Akhirnya setelah hiatus sangat lama, saya kembali membuat fic lagi.
Ini fic saya yang ke-4. Semoga terhibur dengan fic saya kali ini.
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Rated: T
Genre: Romance, Frienship
Pair: Hinata, Sasuke
Warning: OOC, AU, Alur kecepetan
Hinata: 6 tahun
Sasuke: 6 tahun
Chapter 1
Normal POV
Terlihat seorang gadis kecil berjalan menelusuri jalan setapak di salah satu lereng gunung. Terdengar sesekali ia menyanyikan lagu dengan riangnya. Gadis kecil itu membawa setangkai bunga lily putih di tangan kirinya sedangkan di tangan kanannya ada setangkai bunga tulip merah muda. Gadis kecil itu terus berjalan hingga langkah kaki kecilnya berhenti di sebuah rumah kecil, di antara lebetnya hutan di gunung itu.
"Kaa-chan!" Teriaknya sebelum berlari menerjang seorang wanita muda yang baru saja keluar dari rumah itu.
"Hina-chan darimana saja?" Tanya wanita yang adalah ibu dari anak itu.
"Tadi Hina habis mengambil bunga Kaa-chan. Lihat bunganya cantik-cantik,kan?" Jawab gadis kecil itu sambil menunjukkan bunga yang di genggam kedua tangannya.
"Wah, iya. Hina-chan masuk dulu sana. Mandi dulu sebentar lagi Kaa-chan ajak Hina jalan-jalan." Kata Ibu anak kecil itu.
"Jalan-jalan? Ya deh… Hina mandi dulu ya Kaa-chan." Kata gadis kecil itu lalu masuk ke dalam rumahnya. Ia tidak sadar jika senyum Ibunya, sudah menjadi muram.
SKIP TIME
"Kaa-chan, kita mau ke mana sih?" Tanya gadis kecil itu di tengah perjalanannya bersama ibunya.
"Kita mau bertemu Tou-chan." Jawab Ibunya, tanpa memandang gadis kecil itu.
"Tou-chan? Lho… kan Tou-chan Hina udah gak ada. Memangnya Hina punya Tou-chan lagi?" Tanya anak itu bingung dengan jawaban Ibunya.
"Hina masih punya Tou-chan kok. Tou-chan Hina cuman satu. Sebentar lagi juga Hina pasti bertemu." Jawab Ibunya yang tetap tidak memandang gadis kecil itu.
"Oh…" Gadis kecil itu diam, tidak tahu harus bertanya apa lagi.
Setelah berjalan cukup jauh sang Ibu lalu berhenti beberapa saat.
"Hina nanti kalau sudah bertemu dengan Tou-chan, gak boleh nakal ya.." Perkataan sang Ibu membuat anak kecil itu terdiam sambil menatap Ibunya dengan tatapan polosnya.
Sementara Ibunya menundukkan kepalanya, menahan luapan emosinya. Setelah beberapa saat diam, gadis kecil itu melihat Ibunya mulai mengeluarkan air mata.
"Kaa-chan kenapa? Kenapa menangis?" Tanya gadis kecil itu kebingungan.
"Hina…. Maafkan Kaa-chan." Gumam sang Ibu pada anaknya, yang dibalas tatapan bingung sang anak.
"Kaa-chan kenapa?" Tanya anak itu sambil menggoyang-goyangkan lengan ibunya.
"Hina mau kan membantu Kaa-chan?" Tanya Ibunya.
"Kalau kaa-chan berhenti menangis, Hina mau mambantu apa aja." Jawab anak itu.
"Hina lihat,kan mobil yang ada di sana" Kata Ibunya sambil menunjuk sebuah mobil hitam tak jauh di depannya.
"Iya, Kaa-chan." Jawab anak itu mengikuti arah jari ibunya.
"Hina dating ke mobil itu, nanti Hina akan bertemu Tou-channya Hina." Kata sang Ibu di tengah isakannya.
"Kalau Hina ke sana Kaa-chan berhenti menangis?" Tanya anak itu.
"Iya sayang, kalau Hina mau ke sana Kaa-chan pasti berhenti mengangis." Jawab Ibunya.
"Kaa-chan tunggu di sini ya. Hina kesana sebentar." Kata gadis itu lalu berjalan menuju mobil hitam tersebut.
Setelah anak itu mendekat ke mobil itu, sang ibu berlari kembali ke dalam hutan, meninggalkan anaknya yang menuju mobil itu.
'wah… bagus banget.' Gadis kecil itu membatin saat sudah berada di samping mobil itu.
Tak lama ia memandangi mobil itu. Keluarlah sosok seorang laki-laki yang menggunakan setelan jas rapi. Rambut panjang laki-laki itu bergerak tertiup angin.
"Hinata?" Tanya laki-laki itu.
"Hm? Iya aku Hinata, anda siapa?" Jawab Hinata bingung mendapati sosok di hadapannya memiliki beberapa kesamaan fisik dengannya.
Dalam hitungan detik laki-laki itu menggendong dan memeluk Hinata.
"Ini Tou-chan. Aku Tou-chanmu." Kata laki-laki itu.
"Tou-chan? Tou-chan Hina? Ou-chan kemana aja Hina,kan belum pernah bertemu dengan Tou-chan?" Jawab Hinata memandang Ayahnya.
"Maafkan Tou-chan. Tou-chan baru bias menemuimu sekarang.
"Ah, iya. Kaa-chan pasti senang bertemu Tou-chan." Hinata melihat kea rah Ibunya berdiri tadi. Tapi ia tidak melihat sosok ibunya seketika itu matanya melebar.
"Kaa-chan!" Hinata memberontak di pelukan Ayahnya.
Ayahnya tidak menurunkan Hinata malah semakin erat memeluk anaknya itu.
"Sudah Hinata. Mulai sekarang Hinata tinggal dengan Tou-chan."
"Gak mau. Hina mau sama Kaa-chan. Kaa-chan! Hik…hik…." Hinata terus memberontak dan mulai menangis. Tetapi ayahnya tidak menghiraukan tangisan Hinata dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.
"Hinata sudah jangan menangis terus." Sang Ayah berusaha menghentikan tangisan Hinata yang semakin keras saat mobilnya mulai berjalan.
Sepanjang perjalan Hinata tak henti-hentinya menangis. Ayahnya pun terlihat sudah pasrah dengan anaknya. Sampai akhirnya mereka sampai di sebuah rumah besar dan mewah. Hinata masih tetap mengangis dalam gendongan Ayahnya yang membawa Hinata masuk ke dalam rumah tersebut dan membawa Hinata ke sebuuh kamar yang sudah di siapkan sang Ayah untuk menyambut kedatangan Hinata.
Sudah beberapa hari sejak Hinata tinggal di rumah barunya bersama Ayahnya. Dan selama itu pula Hinata tidak makan ataupun keluar dari kamarnya, Hinata hanya bisa mengangis.
"Hinata, kamu harus makan, nanti kamu sakit. Makan ya, sedikit saja." Bujuk sang ayah.
"Nggak, aku nggak mau. Aku mau Kaa-chan, Hik…. Hik….Kaa-chan.." Jawab Hinata masih sambil menangis.
"Hhh… " Sang ayah bingung mengahadapi anak semata wayangnya itu.
TOK TOK TOK
"Ada apa?" Tanya sang ayah pada salah seorang pelayan yang ada di depan pintu.
"Maaf Hiashi-sama, Fugaku-sama sudah menunggu anda di kantor."Jawab pelayan tersebut.
"Hinata Tou-chan pergi dulu, ya. Nanti kalau kamu lapar, kamu bilang sama pelayan di sini ya." Sebelum meninggalkan kamar Hinata sang Ayah mencium dahi Hinata dan beranjak pergi.
"Nanti kalau dia lapar berikan apapun yang diinginkannya." Ucapnya pada pelayan yang ada di situ.
"Baik, Hiashi-sama." Jawab pelayan tersebut.
Hinata memperhatikan mobil ayahnya yang sudah keluar dari halaman rumahnya. Setelah mobil tersebut tidak terlihat lagi, Hinata berjalan keluar dari kamarnya.
"Nona, ada yang nona inginkan?" Tanya seorang pelayan yang melihat Hinata.
"Umm… a..ano.. aku lapar." Jawab Hinata pelan, sambil menunduk.
"Lapar? Nona ingin makan apa?" Tanya pelayan itu, menunduk menyamakan tinggi dengan Hinata.
"Umm… terserah saja. Aku suka apa saja kok." Jawab Hinata.
"Begitu ya…. em kalau begitu nona tunggu sebentar ya." Ucap pelayan itu, lalu pergi meninggalkan Hinata.
Hinata melangkah menuju luar rumah mewahnya. Hinata berencana kembali ke rumahnya yang lama dan bertemu dengan ibunya, tetapi saat sudah sampai dip agar rumahnya seorang penjaga mendatanginya.
"Nona mau kemana?" Tanya penjaga itu.
"A..aku mau main di luar, apa paman punya sepeda untukku?" Tanya Hinata balik.
"Tentu saja ada nona. Nona tunggu di sini sebentar saya akan ambilkan sepedanya." Kata penjaga itu dan pergi meninggalkan Hinata.
Dengan cepat Hinata membuka pagar rumahnya, agak kesusahan karena tubuhnya yang tidak sebanding dengan besarnya pagar tersebut. Setelah berhasil membukanya Hinata berlari keluar dari rumah barunya itu.
Hinata berusaha mengingat jalan yang dilalui ayahnya saat membawanya ke rumahnya.
Nafasnya mulai memburu, airmatanya pun sudah tidak dapat ditahannya lagi. Hinata benar-benar rindu dengan ibunya.
Setelah hampir 3 jam berlari Hinata, sampai di tempat ayahnya bertemu dengannya dan juga tempat ibunya meninggalkannya. Dengan sisa kekuatannya Hinata berlari menuju rumahnya.
Sementara itu,
Para pelayan sudah memberitahukan kaburnya Hinata dari rumah ke ayah Hinata.
Hiashi yang dalam perjalan pulang dengan rekan bisnisnya terpaksa harus berbalik arah menuju rumah lama Hinata.
"Kalian menjaga seorang gadis kecil saja tidak becus." Kata Hiashi pada pelayannya yang menghubunginya.
"Maafkan kami Hiashi-sama." Jawab pelayan tersebut.
Hiashi memutuskan teleponnya.
"Fugaku, aku harus mencari anakku dulu sebelum pulang ke rumah. Kau tidak masalah,kan?" Kata Hiashi pada seseorang yang duduk di sampingnya.
"Hn, santai saja Hiashi. Aku tidak ada acara sampai besok, kau cari dulu anakmu. Masalah bisnis kita dapat menunggu." Kata Fugaku, rekan bisnis Hiashi.
"Taka apa kan, Sasuke?" Tanya Hiashi pada anak Fugaku yang kebetulan ikut dengannya.
"Hn." Sasuke menjawab seadanya.
"Kaa-chan!...Kaa-chan,Hina pulang Kaa-chan!" Teriak Hinata saat ia masuk ke dalam rumahnya itu.
"Kaa-chan?" Hinata masuk ke dalam kamar ibunya, Hinata tidak menemukan ibunya dan juga pakaian-pakaian ibunya di lemari kamar itu.
"Kaa-chan!" Teriak Hinata, lalu menangis di samping tempat tidur ibunya. Hinata memeluk kedua lututnya, menenggelamkan kepalanya diantara lututnya.
"Hik…hik… Kaa-chan dimana? Kaa-chan, kenapa pergi? Hina mau ikut Kaa-chan? Hik..hik…" Tangis Hinata.
Tak berapa lama Hisahi dating ke rumah itu, dan mendapati Hinata menangis di kamar ibunya.
"Hinata. Maaf, Tou-chan tidak memberitahu Hinata kalau Kaa-chan sudah pindah." Kata Hiashi sambil memeluk Hinata.
"hik..hik..Kaa-chan pindah kemana? Hina mau ikut." Tanya Hinata di tengah isakan tangisnya.
"Kaa-chan pindah keluar negeri. Hinata tidak bisa ikut, Tou-chan saja tidak tahu sekarang ada dimana Kaa-chan. Maafkan Tou-chan." Jawab Hiashi lagi.
"Sekarang Hinata pulang sama Tou-chan ya?" Ajak Hiashi.
Hiashi menggendong Hinata keluar dari rumah itu, dan masuk ke dalam mobilnya sambil memangku Hinata.
"Wah, itu anakmu? Kelihatannya seumuran denganmu Sasuke." Kata Fugaku yang dibalas anggukan dari Hiashi.
Sasuke yang pertamanya tidak tertarik memandang Hinata, akhirnya mengarahkan pandangannya ke Hinata saat di dengarnya isak tangis Hinata. Sasuke memperhatikan Hinata. Hinata yang akhirnya sadar diperhatikan menoleh ke arah Sasuke. Entah mengapa tangis Hinata berhenti saat ia memandang Sasuke.
"Siapa namamu?" Sasuke akhirnya menyapa Hinata. Fugaku dan Hiashi yang mendengar pertanyaan Sasuke hanya bisa tersenyum kecil.
"Hinata. Kamu siapa?" Tanya Hinata balik.
"Sasuke." Jawab sasuke singkat, tetapi matanya masih melihat kearah Hinata terus. Begitu pula dengan Hinata yang memandangi Sasuke.
"Kamu, kenapa menangis?" Tanya Sasuke pada Hinata. Sekarang mereka berada di kamar Hinata, sedangkan kedua ayah mereke membicarakan bisnis di ruang kerja Hiashi.
"Aku kangen Kaa-chanku." Jawab Hinata sambil menunduk.
"Memangnya Kaa-chanmu ada dimana?"
"Tidak tahu, kata Tou-chan, Kaa-chan sudah pergi ke luar negeri."
"Apa kamu kesepian?"
"Iya, habis Tou-chan sibuk bekarja, aku tidak ada temannya."
"Kamu main sama aku aja."
"Memangnya mau main apa?"
"Terserah kamu."
"….."
"Kamu lari aja deh."
"lari?'
"Iya, aku sama Nii-sanku biasanya main kejar-kejaran lagipula rumahmu,kan besar."
"Um…iya deh."
"Kalau aku berhasil nangkap kamu berarti kamu kalah."
"Baiklah.."
"Hmm…. Kena kamu kalah, sekarang kamu harus ngejar aku." Kata Sasuke setelah memegang lengan Hinata dan berlari menjauhi Hinata.
"Aa…Sasuke curang…" Kata Hinata lalu berlari mengejar Sasuke.
"Hinata lambat!" Ejek Sasuke.
"Itu,kan karena Sasuke curang." Balas Hinata, sambil terus berlari mengejar Sasuke.
Mereka tidak sadar bila Fugaku dan Hiashi memperhatikan mereka dengan senyum penuh arti.
"Sepertinya, kita tidak perlu repot menjodohkan mereka." Kata Hiashi
"Ya, mereka sudah akrab secepat itu." Balas Fugaku.
"Dasar curang." Kata Hinata, setelah menydahi permainan.
"Salah sendiri lambat."
"Tapi,kan aku gak tau kalau sudah mulai."
"Lambat.."
"Huh… pantat ayam."
"Eh? Apa kau bilang lambat. Coba ulangi." Kata Sasuke sambil mengacak-acak rambut Hinata.
"Uhh….Sasuke pantat ayam!" Hinata mencubit kedua pipi Sasuke.
"Udah, sakit nih." Kata Sasuke melepas tangan Hinata dari pipinya
"Uhh… Sasuke.."
"Hn? Apa?"
"Gimana kalau nanti kamu pulang, aku akan kesepian lagi dan teringat Kaa-chanku."
"Aku akn sering-sering ke sini main sama kamu."
"Janji?" Hinata menjulurkan kelingkingnya.
"Janji." Sasuke melingkarkan kelingkingnya dengan kelingking Hinata.
Sasuke ikut tersenyum melihat Hinata yang senang dengan janji mereka barusan.
'Aku janji aku akan buat kamu tersenyum seperti ini, selamanya.' Ucap sasuke dalam hati.
TBC
Gomen, sampai di sini dulu aja. Chapter berikutnya akan menceritakan kehidupan Sasuke dan Hinata 9 tahun ke depannya. Kalau masih ada typo maaf sekali lagi. Sudah lama tidak menulis fic.
Jangan lupa REVIEW
