Nyaannn, ini cerita pertamaku… Aku minta maaf dulu nihh, kalo ceritanya agak aneh.
Soalnya sebagian ceritanya ku ambil dari kehidupanku sendiri. Hehehe,
Selamat membaca!
Rima Side
"Rima! Ayo kita berangkat!"
Hmm… Sudah bertahun-tahun tapi panggilan itu selalu sama. Tidak pernah berubah. Tapi, entah kenapa panggilan itu selalu ku tunggu. Mungkin karena menurut ku, panggilan itu seakan-akan memulai hariku.
"Ibu, aku berangkat!" ucapku cepat sambil berlari keluar. Selalu, selalu saja aku yang terlambat bangun… Menyebalkan!
"Rima, kamu telat bangun lagi ya? Sudah ku bilang jangan tidur larut malam!" Suara itu adalah suara Amu, dan di sebelahnya ada Nagihiko.
"Maaf, maaf. Tapi tadi aku memang telat bangun,"
"Kamu memang selalu telat bangun ya, Rima…" ucapan Nagihiko membuatku malu. Ah, kenapa dia selalu berbicara jujur sih?
"Hei, ayo kita berangkat! Udah telat nih!"
"Wah, iya! Ayo Rima, jangan bengong aja."
Ya ampun! Saking asyiknya membahas aku yang telat bangun. Kami jadi terlambat, untung saja masih sempat. Karena aku tidak sekelas dengan Amu dan Nagihiko, dan lagi pelajaran pertamaku kimia. Aku lansung pergi ke kelas ku, kelas 2-5.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Akan kuceritakan awal persahabatanku. Aku bersahabat dengan Nagihiko sejak kecil dan kami berdua mulai bersahabat dengan Amu saat kelas 2 SD. Saat itu Amu pindah ke sekolah kami.
Lalu pada saat kami kelas 5, kami berjanji bahwa kami tidak akan saling jatuh cinta. Ya, ya… Aku tahu itu menggelikan! Aku dulu juga mengganggapnya menggelikan, tapi sekarang aku tidak bisa mengganggap itu menggelikan lagi, karena… Aku sudah melanggar janji tersebut sebab aku jatuh cinta kepada Nagihiko.
Mungkin bila aku mengatakan hal ini kepada Amu atau Nagihiko, bisa saja persahabatan kami ini hancur.
Aku takut! Aku takut bila itu semua terjadi!
Aku lebih memilih persahabatan daripada cinta.
Nagihiko Side
"Nagihiko?" Hah! Aku tersentak dari lamunanku.
"Kamu kenapa? Koq bengong aja?" Ya ampun, ku pikir Rima yang memanggilku nyatanya Amu.
"Ah, nggak apa-apa koq. Aku cuma mikirin ulangan yang tadi aja…"
"Ohh, kita ke kelas Rima yuk!"
"Baiklah," Ouch, aku lupa kalau Rima nggak sekelas denganku dan Amu. Dia di kelas 2-5 sedangkan aku dan Amu di kelas 2-3. Lagipula, kenapa akhir-akhir ini aku mikirin dia ya?
Sembari berjalan di koridor, Amu mengajakku mengobrol terus. Padahal aku sedang tidak minat. Saat aku dan Amu berbelok ke kanan, tanpa sengaja aku menabrak Rima yang sedang membawa buku-buku.
BRUKK!
"Rima, Nagihiko! Kalian nggak apa-apa kan?" kata Amu. Tidak apa-apa bagaimana? Kami bertabrakan keras sekali. Sungguh memalukan sekali, aku dilihat oleh teman-temanku pula. Pasti saat latihan nanti, mereka dengan senang hati akan menceritakannya kembali. Mengesalkan sekali!
Dengan buru-buru aku bangun dan membantu Rima berdiri. "Maaf Rima! Tadi aku nggak liat kamu," Aku merasa bersalah sekali, apalagi ku lihat tangannya terluka.
"Rima, tanganmu terluka. Akan ku bawa kamu ke klinik, biar Nagihiko saja yang membawa buku-bukunya ke ruang guru," ucap Amu sambil memberikan buku-buku itu kepadaku.
"Eh, kenapa harus aku?!"
"Karena kamu yang membuat Rima jatuh,"
Uh, kata-kata Amu membuat ku terdiam. Amu memang selalu menang kalau berdebat dengan seseorang. Aku saja kalah! Sebenarnya ada satu orang yang dapat menang berdebat dengan Amu, tapi oran itu sedang berada di luar negeri.
Yahh, karena aku yang salah. Aku terpaksa mengambil buku-buku tersebut, dan membawanya ke ruang guru. "Sampai nanti, Amu, Utau." Sahutku sambil berjalan menuju ruang guru.
Amu Side
"Ayo Utau, ku antar kamu ke klinik,"
Aku tersenyum senang, karena dapat menjahili Nagihiko. Hihi, dia gampang sekali ditipu. Rima heran banget kenapa si Amu senyum-senyum sendiri. Mengingat nggak ada angin nggak hujan! Dan karena Rima takut ketularan gilanya Amu, dia sedikit menjauh (sebenarnya sih jauh banget!).
"Rima, koq kamu menjauh sih dari aku? Kenapa?" Tanyaku. Hmm, jangan-jangan dia ngira aku kumat lagi gilanya! Pikirku saat itu.
"Nggak kenapa-kenapa koq."
Akhirnya, sampai juga di klinik! Tapi koq sepi yah? "Permisi!" ujarku.
"Kayaknya guru pembimbingnya nggak ada deh," jawab Rima, sambil berkeliling di dalam klinik.
"Ya udah, biar aku aja yang ngobatin kamu, mana tangan yang luka?"
"Yang kiri," Untung saja, luka Rima nggak terluka parah. Dan untungnya lagi bukan tangan kanan yang luka.
"Aduh duh! Sakit!" rintih Amu.
"Ah, maaf maaf! Kamu masih takut ya sama klinik?"
"Iya, makanya ngobatinnya cepetan dong! Udah merinding nih,"
Hahaha, dari dulu samapai sekarang dia masih saja takut sama obat dan klinik. Mungkin aku mesti bikin terapi biar dia nggak takut sama klinik. "Selesai. Nah, kita bisa pergi sekarang. Ayo, kelihatannya Nagihiko sudah menunggu,"
"Ya ya. Ayo kita pergi," ucap Rima.
Kami berjalan ke tempat kami biasa makan siang, di bawah pohon cemara di belakang sekolah. Tempat di situ nyaman sekali, juga asri.
"Nagihiko, lama menunggu ya?" Tanya Rima, dia berjalan cepat sekali. Aku jadi agak sulit mengimbanginya.
"Tidak terlalu lama sihh, tapi… " Nagihiko melirik jam tangannya.
"Ada apa?" Baru saja Nagihiko akan menjawab, tiba-tiba…
Yahh, chapternya selesai sampai di sini…
Ceritanya bagus gak? Ehm, ehm…
Tolong di review yah, kawan! Biar aku bisa memperbaiki kesalahanku nih!
Kayaknya aku masih perlu belajar.
See you next chapter, minna-san!
