You!
HoMin
Cast are belongs to God and themselves. Untuk nama-nama yang saya jadikan figuran, maaf bila ada yang tidak suka. Note please, ini hanya hiburan.  ̄﹏ ̄
Wanin' : Typo's, BoysLove, Yunho and Changmin pairing. If you're a haters, just read my *peace sign and leave! I'm and angel if you're asking, I dunt wanna fight^^ *KISSBYE
Note : ini panjang dan mungkin akan membosankan untuk sebagian orang. Cerita hanya berasal dari satu sudut pandang saja, kalau tidak suka maka *kissbye juga buat anda^^ *bow
Saya tahu saya masih berhutang dibagian INSIDE OUT, ini sekedar selingan .
TWO-SHOOTS
Hope it's worth to read!
ENJOY!
.
.
.
Tell me what's the point of life ?
Alih-alih langsung menggerakkan roda mobilku kembali menuju pulang aku malah memilih jalan memutar. Mengeliligi jalanan yang sudah sangat aku kenal. Aku belum mau pulang, dirumah terlalu membosankan.
Bibiku berpesan sebelum penerbangannya beberapa jam yang lalu, sebelum dia kembali ke Jeju. Isi pesannya masih tetap sama seperti pesannya bulan lalu, cepat menikah dan beri aku cucu. Aku bingung, tolong seseorang ingatkan aku kalau dia bibiku, bukan ibuku, kenapa dia mememinta cucu. Lagi pula, menikah, aku belum mau berbelok kearah itu. Cukup mengerikan menurutku. Maksudku, aku bercermin dari pernikahan bibiku sendiri yang belum genap eman bulan pernikahannya mereka sudah bersepakat berpisah setelah saling bekerja sama untuk menghancurkan isi rumah, padahal masa berpacaran mereka jauh lebih lama dari hanya enam bulan, tiga tahun. Bisa kau bayangkan ? aku tidak mau!.
Untung mereka hanya mempunyai satu anak, kalau lebih mungkin anak mereka akan tumbuh menjadi anak autis kalau saja dia dewasa. Biar kujelaskan, aku saja hampir gagap dan terkena serangan jatung dadakan saat sore itu aku baru memasuki pintu rumahnya sudah disambut dengan teriakan bibiku yang mengutuk suaminya dengan kata kasar. Apa yang lebih buruk dari anak yang akan tumbuh didalam keluarga yang berantakan selain autis berkepanjangan. Baiklah lupakan , aku keterlaluan.
Lampu hijau menyala aku kembali melajukan kendaraanku berputar-putar dijalanan sebelum akhirnya perutku mulai terasa lapar. Kurasa aku melewatkan makan siangku karena tadi aku kebandara mengantar bibi .
OUTBACK, rumah steak yang aku tuju. Tempatnya tidak terlalu luas namun nyaman dan menenangkan. Musik sendu samar-samar menggelayut ditelinga membuat rare steak yang aku kunyah semakin nikmat saja rasanya.
"Kau sendirian, Yun ?"
Suara dari seorang pemuda yang tiba-tiba berdiri didepan meja ku, menggangguku menikmari steak yang belum kukunyah lembut didalam mulutku.
Aku tidak benar-benar mengenalinya, kurasa aku tidak mengenalinya. Dia tinggi, tampan dan senyumnya menawan. Namun sayang dia tidak semenarik pemuda yang sering aku lihat didalam rumah sakit itu.
"Kau lupa padaku ?" Kata dia lagi menghempaskan bokongnya pada kursi kosong didepan wajahku. Berani sekali, aku bahkan tidak mempersilahkannya. Dia benar-benar mengganggu acara makan siangku yang sudah terlambat ini.
"Aku teman satu kelasmu waktu kita masih sekolah, ingat masa high school ?" Cerocosnya membuatku malas melanjutkan mengunyah daging sapi dalam mulutku.
"Kau siapa ?"
"Yesung.. ingat sekarang ?"
Aku mengangguk samar.
Sepertinya kau melupakannya. Sebenarnya aku sama sekali tidak ingat. Apa lagi masa sekolah ? ayolah bercanda saja, umurku 28 tahun sekarang , orang ini mau aku kembali ketahun-tahun terbalakang itu , untuk mengingatnya. Maaf lebih baik aku melanjutkan mengunyah steak ku yang mulai mendingin diatas piring.
"Uh aku ingat! Kau apa kabar ?"
Namun berbohong sedikit tidak masalah bukan. Setidaknya a lil white lie kali ini membuat pemuda manis ini menunjukkan deretan giginya. Aku punya keahlian yang baik dalam membuat orang senang. I can fake smile.
"Aku baik! Apa kesibukanmu sekarang ? apa kau sudah menikah ?"
Sekarang rahangku benar-benar berhenti bergerak total. Steak yang belum halus kukuyah kutelah mentah, lalu disusul dengan cairan merah gilingan strawberry yang aku suka.
Ayolah, kenapa semua orang sepertinya hanya memiliki satu pemikiran saja , apa kau hidup hanya untuk bekerja lalu menikah, selanjutnya apa meninggal dunia.
Aku benci sekali kalau harus menjawab pertanyaan seperti apa yang pertanyakannya padaku, pertanyaan yang sepertinya menuntutku untuk menceritakan jalur hidupku. Menyebalkan. Bagian mana yang akan aku ceritakan kalau aku saja tidak punya masa menyenangkan. Tentu saja selain bermain dengan anjingku yang suka menggelandang tubuhku karena dia yang memimpin jalan didepan.
Namaku Jung Yunho, umurku 28 tahun 8 bulan 18 hari. Kesibukanku saat ini, tidak ada, aku hanya menyukai art. Music dan gitar masuk kedalam art bukan, kalau tidak maka aku mamaksa. I loves getting wet in the rain, aku suka rambutku basah, dan aku kurang suka makan pizza. Aku suka berpetualang, berpindah-indah tempat tinggal. Aku pernah tinggal di Belanda, Aucland New Zealand , Hokkaido Jepang, aku juga pernah bemalam di Jakarta Indonesia, yah salah satu tempat yang membingungkan yang pernah aku datangi, mereka terlalu banyak menggunakan angka nol pada mata uang nya, susah untukku menggunakannya, dan masih banyak lagi beberapa tempat yang aku lupa namanya.
Namun dari semuanya, Belanda adalah tempat yang paling lama aku singgahi, 2 tahun, sedikit lama bukan. Dan yang terakhir namun bukan paling akhir, aku belum menikah, kurasa aku tidak mau menikah, karena kurasa aku tidak menyukai wanita, karena Belanda pernah membuatku berpacaran dengan seorang pria.
"Aku hanya disibukkan menulis beberapa lirik lagu untuk beberapa band gendre K-pop atau J-pop, tidak lebih. Dan aku belum menikah!" Jawabku padanya yang disambut manusia tampan ini dengan mata lebar membulat.
Aku gay. Benar! Dan sampai saat ini hanya aku dan teman dekatku seperti Siwon dan Donghae saja yang mengetahuinya. Bibiku, tentu saja tidak. Aku menyembunyikan jauh-jauh darinya. Mungkin dia akan menjatuhkan tubuhnya dari tebing Jeju kalau dia tahu aku gay. Orang tuaku. Sayang nya aku tidak pernah mengenal meraka. Mereka meninggal dalam kecelakaan mobil saat usiaku baru menginjak 4 minggu. Aku dibesarkan bibiku dan mungkin itu sebabnya dia meminta cucu dariku, dia menganggapku sebagai anaknya sendiri, sejajar dengan kedudukan Jihye putri kandungnya.
"Kenapa kau belum menikah ? Kau sangat tampan apa kau pernah berkaca ? Wanita mana yang akan menolak lamaranmu!" Katanya mencomot kentang goreng dengan irisan memanjang diatas piringku.
"Aku belum mau!"
Lebih tapatnya aku tidak mau! Dimata orang mungkin aku terlihat sedang sendirian. Baiklah itu memang benar, namun tidak sepenuhnya benar . Mungkin aku memang sendiri namun hatiku sudah dimiliki, oleh pemuda berseragam merah jambu dirumahsakit yang tidak jauh dari daerah tempat tinggalku. Dia tinggi, senyumnya manis, rambutnya lurus kecokelatan dengan pony menyamping kekiri, wajahnya sangat tampan walau aku lebih suka menyebutnya cantik dan bibirnya merah alami, caranya bergerak pun meluluhkan hati. Namun sayang, sejak dari dua bulan yang lalu pertama kali aku melihatnya sampai saat ini aku belum mengetahui namanya. Bodoh bukan, aku jatuh cinta pada orang yang tidak aku kenal. Dan pengecut ? sepertinya mendekati, 'cuz I don't have the guts untuk mendekati atau dan menyapanya. Firasat saja, seperti akan ada hal buruk kalau aku melakukannya.
"Tapi kau masih menyukai wanita bukan ?"
Orang ini terlalu banyak bertanya. Dan pertanyaannya kali ini, Menyebalkan!. "Kalau aku tidak, kenapa ? kau mau berkencan denganku ?"
Aku tidak sedang berusaha untuk mengakui bahwa aku gay, aku hanya ingin menunjukkan kejengkelanku padanya yang terlalu banyak bicara. Rare-cold-steak ku yang belum habis aku tinggalkan begitu saja. Kubersihkan mulutku lalu beranjak berdiri meninggalkannya. Mengingatnya secara penuh saja belum, kenapa dia barlakuso akrab padaku, memangnya sedekat apa pertamananku dengannya dulu.
"Ayolah, aku hanya bercanda! Hanya sebuah pertanyaan. Tapi kalau kau mau berkencan denganku, aku mau! Siapa yang mau menolak manusia tampan sepertimu!"
Dia bergelayut meraih tanganku, dia berkali-kali juga memuji ketampananku. Baiklah ini hanya aku atau manusia ini benar-benar jatuh cinta padaku ! Fuck that shit! Sedikitpun aku tidak tertarik padamu.
Aku meninggalkan manusia bernama Yesung ini tanpa suara saat dia pamit memasuki toilet pria, sebentar katanya. Namun siapa peduli aku meninggalkannya begitu saja.
Aku orang yang tidak terlalu suka banyak berbicara, aku lebih suka langsung menggerakkan tubuhku sebagai pengganti kata. Mungkin itu juga sebabnya kenapa aku sulit mengenal pemuda rumah sakit itu dengan mudah. Aku tidak bisa membuat kata yang benar, dan kaku juga tubuhku walau wajahnya baru kulihat dari kejauhan. Itu sebabnya aku hanya bisa menikmatinya dari jarak bermeter-meter jauhnya. Menyedihkan.
Kalau mau berbicara kenapa aku bisa berpacaran sengan seorang laki-laki di Belanda, itu karena laki-laki itu dulu yang mengajakku bercinta. Zedd namanya, wajahnya manis dan dia berbibir tipis, tidak lebih tinggi dariku,he's 24 but he is pretty more mature. Aku selalu suka caranya menabur bunga surga pada tubuhku. Aku suka caranya mengomel manja, dan bergelayut mesra padaku.
But, cerita ku dengannya sependek lagu cinta yang aku tulis untuk anak didikku kemarin hari. Love like this won't last forever. Kuhantam wajahnya sekuat tenaga saat kudapati dia merengkuh pria lain didalam kamarku! Slut, aku berpacaran dengan pelacur murah yang kukira adalah jelmaan dewa. Wajahnya basah memerah karena darah yang mengucur dari dua lubang hidungnya. Dia merintih memohon maaf, namun malah kembali kusabet dengan telapak tangan. Aku jahat, tentu saja. Aku sakit hati kalau kau bertanya. Namun dia lebih jahat, orang yang tidak menghargai rasa cinta dan kepercayaan itu adalah penjahat, setidaknya seperti itu yang pernah Jihye katakan. Seketika aku meninggalkan kamar, dan meninggalkan dia menggelepar didalam. Entah dia selamat atau sudah tak ada lagi didunia, aku meniggalkan Belanda setelahnya.
Mobil yang kukendarai sudah hampir berada pada sekitaran apartement tempatku tinggal, namun aku masih malas sekali untuk kembali kesana. Baiklah anjingku Jollie belum makan, tapi apa yang bisa aku lakukan, pemuda rumah sakit itu lebih aku rindukan. Kutancap gas dan mempercepat gerakan roda mobilku kembali menuju rumah sakit seperti apa yang aku lakukakan tiga hari yang lalu. Aku tidak perlu apa-apa disana, sakitpun aku tidak. Aku hanya perlu melihat wajahnya.
Selesai menepikan rapi sahabatku yang bernama BMW i8 ini aku segera berlari menuju lantai dua, tempat dimana aku selalu bisa menemukan keberadaannya. The angel of Korea's hospital. Aku berkeliling mencari keberadaannya, mataku berpendar kemana-mana. Namun sial hari ini aku tidak mudah menemukanya, yang ada hanya beberapa suster wanita dan perawat pria yang seragamnya sama dengan yang selalu dipakai angel-ku itu, namun menyedihkan sekali mereka, baju seragam itu terlihat jelek sekali saat mereka yang memakainya.
Biasanya, aku akan menemukannya disudut sana. Sudut diantara jendela kaca dan dinding yang biasanya dijadikan dia menjadi sandaran tubuh tingginya, dengan menggenggam satu buah gelas kecil ditangannya. Aku selalu suka bagaimana caranya menyesap cairan dari gelas plastik yang dia pegang, bibirnya melekat dengan ujung gelas, melekat berlama-lama, jakun kecil dilehernya akan bergerak naik-turun beberapa kali lalu akhirnya dia akan tersenyum dan meneleng melihat kedalam gelas yang dipegangnya. Menggemaskan sekali. Bagaimana rasanya bila bibir itu bersentuhan dengan bibirku. Cantik, manis, dan.. ahh delusi. Kurasa aku cemburu pada sebuah gelas sekarang.
"Ahh mianhne.. jeosong-hamnnida .. .. jeosong-hamnnida!" Suara permintaan maaf dari orang yang telah menabrak tubuhku berulang sambil menggerakkan tubuhnya, membungkuk lalu tegap lagi-membungkuk lalu kembali tegap lagi. Berkali-kali. Sementara aku masih menunduk membersihkan kemejaku yang basah karena tumpahan air dari gelas yang mengucur bebas membasahi dadaku.
Sebenarnya kami bertabrakkan, aku mendadak membalik tubuhku untuk bergerak ketempat lain mencari angel-ku namun aku menabrak orang yang berada dibelakangku, orang yang sepertinya akan berjalan bersebrangan denganku. Kemejaku basah, air dalam gelas yang dia bawa mengguyur kemejaku.
"Anniya! Tidak apa-apa!"
Aku melihat wajahnya. Sial. Aku sedang berbicara pada pemuda yang aku suka, pada angel of Korea's hospital, pada perawat yang berseragam merah muda dengan bibir berwarna merah yang membuatku jatuh cinta. Sebut saja ini keberuntungan, aku tidak perlu mencarinya, dia mendatangiku. Meskipun aku tahu pasti, yang akan dia tuju sebenarnya adalah sudut disamping jendela kaca itu, dan bukan aku.
"Jeongmal jeosong-hamnnida .. .. jeosong-hamnnida!" Katanya masih mengulang kata maaf, dia mengelap dadaku yang basah dengan saputangan yang dikeluarkannya dari saku seragam merah mudanya.
Aku terpana, aku tidak bisa berbicara,berkedippun kupaksa, kurasa stroke dadakan mulai mengajakku berjabat tangan. Dia sangat menawan, wajahnya yang sedang ketakutan-pun semakin membuatnya terlihat berkali-kali lebih tampan,adorable. Lovable .
"Maafkan aku, kau tidak apa-apa ?"
"Ah! iya tidak apa-apa, aku baik-baik saja!"
Sial! Aku baru sadar , kukira dia tidak bisa berbicara, mengingat setiap kali aku menguntit dan melihatnya apa yang dilakukannya hanya tersenyum dan, itu saja dia hanya selalu tersenyum. Dua bulan yang lalu pertama kali aku melihatnya dia juga sedang tersenyum, duduk berjongkok didepan seorang bocah berkepala pelontos disalah satu sudut rumah sakit. Dia tersenyum, wajahnya penuh dengan kata-kata cinta namun dia tidak bersuara, dia menggerak-gerakan tangannya didepan bocah itu, seperti mereka sedang berbicara menggunakan bahasa isyarat yang awam digunakan para penyandang tuna wicara. Begitu juga saat dimana aku melihatnya berdiri diantara teman-teman seprofesinya, dia juga tidak bersuara, dia hanya membawa senyumnya kemana-mana. Itu sebabnya aku beranggapan dia tidak bisa bicara. Bodoh. Namun sekarang apa yang aku dapat, suaranya adalah nyayian baru yang sudah kupastikan akan betah menghuni telingaku.
"Kau.. bisa melihatku bukan ?"
Apa lagi ini. Apa yang dia tanyakan. Tentu saja aku melihat nya, wajah tampannya sungguh menggemaskan. Dia melambai-lambaikan tangannya didepan wajahku berkali-kali, mulutnya menganga menguar nafas berry yang aku suka. Ah wajah tampannya membuat aku tidak bisa berkedip. Aku tidak ingin berkedip, mungkin aku tidak akan lagi mendapatinya bisa sedekat ini. Aku tidak ingin berkedip jika selanjutnya pada detik terakhir dia sudah menghilang dari pandanganku. Aku tidak mau menerima kalau nantinya ini hanyalah bagian dari sisa delusiku.
"Ahh kurasa kau salah arah, Tuan. Kalau kau mau menemui dokter Oftamologi atau yang ahli dalam bidang-bidang seperti itu bukan disini tempatnya. Mari kuantar!" Kata dia seraya menggenggam tanganku yang entah akan dia bawa kemana. Dan oftamologi, apa lagi itu, aku art spesialist bukan penghuni rumah sakit yang mengerti tentang bahasa kedokteran atau bahasa biologis.
Namun apa yang bisa aku lakukan , aku terlanjur menyukai sentuhan tangannya yang melingkar dilengan kiriku. Jemarinya halus, lebih halus dari bulu-bulu Jollie atau bantal yang selalu bisa memenangkan tidur malamku.
"Disini!.." Katanya. Kami berdiri didepan petugas rumah sakit yang lain, selanjutnya dia berbicara sedikit panjang dengan petugas berseragam putih yang berdiri dibelakang meja marmer didepan kami berdiri. "Siapa nama doker yang biasa menanganimu ?" Tanya dia dibarengi senyuman ramah menelenglembut menatapku, sementara yang aku bisa hanya mengeluarkan 'Huh' sound. Aku masih belum mengerti apa yang sedang dilakukannya, namun aku sangat menikmati memandangi wajah tampan dan mendengarkan suara lembutnya. Aku tidak bisa untuk berhenti menatap wajahnya yang jarang sekali kutemui bisa sedekat ini. "Ah baiklah sepertinya ini hari pertamamu! Jangan khawatir gadis ini akan membantumu!" Dia mengeluarkan senyuman itu lagi. Senyuman manis yang benar-benar sangat cantik saat senyuman itu melengkung langsung didepan wajahku.
"Siapa namamu?" Tanyaku memberanikan diri menyadari sepertinya orang yang kusukai ini mulai akan berpamitan pergi dan meninggalkanku bersama dengan gadis perawat yang berseragam sama dengannya.
"Shim Changmin!"
Dia mengumbar senyum lalu melepas tanganku dan melenggang pergi. Dia berjalan sedikit cepat, namun saat ada satu dokter berpapasan dengannya dia menundukkan kepalanya memberi hormat. Ah what a real angel you are, Shim Changmin. Aku akan mengingat nama itu.
"Baiklah Tuan. Jung! Mari masuk kedalam!"
Perawat perempuan itu memapahku, menuntun tanganku memperlakukan aku seolah aku mempunyai penyakit atau semacamnya yang buruk. Aku dibawanya menemui seorang dokter berkacamata berbentuk melingkar. Apa ini dan apa gunanya alat ini.
◆◆◆
"Jollie oddiya ?"
Hanya sekali panggilan anjing manisku berguguk kecil dan berlari menabrak kaki. Kuremas telinganya yang ditumbuhi ribuan bulu-bulu halus. Hidungnya cokelat kemerahan, basah dan dia melata.. menjulurkan lidahnya mendengus, mengeluarkan suara nafas yang terdengar lumayan keras.
"Apa kau lapar ? Mianhae.. tadi aku sedikit sibuk, sebenarnya mencari kesibukkan, kau tidak marah bukan? Ini baru jam 8, makan malammu hanya telat dua jam. Jangan marah!
Aku berbicara pada anjing. Yes teman setia ku, tentunya setelah Siwon, Donghae ,gitar drum dan bantal juga selimut tebal. Perhatikan. Aku bukan pria kesepian aku hanya menyukai ketenangan, tidak banyak orang berarti tidak banyak omongan dan kata-kata yang memuakkan.
Setalah makan malam siap untuk Jollie, aku menghempaskan diri diatas kasur pribadi, sebenarnnya tidak terlalu pribadi karena Jolie tiap malam akan datang menghampiri. Kurentangkan tubuh lelahku mengisi penuh ranjangku yang tidak terlalu lebar. Kulewatkan makan malamku, aku hanya ingin segera tidur membawa rasa bahagiaku sore tadi kedalam alam mimpi, mungkin saja aku akan melihat wajah Changmin disana nanti. Yah akhirnya setelah dua bulan enam hari aku baru mengetahui namanya hari ini. Shim Changmin.
Gonggongan Jolli selalu menjadi alarm pagiku. Pagi ini pun begitu, dia akan menggonggong dan membasahi wajahkku dengan jilatan lidahnya yang yucks aku tidak terlalu menyukainya. Rasanya seperti kaos kaki basah menempel diatas wajah.
"Jollie kau bau!"
Dan setelah dia mendengar suaraku, hewan pintar ini akan segera meninggalkan ranjangku, beringsut turun lalu akan duduk disamping piring makannya, menanti sarapan pagi.
"Kau lapar ? sepagi ini ?"
Gugukan kecil melengking dari moncongnya menjawab pertanyaanku. Tidak tahu apa dia mengerti bahasaku, aku pun tidak mengerti bahasanya tapi aku selalu suka ketika dia bersuara menanggapi apa yang aku ucapkan.
Anjing berbulu pudle ini tidak ku adopsi dari shelter atau semacamnya, aku menemukannya tergeletak dipinggir jalan dipagi hari saat aku sedang berlari kecil disekitar bibir danau, ada luka pada bagian kaki belakangnya saat itu, dan mulai dari hari itu aku merawatnya, memasukkannya dalam bagian sepi dari rumahku.
Setelah merapikan diri, bermain kecil dengan Jollie, memakan sarapan pagi ku yang hanya berupa selembar roti, aku mulai kembali melaju cepat dengan mobil kesayanganku menuju studio music menemui para anak band baru yang tentu saja membutuhkan bantuanku. Tentu saja.
"Yunho kau sudah datang ?" Sapa Siwon ramah mengulurkan genggaman tangannya padaku. Dia adalah teman sesama penyuka music dari zaman masih memakai almamater sekolah. "Kau bertemu dengan Yesung kemarin hari ?"
"Iya! Kau kenal dia ?"
"Kau lupa ? Dia teman sekelas kita!"
Aku tidak menyukai pertanyaan dibalas dengan pertanyaan. Dan kali ini disambung dengan pernyataan yang sudah aku dengar sebelumnya, namun tidak ada seseorang yang mau menjelaskan seperti apa dia, sedekat apa memang aku dengannya dulu.
"Baik jangan bicarakan dia!" Putusku tak mau berlanjut.
Menyebalkan hari ini, anak-anak baru ini seperti sedikitpun belum mengerti tentang music, mereka berulang mengatakan iya, paham , dan terimakasih, lalu kami akan berusaha sebaik kami, tapi sampai saat ini dari pukul 10 pagi hingga 2 sore berhasil meninggikan satu tangga nada saja -pun mereka belum. Melelahkan. Ini karena aku yang sudah mulai menua dan menjadi sedikit cerewet atau mereka yang memang terlalu muda namun bergaya terlalu bisa. Fuck! Aku lelah. Aku ingin bertemu dengan pria ku saja.
"Maafkan kami Hyung! Kami akan belajar lebih giat lagi!" Kata enam orang itu bersamaan, bersamaan pula merundukkan tubuhnya pada ku yang sudah akan melangkah keluar.
"Lunch on me!" Seru Siwon menghadangku dipintu keluar disusul dengan Donghae yang lalu menempatkan ujung sikunya diatas bahu Siwon.
"Maaf tidak bisa, aku mau kerumah sakit!"
"Kau sakit?" Suara tanya Donghae meninggi.
"Tidak , hanya berkunjung!"
"Siapa yang sakit?" Siwon kali ini
"Tidak ada!"
Aku melenggang jauh dan cepat setelahnya, meninggalkan sahabatku dibelakang dengan banyak tanda tanya. Kenapa aku harus menjelaskan, aku tidak merasa aku harus berkata jujur pada mereka. Rumah sakit, aku hanya ingin bertemu dengan malaikatku, itu saja.
Setelah perjalanan yang sedikit lama karena traffic jam yang membuat jengah, akhirnya aku sudah kembali memasuki lingkup rumah sakit. Sungguh ajaib, kali ini aku disambut langsung oleh Changmin malaikat-ku. Dia terlihat keluar dari dalam satu ruangan dengan memapah tangan seorang tua, matanya yang mendapati aku berjalan pelan dari pintu depan mulai menggerakkan bibirnya untuk mengulas senyum menawan. Poninya jatuh menutupi dahi, manggantung menyentuh alisnya sebelah kiri. Dia berjalan pelan menghampiriku dengan menyimpan kedua tangannya dalam saku seragam.
"Ada janji dengan tuan dokter lagi hari ini ?" Katanya seraya mengeluarkan tanganya dari saku seragam dan beralih meraih tanganku. "Kau benar-benar tidak bisa melihat apa masih bisa samar melihat ?"
"Huh ?"
Tunggu dulu! Aku harus bertanya apa yang sebenarnya dia lihat dariku.
"Ah! kau harus punya alasan yang tepat untuk semua huh sound yang kau ucapkan pada semua pertanyaanku.." Dia menuntut jawabku, karena selain aku tidak mengerti dengan pertanyaannya tadi, memang sedikit sulit untukku berbicara saat berada didekatnya. "Dokter mata kemarin hari mengatakan apa ? Dia pasti mengatakan ada harapan untukmu bisa melihat lagi bukan ?"
God! Jadi dia menganggapku buta . Geez! Pantas saja dia tidak segan menggandeng tanganku yang menurutnya dia sedang menggandeng tangan seorang buta.
Baiklah. Bukan sepenuhnya ini salah dan kekeliruannya . Kalau aku kembali ke hari kemarin memang buka salahnya kalau dia mengira aku buta. Aku tidak berkedip melihatnya yang terlihat begitu cantik didepan mataku, -pun saat dia berulang menggerakkan tangannya didepan wajahku aku bergeming, mata dan gerakku dicuri kesempurnaannya sampai akhirnya dia membawaku ke Oftalmologo, atau Oftalmologi atau apapun itu namanya, dia membawakku ke dokter spesialis mata dan meninggalkanku disana, yang mau tidak mau aku harus memeriksakan mata setelahnya. Orang yang pintar dan mengerti tentang seluk-beluk bola mata dengan sebutan dokter spesialis itu mengatakan tidak ada yang salah dengan mataku, mataku sehat.
Namun sekarang aku tidak yakin aku akan mengaku kalau mataku sehat dan tidak bermasalah pada Changmin atau tidak. Mengatakan dia salah paham saja, menjelaskan aku tidak berkedip karena aku terpana oleh wajahnya lalu mengaku aku menyukainya. Begitu, Tunggu!, lalu bagaimana jika dia berbalik dan malah menatapku jijik, membuang tanganku jauh dan tidak mau lagi mendekatiku. Kalau itu terjadi kurasa aku akan membuang diri dari tebing Jeju mengikuti jejak orang patah hati sebelumku.
"Kau diam. Kau sudah makan ?" Suaranya mengoyak piranku yang masih tidak menentu. " Jam berapa janji dengan doktermu ?"
"Belum, ah kurasa aku salah hari, maksudku seharusnya aku tidak datang hari ini, seharusnya masih besok pagi!" Great! Aku sedang berbohong agar esok hari aku masih bisa melihat wajahnya lagi. "Bisa kau tunjukan padaku dimana aku bisa mendapatkan makan siang ?" And double great! Sekarang aku benar-benar sedang berpura-pura buta. Bodoh. Tentu saja ini adalah hal terbodoh yang pernah aku lakukan. Namun begitu, aku masih belum siap kalau untuk menjauh darinya, alasannya karena tentu saja dia tidak akan melayani orang sehat, dia perawat, orang sakit prioritasnya, dan aku ingin menjadi orang pertama yang diperhatikannya.
Setidaknya aku harus cukup puas dengan hanya sentuhan tangannya pada bagian tubuhku, walaupun truly aku ingin lebih dari itu.
"Tunggu disini, aku akan membelikanmu sesuatu. Kau suka Dak Galbi , aku suka sekali makanan itu, kau mau ?"
Dia mendudukkanku pada sebuah kursi di kantin rumahsakit. Bibirnya tersenyum, mengerucut, menipis, dan menganga tapat didepan wajahku. Oh aku benar-benar sudah jatuh cinta. Aku menyetujui apa saja yang dia tawarkan padaku, dia berlari kecil menuju food counter untuk membeli apa yang dia mau lalu tidak lama dia mulai kembali mendekat dengan nampan melebar menutupi dua telapak tangannya. Dak Galbi, aku juga menyukai makanan ini.
"Kau suka bukan?" Tanyanya setelah memberiku satu suapan kecil dari ujung sendok yang dipegangnya.
"Enak! Aku juga menyukai makanan ini? "
"Oh benarkah? " Matanya bercahaya, bibirnya mengulas senyum lembut sebelum kembali mengerucut meniup makanan yang berada diujung sendoknya. "Maaf menyuapimu, bukan aku merendahkanmu karena kau tidak bisa melihat, tapi ini lebih karena makanan ini disajikan dalam piring panas, aku takut kalau kau makan sendiri tanganmu akan bersentuhan dengan bagian piring yang panas, kau tidak keberatan bukan?"
Dia berceloteh panjang, dia mengkhawatirkanku. Aku menyukainya, sungguh! Hanya sayangnya aku hanya seorang pasien yang butuh pertolongan dimatanya.
"Tidak! aku suka, terimakasih!" Jawabku sambil kembali menerima suapan darinya.
"Rumahmu dimana ? bagaimana kau kesini ? apa kau selalu sendiri, kenapa tidak ada bagian dari keluargamu yang menemani ?"
Bagus. Sekarang deretan pertanyaannya akan kujawab apa. Aku tidak tahu keseharian para tuna netra seperti apa, bagaimana mereka bisa mendapatkan bus atau alat transportasi lainya, bagaimana cara mereka menyeberang jalan, menggunakan kereta, dan lainya-dan lainnya. Aku tidak tahu, akan kujawab apa.
"Aku naik taxi!" Jawaban paling pintar yang bisa aku temukan.
"Keluargamu ?"
Sial! Dia masih mengulangi pertanyaannya .
"Mereka meninggal saat umurku baru 4 minggu." Kali ini aku tidak berbohong.
"Aw.. maafkan aku!" Kata dia sambil menyentuh punggung tanganku.
Aku mengangguk syahdu menanggapi suaranya. Aku selalu memandang wajahnya yang terus saja menciptakan bermacam-macam expresi lucu saat dia berbicara. Aku memandangnya, namun aku harus membuat pandanganku terlihat sekosong mungkin, aku terlanjur berbohong tidak mungkin aku menyerah, aku sudah terlanjur basah.
Lepas menghabiskan beberapa menit dengannya di kantin rumah sakit akhirnya Changmin menuntunku ke tempat orang-orang biasa berdiri berjajar mengantre taxi. Dia berdiri dibawah terik matahari bersamaku menunggu taxi berwarna biru. Dia menggengam erat tanganku, seperti seorang ibu terhadap anak, saat tangan kami mulai berkeringat, dia tetap tak mau mengurainya.
"Bye! Sampai jumpa besok!"
Changmin melambaikan tangan, yang dia tahu aku buta tapi dia tetap tersenyum dan melambaikan tangannya padaku yang sudah berada didalam taxi.
"Sampai jumpa!" Kataku mengakhiri.
Akhirnya aku menurut dan diam dalam laju taxi meninggalkan perawat yang aku sukai melambai tangan dibelakang. Namun sebelum terlalu jauh aku menghentikan laju taxi yang kutumpangi dan meminta sang pengemudi untuk kembali berputar kerumah sakit tadi. Aku tidak mau kalau harus merelakan sahabatku MBW i8 silver tertidur dipekarangan rumah sakit.
Aku tidak pernah sebodoh ini sebelumnya, harus sampai berpura-pura buta agar aku bisa dekat dengan orang yang aku suka. Ini tidak masuk akal. Siwon dan Dong-hae akan menertawakanku sampai tenggorokkan meraka retak kalau saja mereka sampai mengetahui ini. Bukan hanya mereka, mungkin Jollie juga akan bisa mengucapkan kata lain selalin menggonggong kalau hewan berbulu itu tahu aku bisa sebodoh ini.
"Anyeong Jollie? you miss me yet ?"
Berbicara tentang hewan berbulu, kini aku sudah kembali bersama dengan Jollie, anjingku. Setelah menghabiskan waktu berputar-putar dengan taxi kembali mengambil mobilku yang tak mungkin aku tinggalkan didalam parkiran rumah sakit, sekarang aku sudah kembali berada didalam rumah.
Kembali sepi, seperti setiap hari. Hanya gonggongan Jollie yang biasanya mengganti berisik televisi, kadang juga pesan suara dari bibiku yang muncul dari telephone rumah. Ah benar , hampir saja aku melupakannya, aku belum mendapati pesannya hari ini.
'Yunho-ah.. apa kau sudah merindukanku ? Aku sudah merindukanmu, namun Jihye bilang dia samasekali tidak merindukanmu. Apa kau sudah makan? Jangan lewatkan makan malammu nanti, atau kau akan sakit dan aku malas kalau harus kembali kesana untuk merawatmmu. Yunho-ah, ada gadis manis disini, apa kau mau mengenalnya.. namanya Yura rambutnya menggelombang dan panjang, seperti ombak lautan, tidak terlalu tinggi tapi pasti serasi sekali kalau dia berdiri disampingmu. Dia cantik! Kau mau? Hubungi aku kalau kau sudah mendengar pesan ini. Baiklah, uri Yunho saranghae.."
Ah panjang sekali pesannya, isinya tetap saja sama namun hari ini gadis yang ditawarkannya berbeda nama. Aku bingung, apa di Jeju sana banyak sekali anak gadis, bibi selalu menyebutkan nama gadis yang berbeda-beda tiap harinya. Dan menghubunginya ? Maaf bibi aku malas.
Malam ini kembali kuhempaskan tubuhku keatas ranjangku, sendirian untuk beberapa menit namun kemudian Jollie datang menemani setelah menghabiskan makan malamnya yang berbentuk butiran-butiran kecil.
Kutatap langit-langit kamarku. Putih, namun seperti tercetak wajah malaikatku disana, Changmin, dia tersenyum. Indah seperti yang sudah-sudah. Aku memandangi delusiku yang tercetak dalam plafon kamar, lama hingga tanpa sadar aku mulai beralih menjamah alam dibawah sadar.
.
.
Cukup kunikmati menu makan siangku kali ini, aku makan dan makan tanpa membuat suara. Aku segera ingin menyelesaikannya, menghabiskan grilled duck ramen dalam mangok panas ini dan segera berlari menuju rumah sakit. Mungkin sekarang aku sudah benar-benar sakit, jenis penyakit yang tidak bisa dianalisa oleh alat-alat kedokteran.
Setelah aku benar-benar bisa berbicara dan mengetahui nama orang yang aku suka, aku selalu kesana setelahnya. Janji dengan dokter bohongku, cek mata elakku, dan masih banyak lagi hal bodoh dan kebohogan yang meluncur bebas dari mulutku tiap kali Changmin bertanya kenapa terlalu sering kesana. Karena setahu dia, orang buta tidak perlu untuk cek mata tiap harinya. Siapa yang perduli, aku hanya ingin dia selalu menggenggam tanganku saat kita bertemu, dan tentu saja dia melakukan itu tanpa canggung, aku orang sakit dimatanya. Namun aku selalu menikmatinya.
"Aku selesai!" Ujarku menaruh sendok dan sepasang sumpit dalam bentuk tatakrama orang yang sudah kenyang dan tidak mau lagi menambah makan.
"Wait up! Kau mau kemana ?" Cegah Donghae menghentikan langkahku menjauh.
"Pulang!" Kelitku
"Mwo-yah! Belum waktunya tuan, kita masih harus bertemu dengan produser dari boyband baru yang sedang kita asuh, kau lupa ?" Jelasnya, mulai membuatku kembali ingat. Aku memang lupa.
"Iya! Kau lupa!" Dukung suara Siwon, yang kemudian membuat aku kembali mendudukan diri didepan mereka yang belum menyelesaikan makan siangnya. Sebenarnya mereka mau makan atau mau bercanda, meraka terlalu banyak bicara. Sahabatku memang, namun itu yang tidak aku suka dari mereka. Terlalu membuang waktu.
Pukul 8 malam, akhirnya kau baru bisa keluar dari gedung tempatku bekerja. Sudah terlalu malam untuk menyambangi rumah sakit. Alasan apa yang akan aku berikan pada Changmin untuk pertanyaannya hari ini yang akan selalu menyambutku dan dengan pertanyaan janji apa hari ini. Tidak ada. Lebih baik aku pulang, bergulung dengan selimut dan Jollie ku yang malang. Malang, aku selalu meninggalkannya sendirian mungkin sekarang dia sedang kelaparan.
Shit! Ada apa dengan mobil ini, benda beroda yang sudah menjadi sahabat ini kini ikut merajuk juga, seburuk perasaanku yang tidak bisa melihat senyum Changmin hari ini. Mesinnya tidak mau menyala, hanya berdesir mengerang lalu kembali diam. Baiklah, mungkin mobilku juga sedang sakit. Rusak.
Terpaksa aku meninggalkanya dipelataran didepan gedung. Aku berjalan ditepian jalan menuju tempat pemberhentian bus. Aku tidak pernah berkeliling dengan bus sebelumnya. Pernah, namun seingatku itu terjadi sekitar 10tahun yang lalu, ya mungkin semasa aku masih sekolah. Itu yang membuatku kini ragu untuk menaiki bus, mungkin aku akan bisa tersesat ditengah jalan dan Jollie menangis meranung dirumah.
"Kau kenapa disini?" Suara Changmin membuatku sekonyong-konyong berdiri dari dudukku dikursi halte bus. Sial. Kenapa bisa bertemu dia disini, aku akan berbohog apa sekarang. Ingat Yunho, kau sedang pura-pura buta. "Kau sendiri ?" Lanjutnya meraih tanganku seperti yang selalu dilakukannya.
"Iya,.. kurasa aku salah turun dari bus!" Bohongku padanya yang sekarang sudah menunjukkan wajah khawatirnya yang aku suka.
"Rumahmu dimana?"
Oh tidak! Bagaimana aku menjawab. Aku tidak mungkin memberitahunya, belum saatnya kurasa.
"Aku akan mengantarmu pulang!" Kata dia menawarkan jasa. "Ini sudah malam.." Lanjutnya.
"Tidak perlu.. euhh.. aku!" Sial. Ayolah kepala beralasanlah.
"Kau mau kerumahku ?"
Tunggu! Aku tidak salah dengat bukan ? itu sebuah undangan. Sepertinya dia menyadari aku tidak ingin memberitahukan alamat rumahku padanya, namun dia tanpa ragu menawarkan aku untuk datang kerumahnya. Mungkin ini hanya salah satu dari perasaan keperawatannya yang so manusiawi dan tidak tega meninggalkan aku sendirian ditepi jalan.
"Kau tidak masalah ?" Tanyaku berbasa-basi.
"Sama sekali bukan masalah, aku tinggal sendirian kalau kau mau bertanya!" Jawabnya menjelaskan tanpa aku meminta.
Setelah anggukkan kecil yang aku berikan. Changmin menggenggam tanganku menuntunku memasuki bus yang berjalan menuju sekitaran rumahnya.
Setelah bus berhenti dan kami berdua turun ternyata tempat tinggalnya masih lumayan jauh dari bibir jalan raya. Kakiku mulai terasa lunglai dibuatnya. Namun suara dan tangannya yang tak lepas menggenggam tanganku adalah obat terampuh yang bisa menawarnya. Maaf Jollie, malam ini aku tidak pulang.
"Duduk disini, aku mau mengganti bajuku !" Perintahnya padaku, dia menuntunku untuk duduk pada pinggiran ranjang yang tidak lumayan lebar. Apartementnya tidak jauh lebih luas dari milikku. Open kitchen disudut sana, kamar mandi disebelahnya, sofa berwarna putih berada ditengah ruangan, meja kerja disampingnya, sebuah lemari baju yang tidak besar dan satu ranjang yang sedang aku duduki. Tidak ada dinding penyekat untuk memisahkan ruangan disini, kecuali pintu kamar mandi yang berada disudut dan menyendiri.
"Kau sudah makan?" Changmin membuat suara tiba-tiba, membuatku berhenti menyorot sekeliling rumahnya. Beralih memperhatikan dia yang sedang menanggalkan satu persatu bajunya. Membuka butiran kancing kemejanya, menggerakkan bergantian antara tangan kanan dan kirinya untuk terlepaskan diri dari kemeja yang membalut tubuhnya, kemudian melonggarkan lilitan ikat pinggangnya dan terakhir melucuti celana. Menyisahkan celana dalam berwarna hitam yang membungkus bagian vitalnya.
Aku tertegun dengan tiap gerakan yang dia ciptakan. Kini tubuhnya yang hampir telanjang terexpose polos didepan mataku. Dia menelanjagi tubuhnya bagai aku tidak sedang disini bersamanya. Ah tentu saja, yang dia tahu aku buta.
"Kau sudah makan ?" Kata dia lagi mengulagi pertanyaannya. Tentu saja, aku dialihkan oleh tubuhnya, dan lupa untuk memberinya jawaban.
"Sudah!" Jawabku singkat.
"Aku juga sudah!" Kata dia "Baguslah!" Lanjutnya memamerkan barisan gigi-giginya.
Dia berjalan mendekatiku pelan tanpa membuat suara, tubuhnya yang hanya tertutup celana dalam sekarang berdiri didepanku yang terduduk ditepian ranjang, dada dan perutnya yang rata menantang didepan mata, namun sial aku harus masih berpura-pura tidak tahu. Aku masih memainkan peran butaku, kalau tidak mungkin sudah akan ku menghempaskan dia keatas ranjang dan menindih tubuhnya. Menghujaninya dengan bibir dan lidah, menghujamnya dengan nafsu dan cintaku, membuatnya mengerang dan menggeliat diatas ranjang, menyebut namaku. Namun sial yang benar-benar sial. Peran buta sialan.
Changmin membungkuk bersujud didepan dudukku. Tangannya tertumpu pada lututnya yang ayu. Dia memandangi wajahku, meneleng berulang menilik kedalam mataku. Bibirnya sedikit terbuka,maju dan mendekatiku aroma berry kucium dari sana. Sial. Aku masih harus memasang tatapan mata kosong sebisanya. Aku tidak yakin apa yang sedang dilakukannya namun wajahnya begitu dekat dengan wajahku, kalau saja aku tidak sedang berpura-pura buta, kupastikan sudah kulumat bibir merahnya. Sekarang aku cemburu pada deretan giginya yang menggigiti belah bibirnya bagian bawah. Aku akan menyerah kurasa.
"Apa kau yakin kau tidak bisa melihat sepenuhnya ?"
Suaranya tiba-tiba, membuatku berkedip berulang tentunya. Yang selebihnya kubuat-buat.
"Kau.. kau didepanku?" Bohong jawabku.
"Ahh.. " Dia mendesah, kembali menegakkan tubuhnya menyisir poninya dengan jari tangan dan menariknya kebelakang. "Aku mau mandi!" Lanjutnya melenggang pergi.
Aku bermalam dirumahnya, rumah orang yang aku suka namun tidak ada yang istimewa semalam, dia tidur membelakangiku aku tidur menatap punggungnya. Gelisah tidak bisa menutup mata, aku tidak mau tepatnya. Tanganku berulang kali ingin menjamahnya namun berulang kali juga aku harus berusaha keras menahannya. Sial! Aku tersiksa, dan terlelap tanpa sadar setelahnya.
Esok harinya saat aku kembali membuka mata, setelah sambutan selamat pagi dari bibirnya yang selalu saja menggoda, sarapan manis ditambah celotehnya yang riang nan manja, kini aku sudah kembali berada didalam taxi. Aku pulang membawa sisa semalam yang bahkan tidak terjadi apa-apa.
Ah benar-benar menecewakan . Kurasa aku sudah akan menyudahi sandiwara saja.
"Jollie aku pulang!"
Teriakkanku bukan disambut anjing yang aku panggil, namun suara seorang gadis yang melengking.
"Oppa! Kau darimana saja ? kau memelihara anjing atau memenjara anjing ? lihat wanita kecil ini kelaparan apa kau tahu ?"
Dia.. Jihye. "Kapan kau datang?" Anak dari bibiku. Satu tahun dua bulan kami tidak bertemu, namun aku sama sekali tidak melupakannya. Lengking suaranya, kerucut bibirnya saat bicara, dan kerlingan mata sadisnya saat menunjukkan rasa tidak suka.
"Dua jam yang lalu!" Jawabnya, mengempaskan tubuh kecilnya diatas sofa.
"Bibi?"
"Tidak ikut!"
"Kenapa ?"
"Tidak tahu!"
Gadis ini, sangat berbeda dengan ibunya. Dia hanya akan mengeluarkan satu kata jika kau juga hanya menanyakan satu kata. Namun tidak selalu, saat dia menyatakan ketidaksuakaannya pada sesuatu dia akan mengoceh panjang seperti ocehan pertamanya tadi saat pertama melihatku.
"Untuk apa ke Seoul ?"
"Apa lagi, bermain!"
"Kukira merindukanku!"
"In your dream!" Sadistic. Kapan dia akan mempunyai pacar kalau dia sekasar beruang lapar.
Kalau mau jujur aku juga sama sekali tidak merindukan putri bibiku ini. Aku lebih suka juga dia tidak mendatangi ku yang lebih suka sendiri dengan Jollie.
"Aku mau mandi!" Pamitku pada Jihye yang sedang meremas kepala Jollie, dia tidak menjawab juga tidak menganggukkan kepala, dia seperti tidak punya telinga. Gadis menyebalkan.
Kubasahi seluruh tubuhku dengan air dingin yang mengucur dari shower menggantung diatas kepalaku, entah apa yang terjadi padaku, atau aku memang sudah gila saja. Belum lama aku berpisah dari Changmin yang mengatakan dia harus bekerja dan memanggilkanku sebuah taxi untuk pulang kerumah, Kini aku kembali membayangkan wajahnya saat mataku menutup dibawah kucuran air. Ah aku benar-benar ingin memilikinya, menyentuh tubuhnya dan menjadikannya milikku saja.
Menyedihkan. Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya sampai aku harus masturbation sendirian membayangkan wajah orang. Aku mendesahkan namannya disela gerakan tanganku memanjakan diriku sendiri, mengurut lembut sesuatu diantara pangkal pahaku. Wajahnya, senyumnya, sentuhan tangannya, kubayangkan semuanya. Ah .. andai bisa aku sesap semua kehormatan yang dia punya.
Samar kudengar suara Jihye berbicara dengan seseorang diruang depan. Tidak biasanya ada seseorang akan bertamu kerumahku. Tentu saja selain Siwon dan Donghae, itu saja sangat jarang sebab kami lebih sering membuat janji diluar ruangan. Siang ini pun begitu, meskipun sebenarnya aku sangat malas dengan bocah-bocah didikan kami kali ini namun aku harus tetap datang kegedung tinggi tempatku bekerja itu untuk mengajar anatomi, maksudku anatomi tangga nada, bermain tuts piano, drum gitar, dan seluruh keluarganya.
"Ini untukku ?" Tanyaku pada Jihye yang sedang berdiri tegap didepan meja, menyeduh minuman hangat didalam cangkir kecil. Kubebankan tanganku pada pundak kirinya, sementara aku berdiri disamping kanan tubuh mungilnya.
"Bagianmu, buat sendiri, ini untuk tamumu diluar sana. Cepat pakai bajumu kau masih setengah telanjang!"
Jihye menggelepat berputar dengan nampan kecil diatas tangannya. Dia berputar menuju ruang depan. Sial!. Aku melupakan kalau dapur rumahku juga adalah dapur terbuka tidak jauh dari ruang tamu didepan sana, dan tamu yang dimaksud Jihye sedang duduk disana, melihatku yang berdiri terperanga, lalu tersenyum kecil pada Jihye yang datang membawa minumannya.
Shim Changmin. Tamu itu adalah dia. Sial belum lama tadi aku memberi nikmat pada tubuhku dengan membayangkan dan menyebut namanya, sekarang dia benar-benar menampakkan wujudnya didepan mata.
Dia meneleng, memberiku tatapan mengerikan. Wajahnya datar, senyum manisnya tidak ada disana. Kurasa dia mulai mengetahui kebohonganku. Bagaimana tidak, aku berjalan santai keluar dari dalam kamar mandi, berjalan tanpa gagap mendekati Jihye dan merangkul tubuh gadis itu dengan mudah.
"Aku pergi sekarang .." Changmin bersuara.
"Ah! minumanmu ?" Jihye ingin menghentikannya dengan menawarkan minuman yang sudah terlanjur dibuatnya namun Changmin seperti tidak merasa ingin menikmatinya.
"Untuk orang itu saja, terimakasih!"
Changmin melirikku sesaat, menundukkan kepalanya samar lalu dia melangkah keluar dengan langkah panjang. Menghilang dengan cepat dibalik pintu keluar.
Kupanggil namanya, berkali-kali. Bahkan aku kini berlari mengejarnya dan meinggalkan Jihye yang belum selesai dengan rutukan panjang dari bibirnya tentang minuman yang tidak diminum orang yang bertamu kerumahku.
Kubuyarkan sudah sandiwaraku, lagipula malaikatku ini sekarang juga sudah tahu aku berbohong tentang kebutaanku. Kutarik dan kutahan erat lengannya, mencegah dia memasuki pintu elevator yang sudah terbuka. Dia meronta namun aku tak mengidahkannya, tak mungkin kubiarkan dia pergi setelah mengetahui kebohonganku selama ini tanpa dia mengatahui alasannya.
"Kau sehat sekali hari ini, bahkan kau bisa berlari!" Sindir mulut merahnya yang sedikit membuatku geli.
Dia tidak mau memandangku, dia membuang wajahnya jauh-jauh.
"Miaanhe.." Kataku lembut memandangi garis rahangnya. Setidaknya aku memang bersalah, aku harus meminta maaf. "Aku berbohong bukan tanpa alasan, ini karena.."
"Kau orang sehat, tidak perlu seorang perawat!" Suaranya menyela, ini yang tidak aku suka, ini juga sebabnya aku memilih melanjutkan berbohong hanya untuk selalu berada didekatnya , sebab aku tahu dia akan mengatakan seperti itu nantinya.
"Oppa? Pakai bajumu!"
Sial. Gadis itu mengaum dari kejauhan.Kumohon Jihye diamlah. Rapalku dalam kepala. Sementara Changmin tersenyum kecut didepan wajahku. Dia mengibaskan tanganku jauh dan berjalan cepat memasuki pintu elevator yang sudah kembali terbuka, seperti dia benar-benar ingin segera menjauh dariku.
Berantakan hariku sekarang. Kubatalkan jamku bekerja, tidak perduli walau Siwon dan Donghae akan berceramah panjang nantinya. Kutinggalkan Jihye yang sedang memainkan ponsel ditangannya dan kutelantarkan Jollie yang belum mendapatkan makan siang.
Aku melompat kedalam mobilku, kuinjak gas dalam-dalam agar empat rodanya memutar dengan cepat membawaku kerumahsakit tempat yang sudah pasti bisa kutemukan Changmin disana. Namun sial pasti Changmin sudah menyembunyikan tubuhnya ditempat yang aku tidak tahu dimana. Sudah kukelilingi belasan kali tiap lorong dan ruang rumah sakit namun Changmin tetap tak kudapati.
"Dammit! Where the fuck are you Shim Changmin?!"
Aku melolong didalam rumahsakit. Kubuang tata krama, kulenyapkan Etika. Sengaja kubuat gaduh istanah obat ini dengan umpatan kasar, dan teriakan panjang menyebut namanya. Namun aku hanya berakhir terseret dan terlempar keluar oleh lima security disana. Changmin menghiraukanku.
Lepas dari hari biruku kemarin lalu, hingga hari ini, Changmin tak dapat kutemui. Berkali-kali rumah sakit kusambangi, berkali-kali juga lima security menghalangi. Puluhan kali kuketok pintu rumahnya, puluhan kali juga aku berbalik dengan kecewa. Dia bagai menghilang dari peradaban, seperti dingin pagi yang tergilas oleh panas siang hari. Aku merutuki kebodohanku kali ini.
"Tidak kerumah sakit ?" Donghae mencibir, meledek keseharian aneh ku yang selalu datang ke rumah sakit tanpa alasan pasti.
Aku berdehem sambil menggeleng kecil menanggapi pertanyaannya. "Kenapa ? sudah tidak punya penyakit aneh lagi ?" Ledekannya berlanjut. Mulutnya bergerak—gerak mengunyah salah satu benda yang dia sendok dari patbigsu yang berada didalam gelasnya yang berukuran besar.
Aku malas menjawab sahabatku ini. Apalagi melihat mulutnya yang basah karena air manis yang disesapnya. Dia seperti balita.
"Kau tahu Siwon ? Dia punya pacar baru, cantik dan menggemaskan dia bilang, ah sampai aku malas mendengarnya!"
Kadang aku meragukan jenis kelamin dari sahabatku yang ini. Donghae, dia laki-laki tapi dia suka sekali rumpi.
"Aku pulang!" Seruku tidak mau mendengarnya. Sekali saja aku menanggapi mulutnya dia tidak akan berhenti bernyayi.
"Secepat ini ? ini masih pagi! Ikutlah denganku dulu ke nude party!"
"ini pukul sembilan malam idiot!.. dan what ? nude.. bertelanjanglah sendiri!"
Pukulan pelan kudaratkan dilengan kanannya, sebagai ganti kata sampai jumpa yang ingin kukatakan. Anggukkan kecil yang kudapat dari dia, aku melangkah pulang setelahnya.
Saat malam dan jalanan sudah hampir sepi seperti ini, circle dari Pierce The Viel paling cocok untuk menemani. Sedikit teriakkan akan membuat malam ini tidak terlalu menakutkan. Maksudku, resah kepalaku akan sedikit tersamarkan.
Sepertinya mulai akan kulupakan, menjadikannya semacam sejarah saja, namun berat terasa, Changmin susah sekali untuk musnah. Wajahnya selalu datang dimana-mana, diamanapun aku berada.
Gas indicator ku berkedip-kedip malam ini. Seingatku baru kemarin hari aku mengisi, namun benda beroda ini kurasa sudah mulai haus kembali.
Akhirnya aku berhenti untuk mengisi bahan bakar mobil, aku mengisi bahan bakarku sendiri, tidak kudapati seorang pekerja satu pun ditempat ini. Sepi, seperti tak berpenghuni. Lima liter saja mungkin cukup. Lagipula aku tidak suka berkendara bermain kemana-mana, hanya rumah tempat kerja, dan rumah sakit-itu bahkan dulu sebelum Changmin mengilang tanpa membuat debu berterbangan. Ah aku benci mengingatnya lagi, kapan aku akan bisa melupakannya kalau begini. Aku tidak mau kambali sakit hati lebih dari ini.
Sebuah mobil kulihat merayap mendekat dari kejauhan. Berwarna biru tua, yang lebih tepat disebut hitam, mirip sekali dengan mobil milik Siwon yang beberapa hari lalu baru dibelinya. Ah. aku benci mengingat bagaimana caranya membesarkan kepala waktu itu.
Mobil itu berhenti dibelakang mobilku. Mengantre tentu saja. Aku belum selesai mengisi penuh. Sengaja aku berlama-lama, ingin tahu siapa pengemudi dari benda mewah itu. Mobil yang tidak asing membuatku menerka mungkin saja itu memang si kaya Siwon. Namun sampai aku selesai dengan kegiatanku mengisi penuh bahan bakar mobilku, manusia pengemudi mobil dibelakangku ini belum juga mau keluar dari dalam mobilnya. Dia, bukan Siwon tentunya. Mungkin dia adalah salah satu dari kebanyakan orang yang memilih ber-antisocial, yang lebih memilih aku selesai baru dia keluar.
Rodaku mulai kembali berputar, nampak dari kaca spion menyembul tubuh tinggi dari dalam mobil orang yang sudah kutinggal dibelakang, dan orang itu memang bukan Siwon.
"You! selalu menawan seperti saat pertama aku melihatmu! I forget just why I loved you, I was insane"
Ucapku tanpa berpikir panjang pada pengemudi mobil itu. Changmin.
Rem kuinjak dalam-dalam setelah kulihat sekelebat dari kaca spion mobilku bahwa Changmin adalah orang yang mengendarai mobil berwarna biru tua itu. Tentu saja, dia tidak keluar dari dalam kendaraanya, dia menungguku menjauh, dia menghindariku. Seharusnya aku bisa tahu, dan terus saja berjalan menjauh, namun aku malah melompat dan belari cepat kembali ketempat sekarang dia berdiri tergagap. Dia tidak menjawab, dia tidak tersenyum, matanya bergetar melihat ku.
"Changmin maaf!"
Ucapku selanjutnya, namun suaraku menguap bercampur udara malam, dia diam menghiraukanku.
"Changmin!"
Dia masih diam.
Aku gerah. Aku berjalan mendekat, ingin kuraih tangannya namun dia menyembunyikannya.
"Kau bilang apa ?" Tanyanya
"Aku.." Aku mulai bersuara, penjelasan sederhana kenapa aku berdusta. Besar takutku dia marah dan menolak, namun sedikit masih ada harapanku dia akan tersenyum dan berkata iya. Iya untuk memaafkanku, dan iya untuk menerimaku. Ya aku segila itu padanya.
"Terimakasih!" Sambutnya setelah semua jelas panjangku bertebaran didepan wajah tampannya. Aku bilang aku menyukainya dari dua, bukan! melainkan dari empat bulan kebelakang. Aku bilang aku memujanya, aku bilang aku ingin bersamannya, namun hanya kata kecil yang diucapkannya.
"Maaf, aku tidak berkencan dengan pria!" Sambungnya memutus harapan tinggiku padanya. Aku terhempas kepalung terdasar, dadaku sesak mengaduh ngilu. Telingaku terngiang nyaring tersakiti suaranya. Jahat sekali. Dia menolak, namun masih memberiku senyuman manisnya sambil beringsut mundur kembali menyembunyikan diri didalam kendaraannya, seperti ini sama sekali bukan hal besar buatku. Seperti aku tidak akan terluka oleh lakunya. Seperti aku tidak akan dendam setelahnya.
Mobil itu hilang dalam batas pandangku, menerobos gelap malam, meninggalkanku dalam kesunyian alam, bersama ringsek pecahan semua harapan.
I'm broken, again...
Now tell me, what's the point of life?
Sepertinya aku akan menerima perjodohan dari bibiku saja setelah ini. Ya aku seputus asa itu.
.
.
.
To be continued...
I don't have anything to say, hope you enjoy it! Banyakin review or bla bla bla Good setelah itu untuk open part selanjutnya.
Just two-shoots, namun sedikit panjang. Kebanyakan bertele-tele ini kayaknya.
Dah!
InoCassio
