"Mark,"

"Hm,"

"Mark!"

"Hm?"

"Maaaark!"

"Hmmm,"

"Markeuli! Dengerin gue gak sih lo?!"

Mark menghela nafas. Ya gusti, paringono sabar(1), batinnya. Dia menoleh ke kanan, ada si makhluk kampret tapi manis tapi pacarnya juga yang sedari tadi memanggil-manggil ia. Mukanya kelihatan sebal sekali; tapi bibirnya yang mencebik itu mengundang keinginan Mark untuk melahapnya habis-habisan.

"Kenapa, sayang?" tanya Mark, harus hati-hati kalau Haechanㅡpacarnya, sudah pasang muka betenya.

"Ish, sibuk banget ya baca bukunya. Emang seru banget ya? Lo tuh sebenernya sayang sama gue atau sayang sama buku, sih?"

Mulai deh.

Tarik nafas, buang nafas lewat bawah. Sabar, Mark Lee.

Si bule Kanada itu menutup bukunya. Dia menghadap ke Haechan, menggengam jemarinya, lalu menatap pacarnya itu lekat-lekat.

"Iya, seru banget bukunya. Tapi gue sayangnya sama lo. Dah, lo mau apa sekarang, hm?"

Haechan nyengir. "Gitu kek dari tadi. Ngapain gue disini kalo lu anggurin,"

"Iya deh, iya, maunya diapelin terus lo mah, " Mark mengecup bibir Haechan, dia tidak bisa menahan lagi; antara gemas, nafsu, dan panas mendengar omelan Haechan.

"Iyalah, dodol. Mana ada orang mau dianggurin. Lagian kemana-mana juga enakan apel dibanding anggur." Haechan terkekeh-kekeh sendiri. Iyain aja lah daripada bonyok, batin Mark. "Di maafinㅡkalo lo beliin gue es krim."

"Hah?" Mark melongo, "Serius, hujan-hujan begini lo mau es krim?"

"Nggak juga sih," jawab Haechan, "Ramen juga gak apa-apa, tapi lo yang bikin, ya?"

"Lo kan tau, gue gak bisa masak." balas Mark dengan tampang facepalmnya.

"Astaga, Markeuli," Haechan menjitak kepala Mark. "Sumpah ya lo, masa masak ramen aja gak bisa? Kan waktu itu udah gue ajarin!"

"Duh! Sakit, sayang," Mark meringis, pura-pura saja biar dikasihani. Tapi memang dasar pacarnya tidak peka, jadi percuma saja dia meringis-ringis begitu. "Ya emang sih udah pernah lo ajarin. Tapi gue kemaren nyoba bikin sendiri, yang ada juga hasilnya gagal, ramennya kelembekan."

"Heol, lo mah kebiasaan. Apa sih yang bisa lo lakuin?" Haechan mencibir, lalu beranjak dari sofa yang didudukinya, "Dah ah, gue mau masak."

Tapi sebelum dia pergi Mark sudah lebih dulu menarik tangannya.

"Yang gue bisa lakuin ya apalagi kalo bukan cinta plus sayang sama lo, dan tentunya cari nafkah buat lo sama calon anak-anak kita nanti."

Sukseslah warna merah tercetak di pipi gembil Lee Haechan pada sore yang dingin itu.


- kkeut -


((1): ya tuhan, berikanlah kesabaran.)

halo, monstacookie disini. kembali lagi dengan ff gaje bin receh. lg mood nulis terus, makanya sering post hehehe. btw dari kemaren udh nyoba nulis ff yg panjang, tp entah kenapa di tengah jalan selalu kehabisan ide. mungkin karena biasa nulis drabble yg alurnya cepet kyk gini:( /lahmalahcurhat /ampun

oke deh, don't forget to review babe. btw terima kasih buat yg sudah review di ff sebelumnya, aku sayang kalian semuaㅋㅋㅋ

sekian terima gaji,

monstacookie pacarnya tiwai(?).