Disclaimer : Masashi Kishimoto-sama

Author : San Yumaru

Main Cast : NaruHina

.

.

.

:::::DONT LIKE? DONT READ PLEASE:::::

.

.

NARUTO POV

Haaahhhh... Hari ini adalah hari pertamaku masuk kesebuah sekolah yang menyebalkan. Mungkin, yah mungkin karena memang tidak terlalu menyebalkan sih. Jujur saja, aku sebenarnya tidak mau masuk sekolah ini. Yahh,, karena aku tidak mau masuk sekolah musik. Konoha Art School University, dimana musisi dan seniman hebat berkumpul menjadi satu, dan akulah salah satu dari mereka. Seseorang yang memiliki bakat musik tapi tidak begitu tertarik pada bakat itu sendiri. Padahal sudah ratusan piala dan mendali yang sudah aku kantongi gara-gara bakatku itu, apa itu yang dibilang tidak tertarik? Pasti iya, karena kalau saja bukan obaa-san dan ojii-san yang memaksaku, aku tidak akan mau melakukan les musik hingga mendapat penghargaan pianis terbaik. Dasar aneh ya? Tapi itulah aku.

Dan disinilah aku sekarang, berada di sebuah kelas yang berisi musisi-musisi amatir. Namun jangan salah sangka dengan kata 'amatir' itu, karena itu hanya sebuah perumpamaan pada mereka yang belum mendunia. Di lain kata itu, kalian bisa tebak sendiri seberapa hebat mereka dalam bermain alat yang melantunkan bait-bait melody indah.

" Membosankan sekali,," Gumamku sambil menopang dagu. Sungguh ini suasana yang sangat menyebalkan, tidak ada satupun orang yang aku kenal disini. Jangan kalian bicarakan dengan si teme sialan itu, dia masuk Jonan Hospital University, alias Universitas kedokteran. Dan jangan kalian tanya lagi kenapa dia masuk kesana, itu karena dia di karuniai otak biadab yang luar biasa cerdasnya, sedangkan aku bisa masuk ke semua sekolah favorite karena bakatku ini. Bicara soal otak? Oh, kumohon jangan bicarakan itu.

"Ohayou, Uzumaki-san?" Sapa seorang gadis berambut pirang pucat padaku, sambil menawarkan sebuah senyum manisnya.

Aku mendongak malas kearah gadis itu, menatap mata cantiknya yang berwarna ungu. "Ya, ohayou?" Jawabku singkat. Dan jangan kalian tanya dia mengetahui namaku dari mana! Selain name tag di jas creamku, pasti semua orang tau aku ini pianis terkenal.

"Boleh aku duduk disampingmu Uzumaki-san?" Pinta gadis itu, kembali dengan senyum manis yang entah sejak kapan telah mempesonaku.

"Ya," Lagi-lagi aku menjawabnya dengan singkat. Sehingga bisa terlihat dari wajahnya kalau dia itu, errr kecewa. Ya, mungkin dia kecewa dengan jawaban singkatku, atau mungkin aku yang terlalu pede menganggap ekspresinya seperti itu.

"Kenalkan," Gadis itu menyodorkan tangannya kearahku. Dan dengan senang hatipun aku menjabatnya, walau sedikit malas. Lalu ia melanjutkan kalimatnya, "Namaku Shion" Ucapnya lembut.

"Naruto Uzumaki," Jawabku dengan nada malas. Dan kenapa aku selalu mengutarakan kata malas? Itu karena sekolah ini, karena semua temanku tidak ada disini!

"Bolehkah aku bertanya Uzumaki-san?" Shion kembali memulai pertanyaannya.

"Ya,"

"Sudah berapa kali kau memenangkan lomba piano internasional?" Tanyanya.

"Banyak, tapi terakhir kali aku memenangkan piala The Best Pianist di Moskow" Jawabku enteng. "Kalau kau?" Aku bertanya balik pada gadis yang sekarang tengah menatapku penuh arti.

"Aku tidak memegang piano, aku memegang harpa. Aku baru menjuarai duapuluh delapan lomba, dengan peringkat satu disetiap aku mengikutinya." Jawabnya dengan semangat, entah bertujuan untuk membuatku kagum atau apa.

Aku mengganti posisiku menjadi terlengkup di atas meja, "Itu bagus sebagai permulaan Shion-san. Mungkin kau bisa mengikuti ESC tahun ini." Ujarku santai, atau lebih terdengar berdengung dari luar karena aku sedang menelengkupkan wajahku diantara lenganku.

Menit selanjutnya tidak ada pertanyaan yang keluar dari Shion, mungkin dia sudah bosan berbincang dengaku. Mana ada wanita yang tahan jika setiap pertanyaannya dijawab dengan singkat dan malas-malasan.

"Maukah kau mengantarku berkeliling Uzumaki-san? Aku ingin melihat keseluruhan sekolah cantik ini?" Perkiraanku salah besar, ternyata Shion kembali membuka suaranya. Dan kini dia tengah menarik tanganku untuk ikut bersamanya. Yahh... Tidak mau dapat pencitraan jelek di sekolah ini, aku terpaksa mengikutinya. Walaupun sebenarnya aku sangat, sangat, sangat malas.

"Ku dengar Hiromi Uehara juga berasal dari sini ya?" Ujar Shion membuka pembicaraan, sambil terus menarik tanganku untuk terus mengikutinya.

"Hm, dia dapat beasiswa disini saat umurnya 14 tahun" Sahutku untuk menanggapi ucapannya. Aih.. tumben sekali aku melakukan itu.

Tiba-tiba langkah Shion terhenti, "Uzumaki-san sampai tau itu? Kau memang hebat!" Pujinya, mengeratkan jeratan tangan-tangan mungilnya pada lenganku. Hmm.. Dia manis juga.

Perjalanan terus berlanjut, dengan Shion yang bicara entah tentang apa, karena aku tidak mendengarkannya sedari tadi. Aku malah sibuk dengan mataku sendiri, menatap berbagai orang yang sedang berbincang di taman sekolah. Melihatnya aku jadi sedikit iri. Ini semua karena obaa-san dan ojii-san yang memisahkanku dari semua teman-temanku.

Dap! Dap! Dap!

Bruk!

Tubuhku tiba-tiba saja tersungkur ketanah, setelah seseorang berbadan besar tadi menabrakku dengan kasar.

"Apa yang kau lakukan bodoh!" Teriak Shion terlihat memarahi orang yang menubruku tadi.

"Yo! Aku tidak sengaja! Komeyaru, Kumoyaru!" Balas pria yang menabraku. Terdengar berteriak, tapi juga terdengar sopan, aneh memang.

Aku tidak ingin terjadi keributan konyol disini, karena gara-gara insident ini semua mata tertuju kearahku dan Shion, seakan bertanya 'ada apa' pada sorot mata mereka semua.

"Sudah-sudah," Aku berusaha melerai dua orang yang sedang berseteru itu. "Aku juga tidak apa-apa Shion-chan. Gomenne sudah menghalangi jalanmu" Lalu aku membungkukan badanku kearah pria berkulit hitam yang tadi menabraku.

"Gomenne!" Pria itu malah menepuk pundakku lumayan keras, membuatku kembali berdiri tegak menatapnya. "Akulah yang tidak hati-hati, Uzumaki-san" Ucapnya sopan.

Aku sediki ttertegun, melihat penampilannya yang berantakan, aku kira dia itu seorang preman. Tapi ternyata dia baik, walaupun rambutnya bermodel aneh.

"Aku Uzumaki Naruto" Aku mulai memperkenalkan diri kearahnya. Hehe, aku merasa nyaman saja pada pria berkulit hitam itu.

Diapun menyambut jabatan tanganku dengan baik. "Aku, Killer Bee. Mahasiswa dari kelas dance, khususnya street dance dan freestyle" Balas teman baruku Bee dengan baik. Entah kenapa aku merasa cocok dengannya.

"Ahaha, salam kenal Bee-san" Ucapku sambil tertawa kecil.

"Yo! Kalau begitu aku pergi. Jangan sungkan kekelasku bila ada masalah, Uzumaki-san!" Serunya lalu berlari pergi meninggalkanku. Huhhh... Lumayan, setidaknya ada satu teman baru yang kurasa nyaman.

"Ayo Shion-chan, kita lanjutkan?" Aku kembali menyodorkan lenganku kearah Shion. Tapi entah kenapa tidak ada balasan darinya. Dia hanya bengong sambil tersenyum aneh.

"KKKYYYYAAAAAAA!"

Suara memekikan itu akhirnya terdengar, membuat pandangan semua orang kembali kearah kami. Sebenarnya ia melihat apa sampai teriak histeris seperti itu? Aku sungguh tidak mengerti akan sikapnya yang aneh ini.

"Kau kenapa?!" Tanyaku sambil meniup-niup telingaku yang sedikit berdengung.

Lalu Shion memandangku dengan mata yang berbinar-binar, lalu menarik tanganku kedepan wajahnya. "Kau bilang apa tadi?! Apa aku tidak salah dengar kalau kau memanggilku dengan embel-embel chan?" Bukannya menjawab Shion malah balik bertanya.

Dengan menarik nafas bosan akupun menjawab, "Ya, memang tadi aku memanggilmu dengan embel-embel chan. Memangnya kenapa?"

"KYYYAAAAA!"

Oh tuhan, itu seperti dengungan gong yang dipukul tepat di telingaku. Kenapa dia terus berteriak? Memang ada yang salah dengan perkataanku?

"Kenapa kau terus berteriak?!"

Grep!

Entah sejak kapan dia mendaratkan pelukannya kearahku. "Berarti aku boleh memanggilmu Naruto-kun?" Tanyanya dengan wajah yang innocence.

'Apa-apaan ini!'

"Hmm, silakan saja. Lagi pula kita ini sepantaran kan? Jadi tidak aneh kalau kau memanggilku Naruto-kun" Jawabku dengan nada santai. Tentunya dengan degup jantung yang tengah berdisko ria didalam dadaku. Merasakan ada benda kenyal yang merapat pada dadaku, membuat diriku sedikit merinding.

"Bagaimana kalau kita berpacar-"

"Just friend lady, no relationship. Kita baru saja berkenalan bukan?" Cekatku cepat, sebelum kata-kata mengerikan itu berlanjut.

Seketika itu juga wajah Shion berubah murung. "Aku tau ini begitu cepat, tapi aku sudah mengagumimu sejak lama. Sejak aku melihat konsermu di Kuba tiga tahun lalu" Raucaunya dengan nada kecewa.

Hey ayolah? Aku tidak mau dianggap menangisi putri orang seperti ini. Tapi ini juga bukan salahku jika menolaknya. Common, you made it this difficult.

"Kau belum mengenalku Shion, dan aku juga belum mengenalmu. Kau tidak tau kejelekanku, kaupun sama tidak tau kejelekanku. Jadi biarlah ini terus berjalan. Kalau kita berjodoh, kita juga akan disatukan" Jelasku mencoba untuk bijak. Setidaknya itulah yang aku tonton di drama musim semi, dan kata-kata itulah yang terngiang setiap aku berhadapan dengan perempuan.

"Tapi aku yakin Naruto-kun itu baik. Aku menyukaimu Naruto-kun, jangan buat air mataku tumpah disini.."

Ohh, nona. Tolong jangan paksa aku mengatakan ini. Tapi aku memang sudah jengkel padamu.

"Dengar," Aku menarik bahu Shion untuk menghadapku, lalu menatapnya dengan tajam. "Aku sebenarnya sudah malas meladeni tingkahmu yang sok kenal itu. Awalnya aku kira kau gadis yang manis, tapi dengan sikapmu yang seperti ini aku yakin kau begitu menyebalkan. Aku akui kau sangat mempesona, tapi kau, ehemm, freak? Itulah yang membuatku tidak nyaman denganmu."

Rasanya lega sudah... Itulah yang sejak tadi ingin aku katakan padanya.

Aku lihat Shion mengerutkan wajahnya, membuat pipinya yang menggembung berwarna merah. Jangan-jangan...

BUK!

"Ahhh!" Aku memekik kecil, memegangi kakiku yang baru saja diinjak oleh gadis muda yang ada di hadapanku. Yang tengah menatapku dengan kesal. Yah.. aku sudah sering seperti ini. Tepatnya setelah aku menolak pernyataan cinta mereka.

"Kau menyebalkan Naruto-kun! Sayangnya kau terlalu tampan untuk aku lukai! Tapi lihat saja, aku pasti akan membuatmu tergila-gila padaku!" Rutuknya kesal, lalu begitu saja meninggalkanku.

Melamun...

Itulah hal yang sedang aku lakukan sekarang. Mentap punggung gadis yang tengah berjalan kasar meninggalkanku. Entah itu adalah kecaman atau pernyataan. Apa tadi katanya, dia akan membuatku tergila-gila padanya? Ingin rasanya aku tertawa lepas mendengar kalimat itu, sungguh dia gadis yang sangat freak.

Hhhaaahhh... Aku akhirnya menguap bosan mengingat kejadian beberapa detik lalu. Kemudian memutar dua bola shappire-ku untuk menjelajahi area taman sekolah yang luas. Mumpung hari pertama inikan free class, jadi tidak ada salahnyakan jika cuci mata sebentar? Heh, kini rasa bosanku lumayan sedikit berkurang.

Tunggu! Pria yang berada di bawah pohon momiji itu. Pria yang tengah bersantai sambil melakukan kesehariannya diatas kanvas. Entah kenapa emosiku naik, tapi entah kenapa juga ada ide jahil yang keluar dari otakku. Sepertinya mengerjai pria menyebalkan itu asik juga.

Tuk!

"Oi!" Teriakku sekencang-kencangnya, pada pria berkulit pucat yang tengah menatap bingung kearahku. Melihat tatapannya sudah berubah menjadi murka, akupun segera mendekatinya.

"Kenapa kau berbohong padaku baka!" Seruku lalu memberi jitakan keras kekepalanya, membuatnya sedikit meringis.

"Seharusnya aku yang menjitak kepala tololmu itu kuso! Seenaknya saja kau merusak kanvasku dengan lemparan batumu!" Balasnya kesal, sambil mengacungkan jari tengahnya kearahku.

"Hahaha.. Kau ini. Kau tau, aku hampir mati bosan disini! Tidak ada orang yang aku kenal!" Aku mengacak rambut temanku itu. Yah, setidaknya Sai tidak melawan jika sedang aku bully. Dasar pria aneh.

"Aku tidak diterima di Jonan. Lalu aku melarikan diri kesini, untuk meneruskan bakat melukisku. Bukannya Deidara-senpai juga masuk universitas ini? Tayuya, Hidan-senpai, Konan-senpai, Sasori-senpai, Ino, bahkan si Neji juga-"

"Tunggu," Aku berusaha mencerna apa yang Sai katakan tadi, mencoba memutar otak ini untuk mendapat cahaya dari kalimat itu.

Aku merasa dibohongi.

Itulah yang berada dipikiranku sekarang. Kenapa? Karena semua temanku- Tayuya, tidak termasuk. Karena dia rival beratku di panggung. Maksudnya semua temanku bilang, mereka tidak ada yang tertarik masuk universitas seni seperti ini. Aku sungguh merasa dibohongi.

"Naruto?" Sai mengibas-ngibaskan tangannya di wajahku, membuatku kembali tersadar akan lamunanku tadi.

"Kenapa kau membohongiku?" Dahi Sai mengerut. Tentu saja karena mendengar pertanyaanku yang begitu serius.

"A-apa maksudmu Naruto?"

"Kau bilang tidak ada salah satu dari kalian yang akan masuk universitas ini. Tapi nyatanya, lumayan juga yang masuk, bahkan Neji juga?!"

"Hehe, bahkan kau tau Neji memiliki jiwa seni. Dia mengambil kelas balet saat ini- AWW!" Pekik Sai saat pukulanku tepat mendarat di kepalanya dengan keras.

Cengir tiga jari itupun segera saja menyambangi wajahku. Ingin sekali aku tertawa keras didepan wajahnya, melihat ekspresi Sai yang salah paham sungguh membuatku ingin menggaruk perut.

"NARUTO!" Teriak Sai yang langsung beranjak dari tempatnya duduk, lalu melemparkan kuasnya kearahku yang sudah terlebih dahulu kabur. Memang paling seru jika menggoda Sai.

Dan sampailah disini aku sekarang, disebuah koridor yang errrr... lumayan sepi. Hanya segelintir murid dan guru yang lewat begitu saja. Bulu kudukku begitu saja merinding ria, merasakan hembusan angin yang begitu dingin disini. Hey! Ayolah Naruto. Kau ini sudah dewasa! Ingat, umurmu sudah 19 tahun. Bukan anak kecil yang berumur 8 tahun lagi. Hantu itu tidak ada, itu hanya tipuan untuk anak kecil yang cengeng.

Tiba-tiba terdengar suara dentingan piano dari salah satu ruangan di koridor itu. Sebuah instrumental yang sudah pasti aku kenal. Ada rasa penasaran yang tiba-tiba menyergap. Tapi jujur saja, rasa takut yang tadi sempat menyambangiku kini begitu saja hilang, entah karena apa?

Dengan berani, aku mulai melangkahkan kakiku ketempat suara itu muncul. Sebuah ruangan tua, dengan pintu yang terlihat rapuh, begitu juga sarang laba-laba yang bersarang dipintu itu. Aku yakin ruangan itu sudah lama tidak terpakai.

Perlahan, aku memutar knop pintu tua yang mengait pintu yang tak kalah tuanya. Aku sempat berpikir pintu itu akan rubuh karena melihat kondisinya yang sudah lapuk. Namun ternyata tidak, pintu itu masih kokoh, dan sekarang aku berhasil membuka ruangan itu. Isi ruangannya juga tidak terlihat buruk, malah terkesan rapih. Pasti ini gudang.

Aku sedikit meneliti ruangan asing itu dari ambang pintu, meneliti setiap barang yang ada. Lukisan musisi ataupun seniman hebat, pahatan luar biasa, ukiran, lukisan dan juga berbagai alat musik yang sudah tidak terpakai. Tapi yang menjadi titik fokusku bukanlah itu semua, melainkan sebuah piano tua yang tengah terpajang indah di tengah ruangan. Tanpa ragu akupun mendekati piano itu.

"Ini indah.." Gumamku ketika melihat seluruh badan piano itu terukir dengan indah. Sebuah ukiran yang pastinya dibuat oleh seniman yang sangat hebat.

Sepertinya menarik, tidak ada salahnya jika aku mencoba piano ini. Dan duduk didepan piano, bersiap memainkan sebuah melody kesukaanku. Akupun mulai menarik nafas, agar merasa lebih rileks saja..

"Jangan mainkan!" Seru seseorang dari belakangku.

Damn! Baru saja aku ingin mulai. Kemudian aku menolehkan kepalaku dengan kasar, pada seorang wanit yang kini tengah menatap wajahku dengan tatapan sayu. Yahhh... Sayu... Seorang wanita cantik berambut indigo kini tengah mentapku.. Entah kenapa rasa kesalku langsung hilang ketika melihat manik lavender milik wanita itu.

"Kenapa kau ada disini?" Tanya wanita itu sambil menunduk, menyembunyikan wajah cantik yang menurutku sangat sempurna.

Sebuah seringaiankupun segera besemi indah. "Well, kau juga kenapa berada disini?" Tanyaku balik, membuat wanita itu beralih menatapku.

"Aku... Errrr... Aku..."

"Berarti, kau yang memainkan instrumen tadi? Tears, milik Yiruma-senpai?" Cekatku dengan segelintir pertanyaan. Membuat wanita itu menahan nafas sebentar.

"Y-ya," Wanita itu mulai membuka mulutnya. "Aku disini memang sedang mencari sesuatu untuk bahan tsudyku. Lalu apa yang kau lakukan disini?"

"Aku hanya tertarik dengan permainan pianomu," Jawabku enteng, lalu beranjak untuk mendekati wanita secantik malaikat yang sedang tersipu di hadapanku. "Bidang study? Bukankah ini tahun ajaran baru? Memang ada tugas di tahun ajaran baru seperti ini?" Tanyaku sambil membelai surai indigo miliknya, sehingga membuatnya sedikit menghindar dariku.

"B-bukan urusanmu, jadi j-jangan gang-gu aku" Jawabnya yang semakin menunduk dalam.

Topengku hancur sudah.. Aku bukan pria naughty yang suka menggoda perempuan.

"Namaku Uzumaki Naruto~" Akupun akhirnya menyodorkan tangaku kearahnya.

"Eh?" Dia mengerutkan dahinya bingung.

Hahh.. Dia sangat lucu. "Baiklah nona, aku ini bukan tipe pria seperti itu. Aku hanya penasaran dengan keberadaanmu disini. Jadi maafkan tindakanku tadi. Siapa namamu?"

Walaupun awalnya ragu, dia akhirnya bersedia menjabat tanganku. "A-aku, a-aku H-hyuuga Hinata" Jawabnya dengan gagap. Membuatku sedikit terkekeh geli mendengar jawabannya.

"Jadi, Hyuuga, apa yang kau lakukan disini sendirian?" Aku kembali mengulang pertanyaan awalku.

"Aku- Ehmmm..."

Tok! Tok! Tok!

"Ada orang di dalam?" Seru seseorang dari luar sana. Ehmmm, mungkin seorang guru.

Tiba-tiba saja Hinata menghilang. Lebih tepatnya dia bersembuyi diantara lukisan lama yang berada di sudut ruangan.

"Apa yang kau lakukan?" Tanyaku setengah berbisik, karena melihat Hinata yang menaruh telunjuk tangannya di depan mulut, dengan bunyi 'pppssstttt' bertanda menyuruhku diam.

Aku semakin bingung dengan sikap wanita yang baru aku kenal beberapa menit lalu. Itukan hanya guru, bukan hantu, jadi tidak perlu setakut itulah.

"Hinata? Apa yang kau-"

"Apa yang kau lakukan disini?" Seseorang mendahulukan pertanyaanku, dan menepuk pundaku dari belakang.

Dengan meneguk ludah berat, akupun memberanikan diri untuk menoleh. Dan menemukan seorang guru berjenggot yang tengah menatapku dengan datar. "Ehhh.. Hanya melihat-lihat." Jawabku berbohong, karena melihat Hinata yang sepertinya ketakutan.

Deru helaan nafas segera terdengar dari guru berjenggot itu, "Tidak seharusnya kau masuk kemari. Ini hanya gudang barang, jadi cepat keluar, Uzumaki-san!" Perintah guru itu sambil mencincing kerah bajuku seperti anak kucing keluar. Sungguh menyebalkan.

"Ehhahaha, gomenne ahh.."

"Asuma, panggil aku Asume-sensei" Ujar guru berjanggut itu. Yah.. Satu lagi orang membosankan.

"Oke, baiklah Asuma-sensei. Gomenne" Ucapku membungkukan badan.

Asuma-senseipun segera menepuk kepalaku, sedikit mengacak-acak rambut pirangku yang jabrik. " Free class memang untuk hari pertama. Tapi untukmu, ada kunjungan dari Jiraiya-jiisan"

BLAM!

Itu seperti mimpi buruk untukku. Ya! Kehadiran pria tua itu selalu saja mengganggu hariku! Menyibukanku dengan private pianonya, walaupun aku sudah sangat mahir. Hahhh... Aku tidak ingin kehilangan nyawaku disini. Segera saja aku pamit pada Asuma-sensei dan segera berlari untuk menemui jii-san di ruang kepala sekolah.

"Kenapa dia harus datang sih?!"

.

.

TBC...

.

.


Haiii! San mencoba membuat suatu cerita misterinih, semoga menarik ya! R&R please!