Di story ini di pergelangan tangan akan tertulis kata pertama yang diucapakan soulmate saat pertama kali bertemu dan bagian yang terdapat tulisan tersebut akan terasa sakit dan berwarna semakin gelap saat soulmate saling bertemu satu sama lain.
Chapter 1 : The beginning
Hari ini bukanlah hari yang terlalu baik untuk Park Jihoon. Semalam dia begadang sampai jam 3 pagi untuk menyelesaikan tugas presentasi dari professornya dan sekarang dia mengantuk setengah mati dan jadwalnya hari ini baru akan selesai pukul 5 sore, belum lagi dia harus ke perpustakaan sore ini menyelesaikan project akhir semesternya bersama Daehwi dan Samuel, yang Jihoon yakin akan membuatnya pusing setengah mati sekaligus menjadi obat nyamuk.
Sebelum menceritakan penderitaan Jihoon yang luar biasa, lebih baik kuberi tahu mengenai Jihoon dulu. Jihoon adalah mahasiswa tahun kedua Arsitektur di salah satu universitas ternama di Seoul. Jihoon merupakan salah satu mahasiswa yang terkenal di kampusnya, dia harus berterima kasih dengan orang tuanya karena memberinya wajah tampan, kulit putih dan kepintaran yang diatas rata-rata, jujur saja dia mendekati sempurna, hanya satu hal yang kurang.
i
Ya Jihoon kurang tinggi, walaupun dia masih lebih tinggi dari kakak tingkatnya yang cerewet, Ha Sungwoon.
Banyak orang yang tidak dikenal Jihoon akan menyapanya setiap pagi, "Hai Tampan" "halo oppa" dan lain-lainnya berharap pada pergelangan tangan Jihoon tertulis kata yang mereka ucapkan. Banyak desas-desus yang mengatakan kalau Jihoon sudah menemukan Soulmatenya, namun sebenarnya belum ada yang pernah mengucapkan kata yang terdapat pada pergelangan tangannya pada Jihoon sebagai tanda perkenalan.
Dan Jihoon yakin hari ini bukan hari yang tepat untuk menemukan soulmatenya. Ia terlalu sibuk hari ini, dan dia terlalu mengantuk untuk hal romantic, walaupun Jihoon 100% yakin calon Soulmatenya bukan orang yang romantis.
" iya bu, aku makan dengan baik, hanya sedikit sibuk saja karena tugas." Jihoon mendengus malas mendengar ocehan ibunya karena ia tidak menelfon sejak minggu kemarin. Salahkan saja tugas-tugasnya itu.
"oke, aku juga sayang ibu, sudah ya bu aku ada kelas sebentar lagi" Jihoon mengunci lokernya dan cepat-cepat menuju kelasnya, ia tidak ingin si monster- ah maksudnya professor Park mengomel karena dia terlambat, terutama saat ia harus presentasi—
BUGH!
Jihoon terjatuh, menabrak punggung professor Park karena berlari kecil sambil mengutak-atik handphone.
Mati aku.
Batin Jihoon sambil memungut buku-bukunya, tersenyum malu namun lega sang professor tidak marah. Namun dia tidak bisa merasa lega terlalu lama, baru saja ia mendudukan dirinya di kursi sebelah Lee Chan professor Park sudah memanggil namanya untuk maju presentasi.
Seusai presentasi, yang menurut Jihoon cukup lancar ditambah dengan tepuk tangan dari teman-temannya, Jihoon kembali ke tempat duduknya.
"senangnya dipuji ayah, tidak dimarahi pula walaupun main tabrak-tabrak" Lee Chan mengejek Jihoon saat ia kembali ketempat duduknya, ia menendang kaki Chan sambil mendengus, ia muak diejeki sebagai anak professor Park hanya karena sang professor sering sekali memuji kinerjanya walaupun kadang-kadang tetap menghardiknya.
Jihoon sedikit mendengus, bosan mendengarkan presentasi teman-temannya, beberapa kali mendapat teguran karena terlihat mengantuk. Ia kemudian memutuskan memandangi pergelangan tangannya, mengendurkan jam tangannya dan menurunkannya sedikit, membaca tulisan di pergelangan tangannya tersebut.
Dasar bodoh
aku tahu. Batin Jihoon, masih sedikit sensi karena ugh, bagaimana bisa soulmatenya akan mengatakan hal itu padanya saat mereka pertama bertemu nanti?
Kesal sekali rasanya, tidak romantis. Dia ingin seperti adik sepupunya Yoo Seonho yang bertemu soulmatenya, Panlin? Entah siapa namanya yang jelas mereka ketemu saat Seonho liburan ke Taiwan.
Ah jangan lupakan kata yang tertulis di pergelangan tangan Seonho:
Kau sangat lucu.
Ih, kan Jihoon jadi iri, dia juga mau dipuji soulmatenya saat pertama bertemu. Dia berdecak kesal yang menimbulkan seisi kelas termasuk Yoojung yang sedang presentasi menoleh kearahnya. Dan jangan lupakan tatapan murka professor Park.
"PARK JIHOON KELUAR KAU!"
Jihoon Duduk dengan malas di kursi perpustakaan, memukul-mukul pergelangan tangannya, menyalahkan tulisan bodoh ditangannya.
gara-gara kau, aku dikeluarkan! omelnya dalam hati, meniup-niup poninya karena bosan. Sekarang dia harus menuggu Daehwi dahulu selama 4 jam. Aduh lama sekali, jika pulang ke apartemen malah akan boros energy dan boros uang, lebih baik menuggu di perpus saja pikirnya.
Jihoon yang memang tidak bisa diam terus saja bergerak-gerak kecil asyik memainkan smartphone miliknya, mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja, berputar-putar mengelilingi rak perpustakaan sambil bersenandung kecil. Dia tidak perduli toh hanya ada dia dan entahlah ia tidak tahu siapa anak itu,yang jelas dia tampan dan wajahnya kecil sekali, dan anak itu juga tak acuh dengan kelakuan aneh Jihoon.
'mungkin lebih baik membaca novel?'
Jihoon sedikit menjinjit mencoba mengambil novel klasik karangan Jules Verne yang letaknya tinggi sekali yang sialnya menyebabkan beberapa buku lainnya jatuh mengenai kepalanya dan dia mengaduh kesakitan sedikit lantang, menyebabkan si anak berkepala kecil yang sedang menggambar sambil bertopang dagu mendelik kearahnya.
Jihoon hanya menatap si kepala kecil tersebut dengan senyum minta maaf, yang tentunya tidak digubris melainkan hanya dibalas dengan tatapan tidak perduli oleh anak berkepala kecil tersebut,
"Dasar Bodoh" Gumamnya, namun Jihoon dapat mendengarnya, dan demi tuhan sekujur tubuhnya serasa panas dingin dan rasanya sedikit pedih dipergelangan tangannya, tanda bahwa soulmatenya telah menemuinya.
Jihoon bingung, apa yang harus ia katakan? Apa yang tertulis di tangan sang pemuda tampan dengan kepala kecil itu? Ia merapihkan buku-buku yang terjatuh dengan cepat, mengabaikan rasa perih dipergelangan tangannya, ingin menghampiri orang yang sepertinya adalah soulmatenya yang sedang menatap bingung kearahnya, tetap menyandarkan dagunya pada tanganya, menunjukkan pergelangan tangannya yang juga memiliki tulisan hitam.
"a-anu, kau itu—" belum sempat Jihoon menyelesaikan kalimatnya ia terdiam.
Bukan.
Orang ini bukan soulmatenya. Iya kan?
Jihoon yakin ia mengatakan "anu, itu" atau yang lainnya namun yang terdapat di pergelangan tangan si tampan itu bukanlah kata-kata bodoh yang diucapkan Jihoon tadi.
'Kau tampan sekali, Bae'
Itu yang tertulis di pergelangan tangannya.
Jihoon hanya tersenyum kemudian menutupi pergelangan tangannya yang hendak ia tunjukkan tadi.
"maaf sudah mengganggumu" ujarnya, sedikit kecewa karena sejujurnya walaupun ia kadang acuh tak acuh dengan soulmatenya ia juga tetap ingin bertemu orang yang ditakdirkan dengannya tersebut.
Bukan hari ini, Park Jihoon.
Jihoon berbalik dan menemukan Daehwi dan Samuel berjalan menuju kearahnya membawa beberapa buku-buku tebal ditangan mereka. Jihoon menghampiri keduanya tersenyum lebar.
"bagaimana presentasinya?" Tanya Jihoon pada keduanya
"Lumayan, hanya Sammy dan kau yang dapat A. enaknya jadi anak kesayangan professor Park" Ujar Daehwi sedikit menggembungkan pipinya, masih kesal karena hanya diberi nilai B+ oleh di botak itu.
Samuel hanya tertawa kecil kemudian menoleh kearah anak yang mengatai Jihoon bodoh tadi.
"Hyung kenal Bae Jinyoung?" Tanya Samuel yang hanya di balas dengan tatapan bingung oleh Jihoon.
"siapa?" balasnya bertanya, tidak mengerti maksud arah pembicaraan Samuel.
"aduh ituu yang pakai baju hitam itu" Samuel sedikit melirik kearah pria yang tadi mengatai Jihoon.
"Kan tadi hyung bicara sama dia" Jihoon hanya tertawa mengingat peristiwa bodoh tadi, mana mungkin ia bilang ke Samuel bahwa ia mengira Jinyoung adalah Soulmatenya?
"ah tidak, tadi aku tidak sengaja menabraknya itu saja. Memangnya kau kenal dia?"
Daehwi memutar bola matanya, Jihoon ganteng-ganteng emang kuper ternyata, pikir Daehwi.
"Aduh Jihoonie hyung, dia itu Bae Jinyoung, anak paling tampan sekampus, masa tidak tahu? Dia dulu direbutkan banyak orang sampai dia bilang bahwa dia sudah punya soulmate walaupun soulmatenya hilang ditengah ospek" Daehwi tertawa kecil, tersenyum kecil kearah Jinyoung yang memang mengenalnya.
"hilang ditengah ospek bagaimana?" Jihoon tertawa, berjalan menuju tempat duduk bersama Daehwi dan Samuel.
Daehwi menggedikkan bahunya, duduk disebelah Samuel meletakkan buku yang dibawanya diatas meja bersiap-siap membuat tugas. "entahlah, katanya waktu ospek, ada yang menemuinya dan berkata dia tampan, dan dia sangat yakin kalau orang itu soulmatenya"
Jihoon hanya mengangguk-angguk, mengakui kalau si Bae Jinyoung itu memang sangat tampan sambil membuka laptopnya ingin cepat-cepat menyelesaikan tugasnya kemudian pulang dan bersantai, tidak menyadari bahwa Jinyoung terus-terusan menatapinya selama ia sibuk dengan tugas kelompoknya sambil tersenyum.
Ah, ini dia yang hilang ditengah ospek.
To be continued.
Author's Note :
Hai, masih newbie dan butuh banyak koreksi, maaf kalau alurnya masih berantakan dan banyak typo-nya. Idenya juga sedikit pasaran, tapi semoga aja masih ada yang mau bacanya xD tolong review nya yaa, biar bisa aku perbaiki buat selanjutnya.
Kamsahamnidaaaa
