And I Love You

Disclaimer: Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi. Tidak ada keuntungan material apapun yang didapat dari pembuatan karya ini. Ditulis hanya untuk hiburan dan berbagi kesenangan semata.

Pairing: Aomine Daiki/Momoi Satsuki. Genre: Romance. Rating: T+. Other notes: kumpulan ficlet/drabble untuk Aomomo Week. Theme varies.

(Banyak yang berubah seiring waktu berjalan, kedewasaan adalah alasannya.)


Banyak hal yang berubah seiring waktu. Banyak hal yang bisa datang meski tak pernah terduga, kedewasaan adalah alasannya. Cotohnya, kepemimpinan. Ada orang-orang yang mulanya dijadikan bawahan pun mengaturnya luar biasa susah, namun ketika lingkungan, waktu, serta pengalaman mendidiknya, ada hal yang akan tercipta, akan ada sifat baru terbentuk. Ya, kepemimpinan mengandung sifat-sifat seperti itu.

Dan hal tersebut berlaku untuk Aomine.

Jersey yang dipakainya bukan lagi bernomor lima. Empat. Ya, dia kapten untuk Touou menggantikan Wakamatsu yang sudah harus berkonsentrasi pada studinya, kehidupan kuliah sudah menantinya di ambang pintu.

Tak banyak yang bisa percaya bahwa Aomine bisa melakukannya, bahkan kawan-kawan tim Teikou-nya sendiri. Momoi adalah pengecualian, tentu saja, karena dialah yang menyaksikan perkembangan Aomine dengan mata kepalanya sendiri, melihat setiap tahapannya terlewati, menatap dengan bangga setiap kali Aomine menyunggingkan senyum dewasanya saat dia bisa melatih adik-adik kelasnya dengan baik.

Namun bukan berarti hal itu gampang. Kepemimpinan bukan hal mudah. Dibayangkan saja sudah susah, apalagi menjalaninya dan yang menjalaninya belum banyak berpengalaman, bukan? Segala tanggung jawab ada di genggaman, segala beban tim ada di atas kedua pundak. Ketika menang, semua beban itu lepas dan terbagi pada seluruh bagian tim, namun ketika kalah, yang menderita sakit terberat hanyalah yang paling banyak menanggung beban itu sedari awal; pemimpinnya sendiri.

Itu yang terjadi pada Aomine, ketika dia harus menghadapi kekalahan setelah melawan suatu tim dalam pertandingan daerah.

"Tak biasanya Touou kalah," begitu kata orang-orang, yang membuat kuping Aomine panas dan buku-buku jarinya memutih karena dia harus menahan amarahnya dengan mengepalkan tangan kuat-kuat.

Dia mengasingkan diri di atap sekolah, pergi meninggalkan jam pelajaran terakhir hanya untuk menenangkan diri; bukan tidur seperti yang sering dia lakukan saat masih jadi junior dahulu.

Momoi tentu tak akan tinggal diam. Dengan dalih ingin pergi ke toilet, dia pun turut melarikan diri ke atap, tak peduli bahwa sang guru bisa saja marah.

"Dai-chan ..."

Lelaki itu diam saja. Dia berdiri di tepian gedung, hanya mengizinkan langit sebagai pengisi pandangannya, tak sedikit pun peduli pada kedatangan kekasihnya.

"Menyesal tak akan mengubah semuanya."

"Aku tidak bodoh, Satsuki."

"Iya, kaumemang tidak bodoh, tapi kelihatan seperti bocah."

Aomine mendengus. Matanya memicing, sekarang terarah pada Momoi. "Kurasa aku keberatan dengan itu."

"Daripada kau membuang-buang waktu dengan menyesal seperti lelaki patah hati ini, lebih baik kaukembali ke kelas dan rancanglah pola permainan baru supaya kautak perlu merasakan sakitnya kekalahan lagi, Aomine Daiki."

"Kau berkata seolah kaubisa mengerti semuanya," suara itu berat, ada beban yang ditahannya, namun kekesalan yang bercampur dengan amarah, membuat nada bicaranya menjadi kacau, bukan Aomine yang sebenarnya.

"Tentu saja aku mengerti!" gadis itu menghentakkan kakinya, berjalan dengan langkah gusar mendekati Aomine.

"Tinggalkan aku sendiri—"

Gadis itu menarik tubuh Aomine dengan paksa, kemudian menjatuhkannya di pundaknya sendiri. Dengan tangan yang melingkar di punggung Aomine, dia memeluk lelaki itu erat-erat, dengan posisi Aomine yang bertopang pada pundaknya. "Tentu saja aku mengerti bebanmu sebagai kapten, bodoh," suara Momoi penuh getaran, tak stabil, seolah menahan sesuatu. "Aku manajermu, aku teman kecilmu, aku—"

Gadis itu tak bisa melanjutkan karena tangisnya lepas, kendalinya bobol, air matanya meluncur turun tanpa sempat dia kendalikan lagi.

Aomine tak menyuarakan apapun, meski dia menahan banyak hal di balik bungkamnya.

Nada bicara Momoi pun meninggi, "Jangan lari sendiri begini lagi, Dai-chan! Aku tahu kautakkan bisa sendiri—bagi bebanmu ke pundakku begini—tidak apa-apa, karena bebanmu, bebanku juga, bodoh ..."

Jawaban untuk teriakan Momoi pada telinganya adalah uluran tangan untuk balas merangkul tubuh itu. Detak jantung seakan menjadi satu, dan beban pun melebur, seolah menjadi abu dan terbawa angin musim panas.

Kalimat 'terima kasih' Aomine tersampaikan dengan jemari yang mengelus pelan punggung Momoi.


A/N: first entry for aomomoweek! please bear with me, ya, soalnya insya Allah aku bakal ngepost setiap hari soalnya wwww kan aomomo week bakal berlangsung sampai minggu depan. nah, judul diambil dari judul lagu Luna f(x) dan Yesung SJ buat OST drama President. mentok soalnya, bingung mau bikin apa soalnya hahaha. thanks for reading! mind to join this feast? /o/

oh ya, aku juga ngepost fic buat aomomo week yang berbahasa inggris, dengan cerita yang beda di akunku di AO3, pennameku di sana crystallizedcherry, btw. hihihi XD