.
YuuKina ScarJou presented—This is Our Life
'Fairy Tail' Belong to Hiro Mashima
Attention! Apabila ada kesamaan cerita, itu hanyalah sebuah kebetulan belaka! Ini hanya fanfiksi, dan kita bebas untuk berkarya!
Warning(s)! AU, OOCness, GaJeness, Typo(s), Rush, boros kalimat, DLDR!, etc.
.
PROLOG
.
Tik tik tik tik tik!
Suara jarum—ah, bukan jarum jam yang sedang berdentang. Melainkan suara ketikan dari seseorang yang amat sangat cepat. Sampai-sampai suaranya sampai terdengar oleh beberapa orang yang berada di dekatnya—sedang menghidangkan makanan untuk si putri bungsu keluarga Dragneel.
"Nona, sebaiknya Anda mematikan laptop Anda terlebih dahulu. Baru kembali melanjutkan—"
"Ssssh! Sebentar lagi, ah! Tanggung, nih!" desisnya kesal. Tangan kanannya mendekati wajah—lebih tepatnya mulut sang pelayan. Membuat pelayannya langsung menghentikan nasihat yang selalu diucapkan oleh sang Ibu -yang kini tengah bekerja di Washington DC-.
Di meja makan tersebut, gadis mungil berambut merah muda marun itu tampak sibuk mengetik sesuatu di ruang tengah. Jari-jari lentiknya tampak lincah menekan tombol-tombol di keyboard laptopnya. Kata demi kata ia rangkai seindah mungkin. Iris obsidian-nya tampak serius memperhatikan layar laptop miliknya. Ia tidak peduli dengan waktu yang terus berjalan—hingga Sang Surya telah digantikan oleh Rembulan dan gugusan bintang yang bertabur indah.
"Yeah~!" seru gadis mungil berumur kurang lebih sebelas tahun itu dengan gembira. "Ternyata mudah sekali caranya~ Seharusnya aku turuti apa kata kaa-san dari dulu~" lanjutnya senang.
Sepersekian detik setelah itu, ia segera meraih mouse yang berada di sebelah kanannya. Tampak kabel mouse tersebut tersambung dengan laptop putih bercampur hitam, merah, dan putih tersebut ia gerak-gerakkan dengan cepat.
Ia klik, klik, dan klik. Ia tampak seperti ahli komputer jika dilihat sekilas—dan ia memang seorang ahli komputer. Keahliannya dalam memainkan komputer tampak semakin jelas dengan kolaborasi tangan kanan dan kirinya yang benar-benar lancar dalam memainkan laptop pemberian sang ibu. Sementara tangan kanannya yang tampak sedang memegang mouse, jari-jari mungilnya juga mengetik di papan keyboard-nya yang tipis—sangat lihai.
Ia tersenyum simpul ketika tujuannya kini telah terselesaikan. "Sekarang manusia itu akan berlutut kepadaku~" ucapnya senang. "Baiklah. Tinggal buat pemberitahuan di wall-nya. Pasti dia syok. Hihi~" Ia tertawa penuh misteri. Para pelayannya hanya menghela napas berat dengan kelakuan sang putri satu-satunya keluarga Dragneel -yang sangat mirip dengan sifat ayah-ibunya- yang sangat menyebalkan.
Trrrt! Trrrt!
Bunyi ponsel gadis beriris obsidian itu bergetar di dalam saku celana jeans-nya. "Ck, siapa yang telepon, sih?" Gadis itu mendecak kesal. Kemudian meraih ponsel mungil tersebut menggunakan tangan kirinya.
Ponsel masih bergetar—setia menunggu agar si gadis berambut soft pink itu menekan tombol answer di bagian pojok kiri bawahnya. "Heh? Ibu?" Sontak gadis mungil itu mengernyitkan alisnya heran. "Kenapa Ibu bisa menelponku? Aku 'kan sudah ganti nomor …," tanya si gadis entah kepada siapa.
Ia mendecak kesal. Lalu, iris hitam sekelam malamnya ia edarkan ke sekeliling—melihat satu-satu pelayannya. Pasti ada yang membocorkan! Sang gadis mulai membatin dengan nada curiga.
Namun, tidak ada pelayan yang menunjukkan ekspresi ketakutan atau semacamnya ketika dilirik oleh gadis itu. wajah mereka semua tampak tenang. Membuat si gadis kembali mendecak kesal; karena tidak menemukan hasil yang memuaskan dari melirik para pelayannya.
"Angkat teleponnya, Nona. Ibu Nona pasti akan marah kalau Nona tidak mengangkatnya," tegur salah seorang pelayan yang tadi sempat menasihatinya -walau terpotong oleh suara si gadis- untuk menghentikan kegiatan usil anak gadis yang mungil itu.
"Hn." Gadis itu hanya merespon singkat teguran dari sang kepala pelayan yang berjenis kelamin wanita itu. Irisnya kembali ia fokuskan kepada layar ponselnya. Kemudian menekan tombol answer di pojok kiri bawah ponsel layar sentuhnya.
"Ada apa Ibuuuuu?" si Gadis -dengan nada melawan- langsung membuka pembicaraan di antara Ibunya.
"PR musim dinginmu sudah dikerjakan?" tanya Sang Ibu dari seberang sana. "Cepat kerjakan PR musim dinginmu. Ingat? Kamu sudah kelas 6 SD. Ujian sudah di depan matamu—hanya tinggal lima bulan lagi. Belajarlah yang tekun. Supaya nanti bisa bersekolah di SMP yang kamu inginkan." lanjutnya dengan suara datar—namun masih terselip nada keibu-ibuan dalam tiap kalimatnya—dan itu wajar. Karena ia seorang ibu.
"Hh … kenapa harus ada PR musim dingin, sih! Sekolah temanku saja hanya ada PR musim panas saja! Mendokusai!" Gadis itu langsung berteriak tidak jelas ketika ditanya dengan baik-baik oleh ibunya. Padahal, ditanya baik-baik. Tapi jawabannya sangat kasar—mirip sekali dengan sifat ayahnya. "Lagipula, ujian itu masih lama ibuuuuu! Masih lima bulan lagi! Ibu bilang lima bulan itu 'hanya', eh!"
"Menurut Ibu, lima bulan itu singkat, kok." Sang Ibu menjawab pertanyaan sang anak dengan santai. "Jangan manja, sayang~ PR musim dinginmu kali ini membuat novel yang menceritakan tentang kehidupan Ayah dan Ibu, 'kan? Ibu juga sudah ketikkan plot ceritanya dan Ibu copy ke laptopmu, loh~ Jadi Kamu tidak perlu mencari-cari plotnya di laptop Ibu. So, ayo cepat kerjakan!" lanjut sang Ibu dengan nada menyemangati.
"Ogah, ah~" jawab sang anak dengan gaya yang lebih santai lagi. "Biar aku ingin jadi penulis novel, tapi 'kan kisah ayah dan Ibu itu seperti drama Asia—ah, tidak. Bahkan seperti film action dari negara barat sana! Banyak kejadian yang tidak pantas untuk anak di bawah umur! Bagaimana nanti kalau aku dimarahi gara-gara isi novelnya yang tidak pantas untuk anak seumuranku? Pokoknya tidak mau, tidak mau!" tolak sang anak tegas. Ia benar-benar tidak suka jika harus dipaksa sampai begini! Namanya pemaksaan!
Terdengar dari seberang sana, Sang Ibu menghela napas pendek—dan para pelayan yang mendengarnya -yang memiliki indera pendengaran yang tajam tentu- ikut menghela napas pendek akibat kenakalan sang putri bungsu Dragneel. "Hm … bagaimana, ya? Sebenarnya, Ibu sudah meminta izin dari gurumu, kok. Lagipula, aneh 'kan kalau kamu dimarahi—tapi isi novel buatanmu itu benar-benar real tanpa menghilangkan satu bagian pun. Atau Ibu harus memerintah kepala pelayan Yuu Hinamori untuk menyita laptopmu, eh? Biar kamu tidak ketagihan melakukan kegiatan hacking-cracking yang diajarkan oleh 'ayah 'mu lagi? Bagaimana, ehm?"
Sontak bulu roman gadis itu berdiri. Darimana ibunya tahu kalau 'sang ayah' sudah mengajarinya tentang hacking-cracking -walau hanya sekedar meng-hack akun facebook musuhnya-? Si gadis membatin—mencoba mengingat kepada siapa saja ia memberitahukan bahwa dirinya belajar hacking-cracking. Namun, yang ia tahu, tidak ada yang ia beritahukan. Hanya dirinya, ayahnya, dan Tuhan lah yang tahu. Ia tidak ingat bahwa ia memberitahukannya kepada sang ibu. Apalagi dengan para pelayannya.
"Eeeh—jangan begitu dong, Ibu~ Iya-iya~ Aku akan segera menyelesaikan PR musim dinginku, kok~" si gadis itu akhirnya mengaku 'kalah' dalam perdebatan antara ibu dan anak itu. "Tapi laptop Nereli jangan disita, dung~" mohonnya manja.
"Hahaha … baiklah, Nereli sayang~ Ibu tidak akan meminta Yuu untuk menyita laptopmu. Laptopmu 'kan punya peran besar dalam pembuatan PR-mu," balas sang Ibu sambil tertawa kecil. "Sekarang, kerjakan PR-mu. Ibu mau melanjutkan pekerjaan Ibu, ya? See ya~"
PIIP!
Gadis yang bernama lengkap Nereli Dragneel itu hanya mengendus kesal. Bagaimana bisa ibunya tahu nomor ponselnya yang sudah ganti? Ia tidak pernah memberitahu siapapun tentang ponsel barunya kecuali teman-temannya, 'kan—ah! Benar! Nereli langsung menjentikkan jarinya ketika ia masih memikirkan siapa pembocor nomor ponselnya itu. Pasti salah satu teman-temannya! Ya ya ya … Nereli bersumpah, siapapun yang membocorkan nomor ponsel barunya kepada Sang Ibu, ia jamin pembocor nomor ponselnya nanti hanyalah nama belaka.
Trrrt! Trrrt! Trrrt!
Ponselnya kembali berdering nyaring bagi telinga Nereli. Kali ini, hanya lima kali ponsel miliknya bergetar. Yang langsung bisa Nereli simpulkan, itu adalah e-mail atau SMS dari seseorang.
"Pasti Ibu, nih. Pasti!" Ia meninggikan nada suaranya kesal. "Ada apa lagi sih dengan Ibu?" tanyanya entah kepada siapa—ia mengacak rambut merah muda marun panjangnya yang terurai indah dengan kesal.
Ia kembali meraih ponselnya yang tergeletak di pinggir laptop. Ia langsung menekan tomboll open dan melihat apa isi dari e-mail sang Ibu tercinta. Heh? Bukannya Nereli kesal dengan Ibunya? Kenapa sekarang malah mendeskripsikan sang Ibu itu tercinta—sudahlah. Kita kembali ke cerita.
Iris onyx-nya membaca baik-baik deretan huruf demi huruf yang dirangkai menjadi rangkaian kata—yang membentuk sebuah kalimat—dan kalimat itu membentuk sebuah pesan untuk Nereli seorang. Itu jelas terlihat dari bagian subjek e-mail tersebut.
Setelah membacanya, Nereli menghela napas berat. Ia segera meraih mouse yang berkelip-kelip itu, kemudian memeriksa dokumen yang dimaksud oleh sang Ibu lewat e-mail tadi—dokumen yang berisi plot cerita kehidupan ayah dan ibu Nereli. Kemudian, ia klik dokumen itu—dan membuka Microsoft word di dokumen tersebut.
"Ck, story pertamanya saja sudah begini. Apalagi di tengah cerita?" omelnya. "Arrrgh! Sudah, ah! Langsung ngetik saja~" ucapnya. Kemudian, ia pun membuka Microsoft word yang baru. Lalu menulis sebuah judul—yang sesuai dengan judul draft kasar dari Ibunya—
—This is Our Life.
.
To be continued
.
Ah, maaf asal merombak fanfiksi NaLi yang satu ini! Sebenernya Kina sengaja memang merombaknya. (karena sehabis dilihat-lihat, prolog sebelumnya sangat payah [I think =.=])
.
Edited (09/05/2012) YuuKina ScarJou™
.
Feedback?
.
