Ini hanya kisah tentang dua orang sahabat yang entah begitu bodoh atau bagaimana yang sama sekali tidak peka dengan perasaan mereka sendiri.


Namanya Kagamine Rin, gadis teramat 'jenius' yang hobi mengoleksi angka-angka dibawah lima dikertas ulangannya, berambut pirang sebahu, pita putih yang selalu bertengger manis di kepalanya, dan satu-satunya maskot paling cute dikelasnya.

Namanya Kagamine Len, pemuda aneh yang hobi mengoleksi berbagai macam kacamata, berambut pirang, dan pendek. Walaupun marganya sama dengan gadis yang baru saja kudekripsikan tadi tetap saja mereka tidak memiliki silsilah keturunan yang sama. Ah, jangan lupa dia adalah bagian dari top shota disekolahnya.


Rin menatap malas karangannya yang baru setengah jadi, ia mulai merasa bosan menuliskan berbagai macam kalimat pujian menjijikkan tentang pemuda bodoh yang merangkap menjadi sahabatnya itu, Kagamine Len.

Ia meraih pensil yang tergeletak disamping karangan setengah jadinya itu, mulai mengumpat guru sastranya yang memberikan tugas terkutuk ini.

"Sudah menyelesaikan tugas dari terong baka itu Rin?"

Gadis berambut pirang itu sontak menoleh mencari pemilik suara yang tak asing ditelinganya itu.

"Len!" dia menatap kesal pemuda berambut pirang yang nyengir kearahnya.

"Darimana kau masuk?" Len nyengir menunjuk jendelanya yang kini telah terbuka lebar, ah salahkan kebiasaannya yang selalu membiarkan jendelanya terbuka.

Untuk informasi yang tidak terlalu penting, kamar mereka berdua memang berdekatan sehingga memungkinkan pemuda kuning itu untuk keluar masuk dengan bebas.

"Aku bingung ingin menulis apa lagi, kau tidak mempunyai banyak hal yang bisa didekripsikan, Len. Ah sayang sekali terong busuk itu tidak memperbolehkan menulis hal-hal buruk dikarangan ini."

Len mengernyit, "Apa maksudmu? Aku memiliki banyak hal, wajah tampanku misalnya."

"Wajah tampan? Wajah shota maksudmu?" cibir Rin yang sukses mendapatkan jitakan dari Len.

"Rin, kau ingat apa yang ku katakan bukan?"

"Jika aku menyebutmu shota lagi maka kau akan benar-benar membuang semua persediaan jerukku itu kan?" cibir Rin seakan tak peduli semua jeruk kesayangannya akan dibuang oleh Len.

"Jadi kau sudah benar-benar ingin persediaan jerukmu habis ya?"

Rin mengangkat bahu, "Persediaan jerukku bulan ini sudah habis kok, dan Rinto-nii belum membeli persediaan jeruknya lagi, jadi apa yang akan kau buang?" ujarnya sambil memasang wajah menang.

Ah Len kau melupakan satu poin penting, bahwa Rin selalu menang darimu.


Len menatap bangku disampingnya yang telah dihuni oleh sebuah tas dengan gambar jeruk. Merasa heran karena tak menemukan si pemilik yang biasanya selalu duduk manis disana sambil menggambar berbagai macam hal aneh.

'Kemana Rin?'

Mungkin itu hal yang terlintas dibenaknya sekarang ini, mengingat bahwa Rin sudah terlebih dahulu meninggalkannya kesekolah. Ah salahkan dirinya yang terlalu memuji diri sendiri dikamar mandi.

"Hei Miku kau melihat Rin?" tanyanya pada gadis negi yang tengah sibuk menduplikasi PR milik seseorang yang tidak penting identitasnya.

Hatsune Miku, gadis negi itu menggeleng.

Len menghela nafas berat, kemana lagi gadis Jeruk itu?

"Mungkin kau bisa bertanya pada Gumiya dia selalu datang lebih awal dari yang lain kan?" saran Miku-takberpalingdaribukuprnya-.

Len mengangguk, "Thanks, Miku." Sebelum memutuskan menghampiri Gumiya.

"Yo Gumiya! Apa kau melihat Rin?" tanyanya pada pemuda wortel itu.

"Yo Len! Rin? Kalau tidak salah aku melihatnya pergi kearah perpustakaan dengan Hibiki Lui murid kelas sebelah."

"Ah, kalau begitu thanks Gumiya," tanpa menanti jawaban balasan dari pemuda wortel itu, Len langsung berlari meninggalkan kelas menuju arah perpustakaan. Cemburukah? Entahlah hanya tuhan dan author saja yang tahu (?).


Sementara itu Rin tengah menatap Lui dengan serius, "Jadi kalimat-kalimat yang aku buat semalam itu salah?"

Lui mengangguk, "Kalimat pujian gak harus selalu berpusat pada hal-hal konyol seperti itu Kagamine-chan, boleh saja kau membuat kalimat-kalimat konyol itu tapi itu jika kau masih berada di tingkat sekolah dasar," jelas pemuda berkacamata itu dengan sedetil-detilnya.

Rin mengangguk, "Jadi bagaimana cara membuatnya Hibiki-kun?"

"Itu tergantung dirimu juga Rin, tapi soal contoh…" Lui berpikir sejenak, "Dia seorang gadis yang kasar awalnya aku berpikir demikian namun ternyata dibalik sisi kasarnya dia memiliki hati yang lembut."

Rin mengangguk mengerti, "Jadi begitu ya? Ah terima kasih Hibiki-kun."

Lui mengangguk, "Kalau begitu cepat selesaikan karanganmu ini, tiga puluh menit lagi bel akan berbunyi. Dan ingat Kagamine-chan karangan pujian ini bukan berarti hanya tersusun dari kata-kata konyol itu."

Rin mengangguk lalu mulai menuliskan berbagai macam kalimat kedalam karangannya.

Dia seseorang dengan hati yang baik, Len yang selalu melindungiku sejak kecil.

Tapi saat beranjak remaja aku mengira Len berubah. Dia selalu menjahiliku, tetapi saat aku ketakutan karena ditinggal sendiri Len selalu berada disampingku berusaha membuatku tenang.

Disaat aku lupa membawa bekal, Len selalu membagi bekalnya denganku

Dia selalu berusaha menghiburku disaat aku menangis

Walaupun aku selalu mengatakan dia itu shota, tapi dari lubuk hati yang paling dalam aku mengakui kalau dia itu lumayan tampan

Walaupun dia bodoh tapi sebenarnya dia memiliki kepintaran yang tak ingin dia tunjukkan

Nilainya selalu berada dua angka diatasku berarti dia benar-benar pintar kan?

"Akhirnya siap juga!" Rin tersenyum senang tak percaya karangan terkutuk itu benar-benar sudah siap.

"Biar aku membacanya!" ujar Lui menyambar karangan ditangan Rin, dahinya sedikit mengernyit, "Ummm…, Kagamine. Kau yakin ini pujian?"

Rin mengangguk.

Lui geleng-geleng kepala, "Ah, sudahlah ini juga sudah bagus. Kata-katamu sudah lumayan Kagamine-chan." Ia mengelus kepala Rin.

BRAAK!

Bunyi pintu yang dibuka dengan keras itu membuat Rin dan Lui menatap kaget.

"Len?" Rin menatap aneh pemuda berambut pirang yang tampak menatap tajam kearah mereka berdua.


Len tampak benar-benar kesal sekarang ini, jantungnya berdetak dengan amat cepat, ada rasa aneh yang menyambar seluruh tubuhnya.

"Apa yang kau lakukan disini? Dengan pemuda bodoh ini?" tanyanya beruntun.

"Hei Len. Kau kenapa sih? Pemuda bodoh katamu? Hibiki-kun tidak bodoh, aku hanya meminta bantuan Hibiki-kun untuk menyelesaikan karangan bodoh ini!" ujar Rin kesal.

"Oh."

Seketika rasa malu menjalar ditubuhnya.


Rin menggembungkan pipinya, membuang muka dari pemuda bodoh yang kini terus saja meminta maaf dari balik jendela.

"Ayolah Rin! Aku tahu tadi aku salah, maafkan aku! Jangan marah lagi!"

"Rin!" Len menggedor jendela kamar yang telah Rin kunci dengan serapat-rapatnya.

Tapi gadis itu tetap tak peduli, pura-pura tak mendengarkan apa yang Len katakan.

"Rin! Ayolah kumohon! Jika kau tidak marah lagi aku janji akan membelikan apapun yang kau mau."

Tawaran yang menarik sontak membuat Rin menoleh, "Apa saja?"

"Iya apa saja!" ujar Len.

"Termasuk cake Jeruk, Gaun yang sudah lama aku idam-idamkan, makan sepuasnya di Café didekat sekolah?"

"Iya aku janji jadi jangan marah lagi!"

Rin tersenyum lalu membuka jendela kamar itu dan langsung memeluk Len.

"Permintaan maaf diterima!"

Ah Rin, sadarkah kau? Perlakuanmu itu membuat wajah pemuda shota itu memerah.

TO BE CONTINUED


Note : Yah Rainna kembali dengan fanfic yang tidak kalah gaje dengan yang lain XDD. Ngomong-ngomong disini Rainna gak akan menciptakan konflik yang terlalu berat yah karena ini hanya tentang kehidupan sehari-hari dua orang sahabat absurd (?). Sekian jangan lupa review dan fav nya ya XDD.