Pairing : NaruSaku
WARNING : Typo, OOC, Naruto sangat OOC saya sudah peringatkan anda! Flame? Why not :P
Disclaimer : Standard applied
A/N : Lagi-lagi saya buat Hurt/Comfort maaf jika ga kerasa dan mengecewakan tapi …
.
.
Enjoy!
.
.
.
Kedai Ramen bagiku adalah tempat pertama kali kita bertemu.
.
.
.
Aku menopang dagu menunggu makanan kesukaanku uang masih dibuat paman Teuchi. Kedai Ramen pinggir kota Queens, New York ramai dan terkenal di mana-mana. Mata safirku melirik sekeliling kedai.
'Ramai sekali.' pikirku
Aku kembali memusatkan mata pada sumpit yang kupegang. Banyak sekali pengunjung luar mau pun dalam berbondong-bondong kemari hanya sekedar mencicipi makanan khas Jepang ini.
Kalau teringat Jepang, aku jadi rindu dengan ayah dan ibu. Aku selalu sedih ketika terbayang ekspresi kecewa ibu saat mendengar aku memutuskan merantau.
"Ano ... kau sudah selesai makannya?"
Lamunanku buyar saat mendengar suara khas perempuan. Aku menengok sedikit melalui celah bahu.
Ada seorang gadis lebih muda dariku berdiri tertunduk lesu, rambut merah jambunya meneteskan air perlahan mengenai lantai kayu meski dalam keadaan tertunduk aku tahu kalau gadis ini cukup cantik.
"Kau sudah selesai makan ... hiks ..."
Eh?
Aku menajamkan pendengaran ketika seperti mendengar isak tangis berasal dari gadis itu. Dan mata safirku turun melihat air jatuh ke bawah membuat dahiku sedikit berkerut. Bukan, bukan, itu bukan air dari anak rambutnya melainkan air mata turun tepat di wajahnya yang tertunduk.
"Kau menangis?"
Ia mengadah memandangku sedetik dan kembali tertunduk. Oh, Tuhan saat melihat wajahnya ada sesuatu yang menyelinap masuk di hati ini dan mengalir menuju jantung memompanya sangat cepat membuat pipiku perlahan memanas.
"Apa kau sudah selesai?" ulangnya pelan.
Suaranya begitu merdu meski terselip isak tangis membuat sudut mulutku tertarik ke atas.
"Belum,"
Tubuh mungil gadis itu membungkuk, aku membuang muka pelahan setelah melihat sedikit celah dadanya yang tertutup ... Oke, aku tidak ingin membicarakannya.
"Maafkan aku. Baiklah aku pergi." Setelah berucap buru-buru ia berjalan menuju pintu kedai utama.
Entah kenapa mendengar hal itu membuat hatiku tertusuk sebilah pisau tajam hingga napasku sedikit terengah-engah.
"Paman aku tidak jadi makan! Jika sudah selesai uangnya aku taruh di meja!"
"Oi, Naruto! Tapi ..."
Aku berlari keluar tanpa peduli paman menyuruhku kembali. Keinginanku hanya satu yaitu menemukan gadis bermata emerald jernih tersebut.
Di sana, di sebelah pohon gadis itu menutupi wajah cantiknya oleh tangannya, cairan putih transparan mencoba keluar melalui celah jarinya yang tidak mengenakan apa pun.
"Hei, jika wanita menangis maka dunia akan sedih melihatnya." kataku begitu sampai beberapa meter darinya.
Gadis berambut seperti permen kapas itu tersentak sebentar dan menurunkan kedua tangannya, mengadah menatapku yang lebih tinggi beberapa senti darinya.
Kami saling berpandangan cukup lama. Jika di lihat dari atas kami seperti sepasang kekasih yang menatap mesra satu sama lain.
Bibirnya yang sedari terkatup perlahan terbuka, memamerkan sedikit rahang bawah gadis itu.
Aku menunggu satu kata keluar dari bibir mungilnya tapi sekian menit terlewati ia tidak berbicara apa pun sampai ...
"Aku putus dari pacarku."
Aku mengerutkan dahi begitu mendengarnya. Wanita itu aneh padahal baru berkenalan kurang lebih dari satu jam tapi sudah membicarakan masalah pribadi. Well, aku sendiri yang bertanya.
"Lupakan saja mudah, 'kan? Buang semua yang berhubungan dengannya. Boneka, foto, tempat kencan dan dengarkan lagu Rock seperti My Chemical Romance dan Bullet for My Valentine sampai tertidur," aku tahu ini usul yang bodoh terlontar dari bibirku. Tapi cara seperti inilah setiap kali aku melupakan perempuan.
Gadis itu menaruh jari telunjuk tegak di bawah dagu belahnya. Mempertimbangkan usulku, "Tidak terlalu buruk seleramu."
"Kau orang pertama yang memuji usulku, "aku menaruh jari telunjuk tepat di sisi kepala lalu memutarnya. "semua orang selalu menanggapi usul itu ..."
"Crazy? Ini ide bagus! Mereka hanya melihat sisi negatif usulmu." potongnya cepat.
Ia tertawa cukup lama. Tidak denganku yang memperhatikannya, wajahnya tidak lagi pucat lebih segar dengan rona merah sekitar pipinya dan lagi bibirnya kembali berwarna merah muda seperti kebanyakan orang.
"Siapa namamu?" tanyanya setelah puas tertawa.
Aku memberikan cengiran terbaik di hari ini untuknya seraya mengulurkan tangan.
"Namikaze Naruto!"
.
.
Spring bagiku adalah ciuman pertama yang menyakitkan darimu.
.
.
.
From : Sakura
Hei aku sudah berada di depan apartemenmu! Jangan kemana-mana!
Aku menyeder pada pinggir jendela kamar mengalihkan pandangan dari layer ponsel menatap dirimu yang sedang berjalan ke dalam apartemen. Kau menepuk kening lalu berbalik menuju mesin minuman sambil tertawa sendiri. Kau selalu bercerita padaku tentang keningmu yang lebar membuat dirimu di ejek oleh teman-teman kampus. Tapi aku tidak, aku menyukai keningmu membuatku ingin …
Mengecupnya.
Wajahmu tidak muram lebih cerah dan ceria membuatku semakin terjerumus cinta yang bertepuk sebelah tangan ini. Aku tersadar ketika kau sudah menghilang dari mesin minuman mungkin sekarang sedang berjalan ke dalam membawa satu plastik putih besar, buru-buru aku melangkahkan kaki menuju pintu dan membukanya.
Kau tersenyum padaku dan memberi pelukan persahabatan.
Saat melepas pelukan kau berkata, "Hei aku ingin mengungkapkan sesuatu padamu."
Ungkapan cinta?
Pemikiranku mulai berkerja, apa sekarang kau sudah menganggap diriku lebih? Sungguh aku tidak siap kau mengatakannya.
I Love You.
Apakah seperti itu kata sederhana namun menyejukan hatiku.
Te Amo.
Apakah kata ini? Seperti Telenovela yang membosankan setiap kali kita tonton bersama.
Aku menyukai apa pun perkataan yang terlontar dari bibirmu meski sedikit menyakitkan. Aku tetap mencintaimu.
"Hei, kenapa kau masih berdiri di sana?"
Aku melirik melalui celah bahu, kau sudah duduk bersila diranjang oranye membuka laptop sambil tersenyum.
"Lihat! Apakah pria ini tampan?" tanyamu padaku begitu duduk di ranjang.
Aku mengerutkan dahi agar penglihatanku menajam. Mata safirku menangkap seorang pria berambut biru gelap sedang bertopang dagu, mata onyxnya menatap tajam entah pada siapa karena posisi membidik kamera dari arah samping. Sekilas sangat tampan.
Aku menoleh pada Sakura hendak mengucapkan jika pria di dalam foto itu tampan namun bibirku terkatup kembali melihat ekspresi 'janggal' gadis berambut merah jambu itu.
Pipinya perlahan timbul rona merah tipis serta senyum tidak memudar dan oh, Tuhan kuharap semua pemikiran yang baru saja terlintas di kepalaku tidak menjadi kenyataan.
"Aku …,"
Tidak! Aku tidak ingin mendengarnya!
"… Mencintai pria dalam foto ini."
Entah sudah berapa lama aku terdiam membeku setelah mengucapkan kalimat 'sialan' itu terlontar di bibirnya. Aku sangat syok dalam posisi terdiam, Apakah ini akhir perjalanan cintaku? Menyerahkan Sakura pada pria dalam foto ini?
"Naruto? Kau melamun?"
Aku tersadar saat tangan Sakura menepuk pelan bahuku. Aku memejamkan mata safirku dan membuka mulut perlahan.
"Aku ...,"
Aku tahu ini hal yang konyol tapi aku sudah cukup senang jika melihat Sakura bahagia.
"Akan mendukung cintamu ..."
Tubuhku terhempas ke ranjang bersamaan dengan ucapanku. Memalukan sekali sekarang Sakura berada di atasku, tersenyum manis tapi bagiku amat menyakitkan.
Mulutku terbuka hendak mengucapkan kata-kata tapi ada yang menutupinya dengan sesuatu yang manis.
Sakura menciumku.
Aku tidak membalasnya hanya diam membiarkannya. Pikiranku melayang antaran menyerah atau tetap berusaha mengejar cintanya. Aku tahu Sakura tipe gadis keras kepala dan pantang menyerah sepertiku.
"Aku senang kau mendukung cintaku Naruto! Kupikir kau tidak akan mendukung karena dia tipe pria dingin."
"I-iya," aku hanya sanggup mengucapkan kata itu bahkan sampai terbata-bata.
Tuhan kenapa harus cara seperti ini agar aku berhenti mencintainya? Dunia memang kejam termasuk cinta.
Aku hanya diam menatap kosong Sakura. Apakah dia tidak tahu kalau aku mencintainya sejak dulu? Persetan dengan semuanya!
Merasa tidak sanggup melihat wajahnya aku menunduk menatap tanganku yang saling mencengkram satu sama lain mencoba bertahan dari semua ucapan menyakitkan terlontar dari bibirnya. Berikutnya hari-hari terburuk mulai menghantui hidup percintaanku semenjak ada pria bernama Sasuke itu.
.
.
Kau tahu hey, gadis bermata emerald? Aku mencintaimu ... tapi tidak bisa mengungkapkannya dan kau pasti akan mengucapkan aku bodoh lagi, 'kan? Maka aku akan menjawab 'iya'.
Aku bodoh karenamu.
.
.
Summer bagiku adalah kedua kalinya aku melihat kau menangis.
.
.
.
Bibirku bergetar menghirup aroma es serut mungkin semua rasa sakit hatiku tersampaikan melalui getaran gelas berisi serpihan-serpihan kecil dingin itu sehingga Sakura bertanya padaku.
"Naruto? Tanganmu bergetar, kau baik-baik saja?"
Aku memindahkan tangan pada badan gelas bermotif bunga matahari seraya berkata, "Coba ulangi ucapanmu sebelumnya Sakura."
"Aku mau memberi cake buatanku di hari ulang tahun Sasuke!"
Aku mengadah menatap mata emerald Sakura yang sekarang ini sedang tertunduk menulis semua kebutuhan membuat kue untuk pria yang bernama Sasuke. Lagi-lagi pipinya merona padahal tidak ada pria itu di antara kami. Aku berpikir jika melihat mereka berduaan saat ini juga mungkin semua yang kupendam dalam hati terungkapkan. Bersyukur itu kunciku, karena mereka teman satu kampus setidaknya aku tidak bisa melihat perjuangan Sakura mendapatkan cinta pria dingin tersebut.
Kendati pun tidak bisa, Sakura selalu mengunjungiku untuk bercerita tentang Sasuke membuat hatiku kembali tergores akan tetapi dengan alasan itulah aku bisa berduaan bersamanya. Sudah cukup bagiku.
"Naruto menurutmu hiasan kuenya lebih bagus merah atau biru?"
"Hitam ..." aku berguman tanpa sadar.
"Apa?"
"Hitam seperti keadaan hatiku saat ini."
"Hah?"
Aku mengerjapkan mata safirku seraya menggeleng, "Tentu saja biru! Hehehe ... warna biru lebih pria, Sakura."
Bukan mendapat omelan, Sakura malah tersenyum padaku, "Kau jatuh cinta?"
'Iya aku jatuh cinta padamu,' jawabku dalam hati.
Aku tertawa hambar dan menggeleng mana mungkin aku mengucapkan hal itu, "Menurutmu?"
Sakura meletakan jari telunjuk pada bibir semanis cherry yang sempat aku rasakan beberapakali. Konyol sekali memikirkan hal itu.
"Siapa wanita dewasa itu?"
"Wanita? Dia masih gadis!" Bantahku melipat tangan di atas meja kayu.
"Wow! Aku tidak menyangka kau menyukai daun muda. Seperti apa gadis itu?" begitu mendengar pertanyaan aku menatapnya selembut mungkin.
"Cantik tidak lebih tepatnya manis. Sifatnya cerewet, selalu memukulku setiap kali aku berbuat konyol tetapi aku tahu itu tanda jika ia khawatir padaku ..."
"Heh? Sekilas mirip sepertiku." potong Sakura cepat.
'Itu memang kau.' pikirku
Aku menegakkan jari telunjuk pada bibir, "Kau ingin mendengarnya lagi?"
Sakura mengangguk.
"Mata gadis itu sangat indah dan menyejukkan membuat aku selalu teringat pada Hutan yang masih alami dan tidak tersentuh. Setiap kali dia memelukku aku mencium aroma cherry itulah khas parfum dirinya. Aku amat tergila-gila padanya sampai-sampai terbawa dalam mimpi. Gadis itu bernama …"
Tubuh Sakura secara alami terulur mungkin mencoba mendengar ucapanku yang semakin lama seperti berbisik.
Aku ikut mencondongkan tubuh sampai bibir kami tinggal beberapa senti saja. Aku ingin memberitahunya dan menciumnya tapi pada akhirnya beralih ke telinga, "Rahasia ..."
Bibir Sakura tertekuk ke bawah dan kembali duduk melipat tangan di bawah dada.
"Hahaha ...," aku tertawa keras-keras sambil menepuk meja kayu tidak peduli jika telapak tanganku nanti berubah menjadi merah. Yang sekarang hanya tertawa melihat ekspersi kesal di wajahnya.
"Ehem ... bisakah kalian mengecilkan suara?" tanya pelayan berambut oranye terdengar kesal.
Sakura tertunduk malu sedangkan aku hanya santai menatap laut yang berubah oranye. sambil memakan es serut.
"Itu salahmu! Kau tertawa keras sekali Naruto!"
"Itu karena wajahmu seperti kucing memelas meminta satu ikan," bantahku menjulurkan lidah.
Urat-urat di dahi Sakura mulai muncul tetapi aku masih santai, ini tempat umum mana mungkin berani dia memukulku, "Terserah kau! Aku hanya ingin Sasuke mengakuiku! Aku akan melakukan apa pun, termasuk terlibat denganmu!
Aku tahu sekarang, cinta membutuhkan proses dan aku tidak akan menyerah begitu saja sama seperti dirinya yang sedang mengejar cinta Sasuke. Satu hal yang kupahami …
Cara kami mengejar cinta sama yaitu ingin orang yang di cintai mengakui keberadaan kami.
.
.
"Ehem ... Naruto apa aku cantik?"
Aku terbujur kaku menatap penampilan Sakura. Ini sungguh berbeda! Sakura sangat feminim dengan rok bermotif strawberry di atas lima centi dari lutut dan atasanya ... Shit! Aku tidak ingin membicarakannya! Terlalu seksi dan feminim itu saja! Aku memegangi hidung, mengapitnya ketika merasakan cairan panas mencoba turun keluar.
"Naruto bodoh yang mesum!"
"Eh?" aku tersadar dan nyengir tidak berdosa. "cantik. Seperti strawberry ingin sekali aku memakananmu."
Pipi Sakura merona menahan malu, "Ini idemu bodoh!"
"Iya, nona strawberry kau cantik. Sana pergi ke rumah pria itu," entah kenapa aku tidak ingin mengucapkan nama pria yang sudah merebut gadis yang kucintai. Jelas-jelas kami berada di halaman rumah pria tersebut.
"Ukh!" Aku tahu Sakura ingin sekali memukulku namun ia menutup mata dan menarik napas berkali-kali sebelum berbalik memunggungiku. "nanti kau tidak aku bagi kuenya!"
Aku mengangkat bahu dan menyender pada pohon besar entah apa namanya di depan rumah pria dingin itu, "Terserah, lagipula aku sudah mencobanya berkali-kali."
"Ck!"
Aku melirik Sakura melalui celah pohon yang ada. Sekarang dia sedang mengetuk pintu perlahan. Penampilan Sakura sungguh membuatku sedikit sebal. Terlalu seksi di tambah ia tidak mengenakan stoking atau kaus kaki. Memang aku menyukai apa pun penampilannya hanya saja kali ini tidak.
Pintu terbuka perlahan.
Mataku terbelalak melihat seorang gadis berambut semerah darah membenarkan letak kacamata hitam kotak miliknya. Aku menajamkan pendengaran saat mereka mulai mengobrol.
"Eh? Sakura? Kau seperti buah strawberry. Hahaha … dan lagi apa itu di tanganmu? Kue untuk Sasuke? Huh?"
Tanganku terkepal kuat-kuat menahan amarah. Ingin sekali aku memberi pelajaran pada gadis itu berani sekali ngejek Sakura. Tetapi kuurungkan niat untuk menghampiri melihat bibir Sakura menyunggingkan senyum
"Iya, ini untuk Sasuke. Apa dia ada?"
"Dia sedang asyik tidur setelah melewati malam indah bersamaku," gadis itu menjawab disertai seringai penuh kemenangan.
Deg.
Apa lagi sekarang! Sial sekali pria itu! Meniduri gadis tanpa memberi jawaban penolakan untuk Sakura. Leherku kaku dengan gerakan pelan aku menatap punggung Sakura dan benar saja punggungnya bergetar sambil menunduk mengulurkan cake pada gadis merah itu.
"Terima kasih sudah memberi tahu. Ini kue dariku dan selamat ulang tahun buat Sasuke," setelah mengucapkannya Sakura berbalik dan berlari sekencang mungkin sebisa kakinya melangkah.
Gadis berkacamata aneh itu hanya mengangkat bahu lalu menutup pintu pelan.
Aku menatap Sakura yang sudah sampai tepat di depanku. Melihat semua Drama bodoh itu hatiku kembali sakit melihat tetesan air mata turun mengenai rumput hijau.
Brukk!
Aku menutup mata menyesap aroma cherry dari tubuhnya ketika ia menubruk tubuhku, memelukku begitu erat.
"Aku bodoh sekali … hiks …"
Di tengah pelukan aku menggeleng dan mengulurkan tangan, membelit sekitar punggung gadis ini yang bergetar hebat.
"Tidak, kau tidak bodoh."
Sakura mencengkram baju oranyeku tepat di jantung seraya berkata, " Kau tidak tahu. Sakit sekali di sini hiks …"
Aku tahu. Aku sering mengalaminya selama bersamamu, menceritakan semua kelebihan pria itu. Sungguh amat mengerti.
Untuk berapa lama Sakura terus menangis terisak hingga membasahi pakaian atasku. Aku menghela napas, tidak tega melihatnya terus mengeluarkan air mata.
"Kurasa, sudah saatnya mendengar lagu Bullet for My Valentine dan My Chemical Romance sampai tertidur," dan usahaku berhasil walaupun masih ada sisa cairan air mata ia tersenyum.
"Tidak, kita harus menonton Telenovela dan Oprah Winfrey."
Aku merenggangkan otot yang terasa pegal sehabis berpelukan hampir satu jam lalu nyangir padanya, "Oh, Tuhan. Sepertinya kita harus ke Supermarket membeli beberapa kotak tisu. Karena akan ada yang menangis dan aku tidak ingin kamarku menjadi lautan air mata."
"Kau ini!" Aku meringis pelan begitu dia memukul bahuku sedikit keras tetapi kembali nyengir. Aku tidak ingin melihat Sakura menangis lagi. Ini janjiku seumur hidup.
Aku merangkul bahunya selama perjalanan menuju apartemen sambil tertawa menyanyikan berbagai lagu Rock bersama seperti orang gila. Ya … aku dan Sakura gila-gilaan bersama. Membeli beberapa coklat pahit dan popcorn sambil menonton Telenovela bersama membuatku semakin tergila-gila padanya.
Kesedihan berakhir canda tawa jika ada sahabat yang setia menjadi tumpuan untukmu saat hatimu dalam keadaan rapuh.
Aku dan Sakura bersama. Tidak ada seorang pun ... setidaknya untuk saat ini ...
.
.
.
Tbc
.
.
Prolog last chap nanti :
"Sakura, Karin adalah sepupu jauhku. Kau salah mengartikannya dan aku tahu kau mencintaiku sejak dulu."
"Ayo, bercinta denganku."
"Aku akan mempertahankan kesempurnaanmu hingga menikah!"
"Sasu … mmhh …"
"Bagaimana pendapatmu tentang pernikahan?"
"Aku mencintaimu …"
"Hentikan Naruto!"
:::
Wekks jelek banget ya? Ini spesial buat my damn brother yang mencak-mencak gaje minta cerita ini publish :p akang Naru terkesan gampang menyerah ya? tapi di last chap nanti bakal menguras tenaga, emosi serta nafsu*?* saya bakal ngeluarin kejantanan*?* Naru kok.
Ada kemungkinan berganti rating tapi entahlah liat mood saya buat ngetik aja deh dan ada dua musim lagi :p saya juga menambah beberapa scene NS Di manga bagi NS lover pasti menyadarinya^^
