Disclaim~ KHR bukan pnya saia
Rate~ T
Genre~ Romance, Humor, Drama, Hurt/Comfort
Pair~ GU (GiottoxUgetsu) sligh U02, 02U
Warning… aneh, gaje, BL, Yaoi, Male x Male, AU, ablay, lebay, semoga kalian suka, OOC jangan lupa…^^
-XXXVXXX- flash back/end flash back
Precipitazioni in Cielo
Parte 1
#ShikiTeito#
Hujan begitu deras hari ini, tak memberikan sedetikpun waktu untuk cerah. Dingin. Tapi… aku menyukainya. Sensasi saat hujan mengenai tubuhku terasa hingga tulang. Orang bodoh dari mana yang membenci hujan? Bukankah hujan dapat membersihkan dunia ini dari kotoran. Walau harus membuat sang langit menghilangkan cahayanya.
"Maa maa Giotto-dono… lebih baik anda masuk kedalam nanti anda masuk angin" kulihat Ugetsu di ujung sana sedang membawa payung yang cukup untuk dua orang dan sebuah handuk berwarna orange. Kuberjalan mendekatinya dan dia menyerahkan handuk tersebut padaku sambil tersenyum. Aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman pula.
Aku menggantikan Ugetsu untuk memayungi kami berdua, aku terus memayunginya hingga sampai ke base, dia berjalan tenang sekali… tumben, padahal biasanya dia terus tersenyum tidak peduli seperti apa pun suasananya. "Ah… Giotto-dono pundak anda basah," ujarnya membuka pembicaran yang lalu mencoba untuk menyeka pundak bagian kananku yang basah.
"T… tidak usah," ujarku yang lalu menepis tangannya, Ugetsu terlihat kaget saat melihatku menepis tangannya seperti itu. Kulihat wajahnya sekilas tampak penyesalan dan rasa ingin minta maaf. Tapi, bukan hanya dia yang ingin meminta maaf… akupun demikian.
Aku merasa sedikit sedih dan menggenggam bahunya mengakibatkan payung yang kubawa itu terjatuh. Aku tak mempedulikannya hanya Ugetsu yang ada di mataku saat ini, "Kumohon Ugetsu lupakanlah, itu bukan salahmu. Kejadian itu, kejadian itu bukan salah siapa-siapa bahkan dirimu. Kumohon jangan salahkan dirimu terus, kumohon… perlihatkan wajahmu yang tersenyum. Aku akan sedih jika melihatmu sedih…" pintaku padanya dan melepas genggaman pada bahunya.
Agaknya Ugetsu mengerti, raut wajahnya berubah menampakkan senyum yang biasa ia tampakkan. Aku membalasnya dengan senyuman juga, senang rasanya bisa melihat wajah itu lagi, tidak seperti yang biasanya ia tunjukkan. Wajah mendung yang lebih mendung daripada mendung dikala akan hujan. Ugetsu… apa kau tau? Saat kulihat wajahmu yang sedih, dada ini terasa sesak, sesak sekali hingga susah untuk bernafas.
"Giotto-dono? Anda tidak apa-apa?" tanya Ugetsu padaku yang tiba-tiba memegang dadaku sendiri yang terasa sesak, aku hanya bisa tersenyum. Tak mungkin aku mengatakan kenapa aku memegang dadaku bukan?
"Tidak… tidak apa-apa…" ujarku seraya menyeret Ugetsu untuk masuk, "ayo… nanti masuk angin kalo lama-lama di luar" ujarku yang masih terus menyeretnya hingga kedalam. Ugetsu tersenyum melihatku menyeretnya dan mengikuti saja jejakku melangkah, kubalas senyumannya saat kutolehkan kepalaku kearahnya.
#ShikiTeito#
Ia tersenyum seperti biasa, membuat degup jantungku berpacu cepat, begitu cepat sehingga membuat sesak, hanya air mata yang mengalir lebih cepat daripada kata-kata. "E… eh… Ugetsu?" Giotto mengkhawatirkanku seharusnya air mata ini tak usah keluar, mengapa keluar disaat seperti ini? Tenanglah aku harus tegar agar Giotto tak khawatir padaku.
"Ahahaha… saya tidak apa-apa kok Giotto-dono," ujarku sambil tertawa menyembunyikan tangisku yang tertunda. Kulihat raut wajah Giotto menjadi kaku, saat melihatnya aku tau bahwa saat itu juga dia mengetahui arti dari tangisanku. Maaf, maafkan aku Giotto, aku tak bisa menghentikan rasa sedih ini.
Aku tak ingin membuatnya tambah khawatir, "Giotto-dono tenanglah, saya tidak apa-apa, ya?" aku berusaha membuat wajahnya tidak kaku lagi dan dia memelukku, kurasakan degup jantungnya. Nyaman. Seperti inikah suara degupnya. Hangat. Seperti inikah suhu badannya. Aman. Seperti inikah rasanya saat memeluknya. Rasa yang tak pernah kurasakan sebelumnya membuatku nyaman didalam pelukannya.
"Ugetsu, lebih baik kau cepat ganti baju bisa-bisa kau sakit," ujarnya berusaha melepaskan pelukannya padaku. Sensasi hangat yang tadi terasakan tergantikan oleh angin yang semilir melewati tubuh kami.
"Uwaa… ahahaha… anda benar saya pergi dulu, permisi," ujarku meninggalkannya sambil berlari kecil. Bahagia. Itulah aku saat ini, merasakan kehangatan darinya.
#ShikiTeito#
"Ba… bagaimana ini… padahal sudah kutahan agar tidak menyentuhnya…" ujarku yang langsung jatuh terduduk dengan kejadian hari ini tak lama setelah Ugetsu meninggalkanku sendiri.
"Dame Gio! Sejak kapan kau boleh enak-enakan duduk disini huh?" kurasakan hawa membunuh dari samping kiriku, ku tolehkan kepalaku dengan gerakkan slowmotion dan terlihat sosok sang sole arcobaleno menggunakan jas hitam lengkap tak lupa topi fedora kebanggaannya dan seekor chameleon yang dengan tenang bertengger di bahunya. Reborn.
"Ahaha… gomen Reborn aku akan kembali keruanganku tenang saja," ujarku gugup melihat wajah Reborn yang seratus kali lebih menyeramkan daripada biasanya. Dengan tergesa kulangkahkan kakiku menuju ruang kerjaku, tak lupa kubalas salam kepada anak buahku yang tanpa sengaja kutemui saat dalam perjalanan. Setelah sampai di ruang kerjaku di atas meja terlihat tumpukkan demi tumpukkan berkas yang harus kulihat dan tanda tangani.
'Kapan beras-berkas ini menghilang dari mejaku, kalau setiap harinya datang terus?' batinku yang seraya berjalan menuju meja. Kududuki kursi yang berada tepat dibelakang meja memunggungi sebuah jendela besar yang terletak di tengah ruangan. Setelah aku mengganti pakaian ku yang basah dengan pakaian yang baru, tentunya.
"Primo!" teriak kau-tau-siapa sambil membuka pintu ruanganku tanpa peri kepintuan sama sekali. Apa dia tidak sadar kalau dia melakukannya sekali lagi pintu itu akan tergantikan oleh pintu lain? Kurasa dia tidak akan sadar memang seluruh Guardian milikku tidak memiliki arti kata, sayangilah pintu ruangan kita itu. Ah, tentu saja kecuali Knuckle. Walau kadang dia yang lebih parah merusakkan pintu.
"Ada apa G? Lain kali bila masuk bisakah kau sekedar mengetuk atau buka dengan pelan?" kulihat wajah G yang sama sekali tidak punya ketertarikan dengan kata-kataku. Malangnya nasibmu pintu.
"Primo! Berita bahwa kau akan Miai dengan wanita itu, benar?" tanya G dengan tampang tidak suka saat mengatakan 'wanita itu'.
Mau tidak mau aku hanya menghela nafas, "apa boleh buat… dengan begitu hubungan antara Vongola dan Millefiore bisa membaik" ujarku yang langsung kualihkan pandanganku menuju berkas-berkas yang harus kubaca.
"Tapi bukan berarti kau akan setuju kan? Primo?" perkataan G bisa saja menghancurkan kaca tapi tidak bisa kusangkal bahwa akupun tidak menyukai Miai kali ini, tidak seperti Miai satu setengah tahun lalu. Aku melepaskan kacamata bacaku dan melihat kearah G yang masih dengan wajah khawatir.
Sekali lagi aku harus mengeluarkan desahan helaan nafas, "G, kumohon untuk kali ini saja biarkan aku yang memutuskan," ujarku sambil tersenyum entah seperti apa senyumanku. Senyuman paksaan yang tanpa dilandasi kebahagiaan itu memang susah, tapi… bagaimana dengan Ugetsu bila aku benar-benar akan menikah? Ugetsu aku ingin tahu perasaanmu…
#ShikiTeito#
Seperti apa ekspresi yang kuperlihatkan sekarang setelah mendengar bahwa dia akan Miai bahkan mungkin akan menikah dengan salah seorang keluarga Millefiore? Kaget karena mendengarnya tiba-tiba? Senang karena akhirnya kami akan merasakan damai walau hanya sebentar? Shock karena orang yang kucintai akan mencintai orang lain? Sedih karena cintaku bertepuk sebelah tangan? Mana yang harus kupilih? Oh, kami sama…
"Nufufu~ oya… sedang apa kau disitu? Sedang puup sambil nguping?" tanya suara yang sangat kukenal, pria yang tidak kusukai dengan kata lain, benci! Siapa lagi kalo bukan si kepala semangka sialan Daemon Spade? Pria yang selalu menjahili Giotto dan menggodanya, tak bisa di maafkan!
"Ahaha… tidak, saya hanya sakit perut tidak sadar ternyata saya jongkok di depan pintu kamar Giotto-dono," ujarku asal jadi. Pokoknya pergilah kau semangka, semangka tuh tempatnya di tanah bukan kepala.
Seseorang dibelakang si semangka maju kedepan sambil memandangku sinis, "kalau kau tidak ada kepentingan mending minggir dari situ, jangan menghalangi jalan. Asari Ugetsu," ternyata Alaude sudah kesal karena keberadaanku yang memblokir akses mereka menuju ruang Giotto, huh menyebalkan mending aku cepat-cepat pergi dari sini sebelum mereka menghajarku.
Aku lari sejauh-jauhnya kakiku menapak, tanpa sadar aku telah berada di taman. Taman yang tepat berada dibelakang sebuah jendela megah nan kokoh. Jendela ruangan kerja sang Primo, "haaa… mending saya tiduran di sini saja, tapi… kenapa saya malah ke taman ya? Aneh… yah sudahlah" aku merebahkan tubuhku di padang rumput, suasananya sejuk mungkin karena habis hujan.
#ShikiTeito#
"Giotto ini berkas yang kau minta. Jadi, biarkan aku pergi dan keluar dari misi ini!" ujar Alaude penuh penekanan disetiap kata-katanya memang sedikit menyeramkan tapi apa boleh buat ini tuntutan kerja terpaksa kutolak keinginanya untuk meninggalkan misi yang kuberikan padanya. Misi yang tak mungkin mau dia lakukan, bila bukan aku yang menyuruhnya. Bekerja sama dengan Enzo dan Spade.
Aku berusaha menahan tawaku, bagaimana jadinya Alaude bekerja sama dengan kedua orang berisik, narsis dan mesum seperti mereka? Itu mungkin dapat membuatnya meledak setiap hari, "terima kasih Alaude, tapi bisakah kau tahan dulu? Kumohon…" pintaku padanya, seperti yang diduga Alaude akhirnya meluluhkan hatinya dan mengangguk.
"Bila itu keinginanmu baiklah," ujarnya sedikit salah tingkah, aku hanya tersenyum melihatnya betapa manisnya tingkah Alaude kini. Sepertinya hubungan antar Alaude dan Enzo berjalan baik. "Tapi, hanya kali ini saja, aku tak mau melakukan hal yang menyusahkan seperti ini lagi!" ia berjalan pergi dari ruanganku, menyisakan G, aku dan Spade.
"Nufufu~ Giotto… apa kau tidak melupakanku?" tanya Spade yang melihat ku bengong sambil senyum-senyum tak jelas.
Aku hanya kaget melihat wajahnya yang tiba-tiba dekat, "uwaaahh… ma… maaf Spade" ujarku dengan sangat anehnya kaget. Thanx to you Spade sudah membuatku kaget sampai hampir jantungan. "Ahaha… gomen Spade aku lupa kalau ada kau" ucapku tanpa dosa sedikit pun dan akibatnya Spade jadi shock berat. G yang ada di sebelahku hanya bisa menahan tawanya yang akan meledak.
"Hei, Giotto… tadi aku bertemu dengan Asari Ugetsu, pemuda berbaju aneh itu kayaknya sedih banget tuh, dia kenapa sih?" tanya Spade yang sudah bangkit dari rasa shocknya, cepet bener. Aku mengernyitkan alisku tidak mengerti dengan yang dikatakan oleh Spade satu yang kutahu bahwa pemuda berambut semangka itu tak pernah tertarik dengan urusan orang lain.
"Ugetsu? Ada apa dengannya?" tanyaku pada Spade. Spade hanya mengedikkan bahunya akupun hanya menghela nafas, semoga dia tidak mengetahui semua ini. Aku membalikkan kursiku hingga tampaklah pemandangan taman belakang base yang tidak pernah kukunjungi, terlihat seseorang yang sangat berarti bagiku sedang tiduran di padang rumput, agaknya menyenangkan sekali bila berada di sana.
Aku tersenyum melihatnya tiduran, hingga suara G mengganggu kesenanganku. "Uwaaa! Uri, kau kenapa keluar, huh?" teriak G berusaha mengejar kucingnya yang kabur lagi dari box weapon nya. Aku hanya bisa menghela nafas, ada-ada saja.
"Natsu bantu G menangkap Uri…" ujarku kepada Natsu yang kukeluarkan dari box weapon milikku. Dengan sigap Natsu membantu G untuk menangkap Uri, untungnya Uri mudah ditangkap.
"Terima kasih Primo" ujar G sambil memegang box-nya, ia sedikit terengah-engah, lelah mengejar Uri kemana-mana.
#ShikiTeito#
Spade melihat kearah Giotto dan memandang keluar secara bergatian, terlihat seringai tipis bermain di bibir Spade. "Nufufu~ oya, Giotto… setelah ini bisakah kau kekamarku?" tanya Spade pada Giotto yang sedang sibuk dengan berkas-berkas miliknya setelah di porak porandakan oleh Uri, G dan Natsu.
Giotto melirik sekilas pada Spade dan mengangguk, "mungkin satu jam lagi… bisa kau menunggu?" tanya pemuda berambut emas itu yang masih berkutat pada pekerjaannya.
Spade mendengus dan membalikkan badannya berjalan menuju pintu, sebelum benar-benar keluar pemuda berambut semangka menyeringai, "kutunggu kau, jangan coba-coba untuk kabur" ujarnya berbisik tak ada satupun yang mendengarnya. Setelah yakin, Spade berjalan lagi meninggalkan ruangan Giotto.
Giotto masih berkutat dengan pekerjaannya, dan sesekali menghela nafas sepertinya masalah yang dimilikinya makin lama makin bertambah bila ia tidak berterus terang. Lelah sekali badannya, kepalanya hingga hatinya. 'Apa yang harus kulakukan… Ugetsu'
Tanpa Giotto ketahui, G yang sedari tadi diam sambil berdiri memunggungi lemari buku memikirkan sesuatu. Sesuatu yang memang ingin dan harus ia lakukan, mengambil seseorang yang telah di ambil darinya, tak peduli itu Primo sekalipun.
#ShikiTeito#
Aku melangkahkan kakiku menyusuri lorong menuju kamar Spade, tepat satu jam lalu Spade menyuruhku menemuinya sebenarnya apa yang ingin dilakukannya? Aku tidak mengerti sama sekali.
Aku terus melangkahkan kakiku dan menghentikannya setelah sampai di depan pintu kamar Spade. Yosh baiklah! Aku mengetuknya beberapa kali, dari dalam terdengar suara seorang pria yang mempersilahkan ku untuk masuk tentu saja itu suara Spade.
"Spade sebenarnya ada ap…" tanyaku tepat saat kubuka pintu kamarnya, makin kubuka semakin jelas isi kamar milik Spade, kamar yang… err exotis? Dengan bunga mawar menghiasi dan nuansa melambai lambai? Tentu, kalian bisa membayangkan wajah super sweatdrop yang sekarang kutampakkan.
Sungguh andaikan mata bisa dilepas dan dicuci, sudah dari tadi aku melakukannya. "Nufufu~ oya, kenapa kau masih disitu Giotto? Cepat masuk…" ujar Spade dengan suara yang dapat ku kategorikan sebagai suara menyeramkan karena terlalu dibuat-buat biar manis.
Aku dengan ragu-ragu masuk kedalam kamar-nya yang dapat membuatku muntah, "ada apa sebenarnya kau mengundangku, Spade?" tanyaku padanya. Spade menyuruhku duduk di ranjang tepat di sampingnya, mau tidak mau aku harus menurutinya kalo ngga, bisa-bisa aku langsung di raep sama si semangka satu ini yang sudah menebarkan feromonnya kemana-mana.
"Nufufu~ oya, memang aku tidak boleh melihat wajah mantan kekasih ku?" ujar Spade sambil mengusap lembut pipiku, aku hanya tersenyum berusaha untuk tidak menyusahkan Spade. Entah mengapa dari samping terasa sesuatu yang hangat, saat kulihat ternyata sekarang Spade sedang memeluk pinggangku.
"Maafkan aku yang tidak bisa membantumu Giotto, maukah kau memaafkan aku…" ujarnya dengan suara yang lirih, suara yang dapat membuat hatiku luruh untuk sesaat. Kebaikan yang tersia-sia jika itu untukku, sejak kematian orang itu, entah bagaimana aku menanggapi sebuah permasalahan cinta seperti ini? Bahkan aku tak tahu status hubunganku dengan Ugetsu, sejak ia menyatakan cintanya, aku belum memberikan jawaban seutuhnya.
Entah sejak kapan aku tak memikirkan orang itu, mungkin sejak Ugetsu menyatakan cintanya kepadaku? Entahlah… yang pasti saat ini, aku sangat menyayangi Ugetsu aku tidak ingin melepaskannya. "Saat bersamaku kau selalu memikirkan orang lain, hatiku sakit lo… Giotto" ujar Spade berbisik ditelingaku. Aku hanya bisa merinding merasakan sensasi yang tidak biasa.
"Spade!" teriakku berusaha melepaskan diri dari Spade.
Tok tok tok
"Spade-dono… ada apa memanggil saya?" tiba-tiba terdengar suara dari depan, aku berusaha untuk meloloskan diri dari pelukan Spade. Tetapi Spade sama sekali tidak mengendurkan pelukannya dan terus saja meraba tubuhku, mau tidak mau aku harus mendesah merasakan tangan-tangan Spade yang menyentuh tubuhku.
"Spade… lepaskan aku… ada orang" ujarku disela-sela desahan yang harus kukeluarkan.
Kurasakan Spade mendengus, "ngga mau…" ujarnya tepat di telingaku. "Masuk aja" ujarnya yang masih terus memelukku. Kulihat pintu kamar Spade sedikit demi sedikit terbuka dan memperlihatkan seseorang yang tadi mengetuk pintu kamar Spade.
Aku membelalakkan mataku berharap bukan dia yang memasuki kamar Spade, "U… getsu?" ujarku kaget. Kulihat pula wajah Ugetsu yang memperlihatkan raut keterkejutan dan tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Wajahnya berubah sedih, kesal dan tentu saja raut kecemburuan. Manis memang, tapi untuk saat ini lebih baik jangan membahas ini dulu.
"Nufufu~ oya, sudah kutunggu-tunggu, ayo duduk dulu" ujar Spade mempersilahkan Ugetsu untuk duduk dimana pun ia inginkan, merasa pelukan Spade mengendur aku berusaha melepaskan diri dengan menyikut perut Spade yang bebas dari pertahanan. Tak memperdulikan pekikan kesakitan yang keluar dari bibirnya.
Aku membenahi bajuku yang sudah terbuka semua kancingnya, kutarik lengan Ugetsu keluar dari sarang iblis. Aku terus menyeret Ugetsu. Setelah sekiranya jauh dari sarang iblis aku berbalik menatap-nya dengan tatapan penyesalan. "Ugetsu, maafkan aku…" ujarku menundukkan kepalaku di hadapannya.
Aku masih menghimpit Ugetsu di antara tembok dan membingkai tubuhnya dengan kedua tanganku, "Giotto…" ujarnya memegang kedua pipiku dengan kedua tangannya, lalu ia mengarahkanku untuk menatapnya. Entah seperti apa ekspresi yang kuperlihatkan padanya, aku bisa melihatnya yang sedikit merasa sedih saat melihat ekspresiku.
"Giotto" ujarnya yang lalu memelukku, aku menegang karena kaget, tidak mengira bahwa dia akan melakukan ini. Aku mengendalikan raut wajahku, aku membalas pelukannya, erat, tak ingin kulepas. "Ugetsu, aku mencintaimu…" bisikku di telinganya. Aku memandang wajahnya, wajahnya memandangku tak percaya. Lama, ia tak menunjukkan ekspresi apapun selain wajah kagetnya. Dengan tiba-tiba air mata mengalir dari matanya, ia tersenyum kembali memelukku.
~Renzoku~
Baiklah, saia tak akan banyak untuk mengatakan penutup ini… keberlangsungan fic ini up to readers review… jadi, mau lanjut, atau nggak… silahkan review~ ^^
Special thanks to…
Ciocarlie-senpai~ makasih udah mau nolongin saia nyari nama2, walau di chap 1 ini belom nongol ^^
Baka Kinoko-chan yg selaaaalluuu saja manggil saia kakek… =='
My friend's dan all reader~
