B L U E

Naruto©Masashi Kishimoto

Pairing: NaruSaku

Warning : Gaje, typo, amburadul, dsb.

Inspirasi : K-Drama Can You Hear My Heart. Disini cewenya yang ga bisa dengar. Tapi alur beda sama drama aslinya.

Kalo ga suka, ga usah baca. Gitu aja kok repot~

.

I'm singing my blues….

"Aku masih sangat mengingatnya."

"S-siapa?"

"Sahabatku."

*Flashback

Konoha High School. Hanya sekolah biasa yang semua muridnya menggunakan sepeda ke sekolah. Tidak termasuk kedalam jejeran sekolah elit yang kebanyakan muridnya menggunakan mobil pribadi sebagai alat transportasi. Meskipun suasananya sederhana, Konoha High School akan tetap menjadi tempat paling disukai Naruto saat ini.

"Aku benar-benar ingin menjadi seorang dokter, Naruto. Jangan menertawakanku!" Ucap Sakura sambil menghentakkan kakinya ke tanah.

"Aku tidak tertawa, Sakura-chan. Hmmpt." Bela Naruto sambil berusaha menahan tawanya.

"Lihat, kau tertawa!" Sakura menggembungkan pipinya kesal.

"Gomen.. hehe"

Tawa Naruto masih terdengar sampai keduanya menghilang dari koridor sekolah dan hanya meninggalkan keheningan.

#Now

New York.

7 tahun hidup di New York membuat Naruto terbiasa pergi hingga larut malam dan berkencan dengan banyak wanita. Sama seperti saat ini, dirinya sedang berada diatas lantai dansa sebuah klub malam di pusat kota New York. Dua orang wanita berambut pirang yang berpakaian minim terlihat berada di samping—kanan dan kirinya—tak sungkan untuk mendekatkan tubuhnya, membuat Naruto semakin menikmati malamnya.

Drrrrt drrrrrt

Naruto menghentikan dansanya ketika merasakan getaran di ponselnya. Posisinya sebagai seorang direktur di perusahaan gadget di New York membuatnya selalu dengan sigap mengangkat panggilan diponselnya. Yang mengetahui nomor handphone-nya hanya keluarganya, sahabatnya dan klien perusahaan. Dan Naruto yakin, semuanya bukan orang-orang yang suka menelpon hanya untuk mengatakan hal yang tidak penting.

Naruto mulai menjauh dari lantai dansa setelah melihat nama sahabatnya tertera dilayar ponselnya. Dia berhenti di depan pintu klub untuk kemudian mengangkat panggilan dari sahabatnya tersebut. "Ada apa, Teme?" tanya Naruto malas.

"Besok kita ke Jepang." Jawab Sasuke tegas.

"Besok?" Naruto mengerutkan keningnya.

"Hn."

Naruto membisu untuk beberapa detik sebelum menjawab, "baiklah, aku mengerti."

Naruto menutup pembicaraan. Menghilangkan ekspresi ceria yang selalu terukir diwajahnya. Masih berdiri di tempat yang sama, tanpa mempedulikan orang-orang—yang masuk dan keluar dari klub—dia mulai memejamkan matanya dengan perlahan.

Sesosok wanita dengan rambut pink dan mata emerald yang indah terukir jelas diingatannya. Dia benar-benar merindukannya. Bayangannya yang sedang menangis ketika terakhir kali dia melihatnya membuat kedua tangannya mengepal.

"Aku merindukanmu…"

#

Dengan kedua tangan yang dipenuhi belanjaan, Sakura berjalan pelan menuju apartemennya. Apartemen sederhana tersebut ditempatinya bersama Hinata—sahabatnya—yang bekerja sebagai seorang guru di Taman Kanak-kanak.

Sakura sendiri tidak bekerja karena ayahnya melarangnya. Ayahnya tidak mau orang-orang tau bahwa anaknya cacat. Tak bisa mendengar.

Kenyataan bahwa ayahnya memandangnya dengan sebelah mata, membuat Sakura memilih untuk tinggal di apartemen. Beruntung dia memiliki sahabat yang selalu mengerti dan menerima dirinya apa adanya. Hanya Hinata—selain keluarganya—yang tau bahwa dia tak bisa mendengar. Enam tahun lalu ketika dia merasa hidupnya berakhir, Hinata datang dan mengulurkan tangannya untuk tetap melanjutkan hidup bersamanya.

Sakura ingat, butuh waktu dua tahun untuk dirinya merasa benar-benar siap bersosialisasi dengan orang lain. Ayahnya tidak akan membiarkan dirinya keluar rumah sendirian tanpa Hinata atau Gaara—kakak tirinya—yang menemaninya. Dan butuh waktu lebih lama dari itu untuk Sakura bisa mengerti akan apa yang diucapkan oleh orang lain dengan melihat gerak bibir dari seseorang.

Ting

Bunyi lift yang terbuka membuyarkan lamunan Sakura seketika. Setelah keluar dari lift yang mengantarnya ke lantai 3 gedung tersebut, Sakura berjalan kembali dengan sedikit terseok ke arah kanan. Tak lama kemudian Sakura berbelok ke sebelah kiri untuk kemudian menemukan pintu apartemennya yang berada diurutan pertama deretan pintu apartemen yang ada dilantai tersebut.

"Tadaima~" Ucap Sakura lemas ketika memasuki apartemennya.

"Okaeri." Jawab Hinata setelah dirasa Sakura melihatnya yang sedang berdiri diambang pintu kamarnya.

Sakura mengangkat belanjaannya sambil tersenyum, "Maaf, aku lupa kalau isi kulkas kita sudah kosong. Belum terlambat untuk sarapan kan?"

Hinata menggelengkan kepalanya. "I-ini baru jam 7 pagi, Sakura-chan."

"Kalau begitu ayo sarapan. Sebelum kau terlambat berangkat kerja." Ajak Sakura sambil melangkah menuju dapur.

"Arigatou." Hinata mengatakannya dengan senyum tulus. Meskipun dia sadar Sakura tidak dapat mendengarnya.

.

Sarapan ditemani segelas kopi dan roti dengan selai kacang sudah cukup untuk memulai aktifitas pagi bagi Sakura. Berbeda dengan Hinata yang lebih memilih segelas susu rasa vanila dan roti dengan selai strawbery yang baginya sangat enak untuk disantap dipagi hari.

Bagi Sakura hanya bersama Hinata-lah dia bisa menikmati kegiatan makannya dengan sangat menyenangkan. Entah sarapan, makan siang, ataupun makan malam. Ketika Sakura memulai pembicaraan saat makan, Hinata akan dengan senang hati menjawab setelah sebelumnya menelan makanan yang ada dimulutnya. Berbeda dengan keluarganya yang memilih untuk benar-benar menikmati sarapan dalam keheningan.

"Hinata, hari ini aku mau shoping~ kau mau ikut?" Tanya Sakura sambil melipat kedua tangannya diatas meja makan. Piring dan gelas yang ada dihadapannya terlihat sudah kosong.

Hinata ikut melipat kedua tangannya diatas meja seperti apa yang dilakukan Sakura, "aku akan p-pulang sore hari ini."

"Benar-benar tidak bisa?" Tanya Sakura memelas.

"Gomenne~"

"Baiklah, tak apa. Hubungi aku jika kau berubah pikiran. Oke?"

Hinata menganggukkan kepalanya yakin.

Sakura membalas Hinata dengan senyuman. Hinata tau, ada sesuatu dibalik senyuman Sakura tersebut. Bukan senyuman bahagia yang selalu ditunjukkan dipagi-pagi sebelumnya seperti biasa.

"Kenapa?" Tanya Hinata perlahan.

"Apa?" Sakura bertanya kembali.

"Sakura…" Hinata menatap Sakura kedalam matanya.

Sakura menundukkan kepalanya. Melihat kedalam piring kosong yang ada didepannya.

"Entah mengapa, akhir-akhir ini aku merindukannya…"

"…" Hinata hanya bisa terpaku.

"Aku masih sangat mengingatnya."

"S-siapa?" Hinata yakin Sakura tidak dapat mendengarnya.

"Sahabatku.." Ucap Sakura perlahan, sambil mengalihkan pandangannya ke arah sinar matahari yang masuk melalui sela – sela jendela dapur.

#

Lalu lalang orang-orang di bandara sudah terlihat ramai meskipun jam masih menunjukkan pukul 7 pagi. Dua sosok yang dikenal sebagai pewaris dari perusahaan besar Uzumaki dan Uchiha pun menjadi salah satu bagian dari kegiatan pagi di bandara tersebut. Tak banyak orang Jepang yang tau mengenai meraka berdua. Karena keduanya lebih memilih membesarkan namanya di Amerika.

"Jangan bertingkah bodoh, Dobe." Protes Sasuke yang melihat tingkah konyol Naruto.

"Apanya yang bodoh, Teme? Naik bus itu tidak salah kan?"

"Kurangi volume suaramu, Dobe. Orang-orang mulai melihat kita." Ingat Sasuke melihat sekitar.

"Tentu saja orang-orang melihat kita. Dari tadi kau mengajakku bertengkar didepan pintu bus. Lihat, bahkan supir pun melihat kita." Tunjuk Naruto ke arah supir yang sedang melihat mereka sweatdrop.

"Bodoh." Umpat Sasuke.

"Hehe.."

#

"Aku kembali, Sakura."

-TBC-

Ampun deeeeh~ maksa banget aku bikin fic. Gomen kalo cuma nyepam di Fandon NaruSaku.

*bungkukbungkuk*

Judul sama cerita ga nyambung. Maklum lagi suka lagunya Big Bang yang Blue itu loh..

Kritik, saran dan flame diterima. Asal JANGAN BASHING PAIRING. Kecuali bisa buat chara yang lebih baik dari MK #ooopppsss