Ketika matahari mulai menyembunyikan diri dari peraduannya...
Ketika langit mulai memunculkan eksistensi dari kegelapan...
Ketika para bintang mulai mengedipkan cahaya mereka yang jauh...
Ketika rembulan menampakkan wujud cantiknya...
Saat itulah, para sweeper mulai melangkah dari bayang-bayang. Mencari dan melenyapkan apa yang diminta. Menyapu dan membersihkan sampah yang berserakan, sesuai yang diperintahkan.
Kau tahu sweeper?
Ah, itu bukan istilah keren untuk penyapu jalanan. Yah, walaupun tugas mereka juga semacam 'menyapu', sih.
Tapi, ini bukan 'menyapu' dalam arti harfiah.
Sweeper adalah 'penyapu jalanan' yang berbeda.
Mereka 'menyapu', mereka 'membersihkan', dan mereka 'melenyapkan'.
Tentu, mereka menyapu 'sampah'. Sama seperti penyapu jalanan pada umumnya.
Namun, 'sampah' dalam pandangan mereka, bukan sampah makanan, sampah plastik, atau yang berserakan di jalanan.
'Sampah' mereka adalah manusia.
Masih bingung?
Petunjuk lagi, sweeper bisa saja bekerja pada pemerintah, atau bekerja sendiri. Setelah mengerjakan tugas, mereka diberi imbalan yang tidak sedikit. Pekerjaannya rapi, bersih seperti penyapu pada umumnya.
Sudah bisa menebak?
Ting tong, mereka bukan 'penyapu' biasa, bukan?
Mereka, sweeper, adalah bahasa dunia gelap untuk menyebut pembunuh bayaran.
Dan, di kota ini, Cledea, ada seorang sweeper terkuat, ia menyebut dirinya sebagai...
.
.
Aqua Force
A Cardfight! Vanguard Fanfiction
First:
The Sweeper, Aqua Force
Disclaimer:
Wahaha, kalau saya yang punya VG, saya pastiin isinya yaoi semua #dush
Cardfight! Vanguard © Akira Itou, Satoshi Nakamura, and Bushiroad
Warning:
Abal, aneh, jelek, OOC, alur kecepetan, ide pasaran, tidak layak baca, banyak ngelantur, AU habis-habisan, tidak bisa dipikirkan secara ilmiah #eleh, tidak terstruktur #ce eilah, bonyok, pecel lele, sayur asem, mie ayam pangsit #jualan
Ini bukan konsumsi anak di bawah umur!
Ngerti ga?!
#ah, tapi author juga di bawah umur, sih, jadi terserah kalian dah *hei!
Requested from Kurogane Shadowhawks
.
.
.
Cledea City, Juni 2027, 23.32
Seorang pemuda duduk sendirian di depan sebuah grand piano. Jemarinya menyusuri tuts-tuts pada piano dengan melodi yang indah. Kepala pirangnya bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti dentingan yang ia ciptakan.
Tidak ada lampu, tidak ada penerangan. Yang ada hanya cahaya rembulan yang menyeruak masuk melalui jendela. Membuat paras manisnya hanya terlihat sebagian karena tertutupi kegelapan. Membuat mata violetnya hanya terlihat sebelah karena tidak ada cahaya.
Senyum di wajah porselen itu mengembang, ketika dirasanya ada seseorang yang datang. Tak perlu ditanya, itu adalah klien-nya.
Tidak ada suara langkah kaki, tidak ada bayangan. Ia tahu ada yang datang melalui insting. Tiga tahun menjadi pembunuh sudah membuatnya hapal dengan segala keadaan.
Insting pembunuh, eh?
Istilah yang bagus.
Permainan piano indah itu terhenti, sesaat ketika klien tersebut melangkah mendekatinya. Mengangkat kepalanya sedikit, ia ingin tahu seperti apa klien-nya sekarang.
"Aku tak menyangka Aqua Force ternyata semuda ini..." ucap si klien, berbasa-basi. Cahaya bulan membuat sosoknya terlihat, namun wajahnya tidak. "Kurasa usiamu baru tujuh atau delapan belas tahun, benar?" tanyanya, mengabaikan seringai tak berarti dari si pemuda.
"Kau ingin aku membunuh siapa?" tanyanya dingin. Klien itu tak menjawab, hanya memberikannya selembar foto. Hmm, seperti klien-klien sebelumnya. Tidak akan memberikan jawaban ketika ditanya, dan hanya akan memberi selembar foto.
Sang Aqua Force menatap foto itu penuh selidik. Tak perlu penerangan lebih untuk melihat siapa yang ada dalam foto. Bahkan dalam keadaan sangat gulita sekalipun ia bisa mengetahuinya. "Berapa?" tantangnya pada si klien.
Klien itu tampak sedikit berpikir. "Hmm... delapan puluh ribu zean?" tawarnya. Sang Aqua Force merengut, tapi tak terlihat karena gelap.
"Kau meremehkanku? Untuk orang ini, itu terlalu sedikit. Sekedar informasi, tidak ada yang memberiku imbalan kurang dari seratus ribu, bahkan sejak pertama kali aku 'menyapu'," ucapnya sedikit sombong. Wajar, sih, itu semua, kan karena dia, Aqua Force, adalah sweeper terkuat di kota ini.
Ups..
Ya, pemuda ini adalah sweeper. Codename-nya adalah Aqua Force. Dan Aqua Force adalah sweeper terkuat di Cledea, meskipun usianya baru tujuh belas tahun.
"Kalau begitu..." klien itu menggaruk tengkuknya. Heh, salah sendiri mengunjungi sweeper terkuat, pasti bayarannya mahal, lah. "Dua ratus lima puluh ribu, bagaimana?" ia menawar lagi.
Aqua Force tersenyum.
"Akan kubunuh orang ini sekarang. Kau bisa melihat berita kematiannya besok pagi, kalau wilayahnya sekitar sini. Tapi kalau agak jauh, kurasa baru bisa kujangkau besok. Ah, dan jangan lupa bayarannya. Tepati janjimu atau kau yang akan bertemu dengan isi laras seratus dua puluh lima milimeterku selanjutnya," ancamnya keras. Oh, tanpa melihat pun sang klien tahu sekarang Aqua Force sedang berdiri sembari mengokang Silver Beretta 92 miliknya.
Klien itu menghadapkan wajahnya ke bawah, terlihat ketakutan. "Di mana aku bisa membayarnya?"
Seringaian kembali terlukis, mantel putih kembali terpakai. "Letakkan saja di sini. Tidak boleh lebih dari tujuh kali dua puluh empat jam setelah kau mendengar berita, karena aku bukan orang yang sabar. Jangan lupa beri tahu kalau kaulah yang membayar," terangnya, kemudian berlalu pergi begitu saja.
Meninggalkan sang klien dengan wajah ketakutan yang seakan ingin mati sekarang juga.
"Dua ratus lima puluh ribu? Untuk anak kecil seperti itu?" ejeknya. Meski ia tahu bayarannya akan mahal begitu, toh, ia menawar juga.
Klien itu meletakkan koper yang sedari tadi dibawanya di atas piano. Isinya uang sejumlah dua ratus lima puluh zean, pas.
Untungnya, Aqua Force mau menerima tawaran sebanyak itu. Heh, dasar bocah. Pikirannya duit saja.
Sementara sang klien keluar dari ruang berpiano, Aqua Force sudah menjalankan tugasnya...
Seorang pria paruh baya masuk ke sebuah klub malam. Di tengah malam seperti ini, Aqua Force menatapnya dalam kegelapan, dengan berdiri di atas sebuah papan reklame dari toko yang sudah ditutup beberapa jam yang lalu.
Mata violetnya yang indah menukik tajam. Tepat menghadap pria itu. 'Dia memang benar-benar sampah masyarakat. Sudah tua masih saja main perempuan,' ia membatin, tatkala melihat pria yang menjadi targetnya hari ini sedang mabuk dan menggerayangi tubuh wanita penjaja dalam klub malam tersebut.
Rambut pirang dengan ahoge kembar tiga melambai diterpa angin. Menatap sinis pada pria itu, dia –sang target- yang sepertinya menyadari bahwa dirinya diawasi, segera membuka mantelnya, dan mengeluarkan sepucuk pistol. Membuat wanita-wanita seksi yang berada dalam dekapannya memekik tertahan, takut dibunuh.
Aqua Force menyeringai. Target mulai keluar dari tempat itu. Tikus sudah keluar dari sarangnya. Siput sudah mengeluarkan kepala dari cangkangnya. Saatnya berburu!
Oh, sepertinya tikus itu punya pistol yang bagus. Kelihatannya buatan Colt, larasnya silinder ramping.
'Ayo, kemarilah, Tikus Sampah. Aku menunggu pelurumu habis,' ia terkikik, dalam hati tapi. Meski ia menunjukkan ekspresi biasa, tapi sesungguhnya hatinya tertawa.
Heh, target yang bodoh. Seharusnya ia tetap berada dalam klub malam itu, daripada keluar sendirian dan pasti akan ditembak mati, benar, kan?
Ya, pasti. Meskipun ia sudah berusaha mempersiapkan diri dengan membawa sepucuk pistol. Hell, sweeper itu lebih jago menggunakan senjata api jenis apa pun, dibandingkan dengan siapa pun.
Apalagi, jika sang sweeper adalah Aqua Force, sweeper terkuat di Cledea.
Aqua Force menapaki atap demi atap toko-toko yang menjadi pijakannya kali ini. Sedangkan sang tikus sudah bersiap dengan laras silindernya, melangkah pelan-pelan di jalan setapak yang sepi.
DOR!
Satu tembakan, bukan dari sang pemuda, melainkan tikus-nya.
'Keputusan bodoh. Itu membuatmu mudah diketahui posisinya, tahu!' mungkin, pikir sang pemilik mata violet, tikus-nya ini ingin menakut-nakuti dirinya. Ingin menunjukkan bahwa ia juga punya senjata, jadi jangan macam-macam.
Tertawa kecil, Aqua Force melompat turun dari atap. Berhadapan dengan sang tikus. Memperlihatkan sosoknya. Barangkali tikus kecil ini ingin sang sweeper menampakkan diri, untuk melihat siapa yang mengincarnya.
"Siapa kau?" tanyanya, dengan suara menjijikkan bau tanah khas sampah. Menatap Aqua Force dengan pandangan mengejek seakan yang ada di depannya, menghadangnya, mengawasinya, dan ingin membunuhnya ini adalah seekor serangga.
See? Dia tidak tahu siapa pemuda yang ada di hadapannya ini.
"Aqua Force, sweeper berdarah dingin terkuat," sahut sang pemuda. Mengabaikan tatapan remeh dari sang tikus, ia mengokang Silver Beretta.
Pria itu mendengus, tidak percaya bahwa sweeper terkuat seluruh kota hanyalah anak kecil yang senang main senjata. "Senjata api masih terlalu dini untukmu, Nak. Serahkan itu atau kau yang akan mati," katanya, mencoba mengancam.
What the fuck? Dia mengancam seorang sweeper? Hello, in front of you there is a professional sweeper, you know?
Aqua Force, dengan kesabaran luar biasa demi menjaga wibawa sebagai yang terkuat, menghela napasnya panjang dan kasar. Yah, memang, sih, dari dulu dia selalu diremehkan karena masih anak-anak dalam dunia kegelapan. Baik oleh klien maupun targetnya.
"Tak kusangka Aqua Force sekecil ini. Tapi, Nak, kau pikir bisa membunuhku begitu saja? Pikir baik-baik," ucapnya. Nada menjijikkan masih terlantun dalam kalimatnya, membuat sang pemuda sweeper berekspresi seakan mau muntah.
"Bisa," sweeper remaja itu menjawab mantap. "Kau meremehkanku, Kakek. Kau hanyalah sampah masyarakat yang memang seharusnya mati. Tidak ada gunanya manusia sepertimu hidup di dunia, Dasar Tikus Tanah."
Ckk.
'Anak sialan ini benar-benar membuatku muak!' sang tikus membatin, menarik kaliber ke belakang, tidak mempedulikan tangan kanan sang sweeper yang sudah-
DOR!
-melepas satu peluru di kaki kirinya.
"AAARGH!"
Aqua Force menyeringai lebar saat kaki tikus mengeluarkan banyak darah. Meski begitu, sang pemilik kaki enggan untuk diam saja, membuatnya mengejar targetnya itu dengan mudah karena ia kabur tertatih-tatih menahan sakit.
"Masih sempat kabur, hah?!" seru sang sweeper, mengancam. Akan tetapi-
"Jangan mendekat!"
-o-ow, sepertinya ada sesuatu yang terjadi dengan tidak terduga.
Sang tikus, dengan kaki berlumur darah dan seorang pemuda yang ia cekik dengan lengannya. Tikus itu mengancungkan pistol Colt mahalnya ke kepala pemuda itu.
Tunggu... berarti ada orang lain yang melihat sosoknya, dong?
Maksudnya, sosok asli Aqua Force ini!
Oh, tidak!
Merasa menang –padahal Aqua Force lebih mengkhawatirkan sosoknya yang terlihat oleh orang selain target, bukan penodongan tak berguna dari sang tikus, kalau boleh jujur- tikus itu mengokang Colt-nya. Menempelkan laras silinder super ramping itu di pelipis kanan sang pemuda, yang sepertinya terlihat ketakutan.
'Tolong...' sang sweeper memang tidak bisa mendengar rintihan tak bersuara dari pemuda itu, namun mata violetnya dapat melihat gerakan bibir merah yang penuh dengan geraman rasa takut.
Aqua Force menyeringai, namun tipis. Tentu saja, Nak. Tentu dia akan menolongmu. Tanpa diminta pun dia akan menolong. Tugas sweeper adalah membereskan yang ditargetkan, tidak ada hubungannya dengan sandera.
"Seorang sweeper tak mungkin membunuh orang yang bukan target, bukan? Jatuhkan pistolmu ke kakiku, Bocah Air. Kalau dalam hitungan ketiga kau tidak melakukannya, nyawa anak ini melayang. Haha, aku menang, Aqua Force! SATU!"
Mau tak mau, sang sweeper muda menjatuhkan Beretta kesayangannya, dan menendangnya ke kaki sang tikus.
Tikus jelek bau tanah gendut itu menyeringai. "Bagus, kau benar-benar anak baik," ucapnya. Tanpa menyadari bahwa sang 'bocah air' punya rencana.
Ia mencari kesempatan, memperhatikan keadaan dengan kedua mata violet. Tak lama, ia bersiul. Keras dan panjang.
Bagus, sang tikus terlihat mencari sesuatu. Ia mengira siulan itu tanda bahwa Aqua Force sudah mempersiapkan segalanya dengan membawa teman. Tanpa menyadari kalau-
"MERUNDUK!"
DOR!
"AAAKKH!"
-ups, tepat di jantung, ngomong-ngomong. Untung saja ini gang yang sempit dan sepi, jadi walau si tikus berteriak pun tidak akan ada yang mendengar.
Aqua Force, tadinya, meluncur ke kaki sang tikus untuk mengambil Beretta-nya, ketika mata menjijikkan itu sedang mengalihkan pandangannya. Sang sweeper menarik pelatuk Silver Beretta 92 miliknya, dengan cepat dan mematikan. Mata violet yang tajam itu menatap intens pada 'sampah' yang ada dalam jarak pandangnya. Tak peduli dengan suasana yang sedang sangat gelap atau malam yang hening, ia melepas satu peluru timah panas.
Untung saja, pemuda tak dikenal yang disandera itu cepat bertindak. Ketika sweeper remaja itu menyuruh untuk menundukkan kepala, ia segera menurut dengan menyikut pinggang target, dan menundukkan kepalanya.
Pintar juga dia.
'Hah, besok pasti akan ada krasak-krusuk berita berisik mengenai 'sampah' ini. Tapi sudahlah, pekerjaan selesai, uang didapat,' pemuda itu membatin penuh kemenangan. Tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun kepada 'sampah' yang berhasil ia bersihkan.
'Tidak ada yang bisa kabur dari Aqua Force. Bahkan 'sampah' paling hebat sekali pun,' ucapnya dalam hati. Dengan tenang, ia memasukkan Beretta kesayangannya itu ke dalam saku mantel, dan berjalan menjauhi gedung yang sudah tidak terpakai itu.
'Sampah tetap saja sampah. Tugas kamilah untuk melenyapkannya.'
Mantel putih, mata violet, rambut pirang dengan ahoge kembar tiga, serta Silver Beretta 92. Itulah wujud asli Aqua Force, sang sweeper terkuat. Wujud aslinya ini hanya diketahui oleh para mantan klien, -mantan- target, dan teman-temannya sesama sweeper.
Ups, sepertinya, kita perlu adakan satu kategori lagi.
Wujud asli ini, sudah diketahui oleh-
Bruk.
-pemuda yang untuk dua belas menit lebih tiga detik tadi menjadi sandera, dan sekarang sedang memeluk tubuhnya penuh terima kasih.
"Terima kasih, Aqua Force!"
Astaga, bahkan pemuda ini berani menyebut nama samarannya, sebagai sweeper terkuat Cledea. Berani sekali dia.
Uhm, mungkin pemuda ini tak tahu apa arti sweeper? Mungkin.
Sang sweeper mendorong tubuh pemuda yang satu kepala lebih tinggi darinya itu, namun pemuda yang tidak ia kenali ini malah memeluknya makin erat. Untung saja malam ini gelap, jadi pemuda itu tidak melihat rona merah tipis yang muncul mendadak di pipi sweeper muda itu. Lain cerita kalau lihatnya memakai mata sweeper, sih.
'Kok... hangat, ya? Ada apa denganku?'
Sang sweeper remaja membatin. Mengabaikan detak jantung yang semakin jauh dari irama yang seharusnya. Tanpa disadarinya, ia membiarkan saja dekapan kedua tangan pemuda itu merengkuhnya dengan hangat.
"Kau menyelamatkanku! Terima kasih banyak!"
Ah, mungkin, Aqua Force berdarah dingin itu sudah mulai bisa dihangatkan.
.
.
.
SMA Swasta Hitsue, Ruang Musik 3, 12.18
"Apa ! ? Wujud aslimu ketahuan orang awam ! ?" teriak seorang wanita berambut pirang dengan mata kehijauan, Tatsunagi Kourin. Mata hijaunya membelalak kaget, tak sampai di situ, ternyata semua orang yang ada di ruangan itu juga berekspresi sama.
Kecuali, sang objek yang dibicarakan, Souryuu Leon.
"Dasar bodoh! Apa yang kau pikirkan ! ? Kenapa bisa ketahuan semudah ini! Leon, kau ini benar-"
"Cukup, Kai-kun. Sudahlah, semuanya. Yang sudah terjadi biarkan saja berlalu. Leon-kun juga sebenarnya tidak menginginkan ini, benar, kan?" seorang pemuda berparas manis, Sendou Aichi, menginterupsi dengan suara imutnya.
Leon menundukkan kepala, merasa amat bersalah. "Maaf, semuanya. Aku lengah waktu itu. Aku bahkan tidak tahu dan tidak merasakan hawa kehadirannya, dia muncul terlalu tiba-tiba. Tambahan, dia sempat menjadi sandera target. Plus, aku lupa berpesan padanya agar jangan memberi tahu soal aku pada siapa pun," sesal pemuda berambut pirang itu.
Aichi menepuk pundaknya, sekedar menenangkannya untuk sementara. Sesaat, ketujuh manusia yang ada di dalam sana terdiam. "Apa boleh buat? Ini, kan pertama kalinya sosok Leon-kun diketahui orang awam. Kalau bertemu lagi, usahakan jaga jarak," katanya tenang, masih sambil memegangi pundak Leon, memberinya kekuatan.
Souryuu Leon dapat merasakan hangat dari tangan Sendou Aichi, selaku sepupu angkatnya, sebagai keluarga. Ia dapat merasakan hangatnya kasih sayang tulus dari pemuda berambut biru itu sebagai saudaranya. Meski hanya sebatas saudara angkat, Leon merasa itu sudah sangat cukup.
Bahkan, lebih dari cukup. Ia yang tidak mengenal keluarganya sejak lahir itu merasa memilikinya ketika berada dalam lingkungan yang ada Aichi di dalamnya. Entah itu dalam keluarga Sendou, atau dalam kelompok sesama sweeper-nya.
Ya, Sendou Aichi juga seorang sweeper. Tapi ia sedikit berbeda dengan Leon. Aichi menjalankan tugas dari klien berpasangan dengan Kai Toshiki, kekasihnya. Keempat orang sisanya juga adalah sweeper, ada yang berpasangan seperti Kai dan Aichi beserta Tatsunagi bersaudara, ada pula yang menjalankan tugas sendiri seperti Suzugamori Ren dan Taishi Miwa.
Kai dan Aichi, codename mereka adalah Narukami. Tatsunagi Kourin dan Tatsunagi Suiko, codename mereka Angel Feather. Suzugamori Ren, codename-nya Gold Paladin. Taishi Miwa, codename-nya adalah Kagerou. Sementara Souryuu Leon adalah nama asli dari Aqua Force.
Mereka semua tergabung dalam kelompok sweeper tak bernama yang terkumpul di SMA Swasta Hitsue, sebagai siswa, kecuali Suiko, kakak Kourin yang menjabat sebagai guru.
Biasanya mereka akan berkumpul di ruang musik sekolah yang sudah tidak terpakai, kalau ada masalah serius atau ada hal yang ingin dibicarakan. Dengan Suiko yang seorang guru, tentu urusan pinjam meminjam ruangan tak akan jadi masalah.
Tapi sekarang, masalahnya lain lagi.
Aqua Force, yang pekerjaannya selalu rapi, tiga tahun bekerja sebagai sweeper wajahnya tak pernah diketahui masyarakat, kini wajah itu terlihat oleh orang awam.
Ditambah lagi, yang melihatnya itu...
Memeluknya sembarangan. Tidak bisa diampuni!
"Kau mengingat orang itu? Ciri-ciri fisiknya, misalnya?" tanya Aichi lembut, selembut seorang kakak. Padahal dalam segi tinggi badan, seharusnya Leon yang menjadi kakak. Tapi sudahlah, kali ini Leon sedang memerlukan uluran tali persaudaraan.
Butir violet Leon bergerak kanan-kiri dengan cepat, tundukan kepalanya sulit diartikan. Bibirnya yang bergetar itu...
Sebenarnya, dia malu. Sangat.
"Rambut dan matanya cokelat. Tingginya sekitar lima koma enam kaki," katanya, tanpa menyadari bahwa wajahnya sudah agak merah.
Untungnya, tidak ada yang melihat perubahan itu.
"Eh? Sepertinya aku mengenalnya... lho? Kenapa mukamu merah, Leon?"
Oh, kecuali satu orang, sang Gold Paladin, Ren.
Leon tersentak sedikit, tadinya, sih, ia sedang mengingat-ingat rasa hangat dari pelukan pemuda itu, tapi sekarang Ren membuyarkan segalanya. Dia tidak tahu harus marah atau tidak kali ini. "Eh? Iya? Kau mengenalnya, Ren?" tanyanya balik, memberi kesan 'abaikan saja yang tadi' pada pemuda berambut merah itu.
Ren mengangguk. "Aku punya teman –sahabatku, sebenarnya- yang ciri-cirinya begitu, namanya Daigo, kelas 2-2."
Ha, Leon sudah membuat pilihan. Dia tak akan memarahi Ren kali ini. Ia sangat berterima kasih padanya, malah.
.
.
.
Gerbang Timur SMA Swasta Hitsue, 16.27
Leon berjalan sendirian, tidak bersama Aichi seperti biasanya. Kadang, karena mereka satu rumah, ia akan pulang bersama dengan Aichi, bonus Kai kalau dia sedang mau berkunjung ke rumah mereka. Tapi walaupun tadi sudah diajak pulang bersama, Leon menolak ajakan keduanya.
Gerbang Timur senantiasa sepi. Karena lebih mudah pulang lewat Gerbang Utama, tidak banyak siswa-siswi yang melewati gerbang ini.
Biasanya, Leon termasuk salah satu dari mereka.
Tapi entah kenapa, Leon ingin sendiri hari ini. Benar-benar ingin sendiri. Berpikir, merenung sesaat, dan menatap langit senja yang seolah mengejeknya karena menampilkan warna oranye cerah.
Pemuda pirang itu merengut. Tidak terima.
Meskipun warna langit bukanlah urusannya, toh, memangnya kenapa kalau kesal pada langit? Langit tak akan protes kalau dimarahi, kan?
Ah, Leon merasa bodoh marah-marah tak jelas begini.
"HEI! NAITOU! KE SINI KAU! DETENSIMU BELUM BERAKHIR!"
H-hah? Apa itu? Naitou? Siapa itu?
"SAYA PULANG DULU, SENSEI! DETENSINYA DILANJUTIN BESOK AJA!"
Hmph, suaranya mirip orang itu, pikir Leon. Ah, mungkin itu Daigo yang dibicarakan Ren tadi siang. Beruntungnya dia bisa bertemu secepat ini.
Hei, jangan banyak berkhayal, Leon!
"Ah!" jengit Leon saat pemuda itu, -ya, itu memang benar-benar dia- melompat dan mendarat tepat di hadapannya.
"Hei, kau yang tadi malam! Aqua Force!"
First
The Sweeper, Aqua Force
TBC.
A/N:
MAAFKAN SAYA KARENA MEMBUAT FIC REQUEST-AN MENJADI FIC MULTICHAP! #bungkuk 90 derajat
Doh, saya emang ga guna deh...
Ngomong-ngomong, saya jga minta maaf karena membuat Leon menjadi pembunuh d sini, tapi ini ceritanya sweeper, bukan pembunuh! Pembunuh dengan sweeper itu beda! #sama aja oy
Fic ini terinspirasi dari saya yang suka banget sama pistol –saya otaku pistol n senjata api yg lain, ngomong-ngomong- dan di artikel majalah lama saya ada ulasan tentang anime City hunter –ada yg tahu? Itu anime populer banget, lho-
Nah, kebetulan, karena ada fic request-an, saya masukin aj keduanya...
Oh, iya, nama-nama samaran sweeper di sini pake nama deck-nya di anime, Kai dan Aichi pake Narukami karena Ren udah pake yg Gold Paladin. Mau pakai Royal Paladin, ntar dikira samaan lagi, jadi saya pake punya Kai aja...
Maafkan saya, karena g bsa bikin full highschool life, tapi bakal saya masukin, kok. Rencananya saya malah bikin banyakan highschool life-nya daripada sweeper-nya...
Eh, iya, mengenai nama marga Daigo. Saya tanya ke grup d fb, kata adminnya –dia liat di majalah- nama panjang Daigo itu Daigo Naitou, ya udah, saya pake Naitou itu sebagai marganya... makasih, Vi-chan! #hug
Eniwei, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca fic ini sampai tuntas. Tak ada gading yang tak retak, begitu pula fic gagal aneh lebay jelek nan abal ini, semua pasti ada kekurangannya, ya kan?
Pertanyaan? Komentar? Pujian? Cacian? Makian? Flame? Silakan ketik tulisan tangan Anda pada kotak di bawah ini dan klik 'post your review'.
Hehehe...
