Holaaa Minaa...

Hehehehe...*nyengir kuda poni*

sebenernya sih saya udah mau update sekuelnya Promise me Forgive me itu...

tapi karena saya mesti ngadirin Royal Weddingnya mantan saya... jadi agak ngadat deh~~ *ngayaltingkatdewa*

tapi jujur deh... ini fic murni saya yang lainnya *halahpalingbanyaktypolagi*

jadi kalo ada salah mohon maaf yaaa hehehehe... saya masih ngarep ama review senpai sekalian loh... hehehehe

yosh... silahkan direading minna...

DISCLAIMER : TITE KUBO

WARNING : AU, OOC, MISSTYPO, GAJE.

RATING : T

.

.

.

RUKIA POV.

Kisah ini dimulai 23 tahun yang lalu. Ketika kedua orang tuaku menikah dan jadi pasangan yang paling bahagia.

Ibu dan Ayah memang dijodohkan oleh nenekku. Karena Ayah sempat frustasi dengan kepergian mantan kekasihnya yang sama sekali tak disetujui oleh nenek.

Nenek mengenal Ibuku dari teman lama nenek sewaktu muda dulu. Dan yah… nenek menyukai Ibuku yang santun dan baik hati. Walaupun saat itu Ayah sedang patah hati, tapi Ibuku sama sekali tak pernah memaksakan pernikahan mereka. Ibuku tak akan menikah dengan Ayahku jika Ayah sama sekali tak menginginkannya.

Tapi…

Akhirnya Ayahku luluh juga. Ibuku adalah tipe wanita baik hati yang dapat meluluhkan hati siapa saja. Ayah setuju menikah dengan Ibuku. Ayah langsung jatuh cinta pada pandangan pertama pada Ibuku.

Pernikahan sakral itu berlangsung setelah kedua belah pihak setuju dengan usul bahagia itu. Lama-lama Ayah melupakan mantan kekasihnya dulu.

Entah kenapa nenek tak menyetujui hubungan Ayah dengan mantan kekasihnya terdahulu.

Tak lama setelah menikah, Ayah dan Ibu dikarunia seorang anak perempuan. Yaitu aku.

Keluarga besar Kuchiki sangat berbahagia ketika aku lahir.

Semua bersorak untukku. Bahkan akulah yang akan mewarisi seluruh tahta keluarga bangsawan ini. Namun, kebahagiaan itu tak lama.

Beberapa bulan sejak kelahiranku, ibuku mengalami kecelakaan yang cukup parah hingga merenggut nyawanya. Jujur saja… ayah sangat terpukul dengan kematian ibu. Sejak menikah, ayah semakin mencintai ibu dan tak bisa melupakan ibu begitu saja. Baginya satu-satunya wanita yang diinginkan ayah adalah ibu. Dan itu membuat ayah frustasi dengan kematian ibu.

Padahal menurut ayah, ibu adalah wanita yang sangat teliti dan hati-hati. Mana mungkin bisa meninggal dalam kecelakaan mobil.

Disaat stress yang melanda ayah. Entah kenapa, wanita yang pernah menghilang dulu itu kembali lagi. Wanita berkulit cokelat dan berambut ungu itu kembali kesisi ayah dan berniat akan menikah dengan ayah.

Menggantikan posisi ibuku. Tapi ayahku sepertinya masih begitu mencintai ibuku. Sangat malah.

Mana mungkin…

Yang mengurusku kala itu adalah nenekku. Nenek sangat mencintaiku. Sangat.

Nenek mengurusku dan merawatku hingga aku besar.

Hubungan ayah dan wanita itu memang ditentang mati-matian oleh nenekku. Sampai kapanpun nenek tak akan menyetujui mereka.

Tapi sepertinya ayah dan wanita itu menjalani hubungan itu diam-diam tanpa sepengetahuan nenek.

Aku tahu. Ayah juga mencintaiku melebihi apapun didunia ini. Bahkan bila harta Kuchiki dibandingkan denganku, akulah yang dipilih ayah.

Yah… saat itu… harta bukanlah segalanya untuk ayah. Tapi ayah memikirkan kebahagiaanku. Sayangnya… nenek tak pernah menginginkan wanita itu hadir didalam keluarga Kuchiki. Makanya ketika ayah berniat menikah dengan wanita itu, nenek mengancam akan bunuh diri saja. Dan mungkin, ketika ancaman nenek itu hamper jadi kenyataan, ayahku membatalkan niatannya itu.

Ayah sungguh mencintaiku melebihi apapun didunia ini. Makanya ayah hanya selalu memikirkanku saja. Memikirkan kebahagiaanku.

Sampai… ketika aku berumur 12 tahun…

Tragedy itu kembali terjadi.

Nenek meninggal dengan tiba-tiba ketika kunjungan kemakam Ibu.

Dan naasnya nenek meninggal dihari yang sama dengan meninggalnya ibu. Aku sedih saat itu. Nenek yang sudah kuanggap melebihi ibuku meninggal dengan mengenaskan. Mungkin karena nenek tak menyetujui niat ayah yang ingin menikah lagi.

Wanita yang tidak disukai nenek itu, sebelum nenek meninggal datang kerumah kami dan membawa seorang gadis kecil. Yang mungkin beda 2 tahun dariku.

Gadis itu sama seperti ibunya. Berambut ungu tapi berkulit putih. Wanita itu mengatakan itu adalah anak ayah.

Awalnya aku tak percaya ayah berkhianat. Tapi… anak itu lahir setelah kematian ibu. Nenek tak bisa menyalahkan ayah. Tapi tidak menginginkan pernikahan mereka terjadi.

Nenek bilang akan memenuhi semua kebutuhan wanita itu dan anaknya. Semuanya. Bahkan sampai anak itu besar nanti. Tapi wanita itu menolak. Yang dia inginkan adalah kasih sayang ayahnya. Itu yang wanita itu inginkan.

Tapi nenek tetap tak menyetujuinya. Nenek tahu wanita itu berniat jelek dengan ingin masuk kekeluarga Kuchiki.

Akhirnya… setelah kematian nenek, ayah membawa masuk wanita itu dan anaknya.

Awalnya aku senang punya adik. Aku tak sendiri lagi. Tapi entah kenapa tidak seperti itu. Wanita itu tak menyukainya.

Mungkin dia tahu ayah lebih mencintai ibuku dibandingkan dirinya. Apalagi semakin besar aku semakin mirip ibuku.

Suatu hari, ada ancaman yang datang kepadaku. Sebuah surat kaleng yang mengatakan bahwa kalau tidak ingin ayahku bernasib sama seperti ibu dan nenekku, aku harus pergi dari rumah itu.

Awalnya aku tak percaya dan berniat menyimpannya sendiri saja.

Tapi ternyata ancaman itu bukan isapan jempol semata.

Ancaman itu benar.

Ketika ayahku akan berangkat kerja ada orang-orang yang menyerangnya dan hampir membunuh ayah. Untunglah ada bodyguard ayah yang melindunginya kala itu.

Mau tak mau akhirnya aku percaya pada ancaman itu. Ini demi ayahku. Karena bukan sekali saja keadaan seperti itu terjadi. Bagaimana kalau sampai terjadi selanjutnya? Bagaimana kalau sampai aku kehilangan ayahku juga?

Tidak akan! Aku tidak akan membiarkannya.

Makanya dalam diam aku meninggalkan rumah itu dan pergi tanpa tujuan.

Dan setelah aku pergi dari rumah itu, ada seorang pria berambut pirang pucat yang agak berantakan mengulurkan tangannya padaku. Awalnya kukira dia orang jahat. Tapi ternyata dia orang baik. Dia bersedia menampungku dan merawatku. Dia bukan orang jahat. Dan entah kenapa aku malah merasa aman dengannya. Seolah itu adalah malaikat yang dikirim ibu untuk merawatku. Dan akhirnya… aku benar-benar menanggalkan nama Kuchiki.

Semua ini agar ayah selamat. Dan baik-baik saja.

END RUKIA POV.

*KINKYO SATSUKI*

" Konser akan dimulai 10 menit lagi. Kemana dia?"

" Maaf pak! Ichigo-san menghilang lagi pak! Tapi kali ini ada sepucuk surat diatas meja riasnya…"

Pria berumur 26 tahun dengan rambut bob pirang pucat yang sangat rapi dan penampilan stylish itu mengambil dengan kasar sepucuk surat yang disodorkan oleh staffnya.

Maaf. Aku pergi untuk sementara. Kali ini jangan cari aku lagi.

" Dia mulai seenaknya lagi! Batalkan konsernya. Bilang biaya tiketnya akan diganti… anak itu mulai menghilang lagi!" rutuk Hirako Shinji, pria dengan dandanan stylish itu. Urat dilehernya sudah mulai nampak. Memang mengatasi anak remaja yang masih labil sungguh merepotkan. Apalagi semaunya sendiri. Menyebalkan bukan?

*KINKYO SATSUKI*

Suasana pasar kala itu riuh lantaran berbagai pedagang dan penjual masing-masing mengedarkan barang dagangan mereka. Dengan semangat menggebu karena masih pagi dan udara juga belum begitu terik. Namanya pasar, apalagi pasar tradisional. Berbagai macam suara dan suasana yang berbeda. Bagi kalangan yang biasa kepasar, ini adalah suasana khas yang dihasilkan pasar. Tapi bagi kalangan lain, suasana berisik seperti ini memang menyebalkan. Apalagi tak pernah terlibat langsung.

Semua orang menikmati kegiatan mereka sampai…

" HEEII! KEMANA MATAMU BRENGSEK!"

" SAYURAANKUUUUUUUUU! HEI APA YANG KAU LAKUKAN!"

" JANGAN! HEII APA YANG KALIAN BUAT INI!"

Beberapa orang dengan setelan jas mahal tampak terlibat dalam huru hara yang terjadi.

Ada sekitar 4 atau 5 orang yang mengacau dipasar yang ramai itu. Beberapa pedagang tampak mengeluh dan berteriak lantang lantaran dagangannya dirusak oleh orang-orang yang berlarian tanpa arah sambil mengejar seseorang. Mereka menabrak segala macam gerobak dan meja-meja tempat pedagang dan penjual itu menjajakan barangnya. Tanpa menghiraukan jerit dan teriakan pedagangan itu, orang-orang bertampang seram itu terus mengejar seseorang yang sangat lincah yang sulit untuk ditangkap itu.

Mereka berkeliling pasar demi mengejar buronan yang mereka incar. Meskipun kawanan itu adalah laki-laki dengan postur tubuh besar dan tinggi dan juga penampilan yang mengerikan, masih juga tidak sanggup mengejar buronan mungil yang lincah bagai angin itu.

Sedangkan yang dikejar berusaha semati sudah untuk lolos dari kejaran kawanan mengerikan itu.

Sampai akhirnya, buronan itu bertemu dengan sebuah bis yang melaju dengan cepatnya, buronan itu langsung naik tanpa memperhatikan bis apa itu. Padahal bisnya sangatlah penuh sesak.

Buronan itu (lagi-lagi) lolos dengan selamat. Setelah berdiri disamping pintu bis yang sesak itu, buronan itu menoleh kebelakang sambil melambaikan topi abu-abu yang dia kenakan. Rambut pendek sebahunya berkibar lantaran ditiup angin. Dengan tawa menyeringai sekaligus mengejek, gadis itu menjulurkan lidahnya. Hari inipun dia berhasil lolos.

Meskipun tampaknya dia gadis, tapi perawakannya lebih mirip laki-laki. Dengan menghembuskan nafas lega, gadis itu menikmati pemandangan bis yang akan membawanya entah kemana. Hidup mengembara seperti ini sudah menjadi pilihannya.

Pilihannya sejak 10 tahun yang lalu...

*KINKYO SATSUKI*

" Papa! Aku sudah pulang!" Rukia berteriak dengan lantangnya. Rumah sederhana yang sudah ditempatinya selama kurang lebih 10 tahun itu terlihat kosong dan tak ada penghuninya. Kemana orang tua itu! Rutuk Rukia.

Rukia melepas topi abu-abunya dan melemparnya keatas sofa lusuh berwarna hitam itu. Rukia berkeliling keseisi rumah. Tetap tak ada siapapun. Sampai akhirnya Rukia tiba didapur. Bau menyengat memenuhi dapur.

Dan bingo!

Ada asap hitam mengepul disana. Asalnya dari sebuah penggorengan yang ditinggalkan oleh seseorang. Cepat-cepat Rukia mematikan api dari kompor gas itu.

Lalu membuka jendela dapur yang kecil itu. Astaga! Rumahnya nyaris kebakaran lantaran hal ini.

" OHHH TIDAK! IKAN GORENGKU!" teriak seseorang dari luar.

Ada pria berambut pirang pucat acak-acakan yang sudah berumur lebih dari 30 tahun. Tubuhnya sedikit berisi. Dulunya lebih gemuk daripada ini. Pria itu berlari masuk kedalam dapurnya dan meninggalkan belanjaan didepan pintu rumahnya. Nama pria itu adalah Urahara Kisuke. Ayah Rukia.

Begitu asap memenuhi dapurnya, pria itu terbatuk-batuk dan akhirnya menyadari seseorang yang sudah berdiri sambil berkacak pinggang didepan kompor gasnya. Wajah gadis itu dipenuhi oleh asap hitam.

" PAPA! Sudah kubilang berkali-kali hati-hati dengan kompor! Kenapa Papa meninggalkannya lagi!" teriak Rukia kesal.

" Oh… kau sudah pulang Rukia? Sebenarnya aku sudah mematikan apinya. Tapi entah kenapa apinya hidup lagi. Aku cuma mau menggoreng ikan kesukaanmu. Tapi kau malah pergi karena dikejar mereka!"

Rukia menghela nafas panjang lalu membersihkan segala bekas insiden aneh itu. Menyebalkan sekali kan kalau sudah begini.

" Rukia, biar aku saja yang—"

" Papa lupa? Papa kan masih sakit? Kenapa mengerjakan yang seperti ini? Biar Rukia saja… Papa istirahat ya…"

" Aku jadi merasa bersalah padamu. Kau sampai berhutang begitu banyak pada rentenir gila itu karena aku. Aku benar-benar orangtua tak berguna!" rutuk papanya.

" Hhh… sudahlah Papa! Aku pasti akan mengembalikan hutang mereka. Hanya saja bukan sekarang. Kalau Papa begini terus, justru aku yang merasa bersalah kan? Selama ini hanya Papa yang kupunya, jadi aku gak mau kehilangan orang-orang yang kucintai lebih dari ini…"

Mereka terdiam untuk beberapa saat. Suasana haru seperti ini memang kadang mereka ciptakan sendiri. Tapi selama ini, Rukia sudah berusaha semampunya untuk berjuang hidup bersama satu-satunya keluarga yang dia miliki. Mana mungkin Rukia menyesal hidup seperti ini sekarang.

Setidaknya masih ada orang yang mau menyayanginya dengan tulus seperti sekarang ini.

" Baiklah! Aku mengerti! Ayo kita buat tumis sayur yang lebih enak dari ikan goreng!" seru papa Rukia.

" AYOO!" teriak Rukia semangat.

*KINKYO SATSUKI*

" Aku akan pulang ketika sudah waktunya. Kumohon jangan cari aku untuk kali ini. Kalau kalian masih ingin melihatku menyanyi…"

Pria berusia awal 20 tahunan itu menutup ponselnya dengan kasar dan membuka baterai didalam ponselnya itu. Dirinya begitu lelah dengan semua tuntutan yang membuat kepalanya berdenyut nyeri. Ingin sekali rasanya dia berteriak sekencangnya. Melepas penat lelah yang menyiksanya sampai hari ini.

Umurnya baru 20 tahun tapi sepertinya dia sudah mengemban tugas berat untuk orang berusia lanjut. Apakah hidupnya akan selamanya diatur oleh hal sepele begini?

Dia punya kehidupan sendiri. Tapi kenapa rasanya dia bukan hidup untuk dirinya sendiri?

Melarikan diri memang salah satu keahliannya. Paling tidak itulah yang bisa dia lakukan sekarang ini.

Melarikan diri.

Terdengar seperti seorang pecundang.

Baru saja akan melepas penatnya, dia baru ingat kalau belum menghubungi pacarnya. Pacar yang sudah bersamanya hampir 3 tahun. Memang sudah cukup lama. Mau bagaimana lagi? Dia memang mencintai gadis itu. Meskipun selama ini dia belum begitu yakin akankah dia menikah dengan orang pilihannya tersebut?

Meskipun kini gadis yang dicintainya itu sudah 1 setengah tahun lalu memutuskan untuk kuliah diluar negeri dengan mengambil bisnis internasional. Paling tidak butuh waktu 4 hingga 5 tahun untuk menyelesaikan studi gadis itu. Gadis itu, lebih memilih sekolahnya daripada dirinya. Bahkan ketika pria berambut hitam ini memintanya memilih, antara dia dan sekolahnya, gadis itu menjawab dengan mantap sekolahnya lebih penting.

Makanya, pria ini kadang selalu bergantian menengok sang pacar diluar negeri itu. Tentunya ketika sang pria sedang mengadakan tour konsernya. Gadis cantik yang memikat hatinya.

Pria itu mengeluarkan ponselnya dari sakunya. Sekarang ini dia tengah menyamar jadi orang biasa. Bukan seorang penyanyi terkenal di Hollywood dan Asia. Hanya sebagai pria biasa saja.

Pria itu kembali menyambung baterai ponselnya. Sekarang entah kenapa dia malah berada didaerah yang begini ramai. Harusnya dia memang membawa mobilnya saja. Demi menyamar jadi orang biasa, dia sampai tidak membawa mobilnya sendiri.

BRUUK!

Seseorang menabraknya dari belakang dan mengakibatkan ponselnya langsung menceburkan dirinya kegenangan air. Pria itu menganga lebar menyadari ponsel satu-satunya yang dia bawa masuk kedalam genangan lumpur kotor dan tak mungkin bisa diselamatkan lagi.

Pria itu ingin sekali melayangkan pukulan kearah orang yang menabraknya dan sekarang malah jatuh bersama dirinya.

" HEI!" teriak pria itu kesal.

" Aduuhh… pantatku… aduh… maaf… maafkan aku…! Kau tidak apa-apa?" tanya seseorang yang berhasil menabraknya itu.

Orang itu mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna biru gelap dan dikancing asal-asalan. Juga kaos oblong didalam kemejanya. Jeans sobek dan kebesaran itu, juga topi abu-abunya yang melipat rambutnya kedalam topi lusuh itu. Ditambah lagi dilengan kirinya terdapat berbagai macam gelang dari tali-tali aneh.

Sekilas dia memang orang yang mencurigakan.

Pria itu masih tak bisa melihat orang yang menabraknya dengan jelas karena terhalang sinar matahari dan tepi topi abu-abunya yang menutupi sebagian wajahnya.

Orang itu kemudian mengulurkan tangannya membantu pria itu berdiri. Setelah membantunya berdiri, orang dengan topi abu-abu itu celinguk sana-sini seakan mencari sesuatu.

" Apa kau tidak apa-apa?" tanya orang bertopi itu.

Pria itu mendengus kesal kemudian memandangi genangan lumpur itu. Kemudian perlahan membungkuk sedikit untuk mengambil sesuatu dari genangan itu.

Ponselnya sudah tidak bisa diselamatkan lagi.

" Apa… apa itu ponselmu?" tanya orang bertopi biru itu dengan nada takut-takut.

" Kurasa kau sudah tahu kenapa ponselku jadi begini!" kata pria itu sinis sambil mengguncang ponselnya demi mengeluarkan lumpur yang kira-kira masih tersangkut didalam ponsel itu.

" Ohh… maafkan aku… aku akan memperbaikinya…" orang bertopi itu mengambil ponsel pria itu dan meneliti bagian ponsel itu. Ponsel yang sudah mati total karena terjun kedalam lumpur itu dia teliti. Tapi tak mau hidup.

Pria itu dengan kesal mengambil kembali ponselnya dari orang itu dengan kasar.

" Ini sudah rusak tahu! Harus dibawa ke—"

" ITU DIA! TANGKAP ORANG ITU!" sebuah teriak dari segerombolan orang menghentikan suara pria muda itu. Pria itu menoleh kesumber suara yang dari jauh semakin mendekat kearah mereka.

" Oh! Celaka! Cepat sekali mereka larinya!" gumam orang bertopi didepan pria ini. Pria itu mengerutkan dahinya kebingungan. Ketika gerombolan pria yang mirip bodyguard itu semakin mendekat, otomatis orang bertopi abu-abu itu menarik lengan pria muda itu untuk lari bersamanya. Orang itu terus lari tanpa menghiraukan sekelilingnya. Mereka menabrak sana sini. Bahkan orang-orang yang mereka tabrak berteriak memaki pada mereka berdua.

" Hei! Apa yang kau lakukan? Kenapa menarikku?" seru pria muda itu marah-marah. Namun dia tetap berlari bersama orang bertopi abu-abu itu.

" Kujelaskan nanti. Kau tak mau dapat masalah kan!" balas orang bertopi itu juga berteriak.

Mereka berlari kesana sini menghindari gerombolan orang-orang yang mengejar mereka dengan ganasnya. Jauh mereka berlari, akhirnya orang bertopi itu sudah tak sanggup lagi. Dan dia memutuskan untuk bersembunyi disebuah gudang tua yang lumayan jauh. Masuk kedalam gang sempit yang susah untuk dilewati.

Setelah bersembunyi, orang bertopi itu mengintip dari celah jendela gudang usang itu. Debu dimana-mana. Hingga akhirnya gerombolan orang itu menyerah mencari mereka dan pergi dari sana. Mereka berdua bernafas lega.

" Hei! Apa-apaan kau ini!" teriak pria muda itu histeris.

" Maafkan aku. Kalau aku gak membawamu, kau pasti bakal dapat masalah sama orang-orang aneh itu…" jelas orang bertopi itu.

" Sepertinya kau ini punya masalah dengan orang-orang menyebalkan itu. Harusnya sebagai pria kau itu melawan mereka. Bukannya lari seperti perempuan…!" nasihat pria muda itu.

" Apa? Kau bilang aku apa?" orang bertopi itu langsung naik pitam dan mendelik sinis pada pria muda itu.

" Kau laki-laki kan?" ujar pria muda itu ragu.

Orang bertopi itu sekali lagi menarik paksa lengan pria muda itu keluar dari gudang usang itu. Setelah sampai diluar, orang bertopi itu menatap sinis pada pria didepannya ini.

" Lihat baik-baik!"

Orang bertopi itu melepas topinya perlahan. Setelah topinya terlepas, terurai rambut sebahu yang ikal. Poninya yang nyaris menutup matanya bergoyang ditiup angin.

" Aku ini perempuan bodoh!" serunya kemudian.

Pria muda itu termangu.

*KINKYO SATSUKI*

" Aku ini perempuan bodoh!" serunya kemudian. Masih mendelik sinis pada pria didepannya yang mendadak kaku.

" Bagaimana mungkin kau bisa mengira aku ini pria. Dan apa katamu tadi? Lari seperti perempuan? Sekarangkan kau sudah tahu aku perempuan, apa masih keberatan kalau aku lari dari mereka?" cerocos gadis bertopi itu sambil membetulkan rambutnya dan memakai topinya kembali.

" Baiklah. Urusanku sudah selesai. Kalau kau pergi dariku, kujamin mereka tak akan mengenalimu. Bye-bye…" gadis itu melambaikan tangannya hendak pergi. Kali ini lengan gadis itu yang ditarik paksa oleh pria muda didepannya. Gadis itu membelalakan matanya selebar mungkin.

" Hei! Kau mau apa?" ujar gadis itu sambil memberontak melepaskan tangannya.

" Setelah melakukan kejahatan kau mau kabur begitu saja? Hah! Bagaimana kalau kau kubawa ke mereka? Dengan begitu mereka tak akan ikut mengejarku melainkan berterima kasih padaku karena buronannya sudah kutangkap!"

" Apa? Buronan? Enak saja! Aku bukan buronan! Kau ini kenapa? Bukannya aku sudah menolongmu? Kalau kau tidak kabur bersamaku tadi, kau pasti sudah dicincang mereka tahu!"

Pria muda itu mengeluarkan sesuatu dari kantung celana jeans biru mudanya. Lalu mengacungkannya tepat didepan wajah gadis itu.

" Ponselku! Bukannya kau bilang akan bertanggungjawab? Ini sudah mati total tahu!" ujar pria muda itu sinis.

Perempuan itu menelan ludahnya dengan paksa.

" O-oh… ponselmu. Hahaha… tidak… aku akan memperbaikinya. Aku tidak akan lari. Kau kan tak perlu seperti itu!" elak gadis itu lagi.

" Sekarang ikut aku!" pria muda itu menarik paksa lengan perempuan itu untuk mengikutinya.

*KINKYO SATSUKI*

" Harus dikembalikan kepabriknya diluar negeri. Sepertinya bagian dalamnya rusak total dan harus diganti dengan yang baru…" ujar pria setengah baya itu. Usianya mungkin hampir 50 tahun. Pria muda itu membawa gadis itu pergi ketoko ponsel tempat dijualnya ponsel yang sama seperti milik pria muda itu.

" Luar negeri? Memangnya tidak ada barangnya disini? Harus memperbaikinya diluar negeri?" kata gadis itu histeris.

" Apa boleh buat nona. Ponsel inikan tidak dibuat disini. Ya barangnya harus dipesan dulu diluar negeri. Lagipula, kalau aku jadi nona, aku akan membelinya yang baru…"

" Kira-kira berapa lama perbaikannya?" tanya gadis bertopi itu lagi.

" Sekitar 3 sampai 5 bulan paling lama…"

" Hah? 3 sampai 5 bulan? Memangnya tidak bisa 2 atau 3 minggu?" pekik gadis itu lagi.

" Kan sudah kubilang, ini harus dikirim keluar negeri. Tentu saja makan waktu lama. Kalau tidak mau ya tinggal dibuang saja… bereskan?"

Sungguh saran yang tidak membantu.

" Berapa biaya perbaikannya?" tanya gadis itu lagi.

" 250 sampai 300 ribu yen. Tergantung apa yang rusak. Tapi kalau rusak parah begini, bisa-bisa sampai 400 ribu yen…"

" Apa! Yang benar saja! Ponsel begini…"

Gadis itu tepekur. Yang benar saja. Masa dia harus mengeluarkan uang begitu banyaknya hanya untuk membetulkan ponsel begituan? Lebih baik dia beli untuk dirinya sendiri.

Gadis itu keluar dari toko ponsel itu dan menemui pria muda yang menunggunya sambil melipat tangannya didepan dadanya. Sekarang pria itu malah memakai kacamata hitam. Orang aneh!

" Bagaimana?" tanya pria itu.

" Harus menunggu 3 sampai 5 bulan katanya…" jelas gadis itu ragu.

" Apa? 3 sampai 5 bulan? Selama itu? Pasti rusaknya berat…" desah pria muda itu.

" Dan… hei… apa bayaran perbaikan ponsel itu gak bisa dibagi 2? Itu terlalu mahal untukku…"

" Apa? Hah! Enak saja. Yang merusakkannya kan dirimu. Kenapa aku harus ikut bayar! Enak saja…" bantah pria itu.

" Kau juga bodoh! Kenapa membawa ponsel semahal itu ditempat begituan!"

" Jadi maksudmu, itu salahku?"

" Benar itu salahmu! Bukan salahku! Kenapa aku harus membayar perbaikan ponsel untuk ponsel orang lain!"

" Hahahaha! Kau lucu sekali. Menyalahkan orang lain untuk kesalahanmu sendiri!" sindir pria muda itu.

" Hah? Itukan salahmu. Baiklah akan aku bayar! Tapi maaf kalau lama… sekarang berikan alamatmu biar aku mengantarkannya kesana kalau ponselmu sudah diperbaiki!" gadis bertopi itu mengulurkan tangannya bermaksud meminta alamat pria muda itu. Pria itu diam sambil memikirkan sesuatu.

" Hei! Aku minta alamatmu…" seru gadis itu lagi.

" Kau tinggal dengan siapa?" tanya pria muda itu.

" Berdua dengan ayahku…" jawab gadis itu polos.

" Apakah ayahmu galak?" tanya pria itu lagi.

" Tidak. Ayahku baik. Sangat baik. Dia penyayang dan berhati lembut. Kenapa tanya begitu!" kali ini gadis itu sudah curiga.

" Baiklah. Kita buat perjanjian! Biaya perbaikan ponsel itu aku setuju kita bagi 2. Tapi selama ponsel itu diperbaiki, aku akan tinggal dirumahmu… bagaimana? Dalam situasi seperti sekarang ini, kau harus setuju pada usulku!," jelas pria muda itu sambil tersenyum licik.

" APA!"

Apakah semua orang didunia ini sudah gila!

*KINKYO SATSUKI*

.

.

.

HADUH...!*gugup*

gi... gima... gimana Minaa?

saya gugup banget nih kalo ada yang tanggapi fic abal saya... mohon dikripikin banyak-banyak yaaa... heheheheh