Ohayou! Konichiwa! Konbawa!
.
Melupakan fakta bahwa tunggakan fict-nya masih banyak di fandom lain, Light landing di fandom One Piece! Eheeuuyy! Mungkin Light jarang-jarang mampir ke sini, hehehe… Light masih mengikuti jalan cerita One Piece dulu. Dan Light belum sepenuhnya dapet inti cerita dari One Piece! So, Light cuma bisa kasih fict standar fluff aja. Hiks…T.T nyosh, Light will survive!
Mimpi apa ya Light semalem bisa kepikiran LuffyNami? *gugulingan* Light ambil setting di mulai saat SH crew masih tujuh orang. Entah habis darimana, itu serahkan pada imajinasi Readers! –nggak bertanggung jawab-*dikemplang*
Dozo, Minna-sama!
Disclaimer:
Eiichiro Oda-sama
Warning:
Alternate Reality, out of character, a little typo, full of gajeness and garingness, POV changing. To Readers who hate pairing in this fict, please leave this page by pressing the "back" button!
Pairing:
Luffy X Nami
.
Note++:
"…" Dialog langsung.
'…' Bicara dalam hati.
Italic: bicara dalam hati+istilah asing.
Bahasanya nggak sepenuhnya baku. Sedikit banyak, ada campuran bahasa Jepang dan bahasa lisan.
.
Have a nice read! ^_~
.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
.
Kau adalah orang aneh.
Ya, itulah Kau di pandanganku. Orang aneh yang menyita perhatian siapa saja. Mungkin Kau memang sudah ditakdirkan untuk hal yang besar dan menimbulkan decak kagum.
Sayang sekali, aku mempunyai pandangan yang berbeda terhadapmu.
Kau selalu bisa membuatku jengkel karena ulahmu yang aneh di mataku.
Kau selalu bisa membuatku marah karena kepolosanmu.
Kau selalu bisa membuatku senang karena kau tahu apa yang kusukai.
Kau selalu bisa menyadari kegelisahan yang kusembunyikan.
Kau selalu bisa merasakan apa yang kurasakan.
Kau selalu bisa menebak apa yang sedang kupikirkan.
Kau selalu bisa bertanya dengan jeli karena menyadari keganjilan tingkahku.
Kau selalu bisa membuatku berada dalam lindunganmu tanpa harus aku meminta, saat kau ada di sisiku.
Kau selalu bisa membuatku khawatir, karena melihatmu yang selalu siap mempertaruhkan nyawa untuk semua orang yang kau rasa pantas untuk kau lindungi.
Kau selalu bisa membuatku menangis, karena takut terjadi sesuatu padamu yang dapat menyakitimu.
Kau selalu membuatku merasa bahagia, karena sudah bersama dengan semua orang teraneh yang pernah kutemui, semua yang kutahu lebih dari sekedar teman untukku, kita keluarga. Dan Kau bisa membuatku dan mereka semua saling menerima apa adanya, dan hal yang paling aneh pula, bagaimana bisa kami menerimamu sebagai pemimpin?
Akhir-akhir inipun, Kau bisa membuat debaran jantungku berdetak menggila jika bersamamu.
Semuanya Kau lakukan dengan tindakan khas—atau tepatnya—anehmu. Aku tidak perlu kata-kata untuk meminta, karena Kau selalu ada di sampingku untuk mewujudkannya. Hei, apa aku terdengar seperti seorang gadis yang kelewat percaya diri?
Mau bagaimana lagi, kalau itu semua memang terjadi padaku?
Ah, satu lagi.
Kau berhasil melakukan satu hal lagi.
Ya, Luffy. Entah kenapa, dan entah bagaimana caranya semua ini bisa terjadi, sosokmu yang serius dan penuh wibawa, sukses membuatku terpesona.
.
#~**~#
A "LuffyNami" One Piece fanfiction,
.
When I'm With You
.
Chapter 1
"Worry"
.
By: Light-Sapphire-Chan
#~**~#
.
Seorang gadis berambut oranye melayangkan pandangannya dengan cemas pada laut di sekelilingnya, ombak menggulung tinggi, angin kencang yang kuat menghembus, serta awan hitam dan gelap yang menyelimuti langit, walaupun kapalnya telah berlabuh di pulau terdekat, tapi ia tetap saja merasa khawatir.
"Nami! Jangan khawatir, kami sudah menurunkan jangkarnya! Kapal ini tidak akan terseret arus!" teriak temannya yang berhidung persis seperti Pinokio. "Kalau memang terseret, salahkan Zoro!"
Yang disebut-sebut namanya menoleh malas. "Kenapa jadi menyalahkanku, Usopp?"
"Karena Kau yang menurunkan pemberatnya, Zoro!" balas Usopp inosen.
Hujan mulai turun, tak lama berubah menjadi kencang dan cepat, titik-titik air yang besar dan banyak itu turun dengan ganas, dalam sekejap membasahi Merry—kapal—yang mereka tempati.
"Suggoiii! Kita akan menghadapi badai lagiiii!" sorak kapten kapal mereka yang kenak-kanakkan.
Empat tanda siku-siku yang saling berhadapan, muncul dengan manis di sudut dahi Nami. "Bagaimana Kau bisa senang saat keadaan gawat begini, Luffy?" teriaknya marah.
Luffy menoleh dengan wajah tanpa dosa. "Bukankah seru menghadapi badai seperti ini? Sayang kita ada di tepi, biasanya kita berada di tengah-tengah badai. Kemana semangatmu yang biasanya, Nami?"
"Dasar bodoh… Luffy! Tetap diam di atas gentong itu sampai aku tiba di bawah! Mungkin kepalamu membutuhkan sedikit 'pukulan' untuk dinormalkan!" celoteh Nami sambil memelototi Luffy.
"Aku tidak bodoh, Ahou! Memang apa yang salah dengan kepalaku?" Luffy membuka topi jeraminya, dan mengusap-usap kepalanya yang berhiaskan rambut hitam.
"Bakabakashi! Tentu saja ada yang tidak beres dengan isi otakmu!" jawab Nami kesal.
Robin yang berada di dek kapal hanya mengulum senyumnya dan menggeleng-gelengkan kepala, melihat tingkah teman-temannya yang ajaib. Tapi rasanya sungguh sepi, kalau mereka tidak seheboh ini.
"Nami, Kau bisa turun dari atas sana! Biar Usopp saja yang mengurus!" teriak Chopper dengan suara cempreng menggemaskannya, pada sang gadis yang berada di tempat tertinggi di kapal mereka.
Nami mengangguk, tapi tiba-tiba saja tubuh gadis itu terjatuh menghantam lantai kayu tempatnya berpijak. Gadis itupun mendengar erangan dan teriakan panik karena kapal mereka oleng ke samping menabrak daratan, semua disebabkan karena ombak yang bergulung tinggi dan memecah menaiki kapal mereka, air ombak itupun tumpah ke daratan di samping kapal berkepala domba tersebut. Di tengah itu semua, tawa seseorang—yang terdengar menyebalkan untuknya—pecah dan terdengar tepukan tangan.
"Wahahahaha! Ombaknya kencang sekaliii! Huuu~" terdengar Luffy berkata di sela tawanya.
Seorang pemuda berambut pirang yang basah kuyup, berusaha bangkit dan berjalan mendekati kemudi kapal yang terpasang tepat di tengah-tengah kapal, sayang sekali niatnya gagal, semua itu disebabkan karena kaki-kakinya yang hebat tersebut jatuh terpeleset pedang-pedang yang berserakan, lantai yang licin karena air membuat pemuda tersebut tak sengaja bersalto dan kakinya pun mendarat di kepala yang memiliki rambut hijau.
"Itteee! Singkirkan kaki baumu dari kepalaku, sebelum kutebas kakimu, Baka-Cooking!" ancam Zoro kesal.
"Salahkan saja pedang-pedang terkutukmu, Marimo Baka!" balas Sanji kesal, diangkatnya kaki-kakinya dari kepala Zoro, hanya untuk berpindah menginjak-injak pedang-pedang kesayangan Zoro dengan wajah kekanak-kanakkan.
Wajah Zoro berubah horror, segera saja pemuda bertubuh kekar tersebut menarik pedang-pedang kesayangannya. "Kau yang terkutuk, Baka-Cooking! Jangan kira aku takut padamu!" Zoro memosisikan ketiga pedangnya di kedua tangannya dan satu lagi terselip di mulutnya.
Sanji mendengus. "Dan siapa yang bilang aku takut padamu? Bahkan dalam mimpi Luffy saja itu tidak akan terjadi!"
"Wohoooowww!" Luffy—yang disebut-sebut Sanji—berteriak kegirangan di atas gentong yang didudukinya, saat ombak besar sekali lagi singgah di kapal mereka, menyapu mereka semua. Mengombang-ambingkan kapal, menghanyutkan gentongnya.
"Aaaarrgghhh!" Chopper dan Ussopp nyaris saja terseret arus kalau keduanya tidak berpegangan pada tiang kapal.
"Heyaaaaahh! Kau akan mencicipi tajamnya pedangku ini!"
"Ciiiaaatt! Kau akan merasakan tendangan mautku ini!"
Di sela Chopper dan Ussopp yang berteriak panik takut terseret ombak, juga Luffy yang kesenangan bermain dengan ombak dan gentong yang didudukinya, di tengah-tengah mereka pula Zoro dan Sanji lagi-lagi bertengkar—sungguh terlihat konyol. Keduanya berputar-putar saling menyerang dan menghindar. Zoro dengan ketiga pedangnya, dan Sanji dengan sepasang kakinya.
Robin yang berpegangan kuat pada pembatas kapal, memerhatikan kelima rekan lelakinya yang 'bertahan' di tengah terjangan ombak. Dan tiba-tiba saja mata gadis berkulit tan itu terbelalak.
"Sa-Sanji! Jangan dekati tangga—Zoro, jangan arahkan pedangnya pada tangga!" teriak Robin tiba-tiba.
"Doshita no, Robin-chwaaan?" tanya Sanji dengan mata yang seketika berubah menjadi bentuk hati. Dengan sigap dan kekuatan aneh, Sanji berhasil melompat menghindari pedang Zoro, dan pedang tajam itu sukses menebas tangga tali yang berada di hadapannya.
Robin segera mendongakkan kepalanya ke atas. "Namiii! Kau masih ada di atas?" teriaknya.
Gadis yang dipanggilnya mencengkeram erat pinggiran kayu yang menjadi pembatas. Ia mengintip ke bawah, menemukan Robin yang memandangnya khawatir. "Iya, Robin! Aku masih di atas! Aku ingin turun, tapi takut jatuh karena ombaknya kencang!"
Sanji yang baru saja jadi normal kembali karena berdekatan dengan Robin, juga Zoro yang menghadap pada tangga, kedua pemuda itu menatap seakan takjub pada tangga tali yang seolah melambai jatuh kebawah dengan gerakan slow motion.
"Ka-kalian… Memotong tangga untuk Nami turun," kata Robin yang berusaha berdiri dengan bertumpu pada pembatas warna putih yang dicengkeramnya.
Zoro mengangkat kepalanya, dan menatap datar pada bendera berwarna hitam yang bergambar tengkorak bertopi jerami. "Tangga itu tidak akan terpotong kalau Baka-Cooking ini tidak menghindar."
"Aaa-haa, dan membiarkanku tertebas pisaumu lalu terluka? Ada hal yang lebih bodoh lagi?" sindir Sanji sarkastik. "Nami-swaaann! Jangan turun dari atas sana! Berbahayaa!"
Rinai hujan yang deras membasahi kapal, membuat suara mereka nyaris teredam. Nami kembali mengintip ke bawah mendengar teriakan Sanji. "Me-menangnya kenapaaa, Sanji-kun?"
"Tangganya dipotong oleh si Maniak Pedaaaa-ouch!" Sanji meringis memegangi kepalanya yang dijitak Zoro.
"Robiiin~!" panggil Chopper. "Doushite?"
"Tangganya terpotong, dan kurasa Nami tidak akan bisa turun dari atas!" jawab Robin setengah berteriak.
Usopp dengan panik mendongakkan kepalanya. "Namiii! Kau harus berhati-hati di atas sampai kami menemukan cara untuk menolongmu!" teriaknya sambil berlari-lari memutari tiang.
"Oiii! Ada apa?" pemimpin mereka itu turun dari gentong yang dinaikinya, berjalan santai menghampiri mereka. seakan lantai yang sangat licin bukan penghalang besar untuknya. Dan memang itulah adanya.
"Kau ini kemana saja sih, Luffy?" geram Usopp gemas.
"Kurasa karena Sanji-kun dan Zoro-kun yang bertengkar, tangga tali terpotong, dan Nami tidak bisa turun dari atas sana," jawab Chopper yang mendongak prihatin ke atas, namun menunduk kembali karena tidak bisa menghalau tetes air hujan yang memasuki matanya.
"Namiii!" panggil Luffy yang mendongakkan kepalanya.
"Apaaa?" Nami mendelik padanya.
"Kau lompat saja turun ke bawah!" usul Luffy dengan senyum lebar.
"Lalu membiarkanku mati konyol di hadapan kalian?" tanya Nami sinis.
"Apa Kau punya ide yang lebih gila lagi, Luffy?" Sanji kembali bertanya sarkastik. Sebenarnya percuma saja jika digunakan pada kaptennya, sang kapten tidak mengerti hal tersebut. "Sesuatu yang buruk bisa terjadi pada Nami-san kalau dia mengikuti ide gilamu!"
"Ne, Senchou! Kau saja yang naik untuk membantu Nami turun!" saran Robin tenang.
"Aku?" Luffy menunjuk dirinya sendiri seraya menatap Robin yang lekas mengangguk.
"Ah, ya! Begitu saja! Cepat naik ke atas, Luffy!" Usopp mendorong-dorong Luffy mendekati tiang yang kini tangga tali hanya menggantung setengah di atas. "Nami membutuhkan pertolonganmu, Luffy!"
Mendadak petir kencang menyambar ombak yang menggulung tinggi di tengah laut, tepat saat Nami berteriak sebelum jatuh kembali menghantam lantai kayu. "Siapa saja, tolooong akuuu! Uukkhh!"
"Kenapa juga Nami di atas sana? Seharusnya, kan, Kau yang di atas, Usopp!" kata Luffy dengan wajah datar.
Usopp menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal. "Aahhmm… Nami mau di atas, jadi aku turun. Nona Navigator itu yang memaksa."
Luffy tak membuang waktu lagi untuk mengulurkan tinggi-tinggi lengan kanannya, tangan kanannya menggenggam erat pembatas kayu yang dipegangnya, lalu lengannya berangsur memendek, seiring dengan tubuh Luffy yang terlempar ke atas memasuki tempat di mana biasanya Usopp dan Robin berjaga.
Luffy segera berlutut di samping gadis bermata gelap besar itu. "Nami, Kau tidak pingsan, kan?"
"T-tidak… Tapi kurasa aku ingin pingsan," Nami berusaha mendudukkan dirinya sendiri. "Aku pusing gara-gara tadi jatuh terbentur kayu ini."
"Ya sudah, pingsannya nanti saja kalau sudah sampai tempat tidurmu," Luffy mengalungkan kedua lengan Nami di lehernya. Lalu memapah gadis itu untuk berdiri, dan sebelah lengan kanan Luffy sekali lagi melingkari pinggang rampingnya.
"He-he-hei!" protes Nami. "Apa-apaan ini?" seingatnya, kalau Luffy menolongnya dengan menggendongnya, ia tidak perlu memeluk pengguna Devil Fruit ini.
"Pegangan yang kencang saja kalau Kau tidak ingin jatuh, Nami," sahut Luffy kalem. "Gomu-gomuuu…" lengan kirinya sekali lagi terulur memanjang menuju pembatas balkon kecil di kapal, tepat di sebelah kedua tangan Robin yang bertumpu. Lalu lengan kirinya memendek, membuat pemuda bertopi jerami dan sang gadis terlempar menuju tempat itu. Tempat yang sering menjadi tempat berdiri sang gadis maniak harta karun.
"Yahaaaaaa!" seru Luffy senang saat mereka menembus hujan lebat.
"Ma-matte yo, Luf—kyaaaaaaaa!" kalimatnya terputus menjadi jeritan, Nami mengeratkan pegangan—pelukannya—pada leher pemuda yang dijuluki manusia karet tersebut. Dirasakannya mereka menembus hujan, dan angin yang bertiup membuat tubuhnya yang mengenakan pakaian tipis—rok pendek ketat berwarna hitam selutut dan tank top berwarna biru langit polos—menggigil kedinginan.
Sang Navigator di kapal Merry itu masih memejamkan matanya rapat-rapat, tidak merasakan kalau ia sudah 'mendarat' aman di depan pintu kamarnya. Ia jatuh terduduk tepat menindih kaptennya.
"Heh, Nami, sampai kapan Kau mau memelukku terus? A-aku t-tidak bi-bisa berna-na-napas!" kata Luffy yang merasakan Nami justru semakin mengeratkan lengannya di leher Luffy, sayangnya Luffy merasa Nami mencekik lehernya.
"Haduuuh, Luffy dan Nami bikin iri saja," celetuk Usopp. "Aku jadi teringat Kaya-chan."
"LUFFY~~ MENJAUH DARI NAMI-SWAAAN!" terdengar raungan marah Sanji yang menuding-nuding Luffy.
"A-aku—dia me-mencek-k-kik-ku, Sa-sanji!" balas Luffy yang megap-megap nyaris kehabisan oksigen.
"Na-nami! Kasihan Luffy!" ucap Chopper panik.
"Merepotkan," gumam Zoro pendek.
"Kenapa Kau tidak menikmatinya saja, Luffy?" tanya Robin dengan senyum jahil.
"A-ap-panya y-yang enak d-dice-cekik?" Luffy balas bertanya sambil menggeliat berusaha melepaskan diri.
"Robin-chwaaan~" Sanji meratap mendengar pertanyaan Robin tadi.
Nami membuka matanya. Ditemukannya wajah Zoro yang terangkat sebelah alisnya, menatapnya heran, dan ekspresi Nami seketika berubah horror merasakan kepalanya yang bersandar nyaman di bahu tegap seseorang. Apalagi merasakan tempat kedua lengannya melingkar erat, atau di mana tubuhnya sudah terduduk aman dan bersandar di dada bidang sang kapten.
"Kyaaaaaaaaa—menjauh darikuuuuu!" seketika Nami menjerit lagi seraya menjitak kepala bertopi jerami itu kencang-kencang, segera saja gadis itu melepaskan pelukkannya dari Luffy dan melompat berdiri.
"Itte-te-tei!" ringis Luffy menderita sambil mengusap-usap kepalanya. "Heh, kenapa Kau malah memukulku sih?" protes Luffy kencang.
"Luffy membutuhkan dokter! Panggilkan dokter!" kata Chopper panik yang menghampiri Luffy.
"Kau dokternya, Chopper!" kata Usopp sweatdropped.
"Ah, iya! Aku lupa!" Chopper menepuk keningnya. Lalu mendekati Luffy. "Kau perlu aku periksa sebentar, Luffy!"
Terlihat aura gelap lagi pekat serupa badai yang tengah mengamuk menguar dari tubuh Nami, dengan wajah galak sang gadis berdiri berkacak pinggang di hadapan sang penolongnya. Memelototi sang penolong yang sedang diobati oleh Chopper. Dan penolongnya balas memandangnya garang.
"Tidak perlu mendadak membawaku seperti itu bisa, kan?" tanya Nami kencang
"Apa Kau mau kita tersambar petir?" Luffy balik bertanya. "Aku sudah menolongmu turun, lalu Kau mencekikku, dan memukulku pula!"
"Jadi, apa yang Kau mau dariku? Bagaimana aku tidak melakukannya kalau aku takut Kau membawaku seperti tadi?" ketus Nami.
"Kau takut? Itu bukan pertama kalinya aku membawamu seperti itu!" sewot Luffy.
"Dan Kau pikir aku terbiasa dengan hal gila macam itu? Oh, baiklah… Tapi setidaknya, apa Kau tidak menunggu dulu sampai pusingku hilang?" Nami menurunkan nada suaranya.
Usopp menepuk-nepuk bahu Sanji yang pundung di pojokan. "Tenang saja, Sanji-kun. Ini bukan pertama kalinya Luffy membawa Nami seperti itu kok!"
Sanji menoleh dengan tatapan bengis pada Usopp. Zoro menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kata-katamu salah, Usopp," ucap Zoro datar.
"Pergi dari sini sebelum kutendang Kau keluar dari kapal," ancam Sanji sadis pada Usopp.
"Se-sepertinya begitu, Zoro. Te-tenang saja, Sanji. Aku juga tidak mau dekat-dekat denganmu!" Usopp bergidik dan segera menjauh dari Sanji.
Kembali pada Nami dan Luffy yang masih saling adu melotot.
"Aku melihat tadi Kau jatuh membentur lantai, baka. Kalau aku tidak cepat menolongmu di atas, Kau bisa sakit karena kehujanan! Aku takut Kau sakit lagi, dan aku tidak mau Kau terluka! Lagi pula Kau tadi bilang, Kau ingin pingsan! Kalau sudah seperti itu, apa Kau pikir aku bisa diam saja, Nami?" seru Luffy tegas dan menatap lurus pada Nami.
Nami membuka mulutnya, namun bibirnya terkatup kembali. Nami mengurungkan niatnya untuk mengatakan sesuatu. Perkataan jujur Luffy tadi, membuatnya bungkam. Wajah manisnya tidak lagi mengeras seperti tadi. Luluh sudah amarahnya. Dan semua turut terdiam memandangi Luffy, lalu Nami, terus Luffy, Nami lagi, dan terus saja seperti itu.
Robin menepuk bahu Nami. "Kita masuk ke dalam kamar saja, Nami. Mungkin Kau terlalu lelah," ajaknya lembut. Nami mengangguk, gadis berkulit lebih terang darinya itu membuka pintu kamar mereka dan masuk ke dalam kamar tanpa mengatakan apapun. "Minna, aku dan Nami tidur duluan," pamit Robin.
"Kalau Nami-swan dan Robin-chwaaan membutuhkan minuman atau makanan, jangan ragu untuk memanggilku, ya!" kata Sanji riang mengingatkan.
"Aku juga ingin tidur—hoaahhhmm! Oyasumi, Robin, Minna," Zoro pun beranjak meninggalkan mereka.
"Oyasumi, Zoro-kun," balas Robin.
Robin mengalihkan tatapannya pada sang kapten yang dihormatinya, yang sedang diobati oleh sang dokter pintar yang merupakan teman bermainnya. "Arigatou, Taichou. Semoga Kau cepat sembuh."
Luffy mengangkat kepalanya. "Dan semoga saja tidur membuat Nami sedikit lebih waras. Apa dia sedang ada masalah, Robin?" tanyanya yang gagal menyembunyikan nada khawatir dalam suaranya.
Robin terkikik sekilas, membuat Sanji sukses tenggelam dalam dunia khayalannya. "Kurasa yang membuat Nami jadi tidak waras itu Kau. Dan kurasa masalahnya itu juga menyangkut Kau, Luffy."
Luffy memiringkan kepalanya tidak mengerti. "Heeeee? Aku? Kenapa bisa seperti itu? Memang aku punya salah apa dengannya?" serbunya bertanya pada Robin.
Sementara gadis berambut hitam yang ditanya hanya tersenyum manis. "Aku tidak tahu, Senchou. Konbawa, Minna!" dan Robin menghilang masuk ke dalam kamarnya, dan pintu ditutup pelan.
"Semoga mimpimu indah, Robin-chwaaaan~" seru Sanji yang berjalan seperti orang linglung ingin tidur juga.
"Luffy, sebaiknya kita tidur sekarang. Kau butuh istirahat untuk menyembuhkan memar di kepalamu," kata Chopper sambil membereskan peralatan medisnya.
"Nami sadis juga, ya… Bisa membuat benjol di kepala Luffy," decak Usopp kagum. "Ne, Luffy, sakit tidak?" tanya Usopp dengan muka prihatin.
Luffy mengangguk, namun tetap membisu. Usopp, Chopper dan Sanji menyusul Zoro untuk tidur. Sementara sang kapten duduk termanggu dinaungi awan gelap pekat, dibasahi terjangan ombak ganas, ditemani badai yang menghadang. Suasana yang menyelimutinya tidaklah hening, guntur memecahkan kesunyian malam dengan gelegar kuat suaranya. Badai megah yang digelar di laut, sudah terbiasa dihadapinya… Bukankah badai seperti ini hanyalah pesta kecil penghalang langkahnya menuju tempat tujuan?
Tidak, Straw Hat Crew tidak menghindari badai. Tapi justru menyusup di tengah badai dengan adrenalin membuncah menjerumus pada taraf menggila. Mereka bermain sambil menghadapi setiap badai yang menari di tengah laut. Tidak peduli berapa kalipun mereka dihempas atau diseret ombak, di bibir masing-masing akan merekah seukir senyum bahagia.
Termasuk saat mereka dikejar monyet laut, atau monster-monster aneh lainnya yang menghadang laju kapal mereka.
Seulas senyum dengan misterius hadir di wajahnya, Luffy tidak ambil pusing dengan sekujur tubuhnya yang basah kuyup. Diselonjorkannya kedua kakinya. Dibiarkannya tubuhnya bersandar pada dinding kayu, dan kedua tangannya terlipat di depan dada.
Luffy menikmati rintikkan hujan yang seakan tidak ada habisnya, dan tidak ada jeranya menghujaninya.
.
#~**~#
To be continued
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
.
Light mohon maaf untuk segala kesalahan di chapter ini. Hontou ni gomenasai…(_._)
Kebiasaan, nggak bisa ngebuat fict oneshoot yang pendek. T.T dijadiin dua chapter aja!
*ngumpet di kolong meja* Ceritanya emang gaje banget, Light juga seneng bikin fict ini! But, would you mind to leave me some feedback? *melas*
Terima kasih sudah menyempatkan membaca! Kritik dan sarannya selalu ditunggu!
.
Sweet smile,
.
Light-Sapphire-Chan
