Naruto © Masashi Kishimoto
.
Genre : Drama, Hurt/Comfort, Romance
.
Warning : AU, OOC, Typo(s), etc.
.
"Hinata, mau ke mana?"
Neji bertanya dingin padanya, tatapannya yang tajam menusuk. Hinata sempat tersentak, namun ia menoleh dengan senormal mungkin. Bicaranya sedikit tergagap karena rasa takut.
"A-aku hanya ingin jalan-jalan sebentar."
Neji menatapnya dengan penuh kecurigaan, sama sekali tidak mempercayai kata-kata yang sebenarnya jujur itu. Bahkan ia mengabaikan sorot mata Hinata yang menyiratkan ia mengatakan yang sebenarnya.
"Aku tidak berbohong." Kali ini ucapannya lebih tegas. Dan matanya sudah berani menatap milik Neji.
"Jangan temui tahanan itu lagi."
Hinata mengangguk saat Neji berbalik ke dalam rumah mereka. Gadis bersurai panjang lurus itu mengeratkan syal yang melingkar di lehernya. Ia berjalan menyusuri jalan hingga ke pusat kota dengan termenung, beberapa kali tidak sengaja menabrak orang yang berpapasan dengannya.
Gadis pemilik manik lavender itu duduk di salah satu bangku yang menghadap jalanan. Hari masih belum terlalu larut untuk memaksa orang menghilang dari jalanan, lagipula ini Tokyo, hari tidak akan menjadi sepi hanya dengan jam sudah menunjukkan pukul tengah malam.
Hinata mengamati layar digital lebar yang dipasang di atas jalanan ramai itu, menempel pada sebuah gedung. Siaran iklan yang biasanya dimonopoli produk kelas atas sesaat digantikan dengan berita breaking news, kehebohan penangkapan sekelompok orang yang mencuri informasi negara dan menyebarkannya ke pihak asing serta musuh negara. Pengkhianatan warga sipil yang dilakukan sekelompok orang yang menyebut organisasi mereka Akatsuki, sebelas orang ditangkap. Sepuluh anggota dan seorang hacker buronan negara yang selalu membantu kelompok itu.
Hinata Hyuuga tidak lagi memperhatikan berita yang sudah disiarkan sejak tiga hari lalu itu, ia sudah cukup terkejut setengah mati saat mengetahui orang yang sangat dipercayai dan dicintainya terlibat dalam berita besar itu.
Sebelas orang ditangkap. Sepuluh anggota Akatsuki dan seorang hacker buronan negara.
Seorang hacker buronan negara. Naruto Uzumaki.
Air mata Hinata menetes lagi saat ia kembali mengingat berita yang ia terima lebih cepat dari yang disiarkan pada masyarakat. Anggota keluarganya merupakan bagian penting di kepolisian negara, kakak sepupunya yang memberitahunya. Neji mengecam hubungannya yang dekat dengan Naruto.
Hinata Hyuuga diperiksa sebagai saksi untuk kejahatan yang dilakukan Naruto Uzumaki, kekasihnya.
Tangisan dan jerit tidak percayanya musnah saat ia bertemu muka dengan orang yang selalu memancarkan senyum sehangat mentari padanya di penjara, dengan tangan yang diborgol dan dijaga ketat pihak polisi. Ujaran berupa candaan dari Naruto saat mereka bertemu ketika interogasi sama sekali tidak menenangkan dirinya.
"Aku sudah bilang kau tidak tahu apa-apa soal aku, tapi tetap saja tidak ada yang percaya. Bahkan kakakmu. Mereka bodoh sekali kan Hinata-chan? Mana mungkin aku mengatakan identitasku pada orang lain, benar kan? Bodohnya mereka."
Begitu yang dikatakannya, tidak ada penyesalan ia sudah ditangkap. Tidak ada raut bersalah saat berhadapan dengan Hinata. Tidak ada rasa takut ia mengenakan pakaian tahanan, borgol dan julukan berupa nomor yang disematkan pada namanya.
Saat menyadari ketidaktakutan Naruto itu yang ditakuti Hinata muncul. Bahwa Naruto sudah tahu hal itu akan tiba.
"Pembohong. Kau pembohong Naruto-kun. Kau membohongiku."
Hinata menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang berbalut sarung tangan ungu pekat. Air matanya meresap ke dalam kain rajutan itu, tapi matanya masih kentara sangat sendunya. Gadis itu terluka, untuk banyak hal.
.
Hinata diam dalam duduknya. Kedua tangannya saling meremas gelisah di bawah meja. Di hadapannya seorang petinggi kepolisian sedang menatapnya serius, ia akan ditanyai banyak hal. Di sudut ruangan, Neji juga berdiri untuk berjaga.
Untuk kedua kalinya ia dipanggil ke tempat yang sama dan untuk tujuan yang sama. Berbeda pada pertemuan pertama dimana ia tidak bisa bicara banyak karena tangisannya lebih mendominasi daripada kesaksiannya.
Hinata menghela nafasnya. Ia sangat tegang. Tapi lebih dari itu ketakutan mengisi seluruh pikirannya. Ia tahu, hukuman berat akan menanti Naruto atas kejahatannya. Ia takut membayangkan apa yang akan diterima pemuda itu.
"Tenanglah. Minum teh itu agar kau merasa lebih baik."
Hinata mengikuti saran Kakashi. Ia meraih cangkir teh hangat yang masih mengepul, menyesapnya dalam dua kali kecapan mulutnya.
"Hyuuga-san, aku akan memulainya," ucap Kakashi. "Apakah benar kau mengenal Uzumaki Naruto?"
"Ya." Jawabannya ditambahi dengan anggukan.
"Sudah berapa lama kau mengenalnya dan apa hubunganmu dengannya?"
"Sekitar empat bulan yang lalu," Hinata mengambil jeda cukup lama. "...dia kekasihku."
Kakashi sedikit tersentak dan matanya refleks melirik bawahannya yang berdiri berjaga di sana. Tapi ia langsung berdehem dan melanjutkan pekerjaannya.
"Tentang Uzumaki Naruto, sebanyak apa kau mengenalnya?"
Hinata tersentak. Pertanyaan itu terdengar menohoknya. Mata Hinata berkaca-kaca. "Sebanyak apa aku mengenal Naruto-kun?"
Pertanyaan itu, entah kenapa Hinata butuh waktu lama untuk menjawabnya. Ia mengingat setiap kebersamaannya dengan Naruto.
.
"Itu motor yang bagus. Aku ingin menaikinya."
Hinata menoleh ke samping, Naruto menatap papan iklan yang menayangkan promosi motor keluaran terbaru dari merek ternama. "Pasti cocok untuk Naruto-kun."
"Bukan itu. Aku ingin naik motor itu dan menjemputmu lalu membawamu melihat matahari tenggelam di pantai. Mau?"
Hinata sedikit tersipu. Ia memalingkan wajahnya. Pemuda itu terkekeh pelan dengan respons Hinata. Ia menarik bahu kekasihnya itu hingga bersentuhan dengan miliknya.
"Kalau kau tidak menolak, aku akan membeli itu."
"Naruto-kun selalu mendapatkan yang diinginkannya ya? Hidupmu enak sekali."
Naruto tertawa. "Karena aku anak orang kaya yang bebas."
"Tapi Naruto-kun, kau jangan boros dengan uangmu."
"Tenang saja Hinata-chan, aku bisa mengambil uang sesukaku kok! Kau jangan pernah mengkhawatirkan aku."
.
"Naruto-kun, bukankah ini hadiah yang mahal?"
"Bukan masalah kok. Aku kan anak orang kaya."
Hinata cemberut. "Kau mengatakan itu lagi."
"Maaf, maaf! Habisnya aku baru saja menikmatinya sih, jadi aku sedikit berlebihan."
"Maksudmu Naruto-kun?"
"Karena baru sekarang aku bisa menggunakan uang untuk orang yang kucintai."
Hinata lagi-lagi bersemu dengan godaan Naruto.
.
"Kelihatannya kau murung Naruto-kun."
"Eh? Benarkah?"
Hinata mengangguk.
"Aku bingung, apakah anak manja dan suka keluyuran sepertiku akan diterima lamarannya oleh ayahmu."
"Na-naruto-kun..."
"Hahaha! Kau manis kalau malu Hinata-chan."
"Kenapa kau bilang begitu? Kau kan bukan orang seperti it—"
"Memangnya kau pernah lihat aku serius? Tidak kan? Aku ini hanya anak nakal yang manja yang suka memanfaatkan kekayaan orang tuanya."
.
"Tentang Naruto-kun, seberapa banyak aku mengenalnya? Seberapa banyak... aku mengenal Naruto-kun?"
Hinata terus mengulang pertanyaan itu untuk dirinya sendiri.
"Hyuuga-san, minumlah dulu. Kau harus tenang."
Hinata menyesap kembali minuman sama yang bisa sedikit memberinya kelegaan sesaat itu. Ia memandang inspektur polisi di depannya dengan kecewa.
"Aku tidak mengenal orang seperti apa Naruto-kun itu. Yang aku tahu dia hanya anak orang kaya yang suka buang-buang uang. Dan selalu itu yang ia tunjukkan padaku."
Kakashi mengangguk paham. "Apakah kau sering bertemu atau berkomunikasi dengannya?"
"Cukup sering, karena kami kekasih." Jawabannya terdengar menegaskan.
"Pernahkah kau melihat hal mencurigakan darinya?"
Hinata menggeleng. "Dia hanya menunjukkan kalau dirinya itu anak orang kaya yang manja dan suka seenaknya. Dia juga humoris dan sangat menyenangkan. Kami hanya bertemu untuk kencan, tidak pernah bertemu karena kebetulan. Naruto-kun juga tidak pernah menerima telepon mencurigakan ataupun pergi secara tiba-tiba. Ponselnya juga hanya satu, sama sekali tidak ada hal mencurigakan di dalamnya. Aku selalu mengeceknya."
"Begitu, dia berperan cukup bagus."
"Naruto-kun—"
"Ada apa?"
Hinata diam sejenak, menimbang apakah ia harus mengatakan yang dipikirkannya. "Aku ingin bilang kalau Naruto-kun bukan orang seperti itu. Tapi kalian tidak akan mempercayainya kan? Buktinya sudah jelas bahwa dia yang melakukan semua kejahatan itu, dia juga sudah mengakuinya. Bahkan aku tidak tahu siapa sebenarnya Naruto-kun."
"Apakah kau tahu orang-orang yang berhubungan dengannya?"
Hinata sekali lagi mengangguk. "Aku pernah bertemu dengan semua anggota Akatsuki, kami bicara normal dan membicarakan hal normal."
"Jadi dia tidak menyembunyikan segalanya ya?" ujar Kakashi lebih pada dirinya sendiri. "Ada lagi?"
"Karena Naruto-kun sering membuat masalah di jalanan, ia cukup sering berurusan dengan polisi. Ia dekat dengan beberapa polisi di kantor pusat."
"Apa kau tahu siapa saja mereka?"
"Yang aku kenal hanya Uchiha-san dan Sakura-san."
"Aa."
"Untuk informasi itu aku bisa memberikan informasi lebih," ucap Neji yang menyela.
Kakashi mengangguk paham. "Kurasa cukup sampai di sini saja. Neji, antarkan dia dan kembalilah ke sini lagi. Aku masih harus bicara denganmu."
Neji memberi hormat. "Siap Pak!"
Ia mengantar Hinata keluar ruangan. Pemuda itu berjalan sedikit di belakang Hinata.
"Hinata."
"Ya?"
"Aku tahu kau sedang terguncang, tapi aku merasa kau harus tahu ini. Bukan karena kau sebagai saksi, tapi karena kau kekasihnya dan juga adikku," ucap Neji. "Naruto Uzumaki yang sebenarnya adalah anak dari panti asuhan dan hidup di jalanan setelah tidak ada yang mengadopsinya, ia menjalani hidup keras dan benci pemerintah karena membiarkan anak sebatang kara sepertinya terlantar. Kemungkinan ia melakukan semua kejahatannya adalah untuk balas dendam pada pemerintah."
Hinata tercekat mendengar itu.
.
"Ada apa Uchiha? Tumben melihatmu mengunjungi selku," sapa Naruto ringan.
Sasuke menatap dingin Naruto. Obsidiannya memancarkan kebencian yang sangat. Sungguh, bila tatapan bisa membunuhnya mungkin pemuda bersurai pirang jabrik itu akan mati.
"Kau kelihatan kesal. Masih marah karena berhasil kutipu eh?"
BRAK!
Sasuke mencengkeram jeruji besi tempat Naruto dipenjara. Giginya bergemeletuk. "Cih!"
"Aku tidak akan mengucapkan kata maaf untuk perbuatanku. Tapi Uchiha, ada yang ingin kukatakan padamu."
"Apa kau pikir aku akan mengabulkan keinginanmu setelah yang kau lakukan pada Hinata?"
"Untuk melukai sahabatmu itu, aku minta maaf. Sayangnya bukan itu yang ingin kukatakan padamu," ucap Naruto.
"Aku tidak akan mengasihanimu hanya kerena kau orang yang dicintainya."
"Jangan tembak Itachi."
Sasuke tersentak. Ia membatu dengan ucapan tiba-tiba Naruto.
"Untuk ini percayalah padaku. Kau akan menyesal jika mengakhiri nyawa kakakmu. Yang ini aku benar-benar serius dan tolong dengarkan Uchiha."
Sasuke termenung mendengarnya. Pemuda buron itu tidak main-main.
Naruto melanjutkan. "Akatsuki tidak akan buka mulut karena mereka sudah meminum obat buatan Sasori yang merusak pita suara mereka. Ah, aku juga memilikinya, akan kuminum nanti sebelum aku mendapatkan hukuman matiku. Agar aku tidak menjerit dan memuaskan kalian para polisi. Akatsuki memang hebat, mereka sudah memperhitungkannya sejauh ini. Aku harus berterima kasih pada Deidara yang memberiku satu."
"Apa hanya itu yang ingin kau katakan?" tanya Sasuke datar.
Raut wajah santai yang ditampilkan Naruto berubah serius.
"Aku ingin kau yang menembak mati diriku. Jangan cegah aku saat meminum obat yang kubicarakan tadi. Dan ya, tolong tembak mati kami semua secara bersamaan dan biarkan kami berpegangan tangan. Itu adalah hal terakhir yang diinginkan Akatsuki. Kau harus mengabulkannya karena mereka belum meminta keinginan terakhir mereka."
Sasuke tidak berkomentar apa pun, ia hanya diam sambil menunggu Naruto selesai.
"Keinginan terakhir dan satu-satunya Itachi adalah kau hidup bahagia, jadi berbahagialah. Jangan tembak dia, biarkan Neji yang melakukannya. Itachi orang yang baik, bahkan sampai saat terakhirnya ia ingin mewujudkan impian musuhnya itu."
Sasuke mengepalkan tangannya, buku-buku jarinya memutih dan rahangnya mengeras. Tubuh polisi muda itu kaku.
"Aku tahu kau kesal. Tolong tembak saja aku, karena aku sudah seenaknya mempermainkan hidupmu, aku juga menipumu. Luapkan rasa benci pada Itachi padaku, balaskan rasa sakit Hinata dan juga dendammu padaku."
"Aku tahu semua itu, baka. Aku tidak harus mendengar saran dari orang yang akan kubunuh."
Naruto terkekeh pelan. Ia melipat kedua tangannya di belakang kepala. "Aku benar meminta semua ini padamu. Semua sipir itu tidak akan mendengarkanku karena aku sudah meminta permintaan terakhirku."
Sasuke berbalik dan meninggalkan sel tahanan Naruto. Ia sedikit lega menemui pemuda itu sebelum waktu kematiannya besok malam.
"Sasuke."
Pemuda itu tersentak. Sangat jarang mendengar Naruto memanggil dengan namanya. Pasti ada hal serius yang Naruto ingin dilakukan olehnya.
"Jaga Hinata. Aku mempercayakannya padamu," ucap Naruto sungguh-sungguh. "Pesan terakhir untukmu, tolong jaga Sakura baik-baik. Dia gadis serta pasangan yang tepat untukmu."
"Aku tahu itu Dobe."
"Ah, syukurlah. Aku bisa mati dengan tenang besok."
"Uchiha, buka kuncinya. Ada yang ingin menemuinya."
Neji melemparkan kunci pada Sasuke yang membelakangi sel Naruto, siap pergi tapi sepertinya harus kembali berbalik. Neji langsung pergi begitu Sasuke menerimanya. Pemuda Uchiha itu tersenyum miring pada Naruto.
"Sepertinya masih ada orang yang kasihan padamu."
Naruto hanya membalasnya dengan cengirannya yang biasa. Dengan dituntun Sasuke ia menuju ruang khusus untuk pengunjung. Dan tidak terlalu terkejut saat seseorang yang sudah menunggunya adalah gadis manis dengan perawakan yang anggun.
"Hinata." Sasuke menyebutnya lebih dahulu. Ia mengangguk singkat sebelum meninggalkan Naruto di sana.
"Yo Hinata-chan! Rasanya lama tidak bertemu ya," sapa Naruto dari balik dinding bening yang hanya ada lubang-lubang kecil penghantar suara mereka. Ia tersenyum cerah, seperti biasanya.
Hinata merasa hampir tidak ada yang berubah dari pemuda itu meski tahu hidupnya hanya tinggal menghitung jam. Itu tidak membuatnya tenang, justru sebaliknya. Naruto sudah siap meninggalkan dirinya dan dunia ini.
"Bagaimana kabarmu Naruto-kun?" tanyanya basa-basi. Tidak ada kabar baik dari orang yang tahu kematiannya sudah dipastikan.
"Lebih baik daripada sebelum kau mengunjungiku."
Tapi Hinata yakin akan mendapati jawaban itu, makanya ia tidak ragu bertanya.
Gadis itu tersenyum miris. "Besok ya?"
"Ya."
Selanjutnya hanya keheningan yang mengisi ruang waktu di antara mereka. Hinata diam menunduk sedangkan Naruto tidak pandai dalam hal berpura-pura di hadapan gadis paling dicintainya itu.
"Jika tidak segera mengatakan apa yang ingin kau katakan waktu kunjunganmu segera habis—"
"Dan aku tidak bisa menemuimu selamanya lagi kan?" potong Hinata. Ia memandang Naruto dengan air mata yang mengalir. "Naruto-kun, kau tidak ingin menjelaskannya padaku?"
"Aku yakin Neji atau Uchiha itu sudah memberitahumu semuanya."
Hinata kecewa. "Ini pertemuan terakhir kita. Apa kau tidak ingin memberitahukan alasanmu?"
"Ini bukan yang terakhir Hinata-chan. Akan kubuat kita bertemu besok, kau berdandanlah yang cantik."
Naruto meninggalkan Hinata sendirian yang masih menangis. Ia mengabaikan peringatan dari Sasuke jika mereka masih memiliki waktu dan terus menuju selnya. Raut wajah Naruto lebih keras dari biasanya.
.
"Na-naruto-kun..."
Hinata hanya menatap Naruto yang berdiri di hadapannya dengan setelan jas yang rapi. Mereka berada di ruangan kosong di salah satu bangunan penjara, ada lilin dan taburan mawar yang sudah disiapkan Naruto di sana. Di sudut ruangan berdiri sebuah meja yang di atasnya sedang bermain piringan hitam yang mengalunkan melodi tarian waltz.
"Hyuuga Hinata, maukah berdansa denganku?" Naruto mengulurkan sebelah tangannya yang disambut Hinata agak lama.
"Apakah kau menyukainya?"
Hinata mengangguk.
"Syukurlah. Tapi maaf, karena menjemputmu dengan mobil polisi dan aku juga tidak datang secara langsung untuk memintamu."
Hinata menggeleng. "Tapi apa maksudnya ini Naruto-kun?"
Naruto meletakkan telunjuknya di bibir Hinata. "Jangan tanyakan atau kau akan sedih mendengarnya."
Obrolan mereka sejalan dengan langkah-langkah kaki mereka yang bergerak seirama dengan musik. Naruto menuntun langkah Hinata perlahan, tangannya yang diletakkan pada bahu dan pinggang Hinata seperti mendekapnya erat walau tubuh mereka masih berjarak. Keduanya begitu menikmati momen itu.
"Naruto-kun, kau berbohong padaku."
Air mata Hinata mulai menetes. Ia tidak berusaha mengusapnya, begitu juga dengan Naruto. Pemuda itu hanya diam sambil terus berdansa.
"Ne Naruto-kun, dirimu yang sebenarnya itu seperti apa? Naruto-kun itu siapa? Aku tidak tahu semua itu."
Naruto tetap diam. Mata safirnya menatap ke dalam lavender Hinata yang basah. Tatapan lembut itu tidak sampai pada Hinata karena terhalang air matanya.
"Naruto-kun, kau tidak menjelaskan apapun padaku. Kau menghindariku Naruto-kun. Kenapa? Kenapa Naruto-kun?"
Pemuda itu tidak sedikit pun membuka bibirnya. Gerakannya masih seirama dengan musik meski suasana di antara mereka berdua memanas.
"Kenapa Naruto-kun? Tolong jawab aku."
Cup.
Naruto memberi kecupan ringan di dahi Hinata. "Karena aku hanya ingin memberikan kenangan manis padamu Hinata. Hanya itu yang ingin aku tinggalkan untukmu."
Hinata tidak tahan lagi, tangisannya semakin pecah. Dansanya berantakan. Ia menjatuhkan dirinya di pelukan Naruto dan terisak di dadanya. Tangisannya diiringi musik dari tarian mereka.
.
Hinata berdiri menatap pemakaman di hadapannya. Ia berdandan cantik hari itu, dengan gaun hitam yang sederhana tapi elegan. Untuk terakhir kalinya ia ingin mengantar kepergian kekasihnya dalam balutan terbaiknya.
Matanya sendu menatap pemakaman baru itu. Bekas bengkak di matanya tidak hilang dan air mata masih menetes dari sudut lavendernya. Di tangannya ia menggenggam kalung berliontin permata kaca tiruan berwarna biru langit.
Makam Naruto berjajar dengan sepuluh makam lainnya. Orang yang juga ditembak mati di hari dan waktu yang sama. Gadis itu yakin, papan iklan di pusat kota pasti sudah menyiarkan berita hukuman yang didapat oleh sebelas komplotan penghianat negara yang saat ini sudah berbentuk makam di hadapannya.
Penghianat Negara.
Begitu yang tertulis di nisan masing-masing mereka.
"Sasuke-kun, kau yang melakukan ini?"
"Mereka tidak ingin orang yang menyayangi mereka tahu kalau makam mereka ada bersama dengan para penjahat. Naruto menambahkan permintaan terakhirnya lagi."
"Sasuke-kun... aku yakin orang seperti apa pun Naruto-kun itu, dia tetaplah orang yang baik. Walaupun aku tidak tahu siapa sebenarnya dia, yang dia tunjukkan padaku bahwa dia adalah orang yang baik. Yang ingin kupercayai hanya itu, kumohon padamu jangan mengatakan hal lain tentangnya."
"Baiklah."
Jika itu keinginanmu Hinata. Aku tidak akan memberitahu tentang hidupnya yang menyedihkan dan berat. Mungkin yang dia katakan tentang dia anak orang kaya itu tidaklah sepenuhnya salah. Dia memang anak dari orang ternama di Jepang.
Perusahaan Namikaze itu perusahaan besar yang memiliki citra baik. Minato Namikaze adalah prodigi perusahaan itu dan juga gubernur terbaik kota ini. Pemerintah tidak akan membuat image orang seperti itu tercemar karena memiliki anak tidak sah.
Bukan salah Naruto nama keluarganya diganti dengan nama marga ibunya. Bukan salahnya dia dibuang di panti asuhan dan ditelantarkan oleh pemerintah bersama anak-anak panti itu. Bukan salahnya ia bertemu Akatsuki yang memiliki kenangan sama.
Bahkan aku berpikir kakakku mungkin juga tidak melakukan kesalahan. Mungkin dia juga tidak bersalah.
"Aku juga berpikir begitu," ucap Sasuke memandang nisan kakaknya yang memiliki identitas sama dengan sepuluh makam lainnya. Penghianat Negara.
"Ayo pulang Hinata."
"Ya."
Mereka berdua berbalik meninggalkan kompleks pemakaman untuk penjahat dan buronan negara itu.
Naruto-kun, sayonara.
.
Namaku Uzumaki Naruto. Hacker yang membajak data penting negara dan menyebarkannya pada musuh negara. Membobol keamanan perusahaan negara dan mencuri uang mereka. Memanipulasi keuangan perusahaan Namikaze dan membuat kerugian besar di perusahaan yang harusnya diwariskan padaku.
Uzumaki Naruto. Orang yang bekerja sama dengan Akatsuki untuk membalas dendam pada negara karena kehidupan kami yang diabaikan oleh pemerintah. Bersama-sama berusaha menghancurkan negara yang membuat hidup kami begitu menderita di jalanan saat masih kecil. Rencana terbesar kami berhasil terlaksana sebelum kemudian kami tertangkap.
Namaku Uzumaki Naruto. Seorang hacker buron yang mendapat ganjaran hukuman mati. Permintaan terakhirku adalah berdansa dengan orang yang sangat kucintai. Kekasihku, Hinata Hyuuga.
.
.
.
Owari
.
.
.
