I'll do anything for you, dear ...

Author : MagnaEviL

Disclaimer : Death Note © Tsugumi Ohba and Takeshi Obata

Warning: Shonen-ai, Implisit lime, AU, OOC, Typo (maybe?), Gore, Terlalu banyak adegan kekerasan yang tidak boleh ditiru, anak kecil jangan baca nekat tidak ditanggung, gaje, abal, dll dsb.

A/N : Di fic ini full deskrip tanpa dialog. Jangan memprotes tentang ini karena saya sengaja membuatnya seperti ini.

L P.O.V

Sore hari yang cerah untuk sekedar berjalan-jalan. Mengarungi kota Tokyo bersama dengan teman-temanmu akan terasa sangat indah. Disertai canda tawa mengiringi setiap langkahmu. Aku mengharapkan saat-saat indah itu ketika aku diajak oleh Light—sahabatku— bepergian sore hari ini. Tapi, semuanya begitu kandas saat si Kyousuke Higuchi, kepala sekolah di tempatku merusak semuanya.

Saat itu aku sedang disibukan oleh kegiatanku sebagai ketua osis di Sakura High School, karena di sekolahku ini akan mengadakan festival hallowen yang bertepatan pada tanggal 31 Oktober, seminggu kemudian. Pekerjaanku ini sangat melelahkan. Dimana aku harus mengurus segala sesuatunya bersama dengan pengurus osis lainnya. Mengatur segala sesuatunya dengan cekatan, rapi, lainnya.

Itulah sebabnya banyak para siswa maupun siswi di sekolah ini yang memilihku sebagai ketua osis di sekolah ini. Karena aku memiliki otak yang cerdas dan kreatif. Tapi saya satu kekuranganku. Bentuk tubuhku yang bungkuk menjadikanku terlihat seperti kakek-kakek yang mengidap osteoporosis. Sehingga banyak siswa-siswi yang mengejek akan kekuranganku ini. Tapi, aku terima semua ejekan maupun hinaan yanh ditujukan padaku. Yang terpenting aku memiliki otak yang encer dibandingkan dengan mereka yang memiliki mulut yang tidak bisa dididik.

Kalian pasti bertanya kenapa aku bisa bungkuk seperti ini. Mudah aja, karena ini sudah bawaan sejak lahir. Entahlah mengapa seperti itu. Aku bisa saja berjalan lurus seperti kebanyakkan orang normal lainnya. Tapi aku merasa aneh akan cara berjalanku.

Ketika aku sedang memberikan pengarahan kepada bawahanku, terdengar suara berdering yang berasal dari arah ponselku. Aku menghentikan pengarahan ini sembari pamit untuk menerima panggilan. Saat kulihat ID yang tertera di layar ponselku, aku tersenyum.

Light.

Itulah dia yang menelponku. Aku bergumam 'moshi-moshi' saat menjawab panggilan dari sahabatku itu. Dan Ia pun menjawabnya dengan menanyakan berbagai macam pertanyaan. Dan aku menjawab semua pertanyaan itu. Ia saat ini sedang berada di rumahnya karena bel pulang sudah berbunyi setengah jam yang lalu. Dan aku di sini masih tertahan akan pekerjaanku.

Aku tersenyum makin lebar saat Light mengajakku untuk jalan-jalan sore ini sambil mencari sebuah buku yang berisikan tentang hukum-hukum criminal pukul empat sore. Aku menyetujuinya, asal dia mau mentraktir makan es krim rasa coklat segelas besar. Dan Ia menyanggupinya dengan gerutuan pelan yang bisa kudengar dari arah sebrang sana. Aku terkikik geli saat mendengar gerutuannya itu. Setelah itu aku menutup ponselku dan kembali ke kegiatanku semula.

Tak terasa hari sudah semakin sore dan pekerjaanku sudah selesai. Sekolahpun sudah sangat sepi, dan aku yakin kini hanya aku saja yang sendirian di sini. Kegiatan ini sangat menyita waktuku. Aku melirik ke arah arlojiku yang terletak di pergelangan tangan kiriku. Menunjukan pukul empat sore. Aku teringat akan janjiku pada Light untuk menemaninya jalan-jalan. Mungkin aku tidak akan sempat pulang hanya sekedar berganti pakaian kemudian mandi. Apalagi Light akan menunggu di tempat biasa kami bertemu. Ah, lebih baik aku menemuinya dengan keadaan begini saja. Lagipula badanku tidak terlalu bau.

Ketika aku sudah di depan gerbang sekolah, aku dikejutkan oleh suara kepala sekolah—Kyousuke Higuchi— yang memanggiku untuk menemuinya. Dan saat itulah semuanya terjadi saat aku masuk ke ruangan kepala sekolah sesuai dengan permintaannya.

P.O.V End

Pintu ruangan kepala sekolah itu dikunci oleh Higuchi dari dalam, membuat L yang melihatnya mengernyitkan alis. L mencoba bertanya kenapa ruangan itu harus dikunci? Tapi bukan jawaban yang diterima L malah seringaian yang terlukis di bibir Higuchi. Lantas L merasa ada yang tidak beres.

Higuchi mendekat ke arah L yang berdiri tak jauh dari meja kerja Higuchi sebagai kepala sekolah. Masih dengan seringaian, Ia makin mendekatkan diri ke arah L. Hingga L dibuat gugup oleh kepala sekolanya yang satu ini.

Tiba-tiba saja L dipeluk erat oleh Higuchi, membuat L terperanjat kaget. Ia tak habis pikir kenapa Ia tiba-tiba dipeluk seperti ini. Saat tangan Higuchi meremas pantat L, otomatis L mendorong tubuh Higuchi yang memang lebih besar darinya itu. Sambil bergumam 'sumimasen', L berkata gugup.

L takkan pernah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia hanya bisa merasakan punggungnya yang sakit ketika harus beradu lantai ruangan yang dingin ini. L mengaduh betapa sakit punggungnya saat Higuchi itu mendorong tubuhnya dengan kasar. Mata L yang seperti panda itu membulat ketika bibir Higuchi dengan kasarnya melumat bibir lembut milik L. Otomatis L mendorong tubuh besar itu menjauh dari dirinya.

L menghapus dengan kasar bekas ciuman yang dilakukan Higuchi. Ia tak pernah menyangka bahwa kepala sekolahnya yang terhormat itu akan melakukan hal yang tidak-tidak padanya. L mencoba bertanya kepada kepala sekolahnya itu apa maksud dari semua ini. Tapi, kepala sekolah itu menjawab dengan racauan yang mengatakan bahwa Ia menginginkan L sudah lama. Namun, L sama sekali tidak mengerti akan semua ini. Otak cerdasnya pun seolah-olah tak bekerja saat ini.

L membelalak ngeri ketika tubuh besar Higuchi kembali menindih tubuh kecilnya. Ia mencoba memberontak. Namun apa daya kini kedua tangannya tertahan oleh tangan kanan Higuchi. L berteriak meminta tolong. Dan itu membuat Higuchi tertawa senang. Tentu saja Ia tertawa karena tak ada seorangpun yang akan menolong pemuda yang Ia tindihi itu.

Memegang dagunya kasar, Higuchi kembali mendaratkan ciuman paksa ke L. Melumat habis mulut L seolah-olah bibir L dipenuhi gula-gula manis yang bila dihisap pun manisnya takkan hilang.

Higuchi merobek paksa pakaian yang digunakan oleh L. Ia merobek baju seragam putih itu, khususnya pada bagian pundak hingga memperlihatkan pundak L yang mulus tak ternoda. Ia mengecap rasa di sana hingga meninggalkan kissmark di pundak itu. L merasa jijik yang dibuatnya. Hingga akhirnya Higuchi merobek semua pakaian yang dikenakan L. Higuchi menyentuh L lebih dalam. Membuat Higuchi merasa kenikmatan yang takkan terlupakan. Meski sentuhan itu membuat L sangat tersiksa. Perih rasanya saat kau dipaksa untuk melakukan apa yang tidak kau inginkan. Saat kau dipaksa merasakan sentuhan yang tidak kau inginkan.

Setelah hari ini, maka segalanya pun akan berubah…

xoxoxoxox

Light menunggu dengan gelisah. Tidak biasanya L terlambat seperti ini. Sudah hampir satu jam Light menunggu. Namun tak ada tanda-tanda bahwa L akan menemuinya di sini. Kalaupun dia membatalkan atau terlambat dari janjinya, L pasti akan memnghubunginya. Dan lagi-lagi tak ada nada dering ponsel yang berasal dari ponsel Light.

Light mengeluarkan ponselnya dari saku celana jeansnya. Menekan nomor di keypad yang sudah Ia hafal tanpa perlu mengingatnya. Ia menghubungi L.

Sesaat ada jeda yang cukup panjang sampai bunya 'tut tut tut' cepat menandakan bahwa sambungan itu tak tersambung. Light tak menyerah. Ia menghubungi L lagi dengan ponselnya. Sampai ada bunyi 'klik' yang menandakan bahwa sambungan itu tersambung.

Rentetan pertanyaan terlontar begitu saja dari mulut Light begitu sambungan itu tersambung. Ia kesal pada L yang terlambat menemuinya tanpa member kabar sama sekali. Namun, rentetan pertanyaan itu hanya dijawab hanya dengan satu kata lirih. L memanggil namanya lirih.

Segera Light kembali menghujamkan pertanyaan kepada L. Apa yang terjadi padanya? Begitulah sekiranya isi dari pertanyaan itu. Light merasa bahwa L sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Langsung saja Light menanyakan keberadaan L. Namun L hanya bergumam 'gomen' kepadanya dengan nada lirih dan sambungan itu terputus.

Light panik. Ia gelisah dan khawatir tentang keadaan L. Light mencoba menghubungi L kembali. Namun, sambungan itu tak kunjung tersambung. Hingga gerutuan kesal terlontar dari mulut Light. Ia mematikan sambungan itu dengan paksa. Wajahnya menandakan kekesalan luar biasa.

Light berpikir sekiranya dimana L berada saat ini. Instingnya berkata bahwa L masih berada di sekolah. Tapi, Ia ragu akan insting itu. Namun, apa salahnya mencoba menuruti instingnya, bukan? Karena seorang lelaki selalu menuruti instingnya.

Light berlari kencang menuju Sakura High School. Perasaanny gelisah tak karuan. Ia ingin segera menemui L saat ini. Bagaimanapun L adalah orang disayanginya.

Light berhenti berlari saat Ia tiba di depan gerbang Sakura High School. Gerbang itu terlihat tertutup. Tak nampak ada seorangpun di sana. Light semakin tak yakin L ada di sana. Namun, Ia mencoba melompat menaiki gerbang berbahan pagar besi itu yang terkunci. Ia mencoba mencari L di sekeliling halaman sekolah. Meneriakan namanya dengan lantang dan keras.

Sakura High School memiliki gedung dengan tingkat dua. Light mencoba mencari ke setiap ruangan yang ada di lantai atas itu. Ia menilik ke jendela yang berbahan kaca transparan. Karena Ia tak mungkin mendobrak pintu yang sudah dikunci itu.

Light tak menemukan siapapun di loantai atas. Hari juga semakin mendekati gelap dan Ia tak membawa sesuatu apapun yang bisa digunakan sebagai penerangan—kecuali cahaya dari ponsel tentunya—. Maka Light mempercepat pencarian.

Light meneruskan pencariannya di lantai paling bawah. Menelusuri koridor-koridor panjang menuju ruangan satu ke ruangan lainnya. Matanya mengamati segala arah. Hanya untuk menemukan seseorang pemuda bertubuh bungkuk dengan rambut hitam yang acak-acakan.

Matahari sudah hampir tenggelam sempurna. Tinggal beberapa menit lagi maka kegelapanpun akan datang. Light terengah-engah. Peluh bercucuran membasahi bajunya. Ia mengusap keringat yang jatuh ke keningnya.

Light tiba-tiba berhenti di salah satu ruangan yang pintunya terbuka sepertiga. Terlebih lagi ada sepasang kaki yang terlapisi sepatu yang sangat Light kenal terlihat terjulur. Matanya terbelalak. Maka Ia cepat-cepat memperlebar langkah kakinya hanya demi melihat siapa pemilik sepatu itu yang diduga Light milik L.

Ia membuka pintu ruangan itu semakin lebar. Dan Light menemukan jawabannya. Sepatu itu memang milik L. Yang semakin membuatnya terbelalak adalah kondisi L yang sangat tidak pantas untuk dilihat. Pakaian L robek, tak memungkinkan untuk dipakai lagi. Ia hanya berpolos saja, disertai beberapa bercak kemerahan memenuhi tubuhnya. Yang membuatnya semakin miris adalah, di selangkangan L terdapat noda darah. Tatapan L kosong.

Light mendekati tubuh tak berdaya itu. Ia membawa tubuh L ke pelukannya. Memberikan kehangatan melalui pelukan itu. Kemudian Light melepaskan pelukan itu. Light menyentuh luka di sudut bibir L, begitu juga dengan luka-luka yang berada di tubuh L yang diduga adalah bekas gigitan-gigitan kecil. Menatap mata hitam L yang kosong itu seraya bertanya siapa pelaku dari semua ini. Tubuh L bergetar hebat sambil menggumamkan kata 'gomen' dengan nada lirih. Lalu sampai akhirnya Ia pingsan.

Xoxoxoxox

Malam hari menjelang setelahnya. Namun kondisi L belum membaik. Malahan terlihat semakin parah saja. Setelah menemukan L, Light langsung saja membawa L ke rumahnya agar bisa dirawat. Tak perlu khawatir soal izin, karena saat ini L hanya tinggal sendiri di rumahnya. Sedangkan Watari —pengasuh L sejak kecil— sedang ke luar kota karena ada suatu urusan.

L terkena demam ketika Light membawanya pulang. Tubuhnya menggigil saat itu meskipun Ia masih pingsan. Light meletakkan tubuh L yang terbalut jaket miliknya dengan hati-hati ke atas ranjang tidurnya. Light mengobat semua bekas luka-luka di tubuh L. Membersihkannya dengan hati-hati. Kemudian mengganti jaket itu dengan satu stel piyama miliknya yang sudah lama tak Ia pakai. Untung saja piyama sangat pas di tubuh kurus itu.

Light kemudian mengompres kening L yang suhu tubuhnya meningkat itu. Mungkin ini akibat dari kejadian sore hari itu. Bisa juga karena Ia terlalu lama dalam keadaan polos dengan cuaca yang cukup dingin seperti ini. Kemudian Light menyelimuti tubuh L.

Light meninggalkan L sementara di kamar tidurnya. Untuk sementara ini biarlah dia tidur di sofa luar. Sebenarnya masih ada kamar tamu di rumahnya ini, hanya saja tempat itu belum sama sekali dibersihkan sehingga debu-debu masih berserakan.

Mata coklat Light hampir saja menutup kalau dia tidak mendengar suara teriakan yang berasal dari arah kamarnya. Dengan langkah cepat Ia menuju kamarnya dan menemukan L sedang duduk terbangun dari tidurnya. Nafasnya terengah-engah. Peluh bercucuran melewati keningnya hingga turun ke dagu kemudian menetes ke pahanya.

Light menghampiri L yang terengah-engah itu. Menanyakan apa yang gerangan terjadi. Tapi, respon yang diberikan L sungguh diluar dugaan. Ia menyuruh Light agar jangan mendekatinya. Tentu saja Light terkejut akan hal ini. Tapi Ia tersenyum maklum. Ia trauma akan kejadian itu.

L mengatakan alasannya kenapa dia tidak mau didekati oleh Light hanya gara-gara dirinya kotor. Dia tidak mau Light mendekati L yang kotor itu. Namun Light malah tersenyum, membuat alis L terangkat bingung. Light —masih dengan senyumannya— meyakinkan L bahwa itu tidak apa-apa. Ia tidak masalah akan hal itu. Asal L mau jujur dengannya saja dan takkan menghianatinya, itu bukan masalah bagi Light.

Namun, saat ditanya siapa pelaku yang berani menyentuhnya, L hanya diam tanpa bicara sedikitpun. Ia mengalihkan pandangannya saat mata hitamnya ditatap oleh mata coklat milik Light. Tak mampu menjawabnya, L berinisiatif menguap seolah-olah mengatakan pada Light bahwa Ia sedang mengantuk saat ini. Light menghela nafas pasrah, Ia menyerah dan membiarkan L tidur.

Xoxoxoxox

Suasana pagi hari ini sangat cerah. Dimana para burung berterbangan menghiasi langit biru yang indah. Ditambah lagi kicauannya yang terdengar merdu. Udara sejuk pun turut menemani langkah pemuda ini menuju tempatnya sekolah.

Sebelum bel tanda pelajaran dimulai, pemuda ini melangkahkan kakinya di koridor sekolah menuju ruang kepala sekolah karena ada urusan tertentu yang harus dibicarakan. Ketika Ia hendak mengetuk pintu ruangan yang tertutup itu, Ia bisa mendengar suara kepala sekolah yang tertawa terbahak. Lantas Ia mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu itu.

Ketika Ia hendak berbalik menuju kelasnya, Ia diliputi rasa penasaran apa yang sedang kepala sekolah itu tertawakan. Ia bermaksud untuk menguping. Lagipula, image kepala sekolah ini begitu dingin, disiplin dan penuh keangkuhan. Jarang sekali Ia bisa mendengar suara tawaan dari kepala sekolah Higuchi ini.

Matanya terbelalak ketika Ia mendengar sebuah pernyataan yang terlontar dari mulut kepala sekolah Higuchi. Perihal mengenai L. Pemuda ini mengepalkan tangannya. Sehingga buku-buku jarinya terlihat memutih saking kencangnya Ia mengepal. Dengan aura penuh kemarahan, Ia berkata akan membalas semua perbuatan yang telah Ia lakukan pada L, orang yang Ia cintai dari dulu. Ia kembali menuju kelasnya, seraya memikirkan sebuah rencana yang bisa Ia lakukan untuk membalas perbuatan kepala sekolah itu. Seringai kejam terlukis manis di bibirnya.

xoxoxoxox

Light mengucapkan 'tadaima' ketika Ia pulang dari sekolahnya. L menyambutnya sambil menggumamkan 'okaeri' kepada Light sambil tersenyum. Hari ini L tidak masuk sekolah dikarenakan kondisi tubuhnya yang belum membaik. Cara berjalannya pun masih tertatih-tatih karena bagian bawah tubuhnya yang masih cedera. Light melemparkan sepatunya asal-asal, dan hal ini membuat L menautkan kedua alisnya bingung.

L menghampiri Light yang sedang duduk di sofa ruang tengah. Wajah Light menunjukkan rasa kekesalan yang luar biasa. L bertanya dengan hati-hati apa gerangan yang terjadi, takut menambah suasana hati Light yang buruk itu bertambah buruk.

Light menjelaskan semuanya, hal ini disebabkan karena dia dipilih untuk mewakili sekolah dalam perlombaan pidato se-Tokyo. Tentu saja dia kesal, karena ini bukanlah keahliannya dalam berbicara di depan umum. L hanya menahan tawanya, takut-takut akan menyinggung Light. L hanya tersenyum untuk mengganti tawanya. Light melihat senyum itu. Ia lega karena kini L mulai kembali seperti biasanya.

Xoxoxoxox

Malam mulai menjelang. Matahari yang tadi bersinar kini kembali ke peraduannya. Digantikan oleh sang raja malam yang mulai bersinar di kegelapan malam. Taburan bintang menambah kesan cerahnya langit di kehidupan malam. Dan para manusia, memilih untuk bersemayam di rumahnya masing-masing.

Tapi pemuda ini justru memulai aktifitasnya. Dengan T-shirt dan celana jeans yang melekat di tubuhnya, Ia telah mempersiapkan segalanya. Sedikit membawa peralatan untuk perlindungan diri telah terselip di belakangnya. Ia menyeringai senang saat membayangkan rencana besarnya ini akan berhasil.

Malam semakin sepi, dengan sedikitnya para pengendara maupun pejalan kaki yang lalu lalang. Ia berjalan melewati beberapa pertokoan yang masih buka. Dan juga melewati beberapa rumah bertingkat yang luasnya tak terkira. Ia membelok arah langkahnya menuju gang sempit nan kecil yang hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki. Gang itu sangat sepi, yang mengarah ke jalan raya yang tak kalah sepinya. Sampah berserakan, dimana di setiap tempat yang Ia lewati menemukan tong sampah disertai para kucing liar yang mencari makan. Mata kucing tersebut bersinar terang di kegelapan gang saat menatap pemuda yang sedang berjalan tersebut.

Langkah pemuda ini terhenti ketika Ia menemukan ada penganggu yang menghalangi langkahnya. Namun, bukan masalah besar, pikirnya. Dihadang beberapa preman bertubuh sama seperti dirinya. Pemuda ini bisa melihat —walau tidak jelas karena minimnya penerangan— kalau para preman tersebut tengah menyeringai. Pemuda ini hanya mendengus.

Beberapa preman tersebut —yang diyakini pemuda ini berjumlah empat orang—tengah mendekat ke arahnya. Di tangan mereka terdapat pisau lipat yang kecil namun cukup berbahaya jika digunakan sebagai perlindungan diri.

Para preman tersebut mengelilingi pemuda ini. Si pemuda hanya melirik sekilas kea rah mereka sambil menghela nafas. Mereka ternyata bermaksud untuk meminta harta benda yang dibawa si pemuda. Tentu saja pemuda ini tak membawa sesuatu apapun, kecuali benda yang ada di belakang yang terselit di celana jeansnya. Sang pemuda dengan santainya hanya berkata bahwa Ia tak membawa apa-apa.

Para preman ini kesal bukan main mendapatkan tanggapan santai pemuda di hadapan mereka ini, seolah-olah mereka diremehkan. Dengan pisau di tangan, satu preman maju menerjang si pemuda dan —lagi-lagi dengan santainya— si pemuda ini menghindar dengan mudah. Memicu kemarahan yang lain, akhirnya semua preman itu melangkah maju ke arah si pemuda ini. Lalu perkelahian pun tak terelakan.

Para preman itu tumbang, menyisakan seorang pemuda yang masih berdiri dengan tegapnya. Pemuda itu mengambil pisau yang tergeletak tak jauh dari tempatnya kemudian melangkah ke salah satu preman yang terbaring meringkuk kesakitan di bagian perutnya.

Sang pemuda hanya mendorong preman yang meringkuk itu telentang dengan kaki kanannya. Kemudian Ia menduduki paha preman itu. Sang pemuda menyeringai setan membuat preman tersebut menelan ludah sambil ketakutan. Ia berkata ampun kepada si pemuda, namun tak dihiraukan si pemuda. Seringai setan tetap terlukis di bibirnya.

Erangan kesakitan memenuhi gang sempit itu. Membuat ketiga preman itu tersadar dan melarikan diri. Bagaimana tidak? Pisau yang berada di tangan pemuda itu kini telah tertanam di dadanya sebelah di kanan dan darah yang tak sedikit mengalir dari tusukan itu. Pakaiannya telah ternoda akan darah. Rupanya pemuda ini ingin bermain-main dengan mangsanya terlebih dahulu. Karena preman ini telah menghalangi jalannya. Kedua jari pemuda itu diarahkan menuju ke bola mata kiri sang preman. Membuat preman ini membelalakan matanya.

Erangan yang tak kalah sakitnya kembali menyeruak di gang itu saat seorang pemuda tengah menusuk-nusuk kedua buah jarinya ke bola mata kiri sang preman. Otomatis bola mata itu tercungkil dan hancur di tempat itu juga. Darah mengalir dari arah bola mata itu seperti airmata yang mengalir ketika kau sedang menangis. Tangan sang preman mencoba menahan tangan pemuda yang sedang menusuk matanya. Tetapi, kedua jari itu tetap bergerak. Senyum kemenangan tergambar jelas wajahnya. Dan kini kedua jari berpindah ke bola mata yang sebelahnya lagi. Si preman berteriak memohon. Dan itu sama sekali tak dipedulikan si pemuda. Kini kedua mata itu buta permanen.

Sang preman mencoba menangis, namun apa daya kedua bola matanya hancur seketika oleh pemuda yang ada di hadapannya. Permainan tak hanya sampai disitu saja. Dengan senyumannya yang mengerikan, pemuda itu menggenggam pisau yang masih tertusuk di dada sang preman. Ia menarik ganggang pisau itu ke bawah sehingga membuat darah yang mengalir semakin deras. Otomatis luka yang dihasilkan pun semakin lebar. Sang preman berteriak kencang, yang semakin lama suara yang dihasilkan semakin kecil. Sang preman telah tewas di tempat.

Sang pemuda menghentikan kegiatannya. Ia membuang pisau milik preman itu ke sembarang tempat. Tangan kanannya Ia arahkan ke dada sang preman yang terbuka itu. Kemudian tangannya Ia gunakan untuk memasuki area terbuka itu yang penuh akan darah mengalir itu. Ia tengah mencari sesuatu di dalam tubuh sang preman. Tak peduli akan kejijikannya pada darah, sang pemuda terus saja melakukan kegiatannya. Hingga akhirnya Ia telah menemukan yang diinginkan.

Jantung.

Seringai tak lepas dari bibirnya. Ia menarik paksa jantung tak berdenyut itu agar terlepas dari tempatnya. Darah merah nan segar itu memenuhi tangannya. Tapi ditekankan sekali lagi, Ia tak peduli akan semua itu. Ia tersenyum senang ketika sebuah ide terlintas di pikirannya. Mungkin menghadiahkan sesuatu kepada kepala sekolah sebelum berkunjung adalah hal yang bagus. Ia mengangkat jantung itu tinggi seraya tertawa senang.

Suara petir terdengar oleh telinganya. Sang pemuda mengarahkan bola matanya ke arah langit yang sudah berubah menjadi lebih gelap. Tetesan air jatuh di pipinya, diikuti oleh ribuan tetes-tetes air lainnya.

Hujan.

Ya, hujan tengah menyambutnya. Darah sang preman yang berada di bawah kakinya tersebar luas hingga meninggalkan jejaknya karena terhapus akan hujan yang terus saja berjatuhan. Mengalirkan darah yang bercampur dengan air hujan menuju lubang got.

Malam ini… hujan akan menemaninya bermain-main dengan sang kepala sekolah.

TBC

Perasaan saya aja atau gore-nya kurang yah? O.o

Semoga chap depan lebih sadis lagi.

Ini FF merupakan FF Challenge, cuma challenge ini diadakan di FB dengan tema gore/thriller, jadi bikinnya ya sadis gitu deh.

Lihat kan? Full dialog! Muahahahaha… jangan meminta saya untuk mengadakan dialog di chap berikutnya. Bukannya apa-apa sih. Cuma saya menyerahkan kepada imajinasi masing-masing gimana isi dialog antar tokoh di sini. Saya cuma membantu mendeskripsikannya dengan jelas. Kalau ada yang kurang jelas silahkan ditanyakan.

Oh ya, setelah dipikir-pikir, saya menjamin kalau fic ini nga slash-slash amat. Yang terlihat slash banget cuma chap ini sama chap terakhir. Chap selanjutnya lebih diutamakan thrillernya, mistery, dan friendship. Dan romance cuma chap terakhir doang.

Saran dan kritiknya sangat dibutuhkan untuk kemajuan fic saya. So… silahkan berikan kritik Anda.