Main Characters: Bakugou Katsuki, Uraraka Ochaco, Midoriya Izuku, Asui Tsuyu

Rating: M

Ini adalah cerita tentang bagaimana seseorang seperti Uraraka Ochaco yang selalu tersenyum, gugup, dan salah tingkah di depan Midoriya Izuku. Tentang bagaimana ia menyembunyikan perasaannya kepada sang penerus All Might yang selama 3 tahun ini tidak pernah menyadari perasaan gadis itu. Hanya sebagian orang yang menyadari hal ini dan salah satunya adalah Bakugou Katsuki, rival nomor 1 dari Midoriya. Apa yang dipikirkan oleh Bakugou tentang Uraraka selama tiga tahun ini?

Latar waktu langsung ke masa depan dimana seluruh siswa Yuuei angkatan Deku telah duduk di bangku kelas 3 dan hanya menunggu beberapa minggu sebelum ujian kelulusan.

** Disclaimer: I don't own Boku no Hero Academia. All rights belong to Horikoshi Kohei. **


THE ONE SHE LOVED

Bakugou's POV

Tiga tahun. Benar-benar memuakkan.

Aku berusaha untuk menutup mata dan telingaku dari pemandangan semacam ini di kelas. Jujur saja aku tidak peduli dengan gadis itu, ataupun hal yang berkaitan dengannya. Hanya saja hal seperti ini terus dilakukannya setiap hari selama tiga tahun kami bersekolah di Yuuei.

Aku tidak ingin ikut campur dalam masalahnya. Jadi, meskipun aku kesal dan muak dengannya, aku selalu berusaha menahan diriku untuk tidak terlibat.

Namanya adalah Uraraka Ochaco, Si Gadis Gravitasi. Sepertinya sejak awal ia memang sudah menyukai si pecundang Deku. Aku tidak mengerti apa sebenarnya yang ada di diri Deku sampai gadis ini selalu gugup di depannya. Persetan. Aku tidak mengerti dan aku juga tidak peduli.

Hanya saja itu membuatku kesal. Melihat bagaimana ia selalu mengejar-ngejar Deku, mencari perhatiannya, atau menghabiskan waktu istirahat bersamanya. Beberapa murid lainnya pernah menggoda keduanya dan mengatakan kalau Uraraka menyukai Deku. Gadis itu hanya berpura-pura mengelak dan si bodoh Deku merasa ia terlalu percaya diri jika menganggap gadis itu benar-benar menyukainya, sehingga ia hanya berpikir itu semua gurauan.

Tck. Benar-benar bodoh!

Itu terjadi selama tiga tahun. Deku dengan perkembangan quirk-nya yang pesat dan Uraraka yang terus mengejar si brengsek Deku melalui semangatnya. Kekuatan mereka terus berkembang, namun hingga hari ini pun Deku tak pernah tau tentang perasaan si Gadis Gravitasi.

Normal POV.

Siang itu, Uraraka Ochaco tengah duduk di sofa ruang santai lantai 1 Asrama Yuuei kelas 3-A. Ia meminum jus apelnya dengan mata terfokus pada ponsel di genggaman tangan kanannya.

Hari itu adalah hari Minggu. Sebagian murid kelas 3-A sibuk berlatih di Ground Beta, sebagian lagi sibuk belajar, dan sisanya sedang bersantai di kamar masing-masing.

"Sudah kuduga, seharusnya tadi pagi aku ikut berlatih saja bersama Deku-kun dan yang lain", ucap Uraraka dalam hati. Ia menghela napas melihat layar ponselnya. Ia menunggu balasan pesan dari Midoriya Izuku. Ia ingin memberikan cake yang dibawakan ibunya kemarin malam kepadanya. Kedua orangtuanya sedang ada urusan di Tokyo, sehingga kemarin mereka menyempatkan diri untuk bertemu dengan putri semata wayang mereka.

Uraraka juga sudah menyiapkan cake untuk teman-temannya yang lain. Ibunya kemarin membawakannya banyak sekali. Hanya saja, untuk Deku, ia ingin memberikannya secara pribadi. Namun sudah dua jam sejak ia mengirim pesan, masih juga tidak ada balasan darinya.

Uraraka mulai merasa bodoh. Ini konyol, pikirnya. Bagaimana mungkin di saat seperti ini, di saat laki-laki yang sudah tiga tahun dicintainya dalam diam sedang berusaha keras untuk menjadi hero yang hebat, ia kini malah cemas dan galau hanya karena pesan yang belum dibalas. Ia tersenyum miris. Deku-kun pasti tidak sempat mengecek ponselnya, pikir Uraraka.

Asui Tsuyu, yang baru saja turun ke lantai 1 dan bermaksud mengambil minuman di kulkas, melihat Uraraka sedang melamun dan memutuskan untuk menghampirinya.

"Ochaco-chan, kenapa kau melamun?", tanya Asui, yang kemudian mendudukkan dirinya disamping Ochacho.

Uraraka menoleh, ia baru sadar kalau Asui sudah ada sampingnya. Ia hanya menggeleng, bingung harus menjawab apa. Ia tidak ingin masalah sepele yang mengganggunya ini diketahui orang lain.

"Apa kau sedang ada masalah, Ochaco-chan?", tanya Asui lagi.

"Tidak, Tsuyu-chan. Aku baik-baik saja", jawab Uraraka.

Asui diam sejenak. Ia memperhatikan ekspresi wajah Uraraka yang terlihat dipaksakan. Ia langsung tahu apa penyebabnya.

"Apa ini ada kaitannya dengan Midoriya-chan?", tanya Asui.

Skak mat. Ekspresi Uraraka langsung berubah begitu mendengar nama Deku.

"Ochaco-chan, apa ini tidak sulit bagimu?", tanya Asui.

"A-apa maksudmu, Tsuyu-chan?", tanya Uraraka dengan senyum palsunya.

"Kau sudah tiga tahun memendam perasaanmu kepada Midoriya-chan, kan? Apa kau tidak lelah?", tanya Asui sekali lagi.

Uraraka tidak percaya Asui mengetahui apa yang kini mengganggu pikirannya. Apa terlihat sekali di wajahnya kalau saat ini ia sedang galau? Asui memang cukup sering menanyakan tentang perasaan Uraraka ke Deku, namun Uraraka tidak pernah mengakuinya, baik di depan Asui ataupun yang lain.

"Kebersamaan kita hanya tinggal sebulan lagi, Ochaco-chan. Setelah ini kemungkinan kita akan berpencar dan mengejar ambisi kita masing-masing. Aku tau Midoriya-chan bukan orang yang peka mengenai hal semacam ini. Jadi, tidakkah lebih baik kalau kau mengutarakan perasaanmu kepadanya sebelum kita semua berpisah?", ucap Asui.

Uraraka mengakui semua yang dikatakan Asui ada benarnya.

"Tsuyu-chan, aku tidak mengerti apa maksudmu", ia masih menolak untuk mengakuinya.

Asui menghela nafas. Meskipun ia sangat yakin mengenai ini, ia tidak ingin terkesan sok tahu dan membuat Uraraka tidak nyaman.

"Ochaco-chan, jika memang perasaanmu tidak sedalam itu kepada Midoriya-chan, lupakan saja apa yang barusan kukatakan. Aku hanya tidak ingin kau menyesal nantinya", ucap Asui, lalu berdiri.

"Kau mau kemana, Tsuyu-chan?", tanya Uraraka khawatir jika Asui kesal dengannya.

"Aku mau ke dapur, mengambil minum, lalu kembali ke kamar", jawabnya.

"Aku ada di kamar kalau kau butuh aku, Ochaco-chan", lanjut Asui, lalu pergi ke dapur. Tak lama ia kembali ke kamarnya.

Saat ini Uraraka merasa matanya mulai memanas. Seluruh tubuhnya bergetar. Ia menahannya terlalu lama. Ia pun pergi ke kamar mandi sebelum orang lain melihatnya,.. menangis.

Namun yang tidak ia tahu, seseorang sejak tadi mengamatinya diam-diam dari balik bayangan.

"Tch. Dasar cengeng!", ucap Bakugou.

Seperti biasanya, malam harinya, hampir semua anggota kelas 1-A berkumpul di ruang santai. Mereka sibuk bercerita dan saling bercanda. Ada pula yang menanyakan beberapa persoalan matematika.

Ashido Mina datang ke ruang santai itu dan berteriak, "Minnaaaa... Ada cake buatan ibunya Ochaco-chan lho! Banyak sekali!", tunjuknya pada kantong yang dibawanya dan Jiro Kyoka.

"Berisik sekali, Ashido", keluh Jiro.

"Wah banyak sekali", teriak Kirishima tak kalah ribut.

"Aku mau, aku mau", ucap Sero.

Seketika ruangan itu semakin ramai oleh pembagian cake itu.

"Oh ya, ngomong-ngomong dimana Uraraka-san?", tanya Yaoyorozu. Yang lain sekarang baru menyadari bahwa sosok pahlawan penyelamat mereka dari kelaparan tengah malam justru tidak ada di ruangan itu.

"Benar juga, dimana Uraraka-san?", tanya Deku.

"Ah ya, Ochaco-chan bilang ia sedang tidak enak badan. Jadi ia menitipkan ini semua kepada kami untuk kalian", ucap Ashido.

"Dia terlihat pucat, kita harus menengoknya setelah ini", ajak Jiro kepada para teman-teman wanitanya.

Yang lain mengangguk.

"Kami juga ingin menjenguknya kalau bisa, Jiro-san", ucap Deku khawatir.

"Tidak baik jika laki-laki ,malam-malam masuk ke kamar perempuan ramai-ramai begini Midoriya-kun", ucap Iida mengingatkan. "Jiro-san, aku minta tolong kalian lihatkan keadaan Uraraka-kun. Kalau keadaannya memburuk, tolong laporkan padaku", lanjutnya.

"Baik, Ketua Kelas", jawab Jiro.

Yang lain merasa khawatir dengan keadaan Uraraka. Mereka hanya berharap semoga ia baik-baik saja, mengingat tidak lama lagi ujian akan dimulai.

Mungkin di ruangan itu, hanya Asui dan Bakugou yang menyadari apa yang sebenarnya terjadi pada Uraraka.

Pukul 8 malam, sebagian anggota Kelas 1-A kembali ke kamarnya masing-masing untuk istirahat, sedangkan para perempuan pergi ke kamar Uraraka untuk melihat keadaannya.

Midoriya Izuku, sang penerus All Might itu, kini kembali ke kamarnya. Ia lalu mencari ponselnya. Ia baru ingat kalau ia belum mengecek ponselnya sama sekali sejak tadi pagi.

Ada beberapa pesan dan satu panggilan tak terjawab. Salah satu pesan itu berasal dari Uraraka. Ia pun penasaran dan langsung membukanya.

"Deku-kun, apa nanti malam kau ada waktu? Aku ingin memberikan sesuatu untukmu."

- Uraraka Ochaco, 10:37, today

"Astaga, aku baru membacanya. Tapi bagaimana ini? Bukankah Uraraka-san sekarang sedang tidak enak badan?", tanyanya pada diri sendiri.

Ia pun membalas pesan itu.

Setelah selesai, Deku meletakkan ponselnya, lalu berbaring terlentang diatas kasur. Pikirannya berusaha menebak, apa yang ingin Uraraka berikan kepadanya. Seingatnya, ia sedang tidak ulang tahun atau semacamnya. Tapi jika ia ingat-ingat kembali, sebenarnya Uraraka cukup sering memberikan sesuatu kepadanya, entah itu makanan atau vitamin dan sebagainya.

Midoriya, mungkin Uraraka menyukaimu!, ia teringat dengan ucapan Kirishima dua tahun lalu. Deku tersenyum, itu mustahil.

Ia kembali mengecek ponselnya. Tidak ada pesan baru. Ia pun menutup matanya.

"Sungguh, kau tidak apa-apa Ochaco-chan? Kau tidak demam, wajahmu pucat sekali", ucap Ashido sembari meletakkan punggung telapak tangan kanannya ke dahi Uraraka.

"Sudah kubilang, aku tidak sakit, minna. Aku hanya merasa kurang enak badan saja. Maaf sudah membuat kalian semua khawatir", ucap Uraraka merasa bersalah.

Ia sudah kembali ke dirinya yang biasanya.

"Haahh, syukurlah, Uraraka-san. Kami khawatir sekali kau kenapa-kenapa", ucap Yaoyorozu lega.

"Kau harus mengatakan kepada kami jika kau sakit atau butuh sesuatu, oke?", ucap Hagakure.

"Benar, Ochaco-chan, kau harus menjaga kesehatanmu. Kita akan ujian beberapa minggu lagi", sahut Jiro.

"Ha'i, minna. Arigatou. Sampaikan kepada Iida-kun, ya, kalau aku baik-baik saja", ucap Uraraka dengan senyum cerianya seperti biasa.

"Tentu saja, Ochaco-chan. Serahkan pada kami", sahut Ashido bersemangat seperti biasa.

"Ochaco-chan, aku akan membuatkan teh untukmu, aku kebawah dulu ya", ucap Asui yang sedari tadi diam.

"Mm. Tidak usah, Tsuyu-chan. Sebenarnya, ada yang ingin aku bicarakan denganmu", ucap Uraraka sedikit ragu.

Ashido dan yang lain tampaknya mulai mengerti dengan keadaan saat ini.

"Bagaimana kalau aku dan yang lain saja yang membuat teh? Tsuyu-chan temani Ochaco-chan saja ya disini. Ayo, teman-teman!", ajak Ashido kepada yang lain.

"Ah, ya. Serahkan pada kami. Kebetulan aku juga ingin membuat kopi untuk begadang nanti malam", sahut Jiro yang langsung mengerti maksud Ashido.

"Baiklah kalau begitu kami turun dulu, Uraraka-san. Kami akan membawakan teh dan beberapa kue. Kau pasti belum makan, kan?", ucap Yaoyorozu.

Mereka berempat pun keluar dari kamar Uraraka. Sekarang hanya ada Uraraka dan Asui di kamar itu.

"Ah, sepertinya aku salah bicara tadi. Mereka pasti berpikir aku mengusir mereka", sesal Uraraka.

Asui tertawa kecil. "Tentu saja tidak, Ochaco-chan. Mereka bukan tipe orang seperti itu. Mereka pasti mengerti kalau kau tidak bisa menceritakan masalahmu kepada mereka", ucap Asui.

"Tapi tetap saja, Tsuyu-chan...", ucap Uraraka.

"Ochaco-chan, aku minta maaf padamu soal yang tadi siang", ucap Asui mengalihkan pembicaraan.

Uraraka menoleh ke Asui.

"Aku tidak berhak mengatakan itu padamu. Aku rasa aku terlalu berlebihan mengambil kesimpulan tentang perasaanmu. Seharusnya aku tidak berhak ikut campur", lanjutnya. Tersirat penyesalan yang teramat sangat dalam setiap kata yang diucapkannya.

"Tsuyu-chan...", Uraraka tidak bisa lagi memendung air matanya. Ia langsung memeluk Asui dan menangis di pundaknya.

"Tsuyu-chan... Kau tidak salah. Semua yang kau katakan itu benar", ucap Uraraka terisak.

"Ochaco-chan, tenanglah..", ucap Asui sembari menepuk-nepuk pelan punggung Uraraka.

"Bagaimana ini Tsuyu-chan, aku benar-benar tidak kuat memendam ini terus-terusan. Bagaimana caranya supaya dia mengerti?", tanya Uraraka dalam tangisnya. Asui bisa merasakan pundaknya kini basah oleh air mata teman baiknya itu.

"Aku tau aku tidak punya banyak waktu lagi, tapi untuk mengutarakannya aku benar-benar tidak bisa. Aku tidak siap kalau ia menolakku nanti", lanjutnya.

Ochaco-chan, aku tidak menyangka kau benar-benar menyukainya sampai seperti ini, ucap Asui dalam hati. Ia tidak tega melihat Uraraka seperti ini. Sejujurnya ia sendiri merasa sakit melihat keadaan sahabatnya seperti ini.

"Kenapa ia tidak pernah 'melihatku'? Kenapa ia tidak bisa membaca perasaanku? Aku sadar, aku tau ia tidak akan pernah menerimaku. Aku tau itu! Ia sangat ingin menjadi pahlawan seperti All Might. Ia tidak punya waktu untuk memikirkan perasaan konyolku ini. Rasanya sakit sekali, Tsuyu-chan. Aku merasa aku tidak punya pilihan apapun yang bisa kucoba", isakkan Uraraka semakin menjadi.

Asui tidak tahu harus berkata apa. Ia hanya bisa menenangkan gadis itu dan menepuk pelan punggungnya.

Ia sendiri belum pernah merasakan jatuh cinta. Ia tidak tahu lagi apa yang sebaiknya dilakukan Uraraka.

Setelah beberapa lama Uraraka menangis dan mengungkapkan apa yang ada di pikirannya kepada Asui, ia pun lelah dan tertidur. Saat yang lain kembali membawa teh hangat dan bubur serta beberapa kue, Asui mengisyaratkan agar tidak membangunkan Uraraka. Mereka pun menaruh makanan dan minuman itu di meja.

Asui pun membaringkan Uraraka dan menyelimutinya.

"Ochaco-chan, bersabarlah", gumam Asui, yang lalu mematikan lampu dan pergi keluar dari kamar Uraraka.

Jam menunjukkan 23:20.

Uraraka terbangun. Kamarnya gelap. Ia lalu meraba-raba kasurnya mencari ponsel untuk melihat jam berapa sekarang. Tak lama ponselnya pun ketemu. Ia lalu membuka kuncinya dan melihat satu pesan masuk dari Deku.

"Uraraka-san, maafkan aku. Aku baru saja membaca pesanmu. Aku dengar tadi, kau sekarang sedang tidak enak badan. Apa kau baik-baik saja?"

- Midoriya Izuku, 20:35, today

Uraraka hanya menatap sendu layar ponselnya, lalu meletakkan begitu saja ponselnya disampingnya. Ia berusaha melupakan segala yang dirasakannya hari ini. Ia pun memejamkan matanya.


To be continued.