Namaku Tiffany Hwang.

Aku adalah seorang pelayan di sebuah kerajaan negara ini.

Aku mengabdi sejak dini, karena aku terlahir di lingkungan kerajaan. Awalnya aku hanya pelayan biasa, namun ketika seseorang datang, aku ditugaskan menjadi pelayan peribadinya. Apapun yang ia butuhkan dan perintahkan, aku harus melaksanakannya.

Pada awalnya aku tidak menyukainya. Dia bukan seseorang dari kalangan bangsawan, borjuis, orang terpandang, dan apapun yang menunjukkan dia 'wah'. Namun, dia juga bukan dari keluarga sederhana. Dia adalah seseorang yang tidak kaya dan tidak pula miskin atau sederhana. Dia adalah seseorang yang apa adanya.

Seperti yang ku katakan, pada awalnya aku tidak menyukainya. Aku tidak menyukainya karena bukan dari kalangan bangsawan, terlebih. . . ia adalah seseorang yang akan menikah dengan pangeran.

Tidak. Aku tidak jatuh cinta pada pangeran. Aku menghormatinya. Karena aku menghormatinya, aku ingin yang terbaik untuk pangeran.

Dan aku tidak sudi jika seseorang itu yang menjadi pendamping pangeran. Seseorang yang awalnya tidak kusukai bahkan hampir ku benci, namun kini berubah. Aku justru ingin melindunginya. Bahkan jika aku diperintahkan mengabdi padanya seumur hidup sampai diantara kami ada yang meninggal, aku rela. Aku akan melakukannya, meski tanpa diperintah.

Kisah ini bukanlah kisahku yang seorang pelayan, melainkan kisah seseorang yang harus kulayani. Dia putri kerajaan kami. Putri yang sederana berhati baik. Meski kebanyakan orang mengetahuinya sebagai badgirl. Hanya aku dan teman-temannya yang tahu siapa dirinya.

Dia. . . seorang putri yang selalu dihujat. Putri yang selalu dicekal, putri yang selalu membuat masalah.

Dia adalah seorang putri yang sesungguhnya, namun tertutupi oleh sesuatu hal. Sesuatu hal yang memang ia lakukan untuk keluar dari kerajaan.

Ini adalah kisahnya.

Kisah sang Cinderlella yang terbuang bernama Kim Jaejoong.

Seorang wanita yang sangat cantik. Seorang Wanita yang memiliki cita-cita menjadi pelukis ternama seperti mendiang kakeknya. Seorang Wanita yang terhambat cita-citanya dan. . . menderita dalam kesendirian.

Kim Jaejoong. . .

Putri kami yang terbuang dan memendam penderitaan seorang diri. Hanya aku saksi dari perjalan hidup Kim Jaejoong. Hanya aku dan beberapa orang lainnya.

Kim Jaejoong. . .

Wanita tangguh yang selalu menunjukkan keburukan di depan publik, namun akan menangis kala hanya diriku yang berada disampingnya. Keburukan yang ia ciptakan untuk melepaskan diri dari kerajaan. Keburukan yang ia lakukan sesuai keinginan publik dan mengikuti alur yang dibuat pihak-pihak yang ingin menjatuhkannya.

Ia, Kim Jaejoong. . .

Dan inilah kisahnya.


.

.

_The Hidden Princess_

_YunJae

Fanfiction_

[GS]

_Romance

Drama_

T

.

.


"Jaejoong!"

Seruan seorang gadis menghentikan langkah Jaejoong. Gadis bertubuh cukup berisi itu mengatur napasnya ketika berhasil menghampiri Jaejoong.

"Pagi, Junsu!" Sapa Jaejoong pada gadis yang masih menatur napasnya karen berlari.

"Pagi!" Balas Junsu setelah berhasil menetralkan deru napasnya. "Jadwal hari ini sampai jam berapa?" Tanya Junsu.

"Jam tiga. Kenapa?"

"Temani aku ke cafe di pusat kota." Pinta Junsu dengan tatapan memohon.

Jaejoong berpikir sebentar, meningat-ingat apakah ia ada keperluan lain atau tidak. Ia menatap Junsu yang penuh harap, kemudian tertawa kecil. "Kau ingin bertemu pangeranmu, eh?" Goda Jaejoong.

Wajah Junsu merona, "Seminggu ini aku tidak melihatnya." Ujar Junsu malu-malu dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Jaejoong melepas tangan Junsu dan terkekeh melihat wajah Junsu seperti terkena demam tinggi, "Hehe. . . tapi maaf~ aku tidak bisa." Sesal Jaejoong.

Junsu cemberut, "Kenapa?" Kecewanya.

"Hari ini aku akan ada tamu. Aku tidak bisa menolak karena ini berhubungan dengan wasiat kakek." Ujar Jaejoong lembut. Ia meremas jemari Junsu. "Ajaklah Changmin." Sarannya.

Junsu menggeleng, "Moster makanan itu hanya akan membuatku bangkrut!" Gerutunya.

Jaejoong tertawa, "Tapi Minnie pasti akan sangat senang."

Junsu mendengus, "Senang karena bisa menggodaku dan menghabiskan uangku!"

"Lalu kau akan pergi dengan siapa kalau tidak dengan Changmin?"

Junsu berpikir. Benar juga, selama ini kemana-mana mereka selalu bertiga. Changmin selalu berperan menjadi bodyguard mereka. Kalau sendirian ia tidak berani~"

"Jadi?" Tanya Jaejoong.

Junsu mengangguk, "Yah, terpaksa~" ratap Junsu yang membuat Jaejoong tertawa gemas.

Setelah pembicaraan itu, mereka melanjutkan langkah mereka menuju universitas. Langkah mereka diiringi canda tawa, saling meledek, dan saling menggoda.

Ini adalah keseharian Kim Jaejoong. Menuntut ilmu dibidang seni di salah satu universitas seni ternama. Ia sama seperti mahasiswa pada umumnya, menjalani hidup layaknya remaja yang beranjak dewasa. Bermain, belajar, bersenang-senang, bahkan bekerja paruh waktu. Bersama Kim Junsu dan Shim Changmin (teman laki-laki paling dekat dengan Jaejoong dan Junsu), Jaejoong menjalani hidupnya dengan penuh warna.

Gadis. . . ah, mungkin mereka (Jejoong dan Junsu) sudah termasuk kategori wanita karena usia mereka sudah menginjak 20 tahun. Kedua wanita itu bersahabat sejak sekolah mengah pertama. Mereka sangat dekat, bahkan tidak pernah bertengkar sekalipun. Mereka sangat menyayangi Changmin, seorang remaja berusia 18 tahun yang selalu mengekori mereka.

Changmin sudah seperti adik bagi mereka, adik yang berperan sebagai bodyguard sekaligus.

Kemanapun mereka memang selalu bertiga, namun bukan berarti mereka tidak memiliki teman yang lain. Mereka memiliki banyak teman bahkan pengemar, karena mereka termasuk orang-orang terkenal di universitas.

Kim Jaejoong adalah seseorang yang sangat mahir dalam melukis dan menghasilkan karya yang menakjubkan.

Kim Junsu adalah seseorang yang bersuara indah. Power suaranya tidak perlu dirgukan lagi, bahkan ia cukup mahir dalam dance. Ia disebut-sebut 'bintang yang terpendam', karena begitu banyak agensi yang mengajukan kontrak dengannya, namun ia tolak.

Alasan?Ia ingin sukses bersama Jaejoong dan Changmin. Jika diantara mereka belum ada yang sukses, maka ia akan setia menanti dan menunda cita-citanya sementara.

Shim Changmin. Pemuda ini memiliki suara yang mampu mencapai nada tinggi. Dia satu jurusan dengan Junsu, bahkan sekelas. Ia sama seperti Junsu, memiliki cita-cita menjadi seorang bintang . Ia dan Junsu selalu dipasangkan jika ada suatu acara.

Selama menjadi mahasiswa, tidak sedikitpun dari mereka yang berpikir akan ada perubahan yang terjadi. Mereka menjalani hidup mereka untuk mengejar cita-cita, membuat dunia mengenal mereka.

Sayang. . . kebahagian salah satu diantara mereka akan terenggut. Kebahagiaan yang akan terkurung di sebuah kastil megah. Kastil megah yang akan membuatnya kesulitan bergerak, kastil megah yang terasa sempit. . .

Kastil megah yang akan merengut kebahagiaan Kim Jaejoong.


.

.

"Apa maksud anda?"

Bibir itu bergetar kala bertanya maksud dari seseorang yang berada dihadapannya. Tangannya merepas busana yang ia kenakan, matanya menatap penuh penjelasan.

Seseorang itu, seorang pria berusia 40 tahunan dengan pakaian yang sangat rapi. Duduk tenang dengan mata yang menatap serius pada wanita dihadapannya. "Anda dipilih kerajaan sebagai calon pendamping pangeran." Jelas pria tersebut dengan tenang. Tangannya menyerahkan sebuah kotak merah berukuran sedang.

"Maaf, saya masih tidak mengerti." Ujar wanita itu pelan.

Pria itu membuka kotak merah dan mengeluarkan sebuah kertas. "Bacalah." Perintahnya.

Wanita itu mengambil kertas yang disodorkan pria tersebut. Matanya menelusuri setiap kata yang tertera di kertas yang sedikit lusuh. Bibirnya sedikit terbuka dan matanya membola kala membaca sebuah kalimat yang mengejutkan.

Wanita itu menatap pria paruh baya dihadapannya dengan sorot tidak yakin. Meminta penjelasan lebih.

Pria paruh baya itu menghela napas, "Anda adalah cucu dari Tuan Kim. Tuan Kim merupakan keturunan bangsawan besar terdahulu. Dahulu, raja sebelumnya telah membuat perjanjian dengan bangsawan besar Kim untuk menikahkan keturunannya. Pihak kerajaan berhutang budi pada bangsawan Kim. Untuk membalasnya, pihak kerajaan berniat menikahkan keturunan mereka ketika bangsawan Kim mengalami kesulitan,"

Pria paruh baya itu memberikan wanita muda itu sebuah cincin sebelum melanjutkan ceritanya, "Namun kala pihak kerajaan akan mempersunting keturunan bangsawan Kim, bangsawan Kim dan keluarganya menghilang. 50 tahun berlalu, pihak kerajaan tidak menemukan keberadaan keluarga bangsawan Kim. Sampai 10 tahun kemudian, raja kami bertemu dan keturunan bangsawan Kim, yaitu kakek anda. "

Wanita itu menyimak setiap cerita yang disampaikan. Ia tidak menduga, dirinya ternyata keturunan bangsawan besar dahulu. Satu hal yang membuatnya bertanya-tanya, kemana perginya bangsawan Kim sampai menghilang tanpa jejak?

"Karena saat itu usia kakek anda masih remaja dan keturunan kerajaan adalah laki-laki, pihak kerajaan memutuskan untuk membalas budi dengan menikahkan keturunan selanjutnya. Dan karena anak Tuan Kim laki-laki, kembali perjanjian diundur. Dan sekarang, anda adalah keturunan perempuan dari Tuan Kim. Karena itu, anda diputuskan sebagai calon putri untuk pangeran Yunho."

Penjelasan pria paruh baya itu sukses membuat Jaejoong tertegun. Dalam hidupnya ia tidak pernah bermimpi akan menikah dengan Pangeran Yunho. Bahkan tidak sedikitpun wanita itu mengetahui berbagai macam hal mengenai Yunho. Yang ia ketahui adalah, Yunho adalah pangeran dari kerajaan di negaranya dan suatu saat akan menjadi raja.


.

.

Kim Jaejoong memang bukan seorang bangsawan saat ini, namun darah bangsawan mengalir dalam tubuhnya.

Itulah yang membuat aku, Tiffany Hwang mulai menerima dirinya walau 'sedikit'.

Satu hal yang membuatku ingin protes dan marah pada Kim Jaejoong, dia meminta pihak kerajaan menutupi kenyataan bahwa ia seorang keturunan bangsawan. Dia juga tidak ingin publik mengetahui bahwa ia adalah cucu dari pelukis ternama.

Publik mengetahui seorang Kim Jaejoong sebagai seorang wanita dari kalangan sederhana. Seorang mahasiswa yang menuntut ilmu dibidang seni.

Respon publik ketika pertama kali melihat Jaejoong adalah mengagumi kecantikannya dan tutur katanya yang sopan bak putri bangsawan. Meski awal perkenalan dirinya pada publik mengundang pro dan kontra, seiring berjalannya waktu mulai mereda.

Namun. . . hanya sesaat.

Rasa kagum itu hanya sesaat melekat di masyarakar pada Kim Jaejoong. Karena lima bulan setelah pernikahannya dengan Pangeran Yunho, Kim Jaejoong berubah.

Kim Jaejoong yang ku ketahui berhati lembut selama tiga bulan aku mengenalnya, berubah menjadi Kim Jaejoong yang berbeda. Aku tidak mengenalnya, ia selalu bertindak diluar dugaan.

Satu hal yang ku ketahui. . . Kim Jaejoong tertekan.


.

.

"Apa yang kau lakukan, putri mahkota?!"

Ratu kerajaan menuntut penjelasan dari putri kerajaan atas apa yang dilakukan sang putri. Ratu kerajaan menahan emosinya dengan meremas media masa. Media masa yang merupakan sumber emosi ratu.

Putri mahkota menunduk memohon maaf, "Maafkan saya, yang mulia." Ujarnya tanpa mengurangi rasa hormatnya. Jari-jari tangannya saling meremas.

"Berulang kali kau meminta maaf, namun belum kau tunjukkan perubahanmu. Apa arti kata maafmu? Meminta maaf karena akan membuat masalah lagi?!" Geram sang ratu.

Kim Jaejoong, putri mahkota tersebut tidak berani menatap sang ratu. Ia hanya diam dan tidak berniat membalas ataupun memberi penjelasan.

Tidak ada respon dari Jaejoong, ratu tersebut beranjak dari singasananya. "Sebaiknya kau renungkan apa yang telah kau lakukan." Sang ratu berlalu meninggalkan ruangan itu, menyisakan Jajoong dan sang pangeran, Yunho.

Suasana berlangsung hening sesaat, sampai akhirnya putra mahkota beranjak dari samping Jaejoong. "Sebaiknya kau istirahat." Perintahnya dingin dan meninggalkan Jaejoong seorang diri diruangan itu.

Jaejoong masih duduk terdiam. Ia tidak memperdulikan suara pintu yang tebuka. Bahkan ia tidak bergeming ketika Tiffany menghampirinya dan membungkuk hormat.

"Yang mulia-"

"Unnie, Fanny-ah."

Jaejoong memotong ucapan Tiffany tanpa menatap Tiffany.

Tiffany tersenyum, "Maafkan saya, saya tidak bisa."

Jaejoong mengankat wajahnya, menatap Tiffany dengan tatapan sendu. Hal itu entah kenapa membuat Tiffany ingin menangis. . .

"Hanya ada kita berdua, Fanny-ah. Kau juga lebih muda dariku, jangan terlalu formal."

Tiffany tertegun. Meski Jaejoong sering berkata seperti itu, entah kenapa kali ini ada yang berbeda. Jaejoong mengatakannya begitu lemah. Tiffany merasa Jaejoong sangat lelah, namun ia tidak tahu lelah karena apa.

"Yang mulia,"

"Fanny-ah." Tegur Jaejoong mengigatkan.

Tiffany mendesah, sepertinya kali ini ia harus menurut. "U. . . unnie. . ." ucapnya ragu.

Jaejoong tersenyum lembut. Ia beranjak dan mendekati Tiffany. Tiffany hanya mampu memasang wajah binggung kala Jaejoong merentangan tangannya dan tersenyum begitu lembut.

Mata Tiffany membulat. Badannya tersentak kala mendapati Jaejoong memelukknya. "Unnie. . ."

Meski Tiffany tidak bisa melihat wajah Jaejoong, namun ia merasakan basah pada bahunya. Jaejoong menangis. . .

"Dongsaengku~"

Tanpa disadari, air mata Tiffany mengalir.

Dalam keheningan, mereka berpelukan dengan air mata yang mengalir. Tanpa ada isakan, hanya air mata yang terus mengalir.

Saat itu Tiffany menyadari. . .

Kim Jaejoong kesepian. . .


.

.

Saat itu aku tidak mampu berbuat apapun. Kim Jaejoong sangat kesepian. Kastil besar nan mewah dengan fasilitas lengkap, sama sekali tidak membuatnya bahagia.

Malam itu, Kim Jaejoong menangis dalam pelukanku. Aku akhirnya mengetahui, ia sangat kesepian. Ia adalah orang asing dalam kastil besar itu. Tidak sedikit pihak kerajaan yang menatapnya sinis.

Bahkan Pangeran Yunho masih bersikap dingin padanya.

Selama lima bulan Pangeran Yunho menutup diri dari Kim Jaejoong. Hanya dihadap publik ia akan bersikap layaknya seorang suami.

Mereka, Pangeran Yunho dan Putri Jaejoong adalah aktor yang hebat. Mereka mampu memerankan peranan mereka dengan sangat baik dihapan publik. Saling mengatakan kata sayang kala media masa menanyakan perasaan mereka.

Namun hanya aku dan pihak kerajaan yang mengetahui, hubungan mereka tidak sebaik yang ditampilkan pada publik.


.

.

"Fanny-ah. "

Tiffany menghampiri Jaejoong yang tengah duduk di sofa kamarnya. Ia menyuruh Tiffany duduk disampingnya. Tiffany menggeleng.

Jaejoong beranjak dari sofa dan menarik Tiffany menuju sofa. Jaejoong mendudukkan Tiffany, kemudian ia duduk disamping Tiffany.

"Aku melukis Pangeran Yunho."

Jaejoong membuka kain penutup lukisannya. Ia menunjukkan hasil lukisannya pada Tiffany, "Bagaimana?" Tanya Jaejoong meminta pendapat.

Jemari Tiffany menutup mulutnya. Matanya menyorotkan rasa kagum. "I-ini. . ." Tiffany tak mampu berkata.

Lukisan itu seperti hidup. Lukisan Yunho yang tengah duduk disingasananya. Sungguh seperti Yunho berada di hadapan mereka. Lukisan itu sangat besar. Seukuran dengan tubuh Yunho jika duduk.

Tiffany sangat takjub. Meski ia mendengar kemampuan melukis Jaejoong sangat luar biasa, namun ia baru melihat dan menyaksikannya langsung. Ini nyata. Tangan Jaejoong seperti memiliki sihir.

"Ini sangat menakjubkan, Yang mulia."

Mata Tiffany tidak lepas dari lukisan tersebut. Terlalu sayang jika harus memalingkan pandangan.

Jaejoong tersenyum. Ia menatap lukisan itu dalam, "Lukisan ini akan kuberikan sebagai ucapan selamat atas wisuda Pangeran Yunho."

Tiffany menatap Jaejoong, "Anda sangat baik. Padahal Pangeran Yunho tidak pernah memberikan apapun pada anda."

Jaejoong tidak membalas ucapan Tiffany, ia masih menatap lukisan itu. "Lukisan ini sebenarnya aku buat enam bulan lalu,"

Tiffany menatap tidak percaya, "Selama itu?"

Jaejoong mengangguk. "Lukisan ini awalnya akan kuberikan sebagai tanda perkenalan dulu. Namun aku berpikir kembali, untuk perkenalan terlalu berlebihan. Hadiah wisuda aku pikir keputusan yang tepat."

"Saya yakin, pangeran pasti akan kagum dengan hadiah anda."

Jaejoong menatap Tiffany dan tersenyum, "Semoga."


.

.

Jaejoong melangkah dengan riang menuju kamar Yunho. Ia sangat tidak sabar untuk segera memberikan lukisannya. Bersenandung kecil sesekali ia lakukan.

Senyum Jaejoong semakin berkembang kala telah tiba di depan kamar Yunho. Jaejoong hendak mengetuk pintu kamar Yunho, namun ia urungkan ketika ia mendengar suara Yunho dari taman.

Penasaran Yunho mengobrol dengan siapa, Jaejoong memutar arah ke taman di samping kamar Yunho. Jaejoong berjalan dengan langkah cepat. Sampai tiba di pintu yang taman buatan itu, Jaejoong menghentikan langkahnya.

Mata Jaejoong berkedip sekali, tubuhnya seakan kaku. Mata Jaejoong melihat dari celah pintu yang terbuka cukup lebar. . .

Yunho berciuman dengan seorang wanita yang sangat ia kenal. . .

.


.

"Yang mulia."

Sedari tadi Tiffany memanggil Jaejoong yang termenung. Jaejoong tidak memberi respon apapun, matanya menatap lukisan yang tak jadi ia berikan pada Yunho.

"Yang mulia," panggil Tiffany lagi dengan sabar.

Kali ini Jaejoong merespon. Ia menatap Tiffany dan tersenyum lembut, "Ku rasa. . . lukisan ini tidak perlu diberikan."

Tiffany tersentak, "Kenapa?"

"Lukisan ini," Jaejoong mengelus lukisannya, "Aku tidak yakin Yunho akan menerimanya."

"Kenapa anda berkata seperti itu? Saya yakin, Pangeran Yunho akan menerimanya. Terlebih jika ia tahu anda yang melukisnya."

Jaejoong menatap sendu lukisannya, "Karena ia telah mendapat hadiah yang ia inginkan. Dan aku tidak bisa memberikanya, karena. . ."

Tiffany terdiam. Ia mengerti maksud Jaejoong, jari-jari tangannya saling meremas. "Jangan mengatakannya, Yang mulia. . ." mohon Tiffany sangat lirih.

Seakan tidak mendengar, Jaejoong melanjutkan ucapannya. "Aku telah merenggut kebahagiaannya, Fanny-ah."


.

.

Kim Jaejoong selalu berkata bahwa ia adalah orang yang telah merenggut kebahagiaan Pangeran Yunho.

Namun, Kim Jaejoong tidak pernah berkata, kebahagiaannya terenggut.

Selalu berada di sampingnya setiap waktu membuatku dapat mengerti dirinya. Kim Jaejoong selalu mencurahkan isi hatinya padaku, hanya padaku. Aku tidak tahu kenapa ia bisa mempercayaiku. Yang pasti, aku akan menjadi pendengar yang baik untuknya dan akan selalu ada untuknya.

Akhirnya aku mengetahui alasan ia menerima pernikahan ini.

Alasan yang membuatku menitikan air mata.

"Aku. . . ingin merasakan hangatnya keluarga yang belum pernah aku rasakan."

Saat mengatakan itu, aku hanya mampu terdiam. Walau aku tidak mengalami dan merasakannya, aku tahu ia sangat kesepian.

Ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan dan ibunya mninggal setelah melahirkannya. Selama 15 tahun hidup bersama sang kakek yang jarang berada di rumah. Ia hidup sendiri sejak usia 15 tahun, mnlenghidupi dirinya dengan tabungan sang kakek dan bekerja sambilan.

Aku tahu, tidak hanya Kim Jaejoong yang hidup seperti itu. Banyak manusia yang bernasib seperti Kim Jaejoong, namun hanya Kim Jaejoong yang membuat hatiku perih.

"Aku begitu bodoh. Harusnya aku tahu, keluarga yang kuimpikan selama ini tidak akan memberikan kehangatan."

Dia berkata seperti itu karena akhirnya ia menyadari. Lingkungan kerajaan tidak akan seperti keluarga pada umumnya.


.

.

"Bisakah kau berhenti berulah?"

Jaejoong menatap Yunho yang duduk disampingnya. "Maksudmu?"

Yunho menghela napas, "Berhenti membuat sensi. Kau bukan selebritis, kau putri mahkota. Kau istriku." Yunho menatap Jaejoong tajam.

"Apa yang kau lakukan, akan berpengaruh pada kerajaan. Dan aku sebagai suamimu tentu akan mendapat masalah karena ulahmu. Semua yang kau lakukan tidak akan masalah jika kau bukan putri kerajaan."

Jaejoong mengalihkan perhatian ke arah lain, "Kalau begitu lepaskan saja aku." Jaejoong menata Yunho dalam. "Akan lebih baik jika kita berpisah dan aku akan menjalani hidupku sendiri."

Yunho menatap Jaejoong dengan pandangan yang sulit diartikan. "Kau pikir kau bisa mengakhirinya begitu saja!"

"Tentu. Kita tinggal bercerai dan kau," Jaejoong menekan dada Yunho dengan telunjuk kanannya, "Kau bisa kembali pada Boa-shi."

Mata Yunho sedikit melebar, "A-apa maksudmu?"

Jaejoong mendengus, "Kau pikir aku tidak tahu?" Jaejoong menatap sinis Yunho, "Selama ini kau berhubungan dengan Boa-shi. Menjalin hubungan yang kau pikir tidak ada yang mengetahuinya. Asal kau tahu aku mengetahui semuanya, bahkan saat kalian berdua ke Eropa."

Yunho terdiam. Perasaanya tiba-tiba tidak nyaman. Rasa takut menghampirinya. Jika apa yang Jaejoong katakan diketahui oleh pihak kerajaan, bisa gawat.

"Selama ini aku hanya diam karena kupikir itu bukan masalah untukku. Tidak akan berpengaruh terhadap hidupku."

Jaejoong menarik jarinya dari dada Yunho. "Bukan hanya aku yang bermasalah." Jaejoong beranjak meninggalkan Yunho yang masih terpaku.


.

.

"Apa yang ada dipikiranmu sebenarnya!"

Jaejoong menatap sinis Yunho yang berteriak padanya. "Pikiranku? Aku memikirkan yang terbaik untuk kita, seperti yang kau inginkan."

Yunho mengusap wajahnya kasar. "Dimana harga dirimu, hah!"

"Harga diriku?" Jaejoong melepas cincin pernikahannya, "Sudah kalian beli!" Jaejoong melempar cincin itu pada Yunho.

TRING

Cincin itu terjatuh tepat di kaki Yunho.

Yunho menatap cincin itu dan mengambilnya kemudian. Yunho menatap cincin itu dan tertawa sinis, "Cih. Bukankah kau yang menyerahkan diri!?" Ucap Yunho sinis.

"Menyerahkan diri? Jangan bercanda!" Jaejoong menatap Yunho rendah, "Kau pikir siapa yang selalu mengejarku hanya untuk membalas budi!"

Yunho mengertakan giginya.

"Kau pikir aku mau menikah denganmu? Walau seluruh wanita di negara ini ingin menikah denganmu, pengecuallian untukku!"

"Lantas, mengapa kau menerimanya? Apa alasanmu?"

Jaejoong terdiam mendengar pertanyaan Yunho. Ia mngigit bibir bawahnya, tidak tahu harus menjawab apa. Akan terdengar menyedihkan jika ia mengatakan yang sebenarnya.

"Mengangkat martabatku, mungkin."

Jawab Jaejoong pada akhirnya dengan sedikit tidak peduli.

Yunho mendecih, "Kau. . ."

"Kurasa sudah cukup mabahas hal tidak penting ini. Sebaiknya kau persiapkan apa yang ku katakan tadi." Ucap Jaejoong memotong ucapan Yunho.

Tatapan Yunho berubah, "Apa kau yakin?" Tanya Yunho memastikan.

Jaejoong mengangguk, "Aku tahu kau tidak sudi menyentuhku. Karena itu, sebaiknya kau sewa seseorang untuk menyetubuhi aku."

Yunho mendekati Jaejoong, meraih tangan Jaejoong dan memberikan cincinnya. "Kenapa harus menyewa orang lain kalau kau punya suami." Yunho menatap mata Jaejoong dalam.

"Karena suamiku mencintai orang lain dan tidak sudi menyentuh istrinya yang. . . kotor."

Jaejoong melepaskan tangan Yunho. "Sebaiknya kita pergi ke luar kota atau mungkin luar negara. Tentunya kau tidak ingin pihak kerajaan tahu, bahwa anak yang akan ku kndung nanti bukan darah dagingmu."

Jaejoong meninggalkan Yunho yang termenung mendengar kata-kata Jaejoong.

Beberapa saat setelah kepergian Jaejoong, Yunho melempar sebuah gelas dekatnya. Menyalurkan perasaannya yang dilingkupi oleh kemarahan yang tiba-tiba muncul.

Yunho menjatuhkan dirinya di ranjang, meremas rambutnya kasar. "Kau bodoh, Kim Jaejoong."

Tanpa seorangpun mengetahuinya, air mata mengalir membasahi pipi Yunho.


.

.

"Sebaiknya anda ke rumah sakit, yang mulia."

"Aku baik-baik saja, Fanny-ah."

"Anda sangat pucat, tubuh anda juga semakin kurus."

"Aku sedang menjalani diet, wajarkan kalau aku kurusan?"

"Anda jangan berbohong. Anda sedang mengandung, bagaimana mungkin anda diet? Saya khawatir jika terjadi sesuatu pada anda."

"Aku akan baik-baik saja."

Kedua tangan Tiffany meremas sisi bajunya. Sedari tadi ia menahan diri agar tidak berteriak pada Jaejoong. Ingin sekali ia memaki Jaejoong yang masih bis tersenyum.

"Bagaimana anda bisa baik-baik saja, kalau setiap waktu anda selalu muntah darah!?"

Jaejoong tersentak. Matanya membulat dan menatap Tiffany tidak percaya. "Kau..."

"Saya tahu anda sering muntah darah, bahkan saya menemukan obat anda. Kenapa anda menyembunyikan penyakit anda?"

Tiffany menyingkap selimut Jaejoong dan mengambil obat-obatan yang berada disana. Tiffany menunjulkkan obat-obat tersebut "Kenapa anda menanggungnya seorang diri?"

Jaejoong terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa, menyangkal pun percuma. Ia hanya mampu menatap Tiffany yang meneteskan air matanya.

"Saya mohon yang mulia, berhenti menyiksa diri. Berhenti berpura-pura, berhenti berbuat hal buruk di depan media. Saya tahu anda melakukan itu untuk melindungi pangeran Yunho dan kerajaan, tapi untuk kali ini... jangan rahasiakan penyakit anda."

"Fanny-ah..."

"Anda bahkan rela memberikan tubuh anda pada orang lain. Anda terlalu menjaga Pangeran Yunho,"

"Fanny-ah, hentikan..."

"Kenapa anda begitu menyayangi Pangeran Yunho? Kenapa anda mau berkorban untuknya, padahal Pangeran Yunho tidak miliki perasaan yang sama pada anda."

"Cukup, Fanny-ah..."

"Anda... hiks... kenapa anda begitu baik... hiks..."

Jaejoong memeluk Tiffany erat. Ia mengelus punggung Tiffany lembut.

"Ini pilihanku."


.

.

Aku tentu tidak dapat melakukan apapun. Itu pilihannya. Dan aku tidak bisa mengubahnya.

Aku hanya mampu berdoa, semoga kebahagiaan dapat dirasakannya kelak. Aku sudah tidak kuat melihatnya menanggung beban seorang diri, terlebih dengan penyakitnya.

Selama ini ia selalu terlihat baik-baik saja, namun aku salah. Ia menderita, sangat.

Setiap berita yang beredar, selalu keburukannya yang disorot. Mereka tidak mengetahuinya, perbuatan buruknya adalah sebuah pengalihan. Ia melakukan itu untuk mengalihkan kejadian dan keadaan kerajaaan. Berulah untuk menutupi hubungan Yunho dan Boa. Bertindak buruk untuk mengalihkan berita buruk yang menimpa sang ratu. Membuat masalah untuk melindungi kerajaan. . .

Itulah yang dilakukan Kim Jaejoong saat menjadi puti mahkota. Keburukan yang selalu ia tunjukkan, tanpa ada kesempatan untuk menunjukkan kebaikannya.

Tiidak ada yang mngetahui alasan segala tindakannya sampai ia diusir dari kerajaan dan di asingkan. . .


.

.

_The Hidden Princess_

.

.