White Darkness

Cha Hakyeon
Jung Taekwoon

Δ HapDee61 Δ

•••••

Jung Taekwoon. Lelaki malang, yang tengah menunggu sang istri di depan ruang persalinan.

Semua terasa begitu cepat.
Seperti angin yang berhembus kencang di padang rerumputan.

Keringat mengalir turun di pelipis Taekwoon. Segala pemikiran buruk tentang istri nya, kembali datang. Ia takut. Ia takut istrinya akan meninggalkan dirinya.

Cha Hakyeon, adalah wanita beruntung. Ia bisa mendapatkan hati Taekwoon, hanya dalam sekejap.
Tawa dan senyuman nya lah, yang membuahi cinta Taekwoon pada Hakyeon.

Setelah sepuluh bulan mereka menikah. Hakyeon akhirnya mempunyai anak. Mereka menghabiskan sembilan bulan kandungan Hakyeon, dengan canda tawa.

Tetapi seluruh canda tawa, tidak berada di ingatan Taekwoon sekarang.
Istrinya tengah berjuang di dalam ruangan penuh aroma tak sedap, di depan Taekwoon.
Ia tidak bisa mengingat apa itu senyuman, dan bagaimana cara melakukan nya. Hanya ketakutan yang ia rasakan.

Kedua orang tua Hakyeon, terduduk disamping Taekwoon. Mereka berusaha menenangkan Taekwoon. Tapi apa daya, Taekwoon masih khawatir tentang istrinya.

Walaupun memang itu wajar. Menghawatirkan sang istri di dalam ruang persalinan. Tetapi, bisa saja kan, kita turunkan sedikit, tingkat ke-khawatiran seorang Taekwoon.

Oeee... Oeee...

Suara bayi menggema dalam ruangan persalinan. Tetapi terdengar sampai luar ruangan juga.

Taekwoon mendongak, dan tersenyum bahagia. Syukurlah, jika suara bayi terdengar. Bayi dan ibunya selamat kan?

Mungkin saja...

Cklekk..

Seorang perawat, keluar dari ruangan. Di tangannya, ada sesosok bayi wanita, yang masih terpejam. Tangan dan kakinya bergerak-gerak menyesuaikan diri.

Taekwoon mengusap keringat diwajahnya. Ia beranjak, lalu segera melangkah tegang, menuju darah daging nya.

"S-syukurlah" lirih Taekwoon, seraya mengambil bayi di gendongan perawat, beralih menuju gendongan nya.

"Selamat tuan Taekwoon. Bayi anda wanita, dan terlahir selamat tanpa cacat." perawat tersebut berbungkuk.

Senyuman mengembang di wajah Taekwoon. Matanya melirik ruang persalinan yang sedikit terbuka. Menampakkan Hakyeon dengan wajah pucat dan kelelahan.

Dengan segera, Taekwoon dan kedua orang tua Hakyeon. Menghampiri Hakyeon di dalam ruangan.

"Hakyeon!"

"Taek- woon." Hakyeon menaikkan ujung bibirnya.

Nafasnya terengah-engah, dengan keringat yang mengujur ditubuhnya. Kulit tan milik Hakyeon, berubah merah.

"Lala-chan, t-terlahir sehat nee?" suara serak Hakyeon menggema. Otot Hakyeon benar-benar lemah. Membuka suara saja, membutuhkan banyak tenaga.

"Ya. Lala-chan lah yang lahir. Bayi wanita dan sehat, sepertimu Hakyeon" Taekwoon menatap Lala- anaknya di gendonganya.

"Saranghae. Jung Taekwoon saranghae. Jung Lala saranghae." gumam Hakyeon, seraya Taekwoon, menaruh Lala disamping Hakyeon.

"Taekwoon. Maafkan aku, jika aku tidak bisa menepatkan janji kita berdua ne?" Hakyeon menganggam tangan kecil Lala.

"Berjanji, kamu akan terus mencintai Lala-chan. Sampai ia besar" lanjut Hakyeon.

"Ya pasti! Dan disampingnya ada aku dan kamu, Hakyeon!" Taekwoon mengeratkan genggaman nya pada tangan kanan Hakyeon.

"Mianhae ne? Umma , appa. T-terima kasih, sudah menjagaku sampai aku seperti ini. Aku mencintai kalian." Taekwoon menjatuhkan satu bulir air mata. Disusul dengan teman-teman nya, yang berjatuhan setelah dirinya.

"Hakyeon! Hakyeon! Jangan bercanda!" pekik dan Taekwoon bersamaan.

Tangan Taekwoon, mengguncang pundak Hakyeon, dengan wajahnya yang terlihat damai sambil terpejam. Bahkan senyuman tipis terpampang, dengan satu bulir air mata yang terjatuh.

"Hakyeon! Hikkss.. Jangan kumohon! Lala-chan otte?! Mana janjimu? Tepati janjimu kumohon! Kita akan pergi ke pantai bersama Lala-chan. Sebagai keluarga! Hakyeon!" cengkraman pada lengan Hakyeon, mulai mengencang. Taekwoon lah yang mencengkram Hakyeon, yang sedang diberi alat pelancar nafas oleh dokter. Tapi sayangnya, sang dokter memberi sinyal.

Hakyeon tidak selamat.

.

.

-Aku mencintai kalian...

"Hahhhh!" Taekwoon terbangun dari mimpi buruknya.

Kata terakhir Hakyeon sangat menyeramkan bagi Taekwoon.

Taekwoon menoleh pada seseorang malaikat kecil di sampingnya. Lala tertidur damai.
Ia bahkan tidak tahu, dia tidak akan pernah bertemu ibunya. Wanita yang membawanya keluar untuk bernafas.

"Maafkan appa, Lala-chan" lirih Taekwoon.

Tangan nya menjulur, mengangkat Lala dari kasur bayi, yang dibeli Hakyeon, dua bulan yang lalu.

"Kamu akan lebih bahagia, jika tidak bersama appa" timpal Taekwoon kembali.

Ia memandang wajah anaknya intens. Perlahan tatapan nya melembut, dan diubah menjadi tangisan. Beruntungnya, Lala sama sekali tidak terbangun.

.

.

"Eeeh?" memandang Taekwoon, yang sedang bersimpuh di depan nya, dengan tatapan tidak percaya.

Beda halnya dengan tatapan . ia bahkan tidak menatap Taekwoon, ia sedang sibuk dengan koran langganan nya.

"Aku putuskan. Menaruh Lala disini saja." wajah Taekwoon nampak tertekuk. Ia takut dengan keputusan nya, sekaligus percaya dengan keputusan yang ia pilih.

"Kita tidak apa-apa. Tapi, apa Hakyeon membolehkan nya?" tanya khawatir, seraya menatap bingkai foto Hakyeon, disusul oleh Taekwoon, yang mengikutinya.

"Kuharap ini jalan terbaik ibu." mengangguk.

"Ya, suka-suka kamu saja. Kita disini hanya bisa membantu." timpal , setelah itu, ia kembali fokus pada koran di tangan nya.

"Terima kasih. Aku tidak akan tahu pasti, kapan aku akan mengambil Lala kembali. Bisa saja tidak akan terjadi"

"Karena itu. Tolong jaga Lala dengan baik bu, ayah. Aku akan mengirim uang setiap bulan, untuk Lala" Taekwoon beranjak. Sebelum ia keluar dari rumah mertuanya, ia pandangi Lala yang mungil, tertidur pulas, di kamar Hakyeon.

"Hakyeon-ah. Maafkan aku" Taekwoon memejamkan matanya. Menghirup aroma Hakyeon, yang berada dalam ruangan.

Sejenak tubuhnya seperti melayang.
Kembali keluar bayangan Hakyeon bersama dirinya.
Dirinya di masa-masa mereka masih berpacaran.

.

"Taekwoon-ah!" seru Hakyeon. Ia berlari mendekati kekasihnya dengan larian nya yang pelan.

"Hakyeon!"

"Mianhae ne? Membuatmu menunggu."

"Eungghh, itu sama sekali tidak apa-apa"

"Ghamsahamidayo Taekwoon-ah. Jeongmal ghamsahamida" Hakyeon berbungkuk, lalu tersenyum.

"Gwenchanayo Hakyeon-ah" Taekwoon mengacak rambut Hakyeon gemas.

"Taekwoon-ahh~"

"Ne?"

"Kajja!"

"Yoshh! Ayo kita mulai kencan kiitaa!"

"Hihihihi. Ne. Kajja" Hakyeon merangkul lengan Hakyeon, lalu berjalan cepat, dengan irama. Sama dengan Taekwoon.

.

( photo booth )

Taekwoon membuka kain tipis, yang menjadi pintu di photo booth.

Lalu mempersilahkan Hakyeon masuk. Dengan senyum yang mengembang, Hakyeon berjalan masuk.

"Ghamsahamida, Taekwoon-ah."

"Hakyeon-ah, saranghae" Hakyeon terdiam. Kenapa tiba-tiba saja Taekwoon melontarkan kata-kata itu.

"Nado Taekwoon-ah" sekali lagi, senyuman terlihat dari wajah mungil Hakyeon.

Cklikkk..

Suara kamera di dalam booth, terdengar enam kali.
Menampilkan Hakyeon dan Taekwoon, di tengah kemesraan mereka.

"Taekwoon-ah. Hasilnya bagus" anggukan, di lontarkan oleh Taekwoon, yang sekarang tengah memakan es krim vanilla miliknya.

"Aku akan pajang dikamar nee?"

"Yepp"

"Hakyeon, ini es krim mu" Taekwoon menjulurkan tangan nya, yang berisi es krim stroberi yang berada di gelas plastik.

"Euhmm.. Terima kasih Taekwoon-ah" Hakyeon mengambil es krim miliknya. Lalu memakan nya pelan-pelan.

"Ne."

"Etoo.. Taekwoon-ah?" Hakyeon masih mengulum sendok plastik, yang berisi es krim, dimulutnya.

"Ne?"

Pipi Hakyeon menghangat. Ia bersemu. " Taekwoon-ah, mencintaiku kan?"

Uhukkk...

Taekwoon memukul-mukul dadanya yang sesak tiba-tiba. Matanya beralih menatap Hakyeon yang sedang menunduk, dan masih mengulum sendok plastik di mulutnya. Dengan pipinya yang belum berhenti bersemu.

"Maksudmu?"

"Eeeh? Kalau Taekwoon-ah tidak mau menjawabnya, t-tidak apa-apa kok.."

"Bukan begitu. Aku sangat mencintaimu. Tidak kah kamu ingat perkataan ku tadi di photo booth?"

"A-aku ingat. Tetapi akhir-akhir ini, Taekwoon-ah dekat dengan Hyukkie" kepala Hakyeon yang hampir kembali mendongak, menunduk kembali.

"Hakyeon-ah cemburu?"

"B-bukan ma maksudku aku tidak c-cemburu kok" aku Hakyeon.

"Hhhaa.. Hyuk memintaku mengerjakan tugas dari sekolahnya yang terbilang susah. Lagipula Hyuk dua kelas dibawah kita. Pelajaran nya bisa aku kerjakan"

"Jinjja?"

"Ne. Hakyeon-ah"

"Waeyo?"

"Jika kamu cemburu. Cemburu saja ne?"

"Eehh?" pipi Hakyeon kembali memerah. Sekarang, bukan hanya pipinya yang terlihat memerah. Seluruh wajahnya pun ikut mendidih.

.

.

Sudah dua tahun, Taekwoon menitipkan Lala pada orangtua Hakyeon.
Ia sendiri pindah ke Jepang, dan hidup sendiri.

Ibu Taekwoon sudah menutup mata selamanya. Sedangkan ayahnya pergi mabuk dan hal-hal keji.
Sekarang ayah Taekwoon, sedang berada di penjara, di Korea.

Ia melakukan kesalahan.
Karena ia mabuk saat itu, ia memukul kepala seseorang dengan botol bir, hingga terluka parah.
Saat ia sadar dari mabuknya, ia sudah berada di dalam penjara.

Sudah dua tahun juga. Taekwoon belum bertemu si ayah. Taekwoon terlalu kesal, lelaki paruh baya itu menghabiskan uang yang Taekwoon kirim, hanya untuk mabuk dan melakukan hal tidak baik.

Taekwoon mengacak rambutnya frustasi. Sudah dua hari ia tidak bisa tidur. Ia masih mengingat-ingat kejadian Hakyeon. Hakyeon yang meninggalkan nya, dan tidak menepati janjinya.

Kringg.. Kringgg... Kringg...

Taekwoon menoleh pada telfon rumah yang berdering. Ia beranjak dari sofa, menuju tempat suara deringan terdengar.

Klikkk..

"Moshi moshi."
'Taekwoon. Ini ibu'
"Ibu! Maaf, ada apa?"
'Pertama-tama, apa ibu menganggu mu?'
"Ani"
'Syukurlah. Ibu ingin bilang. Kapan kamu akan kembali ke Korea?'
"Entahlah bu. Aku tidak tahu"
'Tolong secepatnya ne Taekwoon'
"Semoga bu"
'Ibu mohon secepatnya ya? Ada yang harus ibu bicarakan'
"Apa bu?"
'Lala-chan. Ia ingin melihat ayahnya, pada ulang tahun nya yang ke-lima. Ia ingin bertemu ayahnya katanya. Ia bahkan sudah tahu, Hakyeon sudah pergi ke surga. Katanya, yang ia punya hanya ibu dan ayah. Lalu kamu Taekwoon'

Taekwoon terdiam. Ia sedang mencerna apa yang katakan.

'Taekwoon?'
"Ah ye ibu? Aku, akan usahakan. S-sebelum ia berulang tahun di umur nya yang kelima, ne?"
'Ibu harap itu bukan hanya kata-katamu ya Taekwoon. Tolong buktikan untuk Lala-chan. Jung Lala menunggumu ne Taekwoon.'
"Iya bu"
'Yasudah. Selamat malam'
"Iya"

Taekwoon menaruh gagang telfon, kembali pada tempatnya. Ia menghela nafas, setelah itu kembali menghempaskan tubuhnya di sofa.

Taekwoon mengusap wajahnya kasar. Ia teringat kata-kata . Lala yang ingin bertemu dengan nya.
Taekwoon merasa, Lala sangatlah dewasa. Tidak seperti ibunya, yang terlihat tidak dewasa sama sekali.

Wajah Hakyeon terlintas kembali pada otak Taekwoon. Membuat Taekwoon harus mengusak kepalanya, berusaha membuat wajah Hakyeon menghilang.

"Kenapa kamu harus pergi Hakyeon-ah?" bulir air mata kembali terjatuh pada pelupuk mata Taekwoon. Tanpa sadar, kelopak matanya tertutup dan ia tertidur pulas.

ToBeContinued.

Gomawo, telah membaca nya yo!
Tolong review ya?
Alur cerita akan aku buat, cepat, di scene tertentu. Seperti Taekwoon yang tiba2 sudah meninggalkan anaknya dua tahun di Korea -_-||

Yoshh.. Terima kasih sekali lagi.