baru yang akhirnya bisa terlahir ke dunia.
"Bayinya sudah lahir,"
Seseorang yang mengenakan jubah yang berwarna lebih gelap mengangkat sosok bayi yang baru saja terlahir itu, dengan cukup tinggi. Bayi yang masih berwarna merah muda itu segera ia bawa ke box khusus untuk ia bersihkan dan ia periksa lebih lanjut.
Sementara itu, beberapa perawat lainnya mulai membersihkan area intim sang ibu yang masih bersimbah darah. Sisa rintihan masih terdengar dari sana, terutama setelah keluarnya ari-ari sang bayi dari tubuhnya.
"Bayinya laki-laki, Nyonya," sang dokter yang masih memeriksa sang bayi berujar. Bayi di tangannya masih menangis keras seolah tak rela dikeluarkan dari dalam rahim ibunya.
"Ya, ya. Bersihkan saja tubuhku dengan cepat dan berikan obat apapun untuk mempercepat penyembuhannya. Aku ingin cepat keluar dari sini,"
Sang wanita yang baru saja menyandang gelar ibu itu akhirnya berujar dengan nada lelahnya. Ada nada dingin yang kentara yang terdengar dari kalimatnya. Namun begitu, tak ada yang berani membalas apalagi membantah ucapan wanita itu.
.
Jongin tersenyum lega saat suara tangisan bayi akhirnya ia bisa dengar dari balik pintu yang ia tatapi sejak tadi. Tangannya dengan cepat mengambil ponsel di saku jasnya, menghubungi seseorang yang sudah ia abdikan hidupnya sejak dulu.
"Hyung, anakmu sudah lahir," Jongin segera berujar setelah sebuah dehaman terdengar dari balik telepon.
"Begitu?" suara berat dan datar sang atasan membuat Jongin seketika merasa canggung.
"Kalau begitu, pastikan saja semuanya tak ada masalah. Aku akan datang setelah pekerjaanku selesai,"
Panggilan telepon itu akhirnya tertutup, menyisakan sosok Jongin yang tampak menunjukkan wajah sendunya.
"Bukankah seharusnya ini menjadi suasana yang membahagiakan?" Jongin bergumam dalam keheningan, lalu mulai kembali melanjutkan perintah atasannya tersebut.
.
"Kau akan pulang hari ini?" sebuah pertanyaan terlontar dari seorang wanita bermata bulat yang tengah sibuk merapikan perlengkapan di tangannya. Ia melirik sekilas pada wanita lainnya yang tampak sibuk mengenakan kemeja longgar berwarna biru muda miliknya.
"Apa kau sudah baik-baik saja? Area ke-wanitaanmu sudah tidak sakit?"
Wanita itu kembali bertanya dengan sedikit menuntut, menatap heran pada wanita yang ia anggap sebagai sahabat. Bagaimana bisa seorang wanita yang baru saja melahirkan bayinya secara normal tadi malam, langsung keluar dari rumah sakit dan beraktivitas seperti biasa di hari berikutnya?
"Ini rumah sakit terkenal, Kyung. Mereka melakukan perawatan yang terbaik sehingga aku tak lagi merasakan apapun. Mungkin hanya perutku yang masih terasa kram," wanita yang sudah selesai mengenakan kemejanya itu, mengelus bagian perutnya pelan. Masih terasa gembungan yang terbentuk di perutnya, mungkin akibat kulit perutnya yang merenggang setelah sembilan bulan ini menampung janin.
Wanita bernama lengkap Do Kyungsoo di hadapannya itu hanya mengangguk pelan, tak tau lagi harus bereaksi seperti apa.
"Lalu setelah ini, kau akan melakukan apa, Baek?" pertanyaan lain diberikan oleh Kyungsoo. Wanita itu sudah selesai membereskan perlengkapan milik sahabatnya itu, lalu mulai menatapnya dengan tatapan penasaran.
"Aku akan mulai mencari kerja, tentu saja,"
"Tak ingin melihat Jackson sebentar?"
Wanita bernama lengkap Byun Baekhyun itu seketika membeku setelah Kyungsoo menyebutkan nama sang bayi yang baru saja dilahirkannya.
"Tidak perlu. Ia pasti baik-baik saja, ayahnya sudah cukup mampu mengurus semuanya," ucap Baekhyun kembali setelah terdiam beberapa saat.
"Mana kunci mobilku, aku akan pulang sendiri,"
Kyungsoo akhirnya mau tak mau menyerahkan kunci mobil serta tas berisi perlengkapan yang sudah ia rapikan.
"Aku akan menjaga Jackson dengan baik, Baek," Kyungsoo berujar sebelum Baekhyun benar-benar melangkah pergi.
Baekhyun hanya terhenti sebentar, sebelum akhirnya memberikan tanda OK dengan tangannya dan kembali melangkah pergi.
.
.
.
6 years later
"Jack mengapa bertengkar lagi?"
Kyungsoo bertanya dengan tangan yang cekatan mengoleskan salep anti nyeri di wajah seorang anak berumur 6 tahun di hadapannya. Anak lelaki itu tak bergeming ataupun merintih, seolah sudah biasa merasakan luka dan memar di wajahnya.
"Mereka menjahili Jack lagi," anak itu menjawab lirih, ada nada marah yang kentara di nada bicaranya.
Kyungsoo menghela nafas lelah. Kejadian ini bukan sekali dua kali terjadi. Semenjak masuk ke sekolah umum, sikap Jackson entah bagaimana berubah menjadi keras. Padahal sekolah yang dimasukinya adalah sekolah elit yang khusus dicarikan sang ayah untuknya, namun nampaknya itu tak membuat Jackson merasa betah di sana.
"Papa akan marah jika melihat Jack seperti ini,"
"Biar saja. Jack tidak peduli," ucapan marah khas anak-anak itu membuat Kyungsoo tersenyum sendu. Jackson yang sudah dia besarkan layaknya anaknya sendiri itu, nyatanya tak bisa ia kendalikan meski mereka menghabiskan waktu bersama setiap hari.
Suara pintu kamar yang dibuka paksa seketika membuat perhatian keduanya teralih. Sosok lelaki bertubuh jangkung terlihat di depan pintu, dengan raut wajah yang tampak menahan amarahnya.
Kyungsoo seketika sadar diri, ia segera memundurkan tubuhnya menjauh dari sisi ranjang tempat Jackson terduduk.
"Apa yang Papa katakan untuk bersikap tak peduli?" suara berat itu seketika bergema di ruangan besar kamar Jackson.
Sang anak yang menjadi objek tatapan sang ayah itu hanya membuang muka, lalu segera membaringkan tubuhnya seolah tak peduli dengan ucapan marah itu.
"Kau hanya perlu membiarkan mereka tanpa perlu melawan dengan fisik, Park Jackson!"
"Mereka menyinggung Mama!" anak lelaki itu menjawab tak kalah kerasnya pada sang ayah.
Kyungsoo yang berdiri di sisi kamar seketika menutup matanya, merasa tak sanggup melihat pertengkaran dua sosok berbeda usia yang sangat jauh itu.
"Lalu apa yang salah dengan itu? Mamamu memang tidak di sini sekarang!" Chanyeol membalas dengan sebuah geraman kesal di akhir.
Ia tak suka dengan sikap keras kepala Jackson yang sudah anak itu tunjukkan sejak dini, itu mengingatkannya pada sosok wanita yang telah melahirkan Jackson 6 tahun lalu.
"Kalau begitu jangan menyalahkan Jack!" wajah anak lelaki itu terlihat memerah menahan marah.
"Jangan juga salahkan Mama, karena Mama pasti pergi karena Papa!"
Chanyeol memejamkan matanya sejenak sembari memijat pelipisnya. Selalu kalimat itu yang keluar dari mulut anaknya saat mereka tengah bertengkar.
"Mamamu pergi karena keinginannya sendiri, Park Jackson," Chanyeol menjawab dengan nada sinis bercampur marah yang ia tahan. "Bagaimana bisa Papa menjadi pihak yang kau salahkan?"
"Karena Papa terlalu sibuk dengan orang-orang jahat itu!" Jackson masih menjawab dengan teriakan melengking, sedangkan di sisi lain, Kyungsoo mulai menyesali dirinya sendiri yang tak pernah bisa menjelaskan pada Jackson mengenai orang-orang berpakaian hitam dan berwajah sangar yang sering anak itu lihat keluar masuk di rumahnya.
Tentu saja, Kyungsoo tak mampu menjelaskan apapun. Orang-orang itu adalah pegawai, atau mungkin lebih tepatnya adalah anak buah Chanyeol. Perkumpulan mafia berkedok Perusahaan Investasi yang dipimpin oleh Chanyeol adalah alasan dari dibalik keberadaan orang-orang itu. Dan tentu saja Jackson tak akan mengerti mengenai hal itu, karena yang ia tahu, orang-orang itu terlihat jahat bahkan dari penampilannya saja.
"Papa selalu sibuk berbuat jahat sehingga tak pernah punya waktu. Bahkan untuk menemani Jack sarapan setiap pagi. Mama pasti pergi karena tidak bahagia dengan Papa!" entah bagaimana kalimat itu keluar dari bibir seorang anak berumur enam tahun. Ia bahkan sudah bisa menyimpulkan mengenai pekerjaan apa yang dilakukan ayahnya selama ini.
Chanyeol membuang nafas kasar, meladeni anaknya sama saja membuat tekanan darahnya naik. Anak lelakinya itu benar-benar keras kepala hingga ia sendiri tidak tahu harus bagaimana menanganinya.
"Mulai besok, Jongin Appa akan menemanimu di sekolah. Papa tak mau ada laporan mengenai kenakalanmu lagi, Park Jackson," ucap Chanyeol pada akhirnya. Ia memutuskan untuk berbalik keluar kamar, sebelum sejenak melirik ke arah Kyungsoo.
"Lanjutkan pekerjaanmu, Kyung,"
Kyungsoo mengangguk sekali, lalu menundukkan kepalanya, memberi hormat pada sang ketua Phoenix yang menjadi atasan sekaligus saudaranya itu.
"Jack berteriak lagi pada Papa," Kyungsoo menjadi yang pertama kali membuka suara setelah Chanyeol menutup pintu kamar kembali.
Anak lelaki yang masih berbaring memunggung itu terlihat mendengus kasar.
"Papa pasti sedih mendengarnya," Kyungsoo masih berusaha berbicara lembut sembari membalik tubuh Jackson secara perlahan.
"Papa itu jahat. Papa tidak pernah sedih," Jackson berujar lirih saat Kyungsoo kembali melanjutkan mengoleskan salep pada wajahnya.
Kyungsoo lagi-lagi hanya tersenyum maklum. Tentu saja semua orang akan berpikiran hal yang sama seperti Jackson, karena Chanyeol memang selalu menunjukkan wajah dinginnya kepada setiap orang yang ditemuinya.
Melihat wajah sendu serta mood Jackson yang turun, sebuah ide tiba-tiba terlintas di kepala Kyungsoo.
"Mau menghubungi Bibi?"
Seketika pancaran wajah polos nan menggemaskan itu terlihat di wajah mungil Jackson, membuat Kyungsoo ikut tersenyum melihatnya.
.
Baekhyun menutup panggilan telepon yang baru saja dilakukannya seraya tersenyum lebar. Entah bagaimana, suasana hatinya mendadak meningkat hebat setelah mendapat panggilan telepon itu. Namun sayang, sebuah panggilan telepon lain seketika menjatuhkan mood-nya yang susah payah ia bangun.
Awalnya Baekhyun tak berniat sama sekali menjawab panggilan itu. Namun pada panggilan ketiga yang masuk, mau tak mau akhirnya Baekhyun mengangkat kembali ponselnya.
"Hmm," dehaman tanpa minat keluar dari bibir wanita mungil itu.
"Menghabiskan waktu senggangmu, Nyonya Park?"
"Aku sibuk. Dan margaku bukan Park, asal kau tahu," Baekhyun menjawab dingin, acuh-tak-acuh menanggapi ucapan pria di sebrang teleponnya.
"Tuan Jang akan menjemputmu besok, jadi siapkan perlengkapanmu,"
Mata sipit Baekhyun seketika membulat.
"Apa-apaan! Jangan memerintahku semaumu, Park Chanyeol!"
"Apa kau tak punya keinginan untuk pulang? Ini sudah waktunya kau bertemu Jackson,"
Ada senyuman sinis yang terlihat di wajah Baekhyun.
"Tidak. Aku sama sekali tidak ingin masuk ke rumah neraka itu apapun alasannya!"
"Apa aku harus menghamilimu lagi agar kau mau pulang dan tinggal di sini?" ada nada menyindir yang terdengar jelas dari suara pria di sebrang telepon itu.
"Jangan harap, Park Chanyeol. Aku tak akan masuk ke dalam neraka-mu lagi,"
"Okay, okay. Aku tau percuma saja jika kau kupaksa pulang. Tapi setidaknya, bisakah kau bertemu Jackson? Ini sudah kesembilan kalinya ia berulah karena dirimu ,"
"Kau menyalahkanku karena kenakalan yang ia perbuat?" Baekhyun menaikkan nada suaranya dengan kesal.
"Jangan salahkan diriku! Salahkan saja dirimu yang menuruni sifat kasarmu pada anak itu!"
"Ck," ada suara desisan sinis yang terdengar kemudian. "Kenapa kalian berdua senang sekali menyalahkanku?"
"Karena semua itu memang salahmu, Park Chanyeol!"
Baekhyun akhirnya tak dapat lagi menahan teriakan amarahnya, hingga panggilan itu akhirnya ia putus secara sepihak. Wanita itu melempar ponselnya ke sembarang arah lalu meremat dadanya dengan kasar.
Entah bagaimana, rasa sesak itu kembali ia rasakan setelah sekian lama.
Dan itu benar-benar menyakitinya.
