an kuroko no basket fanfiction:
Lagumu orisinil milik Tsukkika Fleur, dan tentu Kuroko no Basket milik Fujimaki Tadatoshi.
Warning: Modified Canon!, Poetry Fic, Typo(s), dan kesalahan yang luput dari suntingan saya.
Selamat membaca!
.
.
.
Halo
Apa kabar?
.
Aku rindu
Sudah lama rasanya aku tak bersua denganmu, dengan dirimu
.
Dirimu yang dulu berdiri di sisiku kini telah diganti oleh sepotong potret kusam di tepi kasur
Panas tangan lembutmu yang dulu selalu menggenggamku erat juga tak lagi berada dalam rengkuh
Tutur demi tutur yang dulu kerap menyemangatiku juga luruh dibawa embusan sendu di tiap subuh
.
Jadi kini yang kukerjakan hanyalah termangu
Ditemani secangkir chamomile hangat yang sering kamu buat dulu
Mengenang kisah komedi yang kamu lantunkan di tiap waktu
Mengingat bibirmu yang selalu mengucap aku cinta kamu
Dan bagaimana kamu sering mainkan lagu cinta untukku di tiap akhir minggu
Lalu aku semakin sadar bahwa aku memang terlalu merindu
.
Di mataku kini terbentang selembar kertas sederhana ternoda debu
Kertas biasa, kelewat lusuh, namun aku tahu di sini banyak sekali tangis air matamu
Kamu dulu pernah bilang bahwa kertas ini begitu berarti buatmu
Katamu kertas ini adalah pembuktian dari sekujur cintamu
Maka aku dengan senang hati menyimpankan secuil kertas penuh rasa ini untukmu
Yang akan kumainkan di sepanjang penguhujung tahun melulu
Sebagai obat candu akibat hilangnya dirimu di samping raga ringkihku
.
Bagaimanapun, selembar kertas ini tak pernah cukup untuk melampiaskan bagaimana sakitnya bila kembali teringat kamu
Namun demimu akan tetap kumainkan
Lagu cinta yang dulu sering kamu nyanyikan untuk diriku
Walau permainan ini tak akan pernah lagi terselip nada-nada indah yang selalu kamu sematkan di tiap dentingan tuts piano kesayanganmu
Aku akan tetap melagukan lagumu
Agar aku tetap mengingat bagaimana hangatnya suaramu yang selalu berbisik di telingaku
Seakan kamu di sana, di sampingku, ikut menyanyikan partitur ini ketika aku sedang duduk, memainkannya demimu
.
Kuingin kamu dengar lagi aku
Dengarkan betapa cintanya aku padamu
Rasakan betapa rindunya aku padamu
Dan ketahuilah betapa sempurnanya dirimu bagiku
.
Biarkanlah diriku terus memainkan not-not kasih punyamu
Biarkanlah diriku terus bercerita padamu lewat lagumu
Biarkanlah hari ini aku terus mengadu
Karena hati ini tidak sekuat baja yang tak lebur bila tertancap paku
Karena kamulah satu-satunya bahu
Di mana aku poles diriku menjadi sekuat batu
.
Tapi maafkan aku
Aku tahu kedua tanganku akan kembali terangkat
Lalu melemas dengan menjuntai di sisi tubuh frustasi
Dan lagumu akan kembali berhenti di penggal terakhir
Aku tahu
Karena tahun lalu juga begitu
Sebelumnya pun begitu
Dari awal memang sudah begitu
.
Garis-garis pelengkap putih itu lantas mengabur
Yang tinggal hanya bayang-bayang
Dan mana mungkin aku bisa baca
.
Salahkan air mataku
Yang selalu turun lebih cepat dari akhir lagumu
Atau salahkan saja diriku
Mengapa membiarkanmu pergi secepat itu
.
.
.
Cuaca tak akan pernah secerah bulan lainnya di Desember. Ia terlahir di bulan penuh kelabu. Persis sama dengan kelabu yang menggantung di bentangan biru hari ini.
Ia tak gunakan syal, maupun balutan jas tebal untuk menghalau segala macam dingin yang siap menyerang di tiap detiknya. Balutan kemeja putih dengan rompi tipis dipilih tanpa mengindahkan suhu yang sudah tidak bersahabat.
Akashi Seijuurou tak akan gentar.
Tiga mawar merah, tiga merah muda, dan tiga putih. Durinya telah terpangkas rapi. Seluruh lekuk mahkota bunganya pun telah dihiasi buket cantik. Dilengkapi dengan simpul pita merah muda terpasang apik.
Ia tidak peduli dengan tubuhnya. Yang ia jaga cuman satu. Karangan bunganya.
Akashi tersenyum—lama.
"Ini untukmu." katanya. Ia membungkuk, meletakkan hartanya secara perlahan. "Anggap saja mawar ini mewakili 999 tangkai yang baru mulai kutanam saat ini."
Kemudian ia tertawa; pelan, berat, dan satir dari lidahnya.
"Selamat Hari Ibu."
end.
NP: Mother - 96neko
