Kekkai Sensen © Yasuhiro Nightow

secret room, secret heart © Shin Aoi

Steven A. Starphase × Leonardo Watch

Warning(s) : Maybe kinda OOC. BL/Yaoi/Sho-ai. Self Beta dan segala ketidak masuk akalan yang ada. M-rated.

Ao tidak mengambil keuntungan materiil dari pembuatan fic ini. Murni hanya untuk memenuhi asupan semata.


Untuk beberapa alasan, Leonardo kembali menginap di kantor utama Libra. Demi Tuhan.. sudah berapa kali ia berpindah-pindah apartemen? Entahlah, mungkin dua atau tiga kali?

Pukul 22.00, Leo belum merasakan kantuk sama sekali. Padahal, hari ini ia bersama Zapp mengerjakan misi yang lumayan berat. Bertemu dengan monster yang mengacau di tengah kota. Well, fenomena seperti itu tidaklah asing di Hellsalem's Lot. Tetapi siapa yang tidak jengah ketika harus menghadapi hal yang sama setiap harinya?

Cukup. Karena ini adalah pekerjaannya sebagai anggota Libra, maka Leo harus bertahan dan memakluminya. Lagi pula, bukankah menjadi seorang penjaga dunia terdengar keren?

Leo melirik ke arah meja kerja di samping milik Klaus. Di sana masih ada orang lain yang mengerjakan laporan atau apapun itu, Leo tidak ingin tahu.

Steven Alan Starphase. Ia adalah orang pertama yang Leo kagumi kekuatannya dan seorang pria yang ia sukai. Ia yang dianugerahi sebuah kekuatan untuk mengubah apapun menjadi es. Pria dengan bekas luka melintang di pipi kirinya itu terlihat sibuk dan serius. Mungkin pekerjaannya masih banyak? Kalau begitu, semoga saja segelas kopi hangat dapat membantu menahan kantuknya.

Leo berjalan menuju ke dapur kantor. Membuat segelas kopi hangat dengan sedikit gula untuk Steven. "Steven-san, sepertinya merepotkan sekali ne?"

Leo meletakkan segelas kopi itu di dekat Steven. Ia melirik ke arah laptop yang sedari tadi menjadi perhatian si raven.

"Begitulah nak. Entah kapan laporan ini akan selesai."

"A-ano.. ada yang bisa ku bantu, Steven-san?" Leo menawarkan diri. Berusaha untuk membantu meskipun ia tidak tahu dirinya akan berguna atau tidak.

"Tidak perlu nak, kau istirahatlah. Besok pagi kita akan sangat sibuk." Steven tersenyum kearah Leo. Senyum hangat yang membuat hati berdebar. Satu tangan milik Steven terulur ke arah Leo untuk membelai pipinya.

"Selamat tidur."

Leo membuka kedua matanya sayu, pancaran kemilau biru jernih menerobos keluar dan memperlihatkan keindahan bola mata yang di anugerahi oleh Tuhan.

"Ha'i." Leo mengangguk patuh dan berbalik ke arah sofa. Karena ia terbiasa tidur di sana, lagi pula sofa itu terlalu besar untuk tubuhnya.


.

.

Seperti apa yang Steven katakan tadi malam. Hari ini mereka benar-benar sibuk. Blood Breed.. mereka akan mengepung markasnya hari ini. Membagi kelompok dengan masing-masing dua orang anggota utama Libra dan diikuti oleh anggota tetap yang lain.

Kebetulan, misi kali ini Leo dipasangkan dengan Steven sebagai partner. Padahal biasanya ia bersama dengan Zapp. Rasanya aneh ketika menjalankan misi bersama Steven karena Leo lebih banyak terdiam dan berkata seperlunya. Berbanding terbalik ketika bersama dengan Zapp, pria berkulit eksotis itu menyebalkannya bukan main. Seringkali membuat Leo naik darah dan meneriakinya.

Walaupun terbilang sebagai markas Blood Breed, tetapi isinya hanyalah para monster biasa. Kebanyakan dari mereka cenderung menjadi anak buah dari Blood Breed itu sendiri. Yang Libra incar kali ini adalah sang ketua. Ketika Steven dan Leo sudah menemukan si ketua. Maka saat itulah, Steven akan menghubungi Klaus untuk menyegel mereka setelah mengetahui namanya.

"Nak, kau sudah melihat namanya?"

Steven berbisik pelan dan dijawab dengan anggukan mantap Leo. "Aku akan mengalihkan perhatiannya, kau hubungi Klaus untuk ke sini."

Steven berlari mendekat ke arah ketua Blood Breed itu. Mencoba melumpuhkannya, dan menyita perhatian makhluk itu hingga Klaus datang untuk menyegelnya. Makhluk bernama Blood Breed itu terus mendesak Steven hingga ia tidak menyadari jika Leo berada di dekat area pertarungan mereka.

"Leo! Mundurlah!" Steven sedikit lengah ketika ia memberi peringatan kepada Leo yang berada di dekatnya untuk segera menjauh.

Namun hal itu justru menjadi petaka. Makhluk yang tadinya menyerang Steven beralih ke Leo dan mencoba untuk melukainya.

"LEO!"

Steven berteriak panik begitu Leo mendapatkan luka melintang di punggungnya. Karena memang, makhluk itu melesat dengan cepat ke arah Leo dan melukai bagian belakang tubuhnya. Bahkan mata Tuhan yang dapat melihat segalanya tidak dapat berfungsi dengan baik kala itu.

"Steven! Bawa Leo ke tempat yang aman! Aku akan menyegelnya sekarang juga."

"..Brain Grid Style Blood Matrial Arts! Valhabema Ririka Zollow, Ku nyatakan kau disegel! Form #999 Ewigkeit Gefängnis!"

Klaus berhasil menyegel bos dari kelompok Blood Breed yang mereka intai dari jauh-jauh hari. Selain Leo, tidak ada anggota lain yang mendapatkan luka serius.

"Klaus, aku akan membawanya ke mansion milikku. Di sana terdapat dokter pribadi yang selalu siap 24 jam." Steven menggendong Leo dengan hati-hati. Ia tidak ingin semakin mencederai punggungnya yang terluka. Sementara Klaus, ia menyetujui usulan Steven. Mereka pun diantar oleh Gilbert menuju mansion milik keluarga Starphase di pinggiran kota Hellsalem's Lot.


.

.

Leo tengah berbaring dengan posisi telungkup. Ia masih tidak sadarkan diri akibat obat bius yang disuntikkan padanya. Dokter yang merawat Leo adalah Luciana Estevez. Steven langsung menjemput gadis itu dengan pengawal khususnya tanpa sepengetahuan siapapun.

Meminta dokter berhelai hijau olive tersebut untuk menyembuhkan Leo dengan kekuatan miliknya. Meskipun luka melintang di punggung Leo tidak ikut lenyap bersama dengan rasa sakit yang di deritanya.

"Starphase-san.. Aku permisi, masih ada banyak pekerjaanku di Rumah Sakit Bradbury. Walaupun cloneku masih dapat mengatasinya, tapi aneh rasanya jika aku berada di luar area rumah sakit dalam waktu lama." Luciana tertawa kecil.

Steven tersenyum lelah. "Terima kasih, Nona Estevez. Biar pengawal pribadiku yang mengantarmu sampai ke Rumah Sakit Bradbury."

Dokter Luciana tersenyum dan menerima pertolongan Steven dengan tangan terbuka.

"Sampai nanti, Starphase-san." Nona Estevez melambaikan tangannya singkat.

"... Nona Estevez ..."

"Tolong jangan beritahu Klaus soal ini. Tentang kau yang menolong Leo, dan para pengawal khususku."

Langkah dokter muda itu terhenti, menoleh kembali untuk menatap wajah Steven yang nampak menggelap. Entah apa yang dirahasiakannya, Estevez tidak ingin ikut campur. "Tenang saja, Starphase-san.. aku berjanji akan menganggap hari ini tidak pernah terjadi selama dua puluh empat tahun hidupku."

Setelah mengucapkan hal itu, Nona Estevez pun berjalan keluar meninggalkan mansion milik Steven ditemani oleh kedua pengawal pribadinya.

Leo merasakan tubuhnya begitu pegal dan dingin. Seketika ia teringat kalau ia terluka, punggungnya tersayat oleh sabitan benda tajam yang diakibatkan oleh Blood Breed. Ia mengerjapkan kedua matanya. Membuka kelopak mata lebar-lebar. Apakah saat ini ia tengah berada di rumah sakit?

... sepertinya tidak.

"Steven-san?" Leo memanggil nama pria yang tengah tertidur di sampingnya dengan serak.

"Oh, Leonardo. Bagaimana perasaanmu?" Steven mengusap kedua matanya dan beralih mengambil segelas air mineral yang terletak di atas nakas.

"Terasa lebih baik, Steven-san.. Ini dimana?" Leo menerima gelas yang disodorkan oleh si pemegang gaya bertarung Esmeralda Blood Freeze.

"Di mansionku, nak. Kau terluka parah. Selain itu, karena daerah kita bertarung sangat terpencil dan tidak ada rumah sakit terdekat, maka aku membawamu kemari. Aku sudah meminta dokter pribadiku mengobati lukamu." Steven tersenyum.

Leo merasa berterima kasih atas apa yang Steven lakukan padanya. Tetapi.. ia memiliki firasat buruk soal mansion ini dan Steven itu sendiri.

"Steven-san? A-ano.. b-bolehkah aku meminjam baju?" Leo memeluk dirinya sendiri. Merasa kedinginan. Hal itu mengundang tawa renyah Steven yang menggema walaupun kedua matanya tidak ikut tertawa. Leo sadar, sepasang iris cokelat kemerahan Steven semakin kehilangan cahayanya.

"Tentu saja nak, maafkan aku. Kau boleh memakai kemeja milikku terlebih dahulu. Pakaianmu rusak parah akibat serangan yang kau dapat." Steven mengambil satu set kemeja berwarna putih bersih serta celana pendek.

"Kalau begitu aku akan menyiapkan makan malam. Kau lapar bukan? Kalau sudah selesai, turunlah ke bawah."

Steven mengusap helai dark purple milik Leo lembut lalu berjalan menjauhinya. Ia akan memasak makan malam, mungkin sedikit meminta bantuan Veded tak apa.

.

.

Leo menatap kemeja dan celana yang Steven pinjamkan padanya. Kedua tangan membentangkan kemeja itu.

"Apakah Steven-san bercanda?" Gumamnya.

Karena tidak ingin mati kedinginan. Lebih baik Leo ditertawakan saja. Ia menatap pantulan sosok dirinya sendiri di depan cermin. Kemeja putih itu bahkan mampu menutupi nyaris sampai ke lutut Leo. Celana pendek yang ia pakai bahkan tertutupi oleh panjang kemeja itu.

Panjang lengannya? Tolong jangan ditanyakan. Leo bahkan hampir putus asa ketika menggelung lengan kemeja milik Steven yang dipinjamkan padanya.

"Setidaknya tidak ada Zapp-san di sini.." Leo mengembuskan nafas lega. Pria berkulit tan itu memang hobi sekali melihat orang menderita dan menjadikannya sebagai bahan ejekan.

Masa bodoh dengan penampilannya sekarang. Perut Leo sudah meronta minta diisi dan sesuai permintaan Steven, ia akan turun sekarang. Kaki-kaki Leo berjalan keluar menyusuri mansion milik Steven yang luasnya bukan main. Bahkan Leo sempat berpikir jika ia tersesat di dalam sebuah labirin, bukannya sebuah mansion.

"Di mana ruang makannya?" Leo mencari-cari ruang makan dan tidak menyadari jika ia menangkap sebuah ruangan dengan pintu yang tidak tertutup rapat. Ia mendekat ke arah ruangan itu. Melebarkan sedikit celah pintunya. Didorong rasa penasaran, Leo pun masuk kedalam ruangan itu.

Saat itu juga jantungnya terasa diremas kuat. Dadanya mendadak terasa sesak. Di dalam ruangan itu banyak sekali manusia yang terbalut kristal es. Ekspresi tiap-tiap manusia itu terlihat terkejut. Dengan mata melotot dan mulut yang ternganga.

"Ruangan apa ini.." perlahan tapi pasti, langkah Leo mundur teratur. Hingga aksinya terhenti karena punggung yang terbalut kemeja milik Steven menabrak sesuatu.

"Apa yang kau lakukan di ruangan ini, Leonardo?" Steven membalikkan tubuh Leo dengan kasar. Raut wajahnya terlihat semakin menggelap dengan kedua iris yang berkilau merah menyala. Samar-samar, Leo dapat melihat dua buah taring yang menyembul dari mulut Steven.


Will be continued at next chapter.


a/n: Halo readers! Hehe, Ao bikin mini multichapter nih dengan pair stlo alias Steven x Leo. Ngahahahaha~ btw, ini genrenya bakal err.. angst? Hurt? Entahlah, Ao belum menentukan tapi jangan kaget kalo tbtb berakhir bad end walaupun masih abu-abu ngahaha

Yosh! Fic ini gak akan sampai 10 chapter kok, setelah tamatnya fic ini, Ao mau hiatus dulu huhuhu.. So wait for next chap yaps! Btw, Ao sudah sampai tahap finishing endingnya. Jadi, kalau tidak ada halangan, Ao akan update cepat.

Lalu, untuk guest yang nge-review fic zplo Ao yang berjudul X-Station. Haloo guest-san! Terima kasih karena sudah me-review fic itu, sebenarnya Ao sudah pesimis.. takut gak ada yang nge-review plus ngebaca itu penpik soalnya itu one-shot abal dan gaje banget huhu. Lain kali login dulu ya, biar Ao bisa bales reviewnya lewat pm tehehehe :9 /kode-keras /kedip-sebelah-mata

Review, Onegaishimasu!