TIME 0
Summary : Apa yang akan terjadi jika seorang veteran perang, Harry Potter, saat dia mati bukannya mendapat kedamaian malah terlahir kembali menjadi adik kembar Yuuki? Bisakah dia menghentikan perang lagi tanpa harus mengorbankan orang-orang tersayangnya?
Disclaimer : Harry Potter © JK Rowling and Vampire Knight © Matsuri Hino.
Warning : Slash, Typos
Chapter 1 : Akira
"Foolish child, kau tidak seharusnya memiliki ketiga benda itu..
maka mungkin sekarang jiwamu bisa menemui mereka lagi.
Ah kasihanya dirimu,
Tapi
Janji tetaplah janji, maka akan kutepati
Kulepas kau dari rantai takdir,
Lalu apa yang akan kau lakukan?
Menjadikanya kutukan atau anugrah?"
-Time 0-
Anak 6 tahun itu berjalan memdekati cermin besar yang menempel pada pintu almari. Dari refleksinya dia memandangi dengan takjub wajah dan tubuhnya. Banyak hal yang membuatnya bingung hingga dia bingung kenapa dia bingung. Aneh. Dia merasa asing dengan wajah itu, jemari itu, tangan itu, kaki itu. Anehnya dia merasa familiar disaat yang bersamaan.
Benar benar aneh.
Tangannya menyentuh benda putih tebal yang melingkari lehernya. Apa itu?
Dia menolehkan wajahnya dan bayanganya mengernyit kesakitan "ow". Dia tak akan menggerakkan lehernya!
Kepalanya terasa seperti berkabut hingga dia tak bisa mengetahui apapun. Tapi dia seharusnya tau. Tapi tak apa-apa kan jika dia tak tau?
Wajah mungil itu mengkerutkan keningnya, kenapa dia tak mengingat apapun? Memangnya apa yang harus diingat?
Tok tok
Anak itu beralih melihat pintu,
Pintu? Apa itu pintu? Kenapa dia tau itu pintu?
"Ah kau sudah bangun rupanya."
Siapa?
Siapa laki-laki dengan rambut panjang dan berkaca mata yang berbicara dengan ramah padanya itu?
Kenapa dia semakin mendekat?
Apa dia baik?
Apa dia akan melukaiku?
Melukai kenapa?
"Halo namaku Cross Kaien, jangan takut aku tak akan melukaimu ok?"
Takut? Takut kenapa? Apa itu takut?
Anak kecil itu berlari menjauh dan masuk ke dalam selimut tebal yang menjadi tempatnya bangun tadi. Mata hijaunya kebingungan tidak mengerti menatap Kaien dari balik selimutnya.
Dia akan aman dalam selimutkan?
"hahahahaha" Cross Kaien terkekeh mengamati tingkahnya, dia mendekati tempat dimana anak kecil itu bersembunyi. Saat dia semakin dekat anak itu menutupi kepalanya dengan selimut.
Tempatnya tidur terasa bergerak dan anak itu tau orang itu sedang duduk didekatnya. Apa ia harus lari?
Tapi kenapa lari?
"Hei tenanglah, aku tidak akan melukaimu." Suara ramah itu lagi.
Kaien menarik selimut tersebut, wajah bingung anak itu terlihat lagi. Ada rasa sesak dihatinya saat anak kecil itu menatapnya was-was seperti itu.
Kaien tersenyum saat anak itu dengan penasaran mulai keluar dari selimutnya. Kaien menunjuk dirinya sendiri dan dengan sabar memperkenalkan dirinya lagi.
"Ka—ka i en. Kaien." Anak itu bertepuk tangan dan tersenyum sumringah saat berhasil mengatakannya.
Tok tok
Suara itu lagi, jadi anak itu menoleh lagi ke pintu. Siapa yang akan datang lagi?
"Masuk." Perintah Kaien, anak itu menatap Kaien bingung dengan memiringkan kepalanya. Kaien tersenyum lembut dan mengelus kepala anak itu.
"Kaname." Sapa Kaien hangat, membuat anak kecil itu kembali memalingkan wajahnya ke tempat pintu berada. Disana berdiri seorang remaja dengan rambut coklat dengan wajah rupawan.
Entah kenapa anak kecil itu merasa ingin mendekatinya.
"Wah! Akira!" seru Kaien kaget saat tubuh kecil itu mendadak loncat dan berlari kearah Kaname.
Kaname harus memegang daun pintu saat kakinya ditabrak anak kecil itu. Kaname menunduk agar bisa melepas pelukan dikakinya.
"Halo, little one." Kaname mengusap rambut hitam kemerahan itu sayang. "Ada apa? Apa kau baik-baik saja?"
Anak itu tak menjawabnya, Kaname menatap Kaien meminta penjelasan tapi yang bersangkutan hanya mengedikkan bahunya.
"Mungkin dia lapar, aku akan membawa makanannya kemari. Tolong jaga dia sebentar ya Kaname."
Seperginya Kaien, Kaname mengangkat tubuh anak itu ke gendonganya.
Tangan-tangan kecil itu menyentuhi rambut dan wajahnya penasaran.
"Haha" anak itu menghentikan gerakan tangannya, mendengar suara menyenangkan tadi, dia ingin mendengarnya lagi jadi dengan lebih semangat dia menyentuh wajah itu. "Oy hentikan." Pinta Kaname dengan halus sambil memegangi tangan yang menggerayanginya wajahnya, masih dengan lembut dan masih dengan tersenyum, jadi anak itu tak merasa dimarahi atau menjadi takut dengannya.
"K na me. Ka nam me. Kaname." Anak itu merasa bangga bisa mengucapkannya. Sekarang dia sudah punya dua nama yang diingatnya.
"Ya, namaku Kaname. Kuran Kaname." Kaname menunjuk dirinya sendiri lalu ke arah anak itu, "Akira. Namamu Akira."
"Kira? Akkira." Dengan puas anak itu tersenyum dan mengangguk-angguk sendiri, Kaname hanya bisa melihatnya maklum.
-Time 0-
10 years later...
Akira mengulurkan tangannya ke gelas kosong disamping ranjangnya dari jarak lebih dari 5 meter, dengan konsentrasi penuh dia mengimajinasikan bahwa gelas itu akan melayang padanya. Mengambil nafas dalam-dalam dia menutup matanya, dia bisa merasakan kekuatan aneh itu di dalam tubuhnya. Kekuatan yang tidak sama seperti yang dimiliki Kaname-senpai atau pun vampire lain yang dia tau. Kekuatan yang ada didalam tubuhnya itu terasa semakin liar dan memberontak akhir-akhir ini. Dia harus selalu mengecek dan berhati-hati dengan mood-nya karena kekuatan itu begitu terpengaruh saat perasaannya tidak stabil dan bisa membuat barang disekitarnya pecah. Orang-orang yang dekat dengannya mengetahui tentang kekuatan yang dia miliki ini karena semenjak dia tinggal di Rumah Cross Kaien, saat dia marah atau merasakan perasaan yang berlebihan dia bisa membuat hal-hal yang aneh terjadi. Tapi syukurlah mereka tidak menjauhinya atau menakutinya, mereka bisa menerima keadaanya ini. Mungkin mereka menganggap kekuatannya ini mirip milik Zero.
Akira menghembuskan nafasnya perlahan dan membuka matanya, dengan kekuatan itu dia membuat gelas kosong bergerak ditempat hingga membuat suara gemeretak di kamar yang sunyi, memicingkan matanya dia menarik kekuatannya yang sudah menggenggam gelas itu, gelas mulai melayang perlahan dan Akira semakin menariknya.
Wusss
Akira membelalakan matanya melihat gelas yang dia coba tarik melesat cepat kearahnya.
"Hwaaa!"
Prang
Akira berjongkok memegangi kepalanya, melirik ke belakangnya dimana gelas itu pecah berkeping-keping menabrak dinding. Syukurlah dia bisa menghindar tepat waktu. Akira memandangi tangannya bingung, semenjak dia memasuki umur 16 tahun dia merasa kekuatannya bertambah, dia tak lagi kelelahan jika menggunakan kekuatannya itu dan dia bisa membuat barang berat sekalipun bergerak lebih mudah, tapi terkadang mengontrol seberapa besar kekuatan yang harus dia keluarkan menjadi sangat susah. Dia harus lebih banyak berlatih. Yah seandainya saja dia punya guru yang mengerti akan kekuatanya ini dia tak perlu kerepotan seperti ini.
Cross Kaien menamai kekuatannya ini telekinesis tapi Akira merasa ada yang salah dengan nama itu jadi dia tak memanggil kekuatannya sebagai telekinesis. Ada nama yang rasanya begitu cocok mendeskripsikan kekuatannya ini tapi demi apa pun, Akira tak bisa mengingatnya. Hal yang sering membuatnya bad mood tanpa akhir.
-Time 0-
Malam sudah semakin larut dan dia masih harus melakukan tugas merepotkan ini. Mungkin sudah ada sepuluh kali dia menguap dan hampir berjalan menabrak pohon. Padahal masih ada PR yang belum dia kerjakan dan masih banyak buku yang belum dia baca. Tapi mau bagaimana lagi dia punya kewajiban merepotkan ini.
Dan lalu... dimana Yuuki dan Zero?! For god sake-no, for Akira sake! Sebaiknya dia segera menemukan kakak kembarnya itu dan Zero. Dia tidak dibayar lebih untuk kerja lembur.
Akira berhenti mendadak saat merasakan seseorang diatasnya. Mendongak, dia mendapati Zero sedang bersandar didahan pohon dengan nyamannya.
Akira mendecih sebal.
"Oy, Zero! Lihat Yuuki?"
Zero membuka sebelah matanya dan melihat Akira menatapinya sebal dengan kedua tangan dipinggang.
Menghela nafas pasrah, Zero melompat kehadapan Akira. Zero mengenal Akira (dan Yuuki tentunya) mungkin sudah 4 tahunan yang lalu. Cerewet, sok perhatian, sok baik, mood swing, terlalu jujur hingga sepertinya tak punya penyaring untuk mulutnya. Kembar yang memiliki terlalu banyak kesamaan padahal beda gender.
"Apa? Kenapa kau melihatku seperti itu?"
"Hn, kau tak bertambah tinggi." Acuh Zero mengabaikan wajah Akira yang merah marah.
"Apaaaaa?! Beraninya kauuuuuu—" Zero menahan tangan Akira yang hendak meninju wajahnya sebal.
Ssssssshhhhhh
Hembusan angin yang melewati mereka membuat badan mereka kaku. Akira menatap Zero kaget karena terbawa angin tadi ada aroma darah yang familiar.
"Ayo." Ajak Zero segera berlari wajahnya menjadi dingin dengan kemungkinan yang dia pikirkan, Akira mengikuti tak jauh darinya, panik.
-#-
"Ahhh ada Day Class yang berkeliaran..." Keluh Yuuki melihat dua orang remaja perempuan dibawah tempatnya berdiri. Malas mengambil jalan memutar mencari tangga dia memutuskan lompat, cukup banyak batang pohon dibawahnya yang semoga kuat menahan tubuhnya.
Hap, Yuuki merasa agak bangga saat dia berhasil sampai bawah dengan selamat.
"Hei kalian! Siapa nama dan kelas kalian? Bukankah sudah kubilang kalau Day Class tidak boleh berkeliaran dimalam hari?! Cepat kembali ke asrama kalian!"
"Kami hanya mau mengambil foto dari Night Class." Gadis ke 1 menjawab.
"Iya, apa sih salahnya cuma mau ambil foto doang." Sahut yang kedua kesal. "Ow!"
"Kau baik-baik saja?!" Day Class ke 1 panik saat temannya kesakitan hendak berdiri.
"Apa kau terluka? Apa kau berdarah? Cepat kembali ke asramamu!" Panik Yuuki.
"Ah apaan sih?!"
"Sudah cepat kembali sa—" Kaget Yuuki saat tiba-tiba merasa ada orang dibelakangnya. Dia menarik athemis dari pahanya dan memukulkannya.
Klaak
"Ow seremnya. Yah aku memang tidak bisa meremehkan anak kepala sekolah." Senjata Yuuki dihalangi tangan dari siswa Night Class.
"i—itu Kain Akatsuki-senpai dan Idol Hanabusa-senpai!" Takjub kedua Day Class yang tak paham situasi.
Yuuki semakin mengeratkan genggamannya saat dengan mudah kedua vampire itu menghalau athemisnya.
-#000#-
Akira dan Zero berhenti mendadak saat melihat Yuuki dipeluk dari belakang oleh siswa Night Class, tangannya yang terluka dicengkeram dan taring dari vampire itu hendak menggigit Yuuki.
Zero mendekat dan menarik paksa Yuuki hingga lepas, tangannya yang lain menodongkan pistol Bloody Rose ke kepala si vampire.
"Meminum darah di lingkungan sekolah dilarang." Desis marah Zero, matanya mendelik penuh kebencian pada Aidou yang membalasnya santai.
"Zero, jangan!" Pekik Yuuki saat melihat Zero hendak melepaskan pengaman pelatuknya saking kesal diremehkan.
"Tapi aku sudah mencicipinya." Ejek Aidou.
Klik
"Zero, hentikan." Tangan Akira memegangi Bloody Rose, menghentikan Zero.
Aidou mengedipkan matanya terkejut saat ada pemuda yang lebih kecil di depannya tiba-tiba muncul.
"Aidou-senpai." Panggil Akira dingin, "seperti yang Zero bilang, meminum darah dilingkungan sekolah dilarang. Detensi untuk Aidou Hanabusa dan Kain Akatsuki."
"Ki—Kira-chan..." "Haahh apa maksudmu bocah kau tidak bisa seenaknya menghukumku!" "Kenapa aku juga ikut-ikutan dihukum?!" Ucap mereka yang disana secara bebarengan.
Dor
Aidou berjengit melihat ke arah belakangnya. Untung saja tembakannya tidak ke kepalanya.
Zero menatap shock tangan Akira yang menembakkan Bloody Rose.
"Ikut aku ke kantor kepala sekolah, sekarang." Atau aku akan menembakmu tersirat dari perkataan Akira. Mereka tidak melawan kalimatnya kali ini.
"Turunkan Bloody Rosenya, Akira." Sebuah suara membantahnya kali ini, melihat siapa yang datang Akira menurutinya dan menggembalikan Bloody Rose pada Zero.
Yuuki mendekati senior favoritnya itu, "Kaname-senpai!"
Wajah Kain dan Aidou semakin memucat mendengan suara halus ketua asrama mereka.
"Aku yang akan mengurusi orang bodoh ini dan membawanya ke kepala sekolah. Tidak apa-apa kan Akira?"
Mata Kaname memandang Akira intens. Akira memejamkan matanya dan membuang nafas kesal.
"Kira-chan?" Tanya Yuuki khawatir.
"Baiklah. Aku menyerahkannya padamu, mohon bantuannya, Kaname-senpai." Balas Akira akhirnya.
"Kain! Kenapa kau tidak menghentikan Aidou? Kau juga bertanggung jawab." Kain mengangguk pasrah saat mata Kaname meliriknya tajam. "Lalu... untuk kedua orang yang pingsan itu aku akan membawanya ke kepala sekolah setelah menghapus ingatan mereka tentang malam ini."
Seolah terpanggil, Seiren melompat turun dan menempelkan telapak tangannya ke dahi siswi Day Class, tangan Seuren berpendar keunguan.
"Zero bisa minta tolong bawa Yuuki ke UKS?" Zero menaikan alisnya pada permintaan Akira, "Pleaseeee." Mendengus, akhirnya menurutinya juga, dia menarik tangan Yuuki.
"Ze—Zero! Bagaimana dengan Kira-chan?!" Panik Yuuki menolak pergi.
"Aku akan mengurus yang disini. Sana pergi. Sho shoo." Usir Akira kembali ke nada ceria yang biasanya.
"Kau mendengarnya kan Ayo." Tarik Zero lebih memaksa.
Akira mendekati kedua siswi Day Class dan memeriksa luka mereka. Sepertinya mereka hanya shock saja karena melihat vampire dan juga luka goresan kecil di lutut salah satunya. Mungkin karena jatuh, tapi darahnya masih belum berhenti.
Merogoh kantong bajunya dimana dia biasanya membawa plester, Akira menempelkan plester untuk menutup lukanya, selanjutnya biar urusan suster UKS.
"heeee Apa Seiren-senpai tidak terpengaruh bau darahnya?" Tanya Akira penasaran pada senior vampir wanita yang selalu stoik itu.
"Tidak." Akira menunggu beberapa detik kalimat terusan, tapi sepertinya tidak ada, dia hanya mengedikan bahunya santai.
"Ahh berarti senpai yang disana itu memang lemah sekali." Kesimpulan Akira, Seiren masih dengan wajah datarnya mengangguk.
"Oy bocah, kau membicarakanku?! Asal kau tau saja, aromanya yang tadi itu lebih en—"
Plak
"En.." Desis Kaname menantang Aidou melanjutkannya kalimatnya.
"Maaf." Balas Aidou menurut tak berani melihat ketua asramanya.
-Time 0-
To be continued...
A/n: Jadi setelah bertahun-tahun akhirnya saya memutuskan untuk merombak cerita ini... mohon maaf untuk yang sudah membacanya dan merasa gak sreg
Silahkan tinggalkan review jika berkenan...
