Siluet

Disclaimer: Hetalia owned by Hidekaz Himaruya, and I do not claim any ownership over them or the world of Hetalia.

Matthew tidak pernah membenci kakaknya. Sungguh, ia hanya lelah. Lelah berada di samping sang kakak yang terus menerus berada di bawah sorotan cahaya. Sang kakak yang, meski dengan ide-ide konyolnya, selalu ditanggapi saat World Meeting. Ia tidak membenci kakaknya, karena ia tahu bahwa Alfred pantas mendapatkannya. Meski negara-negara lain mungkin tak setuju dengannya. Meski negara-negara lain mungkin membenci Alfred, dan berharap agar personifikasi negara itu mati saja sekalian.

Matthew tidak bodoh. Ia tahu bahwa sebagian orang yang menyebut diri mereka 'teman' kakaknya hanyalah penjilat busuk belaka. Dan ia sadar sepenuhnya, bahwa Alfred menyadari fakta tersebut. Namun, kakaknya seperti berpura-pura bodoh (atau benar-benar bodoh, Matthew tidak yakin), dan menghiraukan tindakan mereka. Yang mereka lihat, hanyalah Alfred, personifikasi Amerika Serikat, yang selalu muncul dengan ide-ide konyolnya, yang selalu tersenyum dengan ceria, yang selalu tertawa pada saat-saat yang kurang tepat.

Yang Matthew lihat, adalah kakaknya. Kakaknya yang terkadang terkantuk-kantuk mengerjakan laporan dan presentasi untuk ditampilkan di World Meeting. Kakaknya yang selalu mematut diri di cermin, bertanya-tanya apakah dirinya mendapat beberapa kilogram berat tambahan dari junk food yang dikonsumsinya. Tidak sekali dua kali, Matthew memergoki kakaknya memuntahkan kembali makanan yang telah dimakannya. Matthew mendiamkan pada kali pertama dan kedua. Kali ketiga dan seterusnya, ia menyeret kakaknya dari toilet rumah mereka, menceramahinya, lalu memaksanya memakan pancake dengan sirup Maple.

Matthew tidak bisa membencinya. Bagaimana dia bisa membenci pria yang ia tahu telah menerima kebencian terselubung lebih banyak dari orang lain? Tidak, Matthew sama sekali tidak membenci Alfred.

Ia hanya benci menjadi siluetnya. Ia benci ketika orang-orang mengiranya adalah kakaknya. Ia benci ketika ia mempunyai opini, tetapi tidak dapat menyuarakannya karena tak ada seorangpun yang mengenalinya. Ia benci ketika , bahkan kedua mentornya dahulu tidak bisa mengenalinya.

Yang terakhir menimbulkan dua reaksi; reaksi pertama ia ingin menangis sepuasnya karena patah hati, dan yang kedua, ia ingin menarik Francis, memakinya dalam bahasa Perancis, dan menunjukkan bahwa ia masih eksis. Bahwa ia ada. Bahwa ia, Matthew Williams, personifikasi Kanada, adalah orang yang sama dengan Mon petite Matthieu yang dulu pernah diasuhnya ketika masih kecil. Matthew begitu menyukai gagasan ini, hingga pada suatu rapat, ia hampir saja melaksanakannya, jika saja Sealand tidak mengambil tempatnya pada pertemuan itu. Matthew tersenyum tipis, biarlah ia mengambil tempatnya. Matthew tahu bagaimana rasanya tak diabaikan oleh orang lain.

Ia tahu bagaimana rasanya menjadi siluet. Hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Mempertanyakan jati dirinya sendiri. Mengabaikan suaranya sendiri. Ia takut, karena sebuah siluet tidak akan bertahan lama. Saat lampu berhenti menyinari panggung, siluet tersebut menghilang ke dalam kegelapan. Tidak ada lagi bayangan. Sebab sosok yang disinari cahaya pun telah mundur dari panggung.

Matthew benci menjadi siluet. Karena ia bisa merasakan lampu sorot meredup. Ia merasakan dirinya menghilang.

Ia bisa merasakan Alfred sekarat.