Rated : T

Genre: Romance/Friendship/Humor

Warning :OOC

Disclaimer: forever and ever Naruto never can be mine.

"Sasuke! Sasuke!" Aku berdecak kesal seraya menutup telingaku dengan kedua tanganku ketika teriakan anak perempuan berambut pink itu memanggil sambil berlari ke arahku yang sedang asyik duduk di rerumputan. Ck! Dia itu tidak sadar apa kalau suaranya cempreng begitu? Apa dia pikir aku tuli hingga harus berteriak seperti itu untuk memanggilku?

Meski begitu aku tetap mendiamkan anak itu hingga wajahnya yang mungil itu tiba-tiba sudah berada dalam jarak yang sangat dekat dengan wajahku. Sambil menampikkan wajah kesal. Aku terperanjat kaget oleh perbuatannya tersebut. "Apa-apaan sih kau Sakura!" aku mundur perrlahan untuk membuat jarak diantara kami.

"Habis Sasuke kupanggil terus tidak mau menengok." Anak perempuan menyusahkan itu tampak membuat pembelaan sambil berkacak pinggang. Gayanya aneh sekali kau tahu? Kalau saja aku tidak dapat menahan gengsiku karena marah, aku pasti sudah tertawa terbahak-bahak sekarang. Namun karena aku memang jarang tertawa, jadi tidak terlalu sulit untuk menahan tawa.

"Hn, lalu kau mau apa?" tanyaku dengan ketus. Tetapi anehnya reaksi Sakura tidak seperti orang yang diketusi yang seharusnya tampak marah atau sebal, ia malah senyam-senyum nyaris membuatku gila. Yeah, ia tersenyum manis padaku. Eh, apa kataku tadi? Sudah lupakan saja yang barusan. Memang dasar otak Sakura saja yang sudah tidak beres lagi.

"Kau tahu, tadi aku menemukan sesuatu yang sangat cantik di sana." Sakura menunjuk dengan telunjuknya ke arah padang bunga yang memang tadi ia datangi sebelum menggangguku. Lalu apa? Memangnya kenapa? Aku hanya memutar kedua bola mataku malas, kubiarkan pertanyaan-pertanyaan sinisku mengambang. "Hehe… aku menemukan bunga carnation ini!" seru Sakura sambil menyeringai lebar seraya memperlihatkan setangkai bunga anyelir putih itu di tangan kirinya yang memang sedari tadi ia sembunyikan.

Seharusnya aku mencemooh Sakura seperti biasa, namun aku malah terpaku menatap kepolosan dan ketulusannya itu. "Ini untukmu Sasuke!" ia menyerahkan bunga tersebut seraya menarik tangan kananku dan menaruh carnation itu di telapak tanganku, senyuman di wajahnya belum juga pudar.

Tanpa sadar bibirku tertarik ke belakang membentuk senyum tipis menatap bunga di tanganku itu, begitu sadar Sakura sudah tertawa menatapku. Aku membuang wajahku segera ke arah lain, tidak ingin ia tertawa lebih keras lagi. "ayo pulang!"ujarku tanpa berusaha menutupi nada perintah di dalamnya. Dan tanpa perlu menatap Sakura aku bisa merasakan senyumnya saat ia menjawab iya, tapi aku tahu, senyum itu bukan senyum mengejek melainkan senyum khas Sakura yang selalu menghangatkanku tanpa sadar.

Entah kenapa saat-saat bersama Sakura seperti ini selalu membuatku merasa layaknya seperti anak-anak pada umumnya, dan lagi aku lebih suka saat ia memanggilku Sasuke tanpa embel-embel –sama ketika kami hanya sedang berdua saja. Itulah yang membuatku merasa seperti diriku sendiri. Meski malu kuakui, aku sangat berharap bisa dapat seperti ini terus dengan Sakura, melewati waktu dengan tawanya.

Namun entah Tuhan bisa dikatakan adil atau tidak, mendengar doaku atau tidak. Karena ibu Sakura yang merupakan salah satu pelayan di kediaman bangsawan Uchiha yang terkenal itu sudah meninggal dunia saat kami pulang ke rumah. Tragisnya kematiannya dikarenakan kecelakaan saat membeli bahan makanan untuk makan malam nanti. Itulah untuk pertama kalinya kulihat Sakura menangis setelah kematian ayahnya tiga tahun lalu yang menjadi awal pertemuan kami. Saat kami berusia empat tahun itulah Sakura mulai tinggal di kediaman kami bersama ibunya, dan ikut membantu-bantu ibunya.

Tetapi sekarang aku tak tahu apa yang akan terjadi pada satu-satunya teman mainku setelah kematian ibunya yang merupakan satu-satunya keluarga yang ia miliki, begitulah yang kudengar darinya. Meski masih berusia tujuh tahun, tapi aku mengerti, Sakura tak punya tempat untuk tinggal jika tak ada ibunya lagi.

Malam itu aku tak bisa menghentikan tangis Sakura yang kukenal tegar itu, namun entah kegilaan apa yang merasukiku, aku pergi menemui ayah dan ibuku. Untuk pertama kalinya dalam hidupku aku memohon permohonan pada mereka, yaitu permintaan untuk membiarkan Sakura tetap tinggal di sini, di kediaman Uchiha. Tapi sebagai gantinya mereka memberi syarat, kau tahu apa? Ternyata mereka gila, karena mereka sebegai syaratnya Sakura harus menjadi pelayan pribadiku menggantikan ibuku.

Bagaimana mereka bisa berpikir begitu? Masa anak berusia tujuh tahun sudah dipekerjakan, sebagai pelayan lagi? Saat kupikir mereka orang tak terwaras di dunia, tapi aku salah. Saat kuceritakan pada Sakura tentang syarat mereka padanya sambil memaki orang tuaku sendiri, Sakura malah berkata begini : "Jadi pelayan pribadi Sasuke kan? Kalau itu saja sih mungkin aku bisa, aku kan juga sering melihat dan membantu ibuku saat bekerja. Kurasa aku bisa sedikit banyak." Ia berkata sambil tersenyum, sedangkan aku? Aku menatapnya shock. Ternyata aku salah, ada yang lebih gila dari orang tuaku itu.

Dan semenjak itulah semua perlahan berubah seiring berjalannya waktu.

End of Flashback ~10 tahun kemudian~

"Sasuke-sama! Sasuke-sama, ini sudah siang tuan muda! Anda harus berangkat sekolah tuan!" Lagi. Lagi. Teriakan dari salah satu pelayanku mengganggu tidur nyenyakku. Mengganggu! Batinku mengutuk mereka, namun mereka takkan berhenti hingga aku bangun atau kubentak mereka.

Kupilih opsi kedua, "Berisik! Bangun atau tidak itu urusanku! Lebih baik kalian keluar dan tutup pintunya kembali!" bentakku, tentu saja mereka menurut dan ketakutan mendengar bentakan kerasku, lagipula perintahku adalah mutlak. Tak ada yang berani membantah, kecuali satu orang itu saja. Ya, hanya satu dan tak ada pelayanku yang lain yang berani membantah jika kuteriaki begitu.

Seperti dugaanku, setelah beberapa menit pelayan-pelayan yang gagal membangunkanku keluar, pintu kamar terbuka lagi kali ini ditambah tirai jendela yang menghalangi cahaya matahari untuk masuk ikut dibuka. "Hn…!" gerutuku dengan suara mengantuk seraya menarik selimut menutup wajahku agar matahari tak mengganggu tidurku, meski tak akan bertahan terlalu lama lagi.

End Sasuke's POV

"Sasuke-sama, tolong bangun sekarang juga dan bergegas untuk bersiap ke sekolah. Saya sudah menyiapkan pakaian anda, tuan." Suara perempuan muda—remaja itu terdengar semakin mendekati tempat tidur berukuran king-size tersebut di mana Sasuke masih tertidur dengan malas-malasan di sana. Ia menarik paksa selimut yang menyelimuti nyaris seluruh tubuh Sasuke minus rambut ravennya yang masih acak-acakkan. "Sasuke-sama…" suara itu memanggil lagi dengan nada penekanan di sana.

"Sakura berisik!" gerutu Sasuke setengah membentak. Begitu ia membuka mata, wajah Sakura yang datar—sok datar yang membosankan itu bagi Sasuke sudah menunggunya. Pemuda onyx itu berdecak kesal namun tanpa banyak bicara lagi ia sudah berdiri menuju kamar mandinya yang ada di sudut ruang kamar.

Setelah selesai mandi, Sakura sudah berdiri di luar kamar mandi, ia menunggu di samping pintu kamar mandi sambil memegang seragam Sasuke di lengannya. Ia masih di sana dengan tatapan datarnya tanpa merasa malu atau canggung pada Sasuke yang hanya mengenakan handuk yang menutupi setengah tubuhnya saja dari pusar hingga lima senti dibawah lutut. Bagi sudah Sakura itu sudah biasa, karena ia sudah sepuluh tahun melakukan pekerjaan seperti ini, menurutnya itu hanyalah sebagian dari tugasnya.

Sakura memberikan seragam Sasuke yang ia pegang. Sasuke mengambilnya dengan kasar sebelum masuk lagi dan menutup kembali pintu kamar mandinya dengan bantingan, namun hal seperti itu pun sudah terasa kebal bagi Sakura karena ia telah hapal dengan sikap tuannya itu. Tentu saja setelah keluar dari kamar mandi lagi penampilan Sasuke masih belum rapi. Entah terlalu malas dan cuek atau ia memang hanya ingin menambah-nambah pekerjaan Sakura saja, karena seragamnya masih dipakainya dengan asal sementara dasi dan jas sekolahnya masih belum terpasang. Siapa lagi yang harus merapikannya kalau bukan Sakura.

Sakura meraih dasi Sasuke yang hanya bergelantung di kerah kemeja Sasuke, ia memakaikan dasi tersebut tanpa memandang sepasang onyx yang tengah menatapnya. "Kenapa kau masih memakai kimono pelayanmu?" Tanya Sasuke seakan tidak tahu alasannya saja.

"Itu karena tuan tidak mau bangun tadi. Jadi saya sebagai pelayan pribadi tuanlah yang dipanggil kemari." Jawab Sakura datar, "lagipula Sasuke-sama pagi-pagi sudah memebentak-bentak pelayan yang lain."

Sasuke mendengus sinis, kemudian tiba-tiba selera humornya untuk menggoda Sakura muncul, "Hanya ingin melihatmu. Senang melihatmu pagi-pagi Sakura." Yang digoda malah hanya mengacuhkannya begitu saja. Sasuke masih belum menyerah untuk menggoda Sakura setidaknya hingga wajah Sakura hanya datar begitu saja, "Hei Sakura,"

Sakura melirik sekilas, tangannya masih sibuk memakaikan jas sekolah Sasuke sekarang. "Apa kau sudah pernah berciuman?" Tanya Sasuke sambil mengulum senyum ketika dirasakannya tangan Sakura yang sejak tadi bekerja jadi terhenti, wajah Sakura mengeluarkan semburat merah ketika mendongak menatap Sasuke dengan pandangan sebal.

"Sasuke-sama, tolong hentikan!"pinta Sakura nyaris seperti rengekan, entah kenapa ia selalu tabu dengan kata-kata tersebut, mungkin karena ia memang tak pernah melakukannya dan hal itu menurutnya tidak pantas untuk ditanyakan. Sasuke mendengus geli namun kemudian berdehem kecil untuk menahan tawanya, baginya wajah memerah Sakura terlihat lucu dan menarik ketimbang tampang tanpa ekspresi itu. Ia tersenyum puas dan menang karenanya.

"Sasuke-sama, perlengkapan anda sudah saya masukkan dalam tas, lalu sarapan sudah siap, mobil juga sudah di depan. Jadi, Sasuke-sama silahkan memakan sarapan anda setelah itu berangkat sekolah. Saya permisi…" kata Sakura lagi setelah ia selesai dengan seragam Sasuke dan ia pun juga sudah dapat menguasai diri dari semburat merah tadi. Sasuke meraih tas sekolahnya yang diberikan oleh Sakura, tanpa banyak mengeluh dan menggoda lagi, Sasuke keluar dari kamar dan menuju ruang makan.

To be Continued.

Chapter pertama selesai! Gimana gimana? Aneh ya? Hoho, maaf kalau misalkan masih abal :p

Oke, saya gak mau banyak bicara lagi, yang jelas chapter selanjutnya ditunggu aja, dijamin gak bakal lama deh :D

Mind to RR?

See you in the next chapter!