Hanya para lady CLAMP yang memiliki semua karakter XXX HOLIC dan ceritanya.
Kupikir mengerjakan dua cerita sekaligus dengan tema yang kontradiktif cukup melelahkan, tapi ternyata sangat menyenangkan! Tengok juga The Secret of Moon Night.
Seperti aku menikmatinya, enjoy it, my dears... :D
xxXxx
1
Doumeki Shizuka adalah ketua klub panahan. Sudah tidak mengherankan lagi jika dia populer di kalangan siswi dan dihormati oleh para siswa. Tipikal Doumeki untuk tidak banyak bicara dan selalu memasang ekspresi datar, wajah bosannya tidak akan bisa lebih bosan lagi seandainya dia memang merasa bosan. Tenang, seperti namanya. Semua itu mungkin karena dia dibesarkan di kuil, atau karena belum menemukan hal menarik dalam hidup. Ia cukup menikmati panahan untuk bisa menjadi ketua klub, tapi semua itu tidak lebih karena upacara shinto sering berkaitan erat dengan tradisi panahan. Ia suka makan, tapi belum pernah menemukan rasa yang cocok untuk lidahnya.
Itu juga yang membuatnya susah setiap hari valentine. Timbunan cokelat yang berada di dalam lokernya selalu membuatnya bingung harus diberikan pada siapa.
"Doumeki-kun!" suara gadis yang akrab dengannya memanggil.
"Kunogi," balasnya sambil mengangguk. Doumeki melihatnya membawa dua buah cokelat. Dia tidak akan memberinya cokelat, kan? Seharusnya Kunogi sudah tahu jika ia tidak bisa memakannya.
Seolah mendengar pikirannya, Kunogi berkata, "Watanuki-kun memberikanku dua cokelat."
"Ah..." Doumeki diam sejenak. "Seorang siwa memberimu cokelat?"
Kunogi tertawa, "Itu tidak mengherankan bagi Watanuki. Dia koki yang luar biasa!"
Doumeki hanya menaikkan sebelah alisnya. Ia tidak meragukan perkataan Kunogi, tapi koki yang luar biasa dalam ukurannya tidak bisa disejajarkan dengan pendapat umum. "Em... Kalau kau mau, Doumeki-kun," ia menyodorkan satu, "Aku tahu kau tidak bisa memakannya. Tapi aku senang jika kau mau mencobanya. Kau akan mengerti."
Doumeki menerimanya. Belum memutuskan untuk memakannya atau tidak. Tapi dia tidak bisa menolak begitu saja pemberian sahabat baiknya. "Terima kasih."
Kunogi tersenyum lebar. "Sampai jumpa, Doumeki-kun," katanya sambil berlari ke arah teman-temannya.
Doumeki sedang berbaring di kamarnya malam itu. berkotak-kotak cokelat yang diambil dari loker dan laci bangkunya sekarang sebagian besar berada di meja dapur, ibu, kakek dan neneknya senang mendapat semua itu. Satu kotak berada di tangannya, cokelat yang diberikan Kunogi. Setelah menimbang-nimbang, ia memutuskan untuk membuka kotak itu. Bentuknya hati, tipikal cokelat valentine. Ia mengigit sedikit dan mengunyah. Lalu diam terpaku sebelum memasukkan cokelat itu besar-besar ke dalam mulutnya, mengunyah dan menelannya tanpa ragu. Rasanya sangat luar biasa, tidak terlalu manis, temperaturnya pas, tidak ada rasa gosong yang biasanya ada pada cokelat buatan sendiri. Saat itu Doumeki berpikir, besok ia akan menanyakan siapa Watanuki pada Kunogi.
Doumeki yang berbeda kelas dengan Kunogi belum sempat bertanya pada gadis itu saat ia mendengar salah satu teman sekelasnya mengucapkan nama Watanuki. Ia berhenti di depan segerombolan siswa yang berdiri di dekat jendela.
Pada mereka, ia bertanya, "Kalian kenal Watanuki?" mereka menatapnya dengan pandangan aneh. Salah satu dari mereka menjawab dengan tawa gugup, "Tentu. Tidak ada yang tidak mengenal Watanuki." Kata-kata itu membuatnya menaikkan sebelah alis. "Ayolah, masa kau tidak tahu. Dia anak aneh yang selalu makan siang sendirian di bawah pohon sakura."
"Tidak hanya itu," sahut lainnya yang dibalas dengan senggolan siku oleh teman disebelahnya, mereka tampak menahan senyum, "Kau tahu, dia bocah yang tampak feminin. Banyak rumor aneh mengenainya."
"Rumor macam apa," sahut Doumeki tidak sabar.
"Yah..." ia melirik temannya. "Ia cukup populer diantara siswa laki-laki, tapi tidak banyak yang berani bertindak karena keanehan tingkahnya. Dia gila," pemuda itu tertawa datar, tampak sedikit tidak nyaman pada tatapan Doumeki.
Doumeki memang pendiam, tapi bukan berarti dia tidak peka. Cara bicara temannya sudah cukup menjelaskan arti populer. Ia tidak mengenal Watanuki, tapi ia rasa ia akan mengerti setelah melihat bocah itu dengan mata kepalanya sendiri.
Setelah kejadian itu, Doumeki benar-benar lupa dengan cokelat atau Watanuki. Ia disibukkan oleh kegiatan klub panahan. Sampai, ia harus pergi ke kelas Kunogi untuk mengembalikan buku catatan yang dipinjamnya.
"Doumeki-kun! Apa yang membawamu kesini?" saat itu Kunogi di temani seorang siswa. Doumeki memberikan catatannya. Saat ia menoleh, matanya bersirobok dengan mata biru yang indah. Pemuda itu menatapnya dengan alis berkerut dan bibir merah yang mencabik kesal, seakan kedatangan Doumeki telah mengganggunya. Anak itu cukup imut. Itu sedikit mengagetkan Doumeki, karena ia tidak pernah menilai seorang remaja laki-laki dengan sebutan imut, terlebih orang yang baru pertama ditemuinya.
"Ah, Doumeki-kun. Ini Watanuki Kimihiro, Watanuki-kun ini Doumeki Shizuka," pada Watanuki ia menambahkan, "Doumeki-kun adalah teman sejak kecilku."
Watanuki tampak tidak senang saat memberi salam, "Salam kenal," katanya sambil mengangguk sopan. Doumeki menaikkan sebelah alis, mengamatinya dengan ekspresi terkejut. Watanuki tampak normal, tidak ada yang bisa dikatakan aneh atau antik dari dirinya. Ia tampak kesal akibat tatapan Doumeki. Doumeki tidak bermaksud membuatnya kesal, tapi dia terlalu sibuk mengamati untuk memberikan tanggapan. Tiba-tiba anak itu berseru, "Apa kau hanya diam saja seperti patung bodoh saat ada orang memperkenalkan diri?" lalu dengan suara hufh, ia berbalik dan pergi dengan langkah keras. Doumeki hanya menaikkan alis, sadar senyum senang menghiasai wajahnya. Menarik.
Lalu, Kunogi mengatakan bahwa dia sering makan siang bersama Watanuki, dan mengundangnya untuk ikut makan siang bersama mereka. Doumeki setuju.
xxXxx
Watanuki kesal karena seorang pemuda yang disebut sebagai teman sejak kecil Himawari-chan merusak pagi berharga miliknya bersama gadis pujaannya. Di tambah lagi dengan ekspresinya yang seperti batu dan sikap meremehkan seorang Watanuki-sama, yang sudah mau bersusah payah mengeluarkan suaranya yang berharga untuk berkenalan. Doumeki bahkan tidak mengeluarkan suara apapun! Siapa yang tidak tahu Doumeki, anak itu terlalu populer dan Watanuki sudah tahu siapa dia bahkan sebelum diperkenalkan. Gadis-gadis selalu memujanya, dan tampang bodohnya yang sok keren lebih dari cukup untuk membuatnya kesal.
Tapi belum puas ia merusak pagi indahnya, si bodoh itu juga muncul saat makan siang.
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Watanuki saat melihat Doumeki, dengan seragam klub panahannya berupa gi dan hakama biru, duduk di tempat ia dan Himawari-chan biasa makan siang bersama.
"Oh! Watanuki-kun! Aku mengundang Doumeki-kun untuk makan siang bersama! Aku harap kita bisa berteman baik." Berteman baik dengan idiot itu, huh?
"Tentu Himawari-chan..." serunya sambil meletakkan kotak bekalnya yang besar. Ia merasakan pandangan menusuk Doumeki, dan balik membalasnya dengan tatapan tajam. Pemuda itu malah melemparkan senyum miring yang menyebalkan.
"Bekalmu cantik sekali, Watanuki-kun!"
"Terima kasih, Himawari-chan! Aku membuat banyak agar bisa dimakan bersama-sama," Watanuki berusaha keras tidak menghiraukan Doumeki.
"Wah! Terima kasih, itadakimasu."
Tiba-tiba, gerakan tangan yang cepat menusuk telur dadarnya dengan sumpit. Watanuki membeku sejenak sebelum menyadari makanannya sedang dikunyah oleh Doumeki. "APA YANG KAU LAKUKAN, IDIOT! Aku membuatnya hanya untuk Himawari-chan, bukan untukmu!"
"Enak," komentar singkatnya hanya membuat Watanuki merona. Pipinya merah seperti tomat dan ia bisa merasakan wajah dan telinganya panas. Menggeliat kesal, ia berkata pelan, "Jangan mencuri makanan, idiot. Kau punya bagianmu sendiri," Watanuki menatap kotak makan Doumeki dan hanya menemukan onigiri. Ia merasa sedikit menyesal. Ia menghela napas dan memindahkan beberapa lauk ke kotak makan Doumeki. Pemuda itu mengangkat sebelah alisnya. "Jangan salah sangka! Aku hanya tidak mau melihatmu mati hanya karena makan itu."
"Aku mau tempura."
"APA KAU SEDANG PILIH-PILIH MAKANAN?!" tapi Watanuki akhirnya juga mengambilkan tempura untuknya.
"Apa kau bisa membuat Inarishusi?"
"Tentu," katanya arogan. "Tidak ada yang tidak bisa dibuat Watanuki-sama! Kau seharusnya bersyukur bisa mencicipi masakan buatan Watanuki-sama! Berlututlah dan ucapkan terima kasih!"
"Hn. Besok aku mau inarisushi."
"AKU TIDAK MENERIMA PESANAN!"
Himawari terkekeh, "Aku yakin kalian akan jadi sahabat karib."
"Tidak... Himawari-chan...!"
"Idiot."
Watanuki pulang sendirian seperti biasanya. Juga seperti biasanya ia merasa seperti diperhatikan. Watanuki hafal benar dengan perasaan ini, dan sering kali setiap ia merasakannya, ujung-ujungnya ia harus berada di kantor polisi dengan pengaduan pelecehan seksual. Bukan berarti ada yang benar-benar berhasil memperkosanya atau apa, tapi para penguntit itu tidak pernah berhenti hingga membuatnya jengkel. Terkadang Watanuki bingung apa yang membuat para penguntit itu memilihnya? Ia hanya anak laki-laki kebanyakan, normal dan tidak populer.
Ia semakin mempercepat langkahnya pada gang yang sepi itu, jantungnya berdegup kencang saat mendengarkan suara langkah kaki mengikuti. Suara itu semakin dekat, Watanuki berusaha lari, sampai tangan-tangan yang besar menarik bahunya, membuatnya menjerit ketakutan dan memukulkan tas sekolahnya sebagai usaha perlindungan diri. "Oi," suara bariton datar menyentaknya. Tanpa melihat siapa dia, Watanuki tahu, ia tahu begitu saja, dan menyebalkan saat rasa aman tiba-tiba melandanya. Watanuki berhambur, menubruk dada Doumeki, menenggelamkan mukanya disana. Ia gemetaran dan berusaha dengan sia-sia menahan isakan. "Kau baik-baik saja?" ia merasakan lengan-lengan yang kuat memeluknya, menariknya lebih rapat sehingga mereka bisa berbagi panas tubuh.
Tiba-tiba Watanuki tersadar dengan apa yang dilakukannya dan dia melompat melepaskan diri. Doumeki melepaskan pelukan, tapi tidak mengendurkan cengkraman di pergelangan tangannya. Watanuki melemparkan pandangan ke balik punggung Doumeki; bayangan seseorang membuat tubuhnya berjengit. Doumeki menoleh ke belakang, keningnya berkerut. Lalu ia bergegas menariknya pergi.
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku mengantarmu pulang."
"Aku bisa pulang sendiri!"
Doumeki melemparkan pandangan tajam yang membuatnya terdiam. "Kau diikuti, idiot."
Watanuki mengerdikkan bahu, "Aku sudah terbiasa." mata Doumeki menyipit tidak senang, dan Watanuki bisa merasakan kemarahan menguar di udara. Watanuki tahu Doumeki orang yang sangat pendiam, cuek, dan tidak pernah menunjukkan eskpresinya, tapi Watanuki tahu Doumeki bisa jadi sangat berbahaya. Siswa yang lain tahu itu, mereka tidak akan pernah mencoba membuat masalah dengan Doumeki.
Tangannya masih mencengkeram erat pergelangan Watanuki, membuatnya mengernyit. Saat Watanuki menyadari Doumeki tidak akan melepaskannya, ia mendesah dan berkata, "Rumahku lewat sini."
Rumahnya adalah sebuah restoran tradisional, dengan bangunan perpaduan gaya eropa dan jepang klasik. Restoran itu esklusif dan hanya mereka yang sudah memesan tempat saja yang bisa makan disana. Mereka menyebut pelanggannya sebagai tamu dan memperlakukannya seperti berada di rumah sendiri. Tempat itu terkenal, tapi hanya pada kalangan kelas atas saja. Dan restoran mereka punya kebiasaan unik untuk tidak memasang papan nama. Jadi hanya mereka yang tahu apa tempat itu yang bisa makan disana. Biasanya beritanya menyebar dari mulut ke mulut, dan tamunya kebanyakan dari berbagai generasi dalam suatu keluarga. Karenanya watanuki kaget saat Doumeki juga tahu tentang restorannya, "Kau anak pemilik Restoran Ichihara?"
"Ichihara itu ibuku."
"Nama kalian berbeda..."
"Dia memakai nama gadisnya," kata Watanuki singkat. "Kau masuk atau tidak?"
Doumeki menaikkan sebelah alis, membuat Watanuki merona. "Aku pikir aku bisa memberikanmu teh atau apa, aku berhutang budi, lagi pula," gumamnya. Ia merasakan tatapan itu semakin intens dan rasa malu mulai menjalar di kulit Watanuki. Apa ia sudah melakukan tindakan bodoh?
Tapi Doumeki hanya menjawab, "Tentu."
Watanuki berhambur masuk ke dalam rumah, tahu bahwa Doumeki mengikutinya.
Yuuko biasanya masih mabuk di kamarnya pada jam-jam seperti ini. Syukurlah. Ia tidak ingin keributan hanya karena pertamakali membawa teman ke rumah, dan Watanuki tidak mau Doumeki tahu hal itu. Lagi pula Doumeki bukan temannya, dia Rival!
Ia membawa Doumeki ke ruang tamu dengan kertas tembok warna merah dan dinding penuh lukisan. "Tunggu disini," katanya. Doumeki membuat dirinya nyaman pada salah satu bantalan duduk. Tubuhnya yang besar tampak memenuhi ruangan itu. Mau tidak mau Watanuki mengakui jika penampilan dan pembawaan Doumeki memang menarik, tapi tidak cukup kuat untuk membuatnya terkesan, atau membuatnya berhenti memanggilnya idiot.
Watanuki pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya dengan yukata ringan berwarna biru tua yang tampak kontras dengan kulitnya yang pucat. Satu-satunya sentuhan modern hanya kacamata berbingkai besi. Ia memperhatikan sosoknya di cermin yang tampak kesal. Ia merasa seperti telat tumbuh. Pemuda pada umurnya umumnya sudah ditumbuhi banyak bulu, tapi kulitnya terlalu mulus, ia bahkan belum menumbuhkan kumis! Selain itu, sekeras apapun usahanya berolah raga—ia bagus dalam hal ini—tidak ada satu pun otot yang tampaknya berkembang. Ia terlalu ramping walau tidak bisa dibilang kecil. Tingginya termasuk di atas rata-rata—terima kasih Yuuko—dan juga bibirnya, tidak seharusnya bibir anak laki-laki seperti itu. Entah mengapa semakin bertambah umur, Watanuki merasa tampak semakin feminin. Jika anak-anak laki-laki lain menumbuhkan bulu mereka, maka Watanuki menumbuhkan bulu mata!
Watanuki menggeleng-gelengkan kepala untuk membuang pikiran itu, memutuskan segera ke dapur agar Doumeki tidak menunggu terlalu lama. Ia dengan cekatan memanaskan makan siang dan teh. Lalu membawa set peralatan makan dengan baki berkaki. Saat ia keluar, Doumeki masih duduk di tempatnya semula, seakan tak pernah menggerakkan satu jaripun. Dasar patung.
Tiba-tiba, tatapan Doumeki membuatnya tidak nyaman. Ia mengalihkan pandangan dari mata emas yang terus memperhatikannya, meletakkan makanan di depannya, lalu kembali ke dapur untuk membawa set minum teh.
Doumeki menaikkan alisnya melihat apa yang tertata di depannya. Kimihiro hanya berkata, "Kupikir sekalian saja kau makan siang. Aku lapar dan aku tidak ingin menunggumu pulang untuk bisa segera makan."
Doumeki hanya tersenyum miring dan mengambil mangkuknya.
"BERHENTI TERSENYUM! Senyummu sangat mengganggu!"
"Ara... ara... apa kita kedatangan tamu?"
"Yuuko-san," serunya melihat wanita itu keluar dari kamar dengan balutan kimono merah dengan gaya kupu-kupu. Rambutnya tergerai panjang. Bisa dibilang Kimihiro hampir identik dengan Yuuko kecuali warna mata mereka. mata Yuuko sewarna dengan kimononya.
"Temanmu, Kimi-chan?"
Doumeki melemparkan pandangan tertarik padanya saat mendengar panggilan itu, membuatnya menggeliat. Watanuki menggerutu, "Bukan, dia rival ku. Dan jangan panggil aku dengan sebutan itu!"
"Kenapa? Itu memang namamu," Yuuko mengintip set makanan, "Hm... jadi kau juga memberi makan rivalmu?" Watanuki merona.
"Maaf mengganggu. Nama saya Doumeki Shizuka," kata Doumeki memperkenalkan diri.
"Doumeki... Doumeki? Kau Doumeki anak pemilik kuil besar di sekitar sini?"
"Benar. Anda pasti Ichihara-san?"
Wanita itu tertawa, "Benar! Kau tampak kaget."
"Yah... saya tidak menduga anda semuda ini."
Yuuko tertawa, "Aku tidak semuda itu, nak! Ini gen, gen! Dan kukira Kimihiro juga mewarisinya, jika kau tahu maksudku," ia mengatakannya sambil menyeringai. Watanuki tidak begitu mengerti tapi ia merasakan tatapan Doumeki kembali padanya.
"Jangan menatapku!"
"Hn," ia kembali makan.
"Kimi-chan... aku juga lapar...!"
"Ambil sendiri!"
"Ah... Kimihiro... kepalaku sakitttt"
"Kau terlalu banyak minum!" Watanuki membantunya berdiri dan membawanya ke kamar. Tak lama ia kembali. "Maafkan aku Doumeki..."
"Kau memanggil ibumu dengan namanya."
"Ah. Ya," Watanuki tersenyum. "Dia memintanya begitu. Dia memang seperti itu. Apa kau sudah selesai?"
"Hn." Doumeki menyodorkan gelas. Watanuki kesal, tapi tetap menyeduhkan teh untuknya. Pemuda itu minum dengan sikap puas, sekalipun tetap tanpa eskpresi. Tapi bukan itu yang mengganggu Watanuki. "Ada nasi di pipimu," katanya.
"Hm?"
"Nasi, di pipimu," katanya jengkel sambil menunjuk.
"Dimana?"
"Disana, kurang ke atas."
"Disini?"
"Uh, idiot," Watanuki mengambil nasinya, "Disini, bodoh." Tiba-tiba, Doumeki mencondongkan tubuhnya dan melahap jari Watanuki. Bibirnya menyapu telunjuknya, lidahnya mengusap ringan. Lalu bibir itu mengulumnya. Doumeki menarik diri, mengunyah perlahan.
Kimihiro hanya bisa menga-nga, menatap tak percaya. "Kau! Apa yang kau lakukan itu menjijikkan!"
"Aku memakan nasiku."
"Tapi sekarang kau membuat jariku terkena bakterimu!"
Doumeki meletakkan sumpitnya, menarik tangan Watanuki, mengambil sapu tangannya dan mengelap jari-jarinya dengan lembut. Watanuki membeku dengan sentuhan itu. Jari-jari Doumeki yang kasar akibat praktek panahan, tampak maskulin. Berbeda jauh dengan miliknya yang lembut dan lentik. Itu membuatnya malu, tapi Watanuki tidak kuasa menarik tangannya. Doumeki mengusapnya perlahan seakan merekam rasanya dalam ingatan. Watanuki sadar tubuh mereka kini sangat dekat, bahu mereka saling bersentuhan, begitu juga sisi paha mereka. Ia bisa merasakan panas tubuh Doumeki menyentuh kain yukatanya yang tipis. Tapi Watanuki tidak bisa bergerak, atau menjauh. Ia sepenuhnya terhipnotis oleh sentuhan itu. Ini pertamakalinya orang lain—yang bukan orang mesum—menjalin kontak sedekat ini dengannya. Ia merasakan pipinya, telinganya dan lehernya panas.
Gerakan tangan Doumeki berhenti, tapi ia tidak melepaskan ganggamannya. Watanuki mendongak penasaran hanya untuk mendapati mata emas Doumeki menatapnya dengan tatapan membara. Pemuda itu menjilat bibirnya.
Watanuki tersadar dan menarik kembali tangan dan tubuhnya menjauh. "I-idiot. Kumannya hanya bisa dibersihkan pakai sabun!"
"Hn."
Ia masih menggenggam sapu tangan Doumeki. "Sekarang apa yang harus kulakukan dengan ini!"
"Ambil saja," katanya sambil bangkit berdiri. "Terima kasih makanannya. Kurasa sebaiknya aku pulang."
"Benar."
"Sampaikan salam pada Ichihara-san."
"Ya." Watanuki mengantarkannya sampai ke halaman. Sejenak Doumeki memandangnya. "Apa?"
"Besok aku akan menjemputmu."
"Itu tidak perlu!"
"Bodoh," ia menyapukan jari-jarinya ke sisi leher Watanuki. Watanuki selalu tahu jika suhu tubuh Doumeki selalu tinggi, tapi ia baru merasakan bedanya saat jari-jari itu menyentuh kulitnya yang dingin. "Kau sedang diikuti, aku akan menjemputmu jadi kau tidak perlu pergi sendirian." Watanuki seketika melupakan sentuhan Doumeki. Ia hanya mengingat teror dan ketakutan, mata birunya melebar mengingat kenangan buruk itu. Doumeki maju selangkah, memotong jarak di antara mereka dan mengusap lembut lengannya, mengirimkan sensasi yang menyenangkan. Tangannya berhenti di lengan atas Watanuki. mencengkeramnya dengan cara yang intim. "Tenang saja. Kau akan baik-baik saja, Watanuki."
Watanuki mendongakkan kepalanya menatap mata emas itu. Ini pertama kalinya Doumeki memanggil namanya.
"Sampai jumpa," katanya. Ia berbalik dan pergi tanpa menengok kembali. Kimihiro mengusap lengannya, merasa bingung dan juga kosong saat sentuhan itu menghilang. Di dalam rumah, lewat jendela, Yuuko melihat semua adegan itu sambil menyeringai senang. Ia punya bahan baru untuk dipakai menggoda Kimihiro.
xxXxx
Aku tidak sedang membuat alasan sehingga Doumeki bisa menyentuh Watanuki, kok. :D
Itu sepenuhnya kehendak Hitsuzen :P
* Next chapter coming soon.
