This is just a some short ficlet of Madara and my other OC Izumi.
Disclaimer: Naruto Masashi Kishimoto
Sweet Memory With You © Lazuardi Loo
Chapter 1
"Touch"
by Lazuardi Loo
.
.
.
.
Bagi Izumi, menikah dengan seorang Madara adalah cobaan sekaligus berkah. Cobaan, karena ia harus sabar dan lapang dada menyikapi sikap sombing-keras kepala-semaunya sendiri-bossy-dan seabrek sikap seorang pria congkak. Tipikal pria-pria tulen. Disamping itu ia punya catatan mengenai betapa buayanya ketua klan tersebut – hampir semua wanita cantik di distrik Uchiha pernah ia tiduri, dan diberi harapan kosong, tentu saja. Tak jarang Izumi mendapati dirinya jadi bahan gunjingan beberapa wanita Uchiha – mungkin iri – saat tahu bahwa gadis yang dinikahi ketua klan itu bukanlah seorang Uchiha, dan yang kedua, bahan cibiran. Berkah, karena semenjak ia menjadi seorang Uchiha, hidupnya benar-benar berubah. Ia menjadi orang kedua dihormati setelah Madara, dengan sejumlah pelayan pribadi dan kehidupan mewah.
Dan sebagai Nyonya Uchiha, istri dari ketua klan, hanya ialah satu-satunya yang mengetahui sisi lembut seorang Madara.
.
.
"Selamat datang kembali Madara-sama," sambut seorang pelayan saat Madara baru saja tiba.
"Hn," ia hanya melengos, sementara wanita Uchiha itu mengekorinya hingga menuju kamar, barangkali ia dibutuhkan. Sesampainya di kamar, Madara terdiam melihat kamarnya sepi. Ia merasa ada yang hilang. Ya, istrinya.
"Dimana Izumi?" tanyanya dengan posisi memunggungi wanita berusia paruh baya tersebut.
"Ah, Izumi-sama sudah tiga hari ini pergi keluar dan pulang sore, Madara-sama," jawabnya dengan kepala tertunduk.
"KEMANA DIA?" sentak Madara, memandang wanita Uchiha itu dengan mata sharingan-nya.
"Soal itu, saya kurang tau, Madara-sama. Mungkin Satou lebih tahu," sahutnya dengan kepala menunduk.
"Panggil Satou!"
"B-baik," wanita itu berlalu, lalu memanggil Satou yang sedang memasak. Satou berlari dengan langkah setengah berlari menuju kamar pemimpin klan tersebut, kemudian menghadap pada pria berambut panjang yang kini memunggunginya.
"Dimana Izumi?"
"Saya tidak begitu tahu dimana Izumi-sama, Madara-sama..."
Madara berbalik, memandangnya dengan wajah dingin dan mata yang memunculkan tiga tomoenya.
"Kau itu pelayan pribadinya!" sentak Madara dengan berang.
"B-beliau mengatakan bahwa ia hanya berlatih sedikit karena bosan," Satou mengkerut, menjauhkan kepalanya yang kini tak begitu jauh dari tubuh Madara, mengkerut takut.
"Berlatih? Dan dia tak memberi tahu dimana ia berlatih?"
"I-ya, Madara-sama," Satou menunduk dengan badannya yang bergidik, ketakutan.
"Tch," Madara mendecih kesal.
Padahal ia baru saja sampai, tapi Izumi sudah tak ada di rumahnya. Ia melangkah menuju kamarnya, menyimpan gunbainya di sudut ruangan, dan duduk di atas tatami dengan raut wajah yang benar-benar buruk. Tubuhnya lelah, dan ia merasa mengantuk. Yang ia butuhkan saat ini adalah Izumi, tapi istrinya malah menghilang tanpa kabar. Ia bangkit berdiri, melepas pakaiannya dan melangkah menuju ofuro. Ia berharap sensasi air panas bisa sedikit menenangkan urat-uratnya yang tegang karena kesibukannya mengatur perang dan kesibukan klan lainnya.
Ia merendam setengah wajahnya, berharap Izumi ada disebelahnya, karena wanita itu selalu tahu cara untuk menenangkan hatinya.
Ia memejamkan matanya. Saat itu ia mendengar pintu shoji dibuka. Ia membuka salah satu matanya, dan siluet itu tak asing baginya.
"Kudengar ada yang mencariku sambil marah-marah tadi~" suara lembut itu mengusiknya.
"Darimana kau?" katanya ketus, melihat sosok istrinya baru saja datang padahal ia mencarinya sedari tadi.
"Hanya sedikit beralatih dan jalan-jalan," senyum wanita itu begitu lembut. Satu per satu kedua kaki jenjangnya memasuki ofuro, "bagaimana kabarmu?"
"Buruk," sahut Madara dingin. Izumi tertawa melihat wajah cemberut suaminya yang kekanak-kanakkan. Ia tahu Madara marah padanya karena ia menghilang saat Madara baru saja pulang. Satou menjelaskannya saat ia baru saja datang.
Izumi mendekatkan tubuhnya pada sang suami, sementara kedua tangannya membelai bahu Madara, memberikan sebuah pijatan yang agak keras karena tubuh Madara tak akan merasakan pijatan lembut mengingat otot-otot di tubuhnya yang besar dan keras.
"Kau lelah?" tanya Izumi lembut.
"Begitulah," suara Madara terdengar melunak. Ia membiarkan istrinya memijatnya, karena saat ini memang itulah yang ia butuhkan. Pijatan dan belaian lembut dari istrinya. Entah kenapa, sentuhan telapak tangan wanitanya selalu berhasil membuat seorang Madara yang bengis bisa jatuh seketika, tunduk dalam kebaikan dan pesonanya. Hampir 15 menit ia membiarkan tangan-tangan itu memijatnya. Ia memang merindukan sentuhan ini. Keduanya tenggelam dalam kebisuan selama beberapa lama, dan yang terdengar saat ini hanyalah suara kecipak air mengisi keheningan tersebut.
"Aku minta maaf karena tak ada saat kau mencariku, ya?" Izumi merubah posisinya agar berhadapan dengan Madara. Saat itu ia merasakan pipinya memanas melihat senyum lembut sang istri yang seketika membuat sendinya melemas.
"T-tak apa..." sahutnya pendek.
"Kau sudah makan?"
"Belum..." Madara menggeleng. "Sepertinya sehabis ini aku akan tidur saja. Aku lelah."
Izumi menganggguk. Wanita lembut itu menggosok beberapa bagian tubuhnya dengan lembut, tak menyadari bahwa sedari tadi pandangan Madara tertuju padanya. Madara terdiam memandang istrinya yang jelita. Di dalam imajinasinya, ia hanya membayangkan sosok itu bisa segera ia bawa ke atas futon untuk ia nikmati tiap sentinya. Saat itu, Izumi memandangnya.
"Kau kenapa Madara-kun?"
"Eh, a-a-apa?"
"Wajahmu tampak memerah," Izumi tertawa kecil, sementara Madara yang tersadar, mengalihkan wajahnya ke arah lain. Izumi menggeleng melihat sikap suaminya, lalu beranjak bangkit dari ofuro.
"Ayo keluar, nanti kau masuk angin. Katanya kau mau tidur?" Tifa mengeringkan tubuhnya dengan handuk tanpa malu-malu di hadapan suaminya. Oh ayolah, mereka suami istri dan sudah tahu rasanya malam pertama sehingga Izumi merasa tak ada yang salah jika suaminya melihat ia bertelanjang ria saat mengeringkan tubuhnya.
"B-baik, kau duluan saja Izu-chan. Aku menyusul," ucap Madara, mengendalikan diri agar hidungnya tidak melelehkan cairan merah.
"Baiklah. Cepat keluar ya," sosok Izumi pun menghilang dibalik shoji. Madara melangkah keluar dari ofuro, lalu mengeringkan tubuhnya. Ia memakai pakaian sehari-harinya – sebuah jubah panjang berlambang Uchiwa di belakang punggung dengan kerah tinggi – lalu melangkah menuju kamarnya. Izumi telah mengenakan kimono ungunya, dan tampak duduk di atas futon.
"Oh, ayo tidur. Kau mengantuk kan?"
Entah kenapa, Madara hanya bisa mengangguk polos, menurut. Ia duduk di atas futon, lalu memandang istrinya.
"Ayo tidur," Izumi merebahkan tubuhnya, dan Madara menurut tanpa komentar. Saat itu ia bisa mencium samar-samar aroma mawar dari tubuh istrinya, aroma khasnya. Ia menyampingkan tubuhnya ke arah Izumi, memandangnya dengan pandangan manja dan setengah menuntut, dan saat itu Izumi mengangkat alisnya.
"Ada apa?"
"Kau lupa sesuatu, Izu-chan~"
Izumi terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia teringat, lalu ia menyampingkan tubuhnya, "oh ya, aku lupa mengelus rambutmu."
Ya, itu yang selalu Izumi lakukan saat Madara ingin tidur. Madara memiliki masalah dengan pola tidur, dan selama empat bulan terakhir, masalah tidurnya terselesaikan karena Izumi berhasil membuatnya bisa tertidur dengan mudah dengan cara : membelai kepalanya hingga tertidur.
Dan ini, adalah salah satu dari sisi Madara yang tak pernah orang tahu. Bahkan Izuna sekalipun. Sisi lembut dan manja seorang Madara yang hanya ditunjukkan pada istrinya.
~oOo~
TBC
Purbalingga, 17 Juni 2014
11. 04 WIB
What have I done with Madara? Ini hanya sisi kelembutan seorang Madara, saya kira, hahah~
Ada beberapa ficlet lagi sepertinya
RNR minna?
