Keputusan Kushina: Terlalu Gelap

Cerita ini muncul begitu saja di dalam kepala saya... ya sudah saya tulis aja. ^^ Mohon sabar untuk Captured In His Eyes. Bab selanjutnya akan di-update setelah bab kedua dari Geng Ramen VS Geng Akatsuki.

Summary: Malam saat Naruto dilahirkan... ada dua keputusan sulit yang harus diambil...

Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto-sensei dan saya sangat suka bagaimana jalan ceritanya. Duh jurus-jurusnya lagi!

Pairings: Minato Namikaze dan Kushina Uzumaki.

Warnings: Ehm... ini spoiler dari chapter yang saya nggak tahu nomer berapa yang menceritakan tentang siapa orang tuanya Naruto. Terus rating cerita ini M karena ada beberapa adegan yang tidak sesuai dibaca anak-anak.


Minato Namikaze, sang Hokage keempat berjalan tersenyum di jalanan Konoha yang diterangi oleh lentera-lentera warna-warni untuk merayakan akan datangnya musim gugur. Pekerjaan hari ini bagi sang Hokage nyaris tidak ada, bukan hanya karena Konoha sekarang ada dalam keadaan yang tenang dan damai, tetapi juga karena ia sekarang diliburkan untuk beberapa hari. Ia mendapat beberapa ucapan selamat dan doa akan kelahiran anaknya yang mendekati tanggal lahirnya yang diramalkan oleh kepala ninja medis. Sang Hokage ketiga bahkan mengirim beberapa gulungan berisi jurus-jurus yang menarik sebagai hadiah kelahiran si anak pertama.

Minato mengangguk sana-sini dan mengatakan salam kepada siapa saja yang menyapanya. Sesekali ada beberapa kunoichi teman dekat Kushina yang menanyakan kabar ibu dan calon buah hatinya.

Sebelum sampai di rumahnya ia membeli sebungkus mi ramen. Si penjual ramen yang senang jika Minato dan Kushina datang (Kushina mengalami ngidam mi ramen selama tiga bulan sehingga mereka berdua sudah jadi seperti pelanggan tetap di sana) memberikan satu bungkus gratis untuk Minato. Sang Hokage berterima kasih, lalu kembali berjalan menuju rumahnya yang ada di pinggir selatan Konoha.

Setelah masuk rumah ia mendapati Kushina membaca buku berbaring di atas sofa sambil mengelus perutnya yang buncit. Ia tersenyum lalu menyapa istrinya sambil mengecup keningnya dari belakang. Kushina tersenyum dan menanyakan bagaimana pekerjaan suaminya hari ini.

"Semuanya baik-baik saja," Minato tertawa. " Aku mendapat surat dari Guru Jiraiya. Beliau akan datang minggu depan kesini. Katanya sudah tidak sabar melihat Naruto kalau sudah lahir."

Kushina bangkit dari sofa sambil mendekap perutnya dengan lembut. "Kalau begitu kita bisa makan siang berempat dengan guru Jiraiya kalau Naruto sudah lahir, mungkin guru bisa memperlihatkan edisi baru yang sudah terbit sebulan yang lalu."

Minato tertawa lalu memeluk istrinya.

"Minato..?"

"Hm?"

"Apa kamu yakin kalau Naruto akan menjadi ninja yang hebat seperti kamu atau gurumu?"

"Bukankah kamu tidak meragukan hal itu?"

"Aku ingin tahu apa yang kamu pikirkan Mina sayang."

"Ada yang merisaukanmu?" Minato meletakkan jubah hokagenya ke atas meja.

Kushina menunduk sedikit. "Kehidupan sebagai seorang ninja... tidak pernah mudah dan tentram. Sulit kubayangkan jika Naruto kelak harus mengambil keputusan-keputusan sulit sebagai seorang ninja."

"Kamu terlalu menyimak cerita-ceritaku Kushina..." Minato menyangga tubuhnya ke pinggir meja dan memperhatikan istrinya.

"Kamu terlalu banyak menyimpan semuanya sendiri Minato... pertama saat kamu menceritakan padaku soal kematian muridmu Obito-"

"Kushina, kumohon. Jangan sekarang. Kelahiran Naruto sudah ada di depan mata, dan kondisimu memburuk akhir-akhir ini. Tenangkan pikiranmu dan lahirkanlah dengan selamat."

"Aku harus tahu Minato, aku harus tahu apa Naruto akan bertahan. Berjanjilah Minato, berjanjilah apa pun yang terjadi jangan pernah mengorbankan Naruto..."

"Kushin-"

"Minato kumohon..."

Minato menatap istrinya, lalu menjawab tanpa ragu, "Aku berjanji."

Dua jam kemudian...

"AWAS!!!!!" dua orang jounin melompat ke belakang untuk menghindari hentakan salah satu ekor siluman berekor sembilan. Salah seorang teman mereka baru saja dimakan oleh siluman itu. Semua ninja kuat dari desa Konoha sedang berjuang gigih melawannya, tetapi semuanya nampak sia-sia. Siluman itu terus membunuh para shinobi konoha yang melawannya. Dan ia lama-kelamaan menuju desa...

"Dimana Hokage?!"

"Awas tiarap!!!"

"Kami butuh lebih banyak persenjataan!!!"

"AYAH!! IBU!!!"

"Iruka! Kau harus kembali ke desa!!!"

"Semuannya bertahanlah sampai Hokage keempat datang!!!"

Semua orang yang tertinggal di desa secepatnya melakukan evakuasi sesuai perintah sang Hokage. Semua berusaha lari melewati gunung yang terletak di bagian utara desa. Di bagian selatan desa, beberapa anbu mencari sang Hokage.

"Kirui, apa kamu melihat Hokage keempat?" tanya seorang anbu kepada tetangga Minato yang berlari keluar rumahnya.

"Beliau..."

"Cepat katakan! Nyawa banyak shinobi terancam seiring waktu!"

"Aku disini."

Semua menoleh ke arah Minato yang datang keluar dengan senjata lengkap. Kirui nampak sangat tidak tenang.

"Hokage-sama! Tapi Kushina kan-"

Minato mengangkat tangannya. Bulan yang tersembunyi di belakang awan gelap, tetapi semua orang bisa melihat Minato sedang berdiri tegang.

"Aku ada sebuah permintaan Kirui."

"Tentu... Hokage."

"Di dalam rumahku, di kamar Kushina, di atas meja, kamu akan menemukan sesuatu yang berharga, jagalah dengan baik sampai aku kembali. Bilamana keadaan tidak membaik aku mohon bawalah keluar dari desa. Akan kusuruh satu Anbu untuk mengawalmu."

"T-tentu Hokage-sama... tetapi yang berharga itu apa...?"

"Kamu akan tahu dengan sendirinya," bulan muncul kembali dan barulah semuanya menyadari tangan Minato yang berlumuran darah... dan setetes air mata yang jatuh menuruni pipinya.

"Hokage-sama... bagaimana dengan Kushina...?"

Tetapi Minato bergegas ke tempat dimana silumannya berada tanpa menoleh ke belakang.

...

"Baiklah, lakukan evakuasi besar-besaran sekarang juga."

Minato menatap Anbu yang melompat keluar dari rumahnya setelah memberi tahu berita mengejutkan itu. Ia harus bergegas ke tempat siluman itu sebelum terlalu banyak shinobi terbunuh atau siluman itu menuju ke desa. Ia harus kesana sekarang juga... tetapi Kushina baru saja seperti mau...

"Minato... sakit... perutku sakit..."

"Kushina! Ayo kita ke rumah sakit sekarang."

"Tidak... jangan... kamu dengar sendiri 'kan berita yang dikatakan anbu itu tadi..."

"Kushina, kamu 'kan mau melahirkan sekarang!"

"Tidak ada waktu... semakin lama semakin banyak shinobi yang terbunuh, bagaimana kalau siluman itu menuju dan sampai di desa? A-apa kamu mau... gara-gara menyelamatkan satu- aduh.... n-nyawa... banyak nyawa lain yang jadi korban...? Lagipula sekarang semua melakukan evakuasi dari desa ini... tidak ada ninja medis... mereka harus menolong para shinobi yang sedang bertarung..."

"Kushina aku tidak mungkin meninggalkanmu disini sendiri!"

"Aku tidak akan bertahan... aku pasti akan mati... aku tidak kuat melahirkan..."

"Tidak Kushina.. kumohon! Bagaimana dengan Naruto?!"

"Lakukanlah Minato, hanya ini jalan keluarnya... kamu tahu apa yang harus kamu lakukan..." Kushina menyerahkan sebuah kunai ke tangan Minato. Ia mulai terjatuh lemah karena tidak mampu menahan rasa sakit yang tak tertahankan itu.

"Kushina! Aku menolak!"

"Aku toh tidak akan bertahan... tanpa bantuan seorang ninja medis aku tetap akan mati, tetapi kalau anak ini tidak segera ditolong... kamu bisa kehilangan Naruto juga..."

Minato menatap ngeri ke istrinya yang terbaring lemah di lantai. Bulan tersembunyi di belakang awan sehingga tidak memperlihatkan bagaimana Minato menggenggam erat kunai yang diserahkan Kushina barusan. Darah menetes ke bawah... kamar itu terlihat terlalu gelap... terlalu gelap untuk mencari jalan keluar dari keadaan itu...

"Aku mencintaimu Minato... dan aku percaya kamu akan menjaga anak kita dengan baik..." Kushina mencoba berbicara lembut saat mendengar langkah-langkah Minato yang mendekat ke arahnya.

"Apa pun yang terjadi jangan korbankan Naruto demi apa pun... bahkan demi desa ini sendiri... biarlah hal itu menjadi keegoisan kita yang pertama... dan yang terakhir..."

"Sampai nanti Kushina..." Minato mengangkat kunai itu sedikit.

"Sampai nanti Minato... dan terima kasih..."

Itulah pertama kalinya Minato menyesal telah hidup sebagai seorang shinobi.


Sekian saja dulu. Cerita ini dibagi jadi dua karena keputusan yang diambil saat malam itu ada dua. Ya dan Kirui itu tokoh fiksi saya sendiri. Seorang penjual sake di samping rumah Minato yang sudah tua dan tidak pernah menikah, kadang-kadang mampir ke rumah Minato untuk ngobrol-ngobrol soal pertarungan seru yang dialami Minato. Chapter selanjutnya saya harap bisa selesai cepat...