Yoongi.

Jimin tidak pernah berpikir pria dengan tinggi yang kikis darinya itu dapat langsung menarik perhatiannya. Sejak pertama kali ia berurusan dengan anggota dewan pengawas siswa siswi yang melanggar peraturan itu. Atau bahasa novelnya, cinta pada pandangan pertama.

Tsk.

Taehyung bahkan menyemburkan kuah ramennya dan terbahak mendengar Jimin mengatakan cinta pada pandangan pertama.

Yang benar saja! Orang seperti Jimin yang hobi tebar pesona dan menggoda anak gadis sudah berapa kali merasakan cinta pada pandangan pertama? Mulut manis berbisa Jimin sudah akrab dengan hampir seluruh warga sekolah yang berwujud kecil dan manis.

Taehyung tidak habis pikir, setidaknya jika Jimin ingin bermain-main dengan cinta pada pandangan pertama, jangan jadikan Yoongi sebagai objeknya. Walaupun 'kecil dan manis', Taehyung pernah menyaksikan sendiri Yoongi 'menyiksa' seorang siswa nakal perokok hingga Taehyung yakin siswa itu akan lebih memilih tidak di lahirkan daripada bertemu Yoongi dan segala kegalakannya.

Hell yeah, bisa jadi remah roti jika Jimin main-main dengan Yoongi.

Tapi mungkin kini Taehyung bisa memberikan applause untuk keberanian Jimin mencalonkan diri menjadi anggota dewan pengawas siswa. Berusaha melakukan pendekatan pada Yoongi, yang sebenarnya Taehyung simpulkan sebagai usaha bunuh diri.

"Jim, aku tidak pernah mengerti dengan jalan pikiranmu." Jimin tersenyum seperti orang idiot. Senyum yang biasanya ada di bibir Taehyung.

"Mungkin tidak perlu mencalonkan diri. Ayolah, Yoongi sunbae tinggal satu tahun bersekolah disini. Jika satu tahun ini kau bisa puas melakukan pendekatan, maka dua tahun depan kau akan merengek padaku membawamu kabur dari tugas dewan pengawas." Itu sebuah pendapat, atau saran. Entahlah, Taehyung lebih memilih itu sebagai unek-unek.

"Itupun jika Yoongi sunbae sudi meladeni kelakuanmu di masa 'pendekatan'."

"Taehyung."

Jimin memanggil, senyum idiot masih senantiasa bertengger di bibirnya. Sedikit banyak menyadarkan Taehyung, bahwa terlalu banyak tersenyum idiot akan benar-benar membuatnya idiot.

"Bukannya dewi keberuntungan selalu berpihak padaku?"

Jimin. Sudah. Benar-benar. Menjadi. Idiot.

.

.

Taehyung untuk kedua kalinya menyemburkan sesuatu di mulutnya dan tergelak. Bedanya, kali ini ia menyemburkan air mineral yang sudah berada di pangkal tenggorokannya, bukan lagi kuah ramen.

"Ini benar-benar tidak lucu."

Disebelahnya, Jimin berkata dingin. Raut wajahnya adalah raut wajah terburuk yang semakin menambah frekuensi tawa Taehyung untuk menggema.

"Kemana perginya dewi keberuntunganmu itu hahahaha-!"

"Bangsat Tae-"

Taehyung mengulum tawanya, sebelum otot Hulk pemuda di depannya benar-benar tercetak dan menghantam wajahnya.

"Aku sudah memperingatkan mu, dan see? Kurasa Yoongi sunbae sudah merasa hawa negatif ketika kau benar-benar lolos menjadi anggota dewan pengawas. Makanya dia mengundurkan diri setelah selesai mengangkat kalian." Simpul Taehyung. Dengan nada mengejek yang minta di tonjok.

Jimin menghela nafas, jika sudah begini tak akan mudah mendekati Yoongi sunbae yang manis itu. Secepat ia terbang melayang mendapat kabar ia lolos menjadi anggota dewan pengawas, secepat itu juga ia jatuh dengan kepala menghantam batu ketika mendengar kabar Yoongi mengundurkan diri.

Astaga, Jimin baru memulai aksinya!

Sayangnya Yoongi sunbae mengundurkan diri dengan alasan fokus belajar untuk ujian dan tes perguruan tinggi. Demi cengiran kotak Taehyung, Jimin rasa hatinya terbelah dua dan tertindih mammot secara bersamaan. Yoongi seakan menegaskan, bahwa ia akan segera meninggalkan menengah atas. Tak ada waktu memikirkan cinta cinta monyet yang coba Jimin tawarkan.

Tapi tunggu! Jimin tidak menawarkan cinta monyet! Walaupun ia masih murid tahun pertama di menengah atas. Tidak, dia serius. Tidak ada cinta monyet dalam kamus seorang Park Jimin. Jika ia suka, maka ia benar-benar suka.

Yah, walau Yoongi sunbae berbeda dari yang lain. Maksudnya, dalam hal memperlakukan para pengacau sekolah. Jimin sudah merasakan bagaimana tersiksanya push up di bawah terik matahari pukul 12 siang ketika ketahuan Yoongi sunbae sedang membolos bersama Taehyung. Push up. 50 kali. Dalam semenit.

Gila. Yoongi sunbae seperti sedang memberi hukuman pada penyeludup narkoba. Rasanya tangan mereka sudah patah sebelum mencapai angka 50. Belum lagi menjadi tontonan satu sekolah, yang sialnya malah tertawa sambil berseru heboh pada keduanya yang push up dengan kecepatan penuh.

Dan yang paling tidak terlupakan, keram luar biasa di kedua lengan mereka keesokan harinya. Tentu saja Taehyung sebagai manusia normal -tidak sepenuhnya normal juga sih- bersumpah untuk tidak berhadapan dengan Yoongi sunbae lagi. Tapi entah kewarasannya menguap di siang terik itu atau bagaimana, Jimin justru datang padanya dan mengaku jatuh cinta. Pada Yoongi sunbae.

Yang benar saja!

Jimin seorang masokis ya?!

.

.

"Bung, kau hampir terlambat."

Taehyung nyengir, sesegera mungkin melewati celah pagar yang nyaris benar-benar tertutup. Kemudian kembali nyengir pada Jimin, menghasilkan kerutan di dahi Jimin.

"Apa? Ke kelasmu sana!" usirnya sambil menarik pagar hingga benar-benar tertutup. Taehyung mendorong bahu Jimin dengan sengaja, membuat Jimin mendengus kesal.

"Kau ingin bertahan disini dan mencatat namamu di daftar siswa terlambat?"

"Bukan, aku hanya ingin memberikan selamat pada teman baikku yang berhasil membangun kesan tertib ini. Padahal Yoongi sunbae sudah benar-benar mengundurkan diri. " Jimin memutar bola matanya.

"Mati sana."

Taehyung terbahak, senang menggoda Jimin yang akhir-akhir ini menjadi sok galak. Entah pengaruh jabatan, atau pengaruh keluarnya Yoongi sunbae yang pasti mood Jimin benar-benar buruk. Namun tak lama Taehyung tersenyum menggoda.

"Mungkin akan ada segerombolan siswa tahun terakhir yang terlambat."

"Lalu?"

"Yah, kau akan mengerti. Sudah dulu ya, aku tidak mau terdaftar di buku itu." Kemudian lari meninggalkan Jimin dan beberapa anggota dewan pengawas lain yang sedang piket di gerbang utama. Jimin menghela nafas, menatap lesu daftar siswa terlambat yang beberapa lembar lama dihiasi tulisan rapi Min Yoongi.

Belum sempat bertugas bersama , Jimin malah di tinggal pergi oleh sang pujaan. Jimin jadi meragukan eksistensi dewi keberuntungan di pihaknya.

Yah, mau bagaimana. Tidak mungkin kan Jimin menghampiri Yoongi dan memintanya kembali bergabung sambil mengeluarkan gombalan maut?

Yang ada Yoongi akan mengaum dan meremukkan lehernya dalam sekali terjang.

Jimin bergidik.

"Jimin, Park Jimin. Apa kami terlambat?"

Jimin menoleh, menemukan segerombolan siswa di luar gerbang dengan tampang melas. Dari warna seragam, mereka siswa tahun terakhir.

Jimin mendadak gugub, ini kali pertamanya terjun langsung menangani siswa bermasalah. Senior pula, mana berani ia memberikan hukuman pada Senior. Apalagi dari wajah-wajah mereka, nampaknya mereka murid rajin yang selalu menghawatirkan nilai.

"Maaf, tapi boleh kami segera masuk? Ada sedikit masalah di perjalanan tadi. Kami tidak akan melawan pada kalian. Tenang saja."

"Ba-baiklah, tapi aku akan menyerahkan pada guru Kim untuk hukuman kalian sunbae."

Segerombolan siswa itu menjerit senang, selain karena di loloskan oleh Jimin tidak ada yang khawatir akan hukuman guru Kim. Guru tua itu lebih senang memberi nasehat daripada hukuman.

Satu-satu siswa tahun terakhir itu melewati gerbang sambil menyebutkan nama dan kelas untuk di tulis di daftar siswa terlambat oleh Jimin. Lalu segera melarikan diri menuju kelas.

"Kim Seokjin."

"Kelas?"

"12.3"

Oh Seokjin sunbae, pemuda tinggi teman Yoongi sunbae yang berwajah cantik dan ramah. Walau ketika tertawa suka memukul orang sembarangan. Jimin mencatat nama nya tanpa mengangkat wajah dari daftar. Sisa seorang siswa terakhir, yang lebih pendek dari Seokjin sunbae. Ngomong -ngomong, tumben Seokjin sunbae tidak berangkat bersama Yoongi sunbae?

"Min Yoongi. 12.3"

Jglar!

Jimin seperti terkena lumpuh mendadak, lambat-lambat ia mengangkat wajahnya untuk menatap Yoongi yang tidak berekspresi apa-apa. Wah, panjang umur. Baru saja Jimin memikirkannya dan merengek rindu, tau tau wajah manisnya sudah ada di hadapan Jimin.

Duh Jimin tidak yakin bagaimana wajahnya saat ini mendengar Seokjin terkikik tak jauh dari mereka.

"Apa?"

Yoongi dan segala kejudesannya. Jadi ini yang di maksud Taehyung tadi?

"Aku tidak ada keperluan denganmu lagi." Yoongi berkata acuh, hendak segera beranjak namun kemudian berhenti dan menatap Jimin lagi. Kali ini dengan tatapan tak suka.

"Lain kali hukum mereka dengan hukumanmu sendiri. Guru Kim tidak akan membuat mereka jera." Yoongi maju selangkah, mendekatkan wajahnya pada daftar siswa terlambat. Mencari namanya yang sebenarnya belum sempat Jimin tuliskan, tersenyum sinis kemudian menuliskan namanya sendiri. Sementara Jimin mati-matian menahan nafas melihat wajah Yoongi yang sedekat ini. Maju sedikit saja Jimin bisa mencium dahi Yoongi.

"Termasuk pada seniormu sendiri."

Lanjut Yoongi, kali ini tersenyum manis.

Oh jantung! Bertahan di tempatmu dan biarkan Jimin tetap hidup!

.

.

END!

.

.

Tau gak tau gak? Ini ff udah ku tulis sejak jaman dahulu kala sebelum aku kena writer's block bahkan sampai aku sendiri lupa pernah nulis beginian hahaha.

Daripada terbuang yaudah ku terbitkan/?

Ngomong-ngomong, Yoongi sekarang tambah manis aja. Bikin Jimin makin sayang (eh).

.

.

(+)

"Dia yang bernama Park Jimin."

"Park Jimin?"

"Adik kelas yang tergila-gila pada es sepertimu."

"Ya, aku tau."

"Kau sudah tau? Tidakkah menurutmu dia menarik?"

"Dari sisi mana dia menarik?"

"Yah, maksudku, yah-"

"..."

"Kudengar dia mencalonkan diri menjadi dewan pengawas untuk mendekatimu. Padahal banyak yang takut padamu."

"Gelar masokisnya tidak main-main ternyata."

"Ya! Min Yoongi! Kusumpahi kau jatuh cinta padanya tahu rasa!"

"Apaan sih, berisik."

"Kau ini jual mahal sekali!"

"Aku hanya ingin melihatnya berjuang Seokjin."

"Hee? Kau juga suka padanya ya?"

"Enak saja! Tentu saja tidak!"

"Kau lihat wajahnya tadi saat melihatmu?"

"Ya, seperti artis bokep."

"Astaga!"

.