Naruto © Masashi Kishimoto
Cincin©Citraa
Shikamaru Nara x Temari
Romance, Drama.
Rate T
AU. Typo(s), IDe Pasaran. OOC.
.
.
.
.
.
"Kudengar butik di Konoha Street akan mengadakan diskon besar besaran sore ini, bagaimana jika kita kesana, hari ini juga jadwal kita berbelanja?" Gadis berambut pirang dikuncir kuda meminum segelas milkshake.
"Ayo! Btw, tugas ospek kalian sudah selesaikan?" Gadis bercepol sibuk mengiris steaknya, kemudian memasukkan steak itu ke dalam mulutnya.
"Tentu saja. Senangnya. Aku ingin memiliki tas gucci model terbaru." Kali ini, gadis berambut merah muda berbicara setelah menghabiskan cheese cakenya.
"Kau benar Sakura, tas gucci terbaru memang menggoda."
"Kau mau ikut, Temari?" tanya Sakura menatap kearah temannya yang sedari tadi diam.
"Disana ada toko buku?"
"Tentu saja."
"Baiklah aku ikut."
"Hey Temari, gantilah penampilanmu itu, kenapa masih seperti preman, kita sudah kuliah Temari."
"Biarkan saja Ino, aku lebih suka seperti ini."
"Kenapa kau tidak tertarik dengan pernak pernik wanita sih? Kau wanita atau bukan?"
"Aku lebih tertarik apabila pembicaraan kalian tadi tentang gigs band hardcore. Apalagi jika ada band Madball ,datang ke Konoha."
"Dasar tidak nyambung!" omel gadis bercepol.
"Ayo guys, kita berangkat sekarang." Ino mengeluarkan kunci mobilnya dari tas setelah mereka membayar pesanan, mereka segera melaju meninggalkan kafe.
Di perjalanan teman-temannya masih terus aja mengoceh tentang pentingnya menjadi wanita tulen, dan itu membuat Temari kesal.
"Cincinku bagus kan?" Temari menunjukan sebuah cincin kepada teman-temannya berharap teman-temannya berhenti mengoceh mengenai hal menyebalkan itu.
"Waw indah sekali." Puji Tenten sambil menatap cincin itu. "Tapi kok disebelah kanan?"
"Memangnya kenapa?" Temari berpura-pura tidak mengerti maksud Tenten.
"Tidak." jawab Tenten cepat. Temari sedikit aneh dengan pernyataan temannya barusan,
"Temari, kau masih bermain skateboard dan masih menjadi drummer?"
"Tentu saja." jawab Temari yakin sambil menatap cincinnya lagi. Mereka akhirnya sampai di Konoha Street. Ketiga temannya segera berlari masuk kedalam butik, dan berburu baju, sementara Temari menggambil tempat duduk dan membaca novelnya sambil sedikit memamerkan cincin barunya.
"Errr Temari. Kau tidak tau arti menggunakan cincin di jari manis sebelah kanan?" gadis bercepol mengomentari kelakuan temannya yang sedari tadi memamerkan cincin barunya.
"Memangnya aku peduli! Cincin ini peninggalan ibuku. Terlalu berharga jika dipakai disebelah kiri." Gadis bersurai pirang masih tetap ngotot mempertahankan argumennya dan posisi cincin yang masih setia berada di jari manisnya. Dia baru saja menemukan cincin itu, cincin yang selalu dikenakan almarhum ibunya. Saat pemakaman ibunya setahun yang lalu cincin itu tiba-tiba menghilang dari kotak perhiasan. Temari yang panik kemudian mencari di seluruh penjuru rumah dan ternyata cincinnya ada di kalungnya sendiri. Kurang ajar. Temari menyayangi ibunya melebihi apapun, begitu juga denga kedua adiknya, dan jangan lupakan ayahnya—Sabaku Rei. Cincin itu selalu mengingatkan Temari kepada ibunya. Ibunya pasti bangga, karena dia memakai cincin itu.
"Tapi, kau belum bertunangan kan?" Gadis pirang berkuncir kuda memperhatikan cincin yang sedari tadi temannya pamerkan. Cincin itu memang indah, pantas saja Temari begitu mengaguminya.
"Tentu saja Temari belum bertunangan, lihat saja kelakuannya yang tomboy itu. Para pria pasti akan lari tunggang langgang dihadiahi bogem mentah dari Temari karena sudah berani merayunya." Kali ini gadis bersurai merah muda ikut bersuara. Temari hanya diam saja menanggapi pernyataan temannya.
"Berisik." Temari memilih membaca novel miliknya, sementara teman-temannya yang lain masih sibuk berputar mencari baju dan berteriak histeris apabila menemukan baju yang unik dan err, murah tentunya. Mereka sedang berada di butik yang pertama, dan mungkin saja akan ada butik kedua, ketiga dan seterusnya. Berbelanja di butik seminggu sekali adalah rutinitas bagi teman-temannya, tapi tidak untuk Temari. Dia memandang jijik pada pakaian yang di jual di butik itu, terlalu seksi mungkin. Apakah tidak ada kaos berwarna hitam dengan tulisan-tulisan "Hardcore Still Live" "Keepers of The Faith" "True till Death" disini? Andaikan saja, kaos yang menjadi favorite Temari itu ada dijual disini, tentu saja Temari sudah bersemangat membeli baju itu dan mengoleksi stiker band favoritnya.
"Temari, dress ini sepertinya cocok jika disandingkan dengan cincinmu." Sakura menunjukan dress yang pendek―ralat, terlampau pendek bagi Temari.
"Aku tidak tertarik." Temari masih terus membaca novelnya. Sebuah novel horror, Temari memang menyukai novel horror, criminal, dan novel sejenisnya. Dia tidak suka novel yang terlalu cengeng. Menurut Temari hidup itu dibawa santai kayak dipantai. Kegiatan Temari terhenti kembali, saat melihat teman-temannya keluar dari kamar ganti, memakai berbagai macam dress. Ini sudah hampir sepuluh kali teman-temannya itu mencoba baju, apa mereka tidak capek?
"Temari, ini bagus tidak untukku?" Sakura berputar untuk menunjukan ke Temari betapa sempurnanya gaun yang dia pakai itu.
"Ya. Ya, itu bagus Sakura," Temari merasakan tenggorokannya kering, sepertinya dia butuh sesuatu yang segar.
"Kau sudah mengatakan berpuluh-puluh kali." Komentar Ino yang masih asyik memperhatikan wajahnya di cermin. Wajahmu tidak akan berubah, Ino.
"Aku haus, aku mau beli minum." Temari memasukan novelnya kedalam tas ransel coklat miliknya.
"Ah baiklah, Temari, nanti menelpon kalau sudah membeli makanan, kami masih harus mengunjungi, empat- eh tidak tidak lima." Sakura terlihat menggerakkan jari-jarinya, dia mencoba memastikan butik-butik yang akan mereka kunjungi.
"Tujuh, Sakura." Tenten masih terus berkutat dengan baju cina yang sangat cocok dengan rambut cepolnya.
"Sembilan! kalian melupakan Paris Boutiqe dan Shopliquic!" Ino muncul dari kamar ganti dan memasukan baju yang baru saja mereka coba kedalam kantong belanja yang disediakan butik itu.
"Ah terserah kalian saja!Telepon aku jika sudah selesai. Aku ingin membeli beberapa novel, semoga saja kalian ingat kalau aku akan lupa waktu jika sudah membaca. Sampai jumpa." Temari keluar dari butik itu. Boots berwarna coklat kayu, tas ransel, kemeja kebesaran tanpa dikancing dengan dalaman berwarna hitam dengan tulisan sangar sudah menjadi icon fashion seorang Temari. Tentu saja hal itu berbanding terbalik dengan teman-temannya yang sangat menggemari dress dengan berbagai model, yang menurut mereka sangat lucu. Gaya tomboy Temari mungkin saja tercipta karena adik-adik lelakinya yang sangat menyukai musik hardcore. Temari kembali melihat cincin yang ada di jemarinya. Ah, kenapa dia sangat senang melihat cincin itu di jari manis tangan kanannya walaupun hal itu membuat teman-temannya heboh. Menurut orang-orang di Konoha memakai cincin di jari manis sebelah kanan berarti sudah bertunangan atau menikah. Temari hanya menganggap rumor yang beredar itu hanya sekedar angin lalu.
Temari tersenyum saat melihat novel bertajuk pembunuhan terpajang disebuah rak buku, dia membaca sipnosis buku-buku tersebut, jika dia tertarik dengan sebuah novel, dia akan memasukannya ke dalam kantung belanja. Setelah puas berkeliling, Temari menuju ke kasir dan membayar novel-novelnya. Temari memeriksa ponselnya dan melihat tidak ada satupun pesan dari teman-temannya. Dasar! Teman-temannya memang menyia-nyiakan banyak waktu jika sudah memasuki sebuah butik, untung saja disini ada toko buku, kalau tidak Temari mungkin sudah membusuk karena terlalu lama menunggu teman-temannya. Temari melangkahkan kakinya menuju Yatai yang berada diseberang jalan. Menikmati kelopak bunga yang berguguran. Sekarang memang musim semi. Indahnya. Temari memesan Yakitori, Ramen, dan Kakinogori dengan versi jumbo tentunya. Setelah makan, Temari kembali memeriksa ponselnya ternyata teman-temannya juga belum selesai. Oh Tuhan.. Temari melangkahkan kakinya dan duduk disebuah kursi yang berada didekat sebuah taman kecil, mengambil ponselnya dan menelepon Tenten.
"Kalian lama sekali." Temari berkata dengan suara nyaring.
'Ah, maaf. 10 menit lagi. Oke? Kau makan dulu saja, nanti aku yang bayar.' Tenten memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak.
"10 menit menurutku itu sama dengan 2 jam. Cih. Menyebalkan." Temari berbicara sambil mengeluarkan sekaleng softdrink yang dibelinya tadi, kemudian meminumnya, karena terlalu bosan, dia memainkan game di ponselnya. Pekerjaan yang membuatnya nampak seperti orang kurang kerjaan. Sepertinya dia lupa telah membeli banyak novel.
.
.
.
.
"Shikamaru! Hentikan kuapanmu! Cepat temui Tayuya!" Ibu-ibu berambut hitam sibuk menegur anak laki-lakinya yang masih mencoba untuk tidur kembali, "Cepat mandi, dan berkencanlah dengan Tayuya!"
"Tapi bu, aku tidak tertarik dengan dia." Shikamaru menatap ibunya sedikit jengkel, ibunya memang selalu menjodoh-jodohkannya dengan teman kampusnya bernama Tayuya. Tayuya adalah tipe wanita perayu dan cerewet, dan itu sangat merepotkan bagi seorang Shikamaru.
"Oh, apakah gosip itu benar? Kau punya kelainan seksual. Kau penyuka sesama jenis? Kau homo?" Ibu itu menanyai sederet pertanyaan itu tanpa jeda, mendekati anaknya dan menatapnya dengan tatapan penuh selidik.
"Ibu! Gosip itu palsu! Aku dan Chouji bukan homo!" Shikamaru berteriak depresi, ini semua karena Naruto. Gara-gara Naruto-lah dia di cap homo oleh teman-teman satu kampusnya. Naruto sialan, umpatnya kesal.
"Oh ya? Ehm, kalau begitu, buktikan pada ibu. Bawa wanita kesini, dan perkenalkan dia ke ibu dan ayah sebagai kekasihmu, dengan begitu ibu tidak akan menjodohkanmu dengan Tayuya." Ibu Shikamaru- Yoshino Nara, kemudian pergi dari kamar anak lelakinya. Shikamaru mencoba mengusir kantuknya dan menuju kamar mandi.
Setelah bersiap Shikamaru segera turun menemui wanita penggoda itu.
"Chikaaaa-kyunnnn." panggilnya dengan tatapan menggoda yang membuat Shikamaru ingin muntah.
"Ck, Mendokusai." Desisnya kesal. Dia kesal melihat panggilan wanita itu untuk dirinya. Hey! Namanya bukan Chikamaru. Dasar wanita sok imut.
"Shika, pergilah sebelum malam." Yoshino Nara keluar dengan senyuman mautnya. Shikamaru hanya bergumam 'hn' dan menggambil kunci mobilnya.
'Tante sayang, akyu pergi dulu ya." Tayuya tersenyum kemudian menyusul Shikamaru.
"Chikaa-kyun, kita mau kemana?" tanya Tayuya dengan nada manjanya. Membuat Shikamaru sedikit risih.
"Terserah." Ucapnya kesal.
"Bagaimana kalau kita ke Konoha street, kudengar toko-toko disana menjual baju-baju model terbaru."
Shikamaru menjalankan mobilnya menuju Konoha Street―pusat tempat berbelanja di Konoha. Berbagai macam jenis toko ada di jalan itu. Setelah sampai di Konoha Street, Shikamaru segera menuju ke Yatai, tanpa memperdulikan Tayuya yang mencoba bergelayut manja di lengannya.
"Kalau kau mau belanja, belanja saja sendiri, aku mau makan. Aku lapar."
"Aku ikut Chika-kyunn." Tayuya mencoba menggandeng Shikamaru kembali, tapi Shikamaru kembali menepisnya.
Shikamaru terus mencoba menyelamatkan lengannya dari Tayuya. Selesai mereka makan, Tayuya mengajak Shikamaru untuk menemaninya berbelanja. Shikamaru tahu Tayuya mendekatinya hanya karena uang, hal itulah yang membuat dia tidak menyukai gadis berambut merah itu.
"Chika-kyun ayoo." Tayuya masih mencoba menarik lengan Shikamaru.
"Hey! Namaku bukan Chika! kau jangan dekati aku lagi." Shikamaru menumpahkan kekesalannya kepada gadis yang berada disampingnya itu.
"Kenapa memangnya? Bukannya Tante Yoshino sudah setuju kalau kita pacaran?" Tayuya menatap wajah Shikamaru yang kesal. Shikamaru sudah berkata ratusan kali kalau dia tidak menyukai wanita itu, tapi kenapa Tayuya keras kepala? Apakah kepalanya terbuat dari batu?
Shikamaru mengedarkan pandangannya menuju ke bangku yang di duduki wanita dengan model rambut ikat satu dicepol tinggi,berantakan, dan hanya dia pengunjung di taman itu. Walaupun gayanya seperti preman, tapi wajahnya tidak terlalu buruk juga. Aha! Otak cerdasnya mendapat sebuah ide licik.
"Kau lihat wanita itu?" Shikamaru menunjuk wanita yang masih membaca sebuah novel.
"Iya, memangnya kenapa Chika-kyun?" tanya Tayuya heran.
"Dia itu tunanganku!" Shikamaru berkata asal. Oh sialan, dia keceplosan! Karena terlalu semangat ingin membuat Tayuya menjauh dia malah mengaku-ngaku orang lain sebagai tunangannya, padahal, awalnya dia hanya ingin berkata bahwa gadis itu adalah pacarnya.
Shikamaru mendekati wanita itu, mengambil novelnya, kemudian mengajak wanita itu berdiri dan merangkulnya.
"Kau lihat? Dia ini tunanganku. Namanya Terumi. Terumi kenalkan ini, Tayuya." Shikamaru masih merangkul wanita itu. Dia memang memberikan nama wanita itu asal. Wanita itu melotot, kemudian memasang wajah kesal.
"Hey!" Wanita itu berteriak, tapi tidak mencoba melepaskan rangkulan Shikamaru. Pandangan Shikamaru tertuju kearah cincin yang ada di jari manis wanita itu. Sebuah kebetulan yang bagus Shikamaru. Oh terimakasih Kami-sama.
"Hey juga. Hehe maaf ya terlambat sayang." Shikamaru mencoba memberikan tatapan memohon kepada wanita itu. Tetapi sepertinya wanita itu tidak mengerti.
"Terlambat apa? Kau ini tidak―"
"Maafkan aku tidak menepati janji ya sayang."
"Hey aku ini bukan―"
"Bukan wanita yang tidak ada kerjaan ya. Aku tau kau sibuk." Shikamaru cepat-cepat memotong ucapan wanita itu, dan akan terus memotong ucapannya sebelum wanita itu menghancurkan rencananya.
"Apa ini? Kau dan wanita―"
"Dia yang selalu mendekatiku, sayang." Shikamaru menunjuk Tayuya. "Tenang saja, aku hanya mencintaimu." Shikamaru mencium pipi wanita asing disampingnya. 'Sebuah acting yang bagus,Shika' batinnya bangga. Andai saja ada produser yang melihat actingnya ini pasti akan langsung mengontraknya untuk sebuah film. Ah kau terlalu percaya diri, Shikamaru.
"Chika-kyun, wanita ini?" Tayuya menunjuk wanita itu, "Kau! Kenapa kau merebut Chika-kyunku!" Tayuya berteriak sambil mendorong tubuh wanita itu.
"Siapa yang merebut Chika-mu, dia sendiri yang mendatangiku?" Sahutan dari wanita itu membuat Shikamaru sedikit tersenyum. Jawaban yang bagus.
"Kau lihat ini? Ini cincin pertunangan kami." Shikamaru mengenggam tangan wanita itu dan menunjukan cincin yang berada di jari manis wanita itu. "Maafkan aku sayang, cincinku ketinggalan gara-gara terburu-buru untuk menemuimu." Shikamaru kembali memasang wajah memelasnya.
"Kau―"
"Kalian!" Tayuya membentak kedua orang itu kemudian pergi dengan tatapan membunuh.
.
.
.
Temari masih memainkan ponselnya. Sialan, ini sudah hampir satu jam dia menunggu teman-temannya. Temari baru ingat bahwa dia membeli beberapa novel tadi, kemudian membacanya. Temari kaget saat pria yang sama sekali tidak dia kenal, mengambil novelnya kemudian menutupnya. Pria itu dengan tiba-tiba merangkulnya. Temari yang kaget tidak bisa berkata apa-apa. Ucapan gila pria itu membuat jantungnya hampir lepas. Dia mengaku tunangan Temari dihadapan pacarnya. Apakah pria itu sudah gila? Apalagi dia seenak jidatnya mengganti namanya menjadi Terumi. Cih, enak saja mengganti nama yang sudah susah payah dibuat oleh orang tuanya. Lebih gilanya, ucapan Temari selalu dipotong oleh pria itu. Benar-benar pria tidak waras. Pacar pria berambut nyentrik ala nanas itu pergi dengan tatapan tidak suka. Temari bisa melihat air mata wanita berambut merah itu membasahi wajah wanita itu. Setelah wanita itu pergi Temari melepaskan rangkulannya.
"Hey! Siapa kau!" Bentak Temari kasar, pria itu benar-benar menyebalkan. Seenaknya saja mencium pipinya.
"Aku Shikamaru. Terimakasih sudah membantuku." Pria bernama Shikamaru itu pergi meninggalkan Temari.
"Dasar gila!" umpatnya kesal. Kekesalan Temari berakhir setelah telepon masuk dari Tenten. Indahnya dunia, saatnya pulang. Temari sepertinya tidak akan pernah melupakan kejadian aneh ini.
.
.
.
Shikamaru merutuki kebodohannya mengatakan bahwa wanita itu adalah tunangannya. Pasti Tayuya akan mengadu ke ibunya. Sudah dapat dipastikan Shikamaru akan mendapat masalah besar. Pertama, Ibu Shikamaru pasti akan mengomel karena telah melakukan pertunangan siri karena telah bertunangan tanpa restu orang tua. Bahkan, ibunya sendiri tidak mengetahui siapa wanita yang akan menjadi tunangannya. Yang kedua, karena Tayuya sudah mengetahui wajah gadis itu sebagai tunangannya, berarti dia harus memperkenalkan gadis yang sama ke ibunya, berarti tidak ada peran pengganti disini dan artinya kiamat Shikamaru! . Shikamaru menoleh kebelakang berharap gadis itu masih ada disana. Dia ingin meminta bantuan ke gadis―yang tidak ia ketahui namanya― sekali lagi, tapi sayang gadis itu tidak ada disana. Bagaimana nasibnya selanjutnya?
.
.
.
.
To Be Continued
.
.
Ini apaaa? xD huehueheu ide ini didapet pas kuliah Bahan Korosi tadi *gak nyambung* oh yaaa fic-fic lain yang belum diupdate sabar ya. Citraa lagi stress laporan numpuk, satu minggu 3 pratikum *malah curhat* adakah yang bersedia memberikan reviewnya? :)
