Seperti tahun-tahun sebelumnya, salju turun dengan indah. Sejauh mataku memandang, suasana natal kali ini sama dengan kemarin. Jalan-jalan yang biasanya sepi saat malam kini ramai berhias lampu dan pernak pernik berwarna merah serta hijau. Dapat kulihat seseorang yang berdandan layaknya Santa Claus dikelilingi banyak anak kecil. Pemandangan yang hangat walau sejujurnya aku membenci anak kecil. Karena mereka itu merepotkan. Ikebukuro, tempat dimana aku lahir dan dibesarkan. Ini adalah tahun kedua aku berada di SMA Raira. Aku benar-benar merasa tenang malam ini. Sebelum para keparat itu kembali mengacau hidupku. Mengajakku berkelahi. Kali ini mereka menggunakan trik murahan yang sebenarnya sudah sering dilakukan. Menyandra satu-satunya teman yang aku punya. Hanya butuh beberapa menit saja untuk membereskan sampah masyarakat itu.
"Yah kau menyelamatkanku lagi Shizuo." Ucap seorang berambut coklat berantakan dengan kacamata bundar.
"Diamlah Shinra! Daripada itu kenapa kau bisa jadi sandra lagi? Bukankah ini kali kelima kau menjadi sandra?"
"Ah, soal itu. kau tahu kan kalau aku ini tidak pandai berkelahi sepertimu? Aku hanya bisa berpikir. Hehe."
"Cih. Bisakah kau menjauh dariku? Kau akan terus diincar oleh keparat-keparat itu jika berada di dekatku."
"Kau itu ternyata orangnya perhatian ya?"
"Diamlah!"
"Aku akan tetap jadi temanmu kok. Aku tidak peduli kau memiliki kekuatan monster atau semacamnya."
Shizuo terdiam dan dengan seenaknya pergi menuju salah satu toko yang menjual dessert. Shizuo Heiwajima laki-laki paling ditakuti di seluruh Ikebukuro. Mendapat julukan "The Strongest Man in Ikebukuro" karena memiliki kekuatan yang tidak biasa. Mungkin bisa dikatakan seperti menyimpan kekuatan monster dalam dirinya. Karena kekuatannya itulah ia sering ditantang berkelahi seperti tadi. Ditambah dengan kepribadian yang kasar dan mudah terpancing emosi jika tidak ingin dibilang pemarah. Di tahun ke dua ia bersekolah di SMA Raira, ia telah mengecat rambut coklatnya menjadi pirang. Dan membiarkan rambutya itu berantakan. Selama 17 tahun ia hidup, hanya ada beberapa orang yang bersedia mendekatinya dengan damai. Yaitu Kasuka Heiwajima, adiknya. Shinra Kishitani dan pacar sepihaknya Shinra, Celty Sturluson. Juga perempuan penjual susu di dekat rumahnya.
Toko dessert yang dipilih Shizuo sangat ramai. Para pelayan memakai costume khas natal dengan topi merah. Shizuo langsung menuju ke meja pesanan dan memesan beberapa makanan manis. Ia berbalik dan kaget melihat Shinra sudah duduk di dekat perapian dengan banyak makanan di meja.
Waktu menunjukkan pukul 00:00 dan entah apa yang membuat Shizuo berbelok ke kanan dari persimpangan jalan yang biasa ia lewati. Jalan yang ia temukan sebagai jalan tembus. Kiri menuju rumahnya dan kanan menuju sebuah rumah khas Jepang yang telah terbengkalai selama lebih dari 20 tahun menurut orang tuanya yang tidak pernah pulang ke rumah. Di depannya kini berdiri rumah kayu yang benar-benar terlihat tua. Dengan pagar rusak yang termakan usia mengelilingi rumah itu. Pohon momiji tumbuh besar menjulang di dekat rumah, masih di dalam pagar. Beberapa semak liar dan bunga yang tak terurus tidak luput dari penglihatan Shizuo. Tanpa ia duga salju yang turun perlahan itu dengan cepat berubah menjadi badai ganas. Mengandalkan insting yang ia miliki, Shizuo berlari menuju rumah itu dan memasukinya. Baru setelah ia menutup pintu kertas yang rusak itu, ia disapa oleh suara seseorang di belakangnya.
"Kenapa kau bisa sampai di sini?" tanya orang itu.
Shizuo hanya diam mengamati orang misterius itu. Ia memakai hakama hitam yang sama gelapnya dengan rambut arangnya. Orang itu tetap menunduk. Menyembunyikan wajahnya. Apalagi hakama itu hampir menutupi seluruh tubuh orang di depannya. Semakin membuat Shizuo penasaran.
"Kenapa tidak menjawab, kau tuli ya?"
"Aku sampai di sini karena rasa penasaranku."
"Bodoh. Kenapa kau tutup pintunya? Cepat buka!"
"Tapi di luar sana sedang badai salju brengsek! Begini saja sudah dingin. Apalagi jika pintunya di buka." Gawat Shizuo mulai emosi.
"Aku ingin melihat badai salju."
"Gahh! Aku muak denganmu. Apa kau mau mati membeku HAH!"
Shizuo berjalan mendekat. Dengan kasar menarik tangan yang tertutupi hakama hingga orang berambut malam itu tak menyentuh tanah. Dan betapa kagetnya Shizuo karena orang di depannya dengan cepat membuka pisau lipat yang entah sejak kapan ada di tangan kirinya yang bebas dan berhasil membuat luka gores horizontal yang cukup dalam di dada Shizuo. Memotong jaketnya yang tebal. Cairan merah mengalir. Reflek, Shizuo melepas cengkramannya dan berusaha menutupi luka itu dengan telapak tangannya walau sia-sia. Sedang orang misterius tadi sudah berada jauh dari Shizuo. Tubuhnya merendah, membuat jarak sedekat mungkin dengan tanah. Tangan kirinya menapak tanah, tangan kanannya bersiap menyerang dengan pisau lipat yang sudah ternoda darah. Merasa Shizuo tidak akan menyerang, perlahan ia berdiri dari posisinya. Walau tangan kanannya masih siaga serta matanya yang terlihat mengamati pergerakan Shizuo. Dan katakan bahwa Shizuo itu bodoh. Karena ia baru menyadari bahwa ada darah yang merembes dari perut orang didepannya. Hingga membuat hakama di sekitar perutnya basah oleh darah. Wajah yang tadinya tegang itu meringis kesakitan, tangan kirinya kini memegang bagian perut. Wajahnya kembali tertunduk, rambutnya yang panjang menutupi wajah. Mungkin karena tidak kuat, orang di depannya kini jatuh terduduk. Dengan cepat Shizuo menghampirinya.
"Jangan mendekat!" Orang itu keras kepala. Dengan wajah yang berkeringat yang membuat beberapa helai rambutnya menempel pada wajah juga poninya basah.
"Aku tidak peduli! Kau terluka dan sejauh yang ku tahu! Orang yang terluka itu harus di obati."
Tidak mempedulikan teriakan orang di depannya. Shizuo menggendongnya bridal style, sebenarnya Shizuo agak terkejut dengan ringannya tubuh orang yang kini tengah memberontak, dan betapa dinginnya tangan ramping yang kini memukul dadanya yang sedikit terbuka karena serangan mendadak tadi. Dengan modal nekat, Shizuo merapatkan tubuh orang digendongannya berusaha membuatnya tetap hangat. Tapi karena Shizuo itu bersumbu pendek. Maka dengan jengkelnya ia berteriak memaki.
"AH kau itu jadi perempuan cerewet banget sih! Dengar ya, kau tak perlu serewel itu karena kugendong! Mau bagaimanapun umurku sudah 17 tahun jadi aku sudah bisa dikatakan mampu memilah mana yang buruk dan baik brengsek. Kau yang lebih muda dariku harusnya menurut saja jika mau ditolong oleh orang yang lebih tua darimu! Pendek!"
"Ha! Apa maksudmu bodoh! Aku tidak pendek! Dan apa maksudmu perempuan tadi!"
"Kenapa? Baru sadar kalau kau itu perempuan?!"
Shizuo tidak melanjutkan makiannya karena setelah itu orang dalam dekapannya berhenti berontak. Tangan yang sejak tadi memukul-mukul dan menggores tubuh Shizuo dengan pisau lipat terkulai lemas. Shizuo langsung menurunkan orang tadi dan memakaikan jaket tebalnya sebagai penghangat tambahan. Dan tanpa pikir panjang ia berlari menembus badai salju menuju rumah Shinra. Ya, temannya itu walau masih duduk di bangku SMA kemampuan penyembuhannya sangatlah bagus. Wajar karena ia telah dilatih ayahnya yang juga seorang dokter sejak umur 7 tahun. Ditambah kini apartemen milik kawan satu-satunya diberi ruang operasi dengan peralatan yang lengkap dan canggih. Jadi makin menakutkanlah kemampuan Shinra dalam bidang penyembuhan.
Baru kali ini, Shizuo berterima kasih pada Dewa karena telah memberinya kekuatan monster. Sehingga luka sayatan yang diberikan orang yang tengah pingsan ditambah dinginnya badai salju masih dapat ia tahan. Walau ia hampir tak sanggup. Sedikit lagi. Sedikit lagi sampai, dan baik gadis ini ataupun aku akan terobati.
Shizuo menggedor pintu apartemen yang terbuat dari kayu kualias tinggi itu. Namun, nihil. Tak ada tanda-tanda bahwa Shinra akan membuka pintu. Karena terlalu lelah Shizuo pun pingsan tepat di depan pintu. Shizuo jatuh terlentang dengan orang yang sejak tadi dipelukanya ikut jatuh menimpa dirinya.
