MY WEDDING

Cast : Jongin, Sehun, Jaehyun, Jaemin, Taeoh.

Genre : Family, Romance

Warning : Mpreg

Ini ff request dari mbak Arthea, maaf kalau mengecewakan, mbak lebih ahli kalau bikin ff ginian di banding killa. Dan ini ide yang sangat pasaran mungkin #plakk

No edit, typo bertebaran.

Syakila8894

.

.

.

.

.

Sehun tengah duduk termenung di tempat tidurnya sambil memperhatikan buku tabungannya yang nyaris kosong setelah ia habiskan untuk biaya pengobatan anak bungsunya yang menjadi korban tabrak lari. Beruntung nyawa anak bungsunya itu tertolong dan telah kembali sehat walaupun itu artinya juga mereka tidak memiliki uang lagi untuk saat ini. Sehun menggigit bibirnya sambil berpikir apa yang harus lakukan untuk mendapatkan uang sekarang ini, bagaimanapun juga kedua anaknya membutuhkan asupan makanan yang cukup di masa pertumbuhan mereka. Ia sudah melamar pekerjaan di semua tempat yang bisa ia capai hari ini, namun tidak ada satupun yang mau menerima dirinya yang hanya tamat Sekolah Menengah Atas. Di jaman sekarang ini mendapatkan pekerjaan memang susah. Haruskah ia menjadi pelayan di bar atau menjadi pelacur? Tidak. Sehun menggelengkan kepalanya kuat kuat, itu tidak akan pernah ia lakukan, ia tidak mau menafkahi kedua anaknya dari hasil pekerjaan semacam itu.

"Eomma..."

Sehun cepat cepat menyembunyikan buku tabungan yang ia pegang ke bawah bantal, meski itu sepertinya percuma karena anaknya bahkan sudah melihatnya. "Nana, ada apa sayang?"

Jaemin, putranya yang kedua, melangkah mendekat pada Sehun dan duduk di sampingnya. "Ini..." ia mengulurkan tangannya dan menyerahkan beberapa lembar uang ke tangan ibunya.

"Nana-ya..."

"Itu uang saku Nana yang Nana tabung, eomma... eomma bisa pakai itu untuk belanja, Taeoh bilang ia sudah sangat lapar."

Air mata Sehun mengalir dengan cepat di pipinya yang pucat. "Maaf... eomma tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untuk kalian."

Jaemin memeluk tubuh ibunya dengan erat, ia menggelengkan kepalanya. "Eomma sudah membuat Nana dan Taetae bahagia kok. Nanti... kalau appa dan Jae hyung pulang, kita pasti bisa lebih dari ini eomma..."

Air mata yang mengalir terlihat semakin deras di pipi Sehun yang tirus. Andai saja anaknya tahu, kalau itu tidak mungkin. Sehun sudah bercerai dengan pria itu, bahkan sejak lima tahun yang lalu. Dan mantan suaminya pergi dengan membawa serta putra sulungnya yang kala itu sudah berusia empat belas tahun, meninggalkan dirinya bersama dengan Jaemin yang baru berumur sepuluh tahun dan Taeoh yang bahkan baru berumur setahun. Sehun sengaja tidak mengatakan tentang perceraian itu kepada kedua anaknya karena ia tidak ingin melukai hati mereka yang masih polos, ia hanya mengatakan kalau ayah mereka sedang pergi bersama hyung dan juga kakek nenek mereka.

Selama lima tahun ini, Sehun sama sekali tidak mengetahui kabar tentang mantan suaminya ataupun juga dengan putra sulungnya, ia hanya mengetahui kalau sehari setelah perceraian mereka, mantan suaminya membawa putra sulungnya ke Amerika dan menetap di sana.

"Eomma..."

"Ya, sayang..."

"Kapan appa dan Jae hyung pulang, Nana rindu appa dan hyung..."

Sehun melonggarkan pelukannya dan menangkup kedua pipi chubby anaknya. "Suatu saat mereka akan datang dan bertemu dengan Nana, karena itu Nana harus sekolah yang rajin, agar saat bertemu dengan appa dan hyung nanti, Nana bisa membuat mereka bangga."

"Tapi kapan?" remaja berusia lima belas tahun itu menunduk sedih. "Hyung dan appa tidak pernah datang atau bahkan memberi hadiah saat Nana ulang tahun."

Sehun mengusap air matanya. "Maaf..."

"Eomma..."

"Eomma tidak bisa memberikan hadiah yang layak di ulang tahun Nana." Sehun memejamkan matanya, bukan hanya hadiah, bahkan untuk makan sehari hari saja, ia cukup kesulitan untuk memberikan makanan yang sehat untuk anak anaknya.

"Eomma... Nana tidak minta apa apa dari eomma, cukup eomma tetap sehat dan menemani Nana dan Taeoh, itu sudah cukup."

Sehun mencoba tersenyum dan mengangguk.

"Mma..."

Sehun mengusap air matanya dan menoleh ke arah pintu kamarnya dan tersenyum saat melihat putra bungsunya melangkah dengan pelan ke arahnya dan Jaemin. "Taeoh, sayang, kemarilah, peluk eomma..."

Taeoh tersenyum dan naik ke kasur untuk memeluk ibunya dan juga hyungnya. "Eomma... ini..."

"Apa ini sayang?" Sehun menerima sebuah celengan berbentuk pororo milik Taeoh. "Taeoh lapar, ayo beli makanan, kata Nana hyung, eomma sedang tidak punya uang, jadi Taeoh ambil tabungan Taeoh."

Air mata kembali menetes ke pipi Sehun. "Tidak perlu sayang, Taeoh simpan saja tabungan Taeoh. eomma masih punya uang. Eomma akan membelikan makanan untuk kalian." Suara Sehun terdengar begitu serak. Kedua tangannya merengkuh kedua pundah buah hatinya dengan erat. "Eomma menyayangi kalian.

Perasaan sedih begitu terlihat di mata Sehun, andai saja tidak ada perselingkuhan dan andai saja tidak ada perceraian, pastinya saat ini hidup kedua putranya lebih layak dari apa yang mereka jalani saat ini, sama seperti hyung mereka yang Sehun tidak ketahui keberadaannya.

"Sudah... sekarang siapa yang mau ikut eomma beli bahan makanan?"

"Nana..."

"Taeoh..."

Sehun tersenyum tipis, "Kalau begitu pakai jaket kalian dan kita pergi belanja."

"Baik, eomma..."

Tak lama kemudian ketiganya sudah berada di luar rumah dan tengah berjalan kaki sambil bergandengan tangan di trotoar, tanpa menyadari ada sebuah mobil yang sedari tadi terparkir tak jauh dari mereka dan penghuni mobil itu tengah memperhatikan ketiganya dengan raut wajah datar, namun tersirat ada kerinduan di matanya. "Kau tak pernah berubah sayang... masih seperti yang dulu."

Setelah ketiga orang itu tak terlihat lagi dipandangan matanya, namja itupun pergi meninggalkan tempat itu dengan mobilnya. "Ku harap kita akan bertemu lagi secepatnya, Sehunie..."

.

.

.

.

.

"Sehuna, tolong antarkan pesanan ini ke ruang private nomor 1" Minseok menepuk pundak Sehun, pelan.

"Ah, nde..." Sehun yang sedikit melamun langsung tersentak kaget, namun ia mengurungkan niat untuk mengambil nampan itu. "Hyung bilang ruang private bukan, aku... aku tak pantas kesana hyung. Aku orang baru di sini..." Sehun teringat peraturan di restorant ini yang melarang pelayan baru yang belum berpengalaman untuk melayani tamu yang berada di ruang VIP. Sehun baru hari ini bekerja di sini, setelah kemarin secara kebetulan bertemu dengan Minseok, salah satu tetangganya dulu, di minimarket tempat ia dan kedua anaknya belanja. Setelah berbasa basi sebentar, Sehun lalu menanyakan apakah ada lowongan di tempat Minseok bekerja, dan Minseok bilang saat ini mereka memang tengah mencari tambahan seorang pelayan lagi. Dan disinilah Sehun sekarang, bekerja menjadi seorang pelayan di sebuah restoran.

"Tak apa, kau bawa saja ini. Yang lain sedang sibuk."

"Baiklah, hyung." Sehun menerima nampan itu dengan hati-hati.

"Sehuna..."

"Nde..."

"Layani tamu dengan baik ya, jangan sampai mengecewakan dan membuat tamu kita protes. Aku tak mau kamu di pecat." Ucap Minseok, tulus.

Sehun hanya mengangguk dan melangkah dengan pelan menuju ruangan yang dimaksud Minseok. Ia sedikit ragu saat mengetuk pintu, takut kalau pelanggan itu tidak menyukai kehadirannya.

"Masuk..."

Suara serak itu membuat dahi Sehun berkerut, ia seperti mengenal pemilik suara itu, namun segera ditepisnya pemikiran itu. ia melangkah masuk dengan langkah pelan. Dan mendapati tamunya tengah berdiri menghadap ke arah jendela, membelakanginya.

"Permisi tuan, ini makanan pesanan anda." Dengan hati hati Sehun menaruh pesanan orang itu ke atas meja dan menyusunnya dengan rapi.

"Berapa lama kau bekerja di sini?"

"Nde... ah, baru hari ini..." ucap Sehun dengan gugup. Ia mendekap erat nampan yang ia pegang di dadanya. Apakah ia sudah gila, kenapa suara orang ini begitu mirip dengan...

Pikiran Sehun lansung blank saat orang itu berpaling, itu memang benar-benar dia yang tengah menatapnya dengan raut wajah yang tak bisa ditebak. Mantan suaminya.

"Apa kabar Sehunie..."

Sehun menggigit bibirnya, lalu menundukkan wajahnya, mengamati ujung celana yang sedang dipakainya. "Aku baik," ucapnya dengan canggung. "Bagaimana denganmu?"

"Tak pernah sebaik ini saat melihatmu lagi."

Sehun makin menundukkan wajahnya, teringat pemandangan yang dulu pernah ia lihat, jauh bertahun tahun yang lalu, saat ia melihat mantan suaminya tengah berciuman dengan seorang yeoja. Hatinya terasa sakit, ketika harus mengingat itu lagi. "Bagaimana dengan..." Sehun bahkan tak sanggup meneruskan kalimatnya.

Untungnya Jongin mengerti apa yang dimaksud oleh Sehun. "Jaehyun baik baik saja."

"Syukurlah..." Sehun menarik napas lega, setidaknya kalau Jaehyun memiliki ibu tiri, ibu tirinya itu tidak memperlakukannya dengan buruk. "Kalau begitu saya permisi, silahkan nikmati hidangannya." Sehun membungkukkan badannya. Ia merasa canggung kalau harus berduaan dalam satu ruangan dengan mantan suaminya. Walau sebenarnya hatinya bertanya tanya kenapa Jongin hanya sendirian di sini. Apa istri barunya tidak memasak dan apa yang ia lakukan di Korea. Apa ia pindah kesini lagi? Ini tidak baik untuk anak anaknya, Jongin bisa saja merebut keduanya juga dari kehidupannya, mengingat dirinya hanyalah orang miskin dan mantan suaminya memiliki kelebihan uang yang sangat banyak.

"Tidakkah kau ingin bicara denganku dulu, mengenai anak anak?"

Dugaan Sehun benar kan, Jongin menginginkan anak anaknya. "Aku..."

"Aku sudah meminta pada managermu untuk membiarkan kau disini sampai kita selesai bicara."

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan. Semua sudah berakhir sejak lima tahun lalu." Sehun memberanikan diri untuk menatap tepat ke mata Jongin, entah hanya perasaannya saja, namun wajah Jongin berubah muram mendengar ucapannya. "Maksudku aku..."

"Aku mengerti, kau masih marah padaku..." Sela Jongin dengan raut wajah datar.

Sehun menunduk lagi, membiarkan keheningan menyapa keduanya sampai suara pintu terbuka memecah keheningan tersebut. "Appa, maaf. Aku terlambat."

Deg

Tangan Sehun yang memegang nampak gemetar, benarkah ini suara anaknya, putra sulungnya yang begitu ia rindukan. Dengan cepat ia berpaling dan langsung bertemu pandang dengan Jaehyun, yang juga tampak shock saat melihatnya.

"Eomma..."

Setitik air mata mengalir di pipi Sehun, ia ingin melangkah mendekat dan mendekap anaknya, namun saat menyadari siapa dirinya disini saat ini dan juga pakaian mahal yang dikenakan Jaehyun, Sehun memundurkan tubuhnya. Anaknya sudah berbeda jauh dengannya.

"Eomma..." Jaehyun mendekat.

Namun Sehun kembali mundur.

"Eomma... kau lupa denganku, ini aku Jaehyun, anakmu..." Jaehyun berusaha menggapai ibunya, namun Sehun terus menghindar. Air mata mengalir di pipi putih Jaehyun mendapat penolakan dari ibunya. Namun ia tidak menyerah, ia terus berusaha menggapai tubuh ibunya.

"Eomma... aku sangat merindukanmu." Bisiknya lirih.

Sehun yang mendengar itu, secara otomatis menghentikan usahanya untuk menghindar. Ia berdiam diri dengan kaku saat Jaehyun berdiri tepat dihadapannya dan memeluknya dengan sangat erat.

"Maafkan Jae, eomma... Jae sudah jadi anak yang tidak berbakti pada eomma. Jae tidak pernah menghubungi eomma..." isakan itu terdengar.

Nampan yang ada di pegangan Sehun terjatuh dan dengan tangannya yang gemetar ia membalas pelukan anak sulungnya dengan sama eratnya. "Jae... anakku..." air mata terus mengalir membasahi pipi Sehun saat akhirnya ia kembali bisa merasakan bagaimana rasanya mendekap tubuh putra sulungnya. Ada banyak hal yang berubah, termasuk Jaehyun yang sekarang tumbuh lebih tinggi darinya dan juga sangat tampan.

"Eomma..." Jaehyun mencium kening ibunya dan juga kedua pipinya. "Aku merindukanmu... bagaimana dengan adik adikku..."

Tersadar dengan perkataan Jaehyun, Sehun segera melepas pelukannya dan mengusap air matanya. "Nana dan Taeoh baik baik saja." Ucapnya lirih. "Kau tumbuh dengan baik."

"Appa, mendidikku dengan sangat keras di sana. Aku bahkan tak boleh pulang larut malam, harus ada di rumah saat makan malam..."

Sehun tidak mendengarkan lagi semua ocehan Jaehyun, ia hanya menepuk punggung lebar anaknya dan berusaha tersenyum. "Sepertinya, ayahmu dan ibumu mendidikmu dengan sangat baik. Eomma bangga padamu."

"Ibu... tentu saja eomma mendidikku dengan baik. Karena aku anak eomma."

Sehun menggeleng. "Bukan aku, tapi ibumu yang lain. Kau lupa, aku tidak pernah ada disampingmu lima tahun ini."

"Tak ada ibu yang lain, bagiku hanya ada eomma, begitupun dengan appa." Tegas Jaehyun. "Aku selalu mengingat semua ucapan eomma dulu. Ah, ngomong-ngomong aku lapar. Ayo kita makan. Bukankah sudah lama kita tidak makan bersama."

Sehun menolak saat Jaehyun menarik tangannya, memintanya untuk duduk disampingnya. "Kau makan saja berdua dengan appamu."

Wajah Jaehyun berubah murung, "Selama lima tahun ini, aku tidak pernah makan ditemani eomma. Dan sekarang eomma menolakku juga. Apa eomma sudah tidak menganggapku anak lagi. Aku tahu aku banyak salah, aku tidak pernah menghubungi eomma, tapi appa bilang aku harus menamatkan sekolahku dulu, baru boleh bertemu eomma, dan sekarang setelah sekian lama aku menunggu, eomma bahkan tak ingin makan bersamaku."

"Maaf..." Sehun melirik ke arah Jongin yang hanya duduk memperhatikan sejak tadi, lalu beralih ke hidangan mahal nan lezat di atas meja. Ia teringat dengan kedua anaknya yang lain di rumah. Nana mungkin sudah memasak makan malam saat ini dan sedang menunggunya pulang untuk makan malam dengannya.

Wajah Jaehyun masih murung dan Sehun merasa tak tega juga, ia duduk tepat disamping Jaehyun dan mengusap pelan rambut anaknya. "Makanlah, eomma akan menunggumu disini."

"Eomma tidak ingin makan dengan kami?" raut wajah Jaehyun terlihat begitu terluka.

Sehun menggigit bibirnya dan memaksakan senyumnya. "Maaf, tapi eomma tidak bisa makan malam denganmu. Eomma..."

"Apa eomma jijik denganku dan appa?"

Air mata kembali mengalir di pipi tirus Sehun. "Bukan begitu sayang, tapi..."

"Apa, eomma?" desak Jaehyun.

"Adik-adikmu..."

Gerakan tangan Jongin yang ingin mengambil segelas air langsung terhenti. "Apa mereka belum makan?"

Sehun menunduk, "Nana bilang dia dan Taeoh akan menungguku pulang."

"Dan jam berapa waktu kerjamu berakhir?"

"Lima menit yang lalu." Jawab Sehun lirih.

Jongin langsung bangkit dari kursinya dan berdiri. "Kita pulang sekarang."

Sehun dan Jaehyun ikut bangkit dan tangan Sehun secara otomatis tergerak untuk menahan lengan suaminya. "Aku akan pulang sendiri, kalian berdua bisa meneruskan makan malam kalian."

"Eomma..." protes Jaehyun.

"Gantilah pakaianmu, aku dan Jaehyun akan menunggumu di depan." Ucap Jongin datar.

Sehun tahu kalau Jongin tak ingin di bantah, karena itu ia memilih untuk menurut dan segera keluar dari ruangan itu.

"Appa..."

"Hmm..."

"Apa, appa tidak ingin kembali dengan eomma?"

Jongin menatap ke arah pintu dengan tatapan sendu.

"Itu bukan murni kesalahan appa, tapi kenapa kalian harus berpisah."

"Karena ibumu tidak mempercayai appa, nak. Ibumu tidak percaya kalau appa benar benar tulus mencintainya." Suara Jongin terdengar begitu lirih.

"Appa..." Jaehyun mendekat dan memeluk tubuh ayahnya. "Jae percaya, suatu hari nanti kita akan berkumpul bersama lagi."

Jongin tersenyum dan ia menepuk pundak anaknya sebelum melepaskan pelukannya dan saat itulah ia bertemu pandang dengan Sehun yang menatap ke arahnya dalam diam. "Ayo pergi, ibumu sudah menunggu kita."

"Ne, appa."

Sepanjang perjalanan pulang, Sehun hanya terus berdiam diri dan hanya sesekali menjawab singkat pertanyaan dari anaknya. Ada banyak hal yang tengah ia pikirkan sekarang, terutama setelah melihat sendiri bagaimana akrabnya Jaehyun dengan mantan suaminya. Keduanya pasti sangatlah bahagia berpisah dari dirinya. Sehun tersenyum miris dan diam diam mengusap air matanya yang sempat terjatuh, batinnya terus berdoa agar Jongin juga tidak merebut kedua anaknya yang lain dari sisinya.

"Jadi eomma tinggal di sini bersama adik adik?" Jaehyun menatap rumah kecil di depannya dengan dahi berkerut.

Sehun yang baru tersadar dari lamunannya hanya bisa memaksakan senyumnya. "Kau tahu eomma bukan orang yang sama seperti appamu."

"Kenapa eomma tidak kembali saja pada appa sih, jadi eomma dan adik adikku tidak perlu tinggal di tempat seperti ini."

"Kau menyesal melihat rumah eomma? Kau bisa pulang sekarang Jae bersama appamu."

"Eomma, aku tidak bilang begitu," rengek Jaehyun. "Eomma jahat sekali sih ingin mengusirku dan appa."

Sehun tidak mengatakan apapun lagi, ia membuka pintu mobil dan melangkah dengan pelan menuju pintu rumahnya. Rumah yang mungkin di mata suami dan juga putra sulungnya lebih terlihat seperti gudang bekas yang tak terpakai, namun disinilah Sehun menghabiskan lima tahunnya bersama kedua putranya yang lain.

"Eomma pulang..." Sehun tak perlu repot mengetuk pintu karena ia yakin kedua putranya belum tidur saat ini.

Terdengar suara ribut dari dalam dan tak lama kemudian pintu terbuka dan senyum cerah khas seorang Taeoh menyambut Sehun. "Eomma Taetae kangen..."

Sehun tersenyum lebar dan segera menggendong tubuh gembul putra bungsunya. "Eomma juga kangen Taetae." Dengan lembut ia mengecup pipi anaknya.

"Eomma tidak kangen denganku?"

Sehun melirik pada Jaemin yang tampak cemberut. Ia tersenyum dan mengisyaratkan pada Jaemin untuk mendekat. "Eomma kangen kalian..."

Jaemin tersenyum lebar, namun senyum itu memudar saat melihat ada orang lain di belakang ibunya. Orang yang ia kenali sebagai ayahnya. "Appa..."

"Nana..."

"Appa..." Jaemin segera berlari dan menubruk tubuh ayahnya dalam satu pelukan kuat. "Hiks... appa kemana saja, kenapa baru pulang sekarang."

Jongin membalas pelukan anaknya dengan tak kalah erat. "Maafkan appa, nak..." bisiknya lirih.

"Tak apa," Jaemin mendongak dan tersenyum lebar meski wajahnya basah oleh air mata. "Yang penting appa sudah pulang dan kembali ke sini."

Senyum di wajah Jongin sedikit memudar mendengar ucapan Jaemin. Ia melirik pada Sehun yang tengah menurunkan tubuh Taeoh.

"Appa... eomma... itu appa Tae?" Taeoh menunjuk ke arah Jongin yang tengah mengelus rambut Jaemin dengan penuh sayang.

"Ya, itu appa Tae..."

"Horeeee... Akhirnya Tae punya appa..." Taeoh dengan langkah tergesa segera menghampiri Jongin, ia mendongak untuk menatap wajah ayahnya.

Jongin tersenyum dan langsung mengangkat tubuh Taeoh ke dalam gendongannya. "Anak appa sudah besar." Ucapnya dengan mata berkaca kaca.

Taeoh hanya tersenyum lebar dan mencium kedua pipi ayahnya.

Jaehyun yang sedari tadi hanya berdiri dalam diam kini mendekat dan merangkul pundak Jaemin dengan erat. "Kau hanya kangen dengan appa dan tidak pada hyung, jahat sekali."

"Eh, tidak." Jaemin yang kaget langsung menatap wajah kakaknya. "Hyuuuuunnngggg..."

Sehun diam diam berjalan mundur dan melangkah masuk ke dalam rumah. Tak ingin melihat lebih lama reuni keluarga itu. ia berjalan dengan langkah yang gontai menuju kamar kedua putranya, mengambil ransel dan memasukkan beberapa potong pakaian milik Jaemin dan Taeoh ke dalamnya. Tak lupa juga ia menyiapkan seluruh keperluan sekolah untuk anaknya ke dalam masing masing tas anaknya. Meski berat untuk mengakui, tapi ia tahu kalau saat ini, kedua anaknya juga ingin berada lebih lama di samping ayah kandung mereka dan Sehun tak mau egois.

"Eomma..."

"Eoh, Nana... ada apa sayang."

"Makanan sudah siap, ayo kita makan malam." Tatapan Jaemin kemudian tertuju pada ransel di atas kasur tipis miliknya. "Siapa yang mau pindah eomma?" tanyanya.

Sehun hanya menggeleng dan tersenyum. "Appa dan hyungmu pastinya kangen pada kalian berdua dan ingin menghabiskan waktu dengan kalian karena itu eomma menyiapkan keperluan kalian."

"Appa dan hyung tidak menginap di sini?" tanya Jaemin.

"Kau mau appa dan hyung tidur di teras depan? Rumah kita terlalu kecil untuk menampung dua orang lagi."

"Kita kan bisa pindah ke rumah appa yang lebih besar, eomma. Appa kan sudah pulang. Lagi pula Nana tidak mau pergi kalau tidak bersama eomma."

"Nana... appa datang dari jauh hanya untuk bertemu kalian, lagi pula ini hanya beberapa hari."

"Tapi kenapa eomma tidak ikut? Eomma tidak berpisah dengan appa kan?"

"Eomma harus kerja..."

"Eomma..." Jaemin mendekat dan menggenggam jemari kurus ibunya. "Eomma pernah berjanji tidak akan bekerja lagi saat appa pulang, tapi kenapa..."

Sehun meraih Jaemin ke dalam pelukannya dan mencium keningnya. "Nana-ya, mengertilah ada hal yang harus eomma lakukan."

Jaemin mendongak dan menatap wajah cantik ibunya. "Baiklah, Nana dan Taeoh akan ikut appa. Tapi nanti janji, eomma harus menyusul kami setelah pekerjaan eomma selesai."

Sehun hanya bisa mengangguk meski di dalam hatinya ia tidak bisa menjanjikan itu.

"Apa yang eomma dan Nana lakukan di dalam. Kami sudah kelaparan di sini." Jaehyun mengedipkan matanya pada Jaemin. "Lagi pula aku penasaran apakah masakan adikku enak."

"Yak, masakanku selalu enak hyung." Protes Jaemin.

"Benarkah, aku harap masakannya tidak keasinan."

"Hyuuungggg..."

Jaehyun tertawa saat Jaemin dengan muka kesalnya mengejar dirinya. "Yak, kau tak akan bisa menangkap hyung."

"Eomma... Jae hyung nakal."

Sehun yang melihat keakraban kedua anaknya hanya bisa tersenyum dan ia pun melangkah keluar untuk menemui Jongin yang sedang duduk sambil menyuapi Taeoh makanan.

"Kau sudah datang." Gumam Jongin.

"Tae... kenapa makan lebih dulu, itu tidak sopan." Tegur Sehun dengan nada lembut. "Appa dan hyungmu bahkan belum makan."

Taeoh menundukkan kepalanya. "Maaf eomma, Taeoh lapar..." cicitnya penuh dengan rasa bersalah.

"Tak apa, kalau Taeoh lapar, Taeoh bisa makan lebih dulu." Jongin mengelus lembut kepala anaknya. "Ayo, appa suapi lagi. Aaaa..."

Sehun menatap pada taeoh sejenak sebelum menyiapkan makanan kehadapan Jongin, lalu pada kedua anaknya yang lain yang akhirnya duduk bergabung dengan mereka di meja makan.

"Wow, tak kusangka adikku bisa masak juga." Jaehyun mencicipi masakan adiknya dan tersenyum.

Senyum Jaemin terlihat begitu lebar. "Tuh kan, Nana bilang juga apa. Masakan Nana itu enak."

"Ya, masakan anak appa memang enak. Ah, appa jadi ingin Nana memasak lagi untuk appa."

"Appa tenang saja, kan appa sudah pulang kerumah, jadi Nana bisa masak tiap hari untuk appa." Ucap Jaemin tanpa menyadari situasi yang mendadak canggung ketika mendengar ucapannya.

Sehun berdekhem pelan dan memaksakan senyumnya. "Setelah selesai makan malam, Nana dan Taeoh akan ikut denganmu pulang." Ucapnya.

"Eomma tidak ikut?" tanya Jaehyun.

Sehun menggeleng. "Eomma tidak bisa sayang, hanya adikmu yang bisa ikut."

Jaehyun ingin bicara lagi namun Jongin lebih dulu menyentuh lengannya, membuatnya mengurungkan niatnya.

"Baiklah kalau itu yang kau inginkan." Ucap Jongin dengan suara tenang.

Setelah itu tak ada suara lagi, hanya keheningan yang terasa. Bahkan setelah mereka selesai makan malam dan mencuci piring bersama, suasana masih juga hening.

"Eomma... apa eomma tidak apa apa kalau harus sendirian di rumah?" Jaemin tampak tak rela ketika harus masuk ke dalam mobil dan meninggalkan ibunya.

"Ya, meski aku ibumu, aku ini namja Nana-ya. Eomma bisa jaga diri eomma sendiri. Kau baik baik lah dengan appamu dan jangan lupa jaga Taeoh juga ya. Jae, kau juga jaga adik adikmu."

"Siap, eomma..." Jaehyun memberi hormat sebelum memeluk erat tubuh ibunya. "Aku masih sangat merindukan eomma," bisiknya lirih.

"Eomma juga begitu merindukanmu nak."

"Eomma... Tae janji akan tidur cepat nanti." Si bungsu memaksa masuk ke tengah di antara Jaehyun dan Sehun.

"Anak eomma memang pintar." Setelah mengecup kening ketiga putranya, Sehun membantu Taeoh masuk kedalam mobil.

"Kau benar benar tak ingin ikut?" tanya Jongin.

"Tidak, kau pergilah bersama anak anak."

"Jaga dirimu." Gumam Jongin sebelum masuk ke dalam mobil.

Sehun memandang ke arah mobil Jongin yang perlahan mulai menjauh, ia mengusap air matanya yang sempat jatuh tanpa disadarinya. Ia masuk ke dalam rumah dan kemudian menguncinya. Helaan napasnya terdengar begitu nyaring ditempat yang sekarang sepi itu. baru sebentar anak anaknya pergi dan Sehun sudah merasa kesepian. Tak ada yang bisa ia lakukan sekarang, kecuali menangis dan berharap anak anaknya akan memilih untuk tetap tinggal bersamanya saat mereka pulang nanti.

Ini sungguh berat untuknya, kalau ia harus berpisah juga dengan kedua anaknya. Sama beratnya seperti dulu saat ia harus berpisah dengan Jongin dan Jaehyun.

.

.

.

.

.

Rasanya baru sebentar Sehun tertidur saat ia mendengar suara rintik air hujan turun dari atap. Ia pun terbangun dan kemudian duduk. "Ku harap tak ada atap yang bocor lagi." Gumamnya.

Sehun turun dari kasur dan berjalan keluar dari kamar, menghela napas melihat ada rembesan air dair atap yang membasahi meja makan. Sehun segera mengambil baskom dan meletakkannya di atas meja, sebelum ia sempat kembali ke kamar, samar-samar terdengar ketukan di pintu.

Diliputi rasa was was, Sehun berjalan perlahan, untuk mengintip di celah jendela yang ia buka sedikit. Sedikit terhenyak kaget, Sehun melangkah mundur. Kenapa ia ada di sini saat hujan begini?

Meski pikirannya masih diliputi tanda tanya, Sehun segera membuka pintu dan membiarkan tamunya masuk.

"Apa ada yang tertinggal?" Sehun memperhatikan jaket Jongin yang sedikit basah.

"Ya." Orang itu, Kim Jongin melangkah dengan tenang masuk ke dalam kamar Sehun dan mengambil handuk untuk mengeringkan rambutnya yang juga agak basah.

"Apa itu, aku rasa sudah tak ada lagi yang tertinggal." Sehun menyusul masuk dan berdiri di dekat Jongin.

"Kau..."

"Huh, aku?"

Jongin melempar handuk itu ke atas kasur dan menatap tajam pada Sehun. "Kau tidak mengatakan soal perceraian kita pada Nana kan?"

"Itu... aku..."

"Apa kau masih berharap bisa kembali padaku?"

"Bukan begitu, aku hanya tidak ingin Nana bersedih." Bantah Sehun.

"Kau peduli pada kesedihan Nana tapi tidak pernah peduli pada kesedihanku." Gumam Jongin.

"Apa maksudmu? Kau tak terlihat sedih saat kita bercerai."

"Apa kau benar benar tidak melihatnya, Kim Sehun... aku benar benar bersedih karena harus berpisah darimu."

Sehun memejamkan matanya. "Kalau kau bersedih, kenapa kau berselingkuh dengan yeoja itu? demi Tuhan Jongin, tak ada seorang istripun yang ingin berbagi suaminya dengan orang lain. Karena itulah aku memilih berpisah denganmu. Meski perasaanku harus sakit karenanya."

"Kau tetap seperti yang dulu, Sehuna..."

"Tidak, kurasa aku sudah banyak berubah. Banyak yang terjadi selama lima tahun ini."

"Tapi dimataku kau tetap sama Sehuna, tetap keras kepala dan dan tak pernah percaya padaku. Selama empat belas tahun kita berumah tangga, pernah kah sekalipun kau percaya padaku? Percaya kalau aku benar benar mencintaimu dan tidak pernah selingkuh dengan yang lain?"

"Bagaimana aku bisa percaya kalau aku melihat sendiri kau berciuman dengannya, dia itu mantan kekasihmu kan, cinta pertamamu dan kau berciuman dengannya di tempat umum, tepat di depan aku, di depan orang yang masih menjadi istrimu saat itu."

"Sehun..."

"Kau tau Jongina, tak mudah bagiku yang hanya orang biasa mempunyai suami sekaya dirimu. Banyak yang menghujat dan memandang diriku sebelah mata, tapi aku selalu berusaha bersabar karena aku pikir, aku akan bisa selalu bahagia bersama, tapi pada akhirnya semua harapanku musnah saat kau..." Sehun tak sanggup lagi bersuara, ia menangis dan Jongin langsung menarik tubuhnya ke dalam pelukannya.

"Apa kau tahu penyesalan terbesarku?" bisik Jongin dengan suara serak menahan tangisnya.

Sehun menggeleng dalam pelukan Jongin.

"Itu saat menceraikanmu. Aku tak ingin melakukannya, tapi aku harus... kau tidak mempercayaiku dan aku tak bisa terus bersamamu kalau kau tak mempercayaiku. Tahun tahun tanpa dirimu adalah tahun terberat untukku, apalagi Jaehyun selama setahun penuh selalu menyalahkanku karena perpisahan kita. akan tetapi pada akhirnya ia tahu kebenarannya dan mulai bisa menerima semuanya."

"Kebenaran?" Sehun mendongakkan kepalanya untuk menatap wajah Jongin yang kini juga basah dengan air mata sama seperti dirinya.

Jongin tersenyum sedih. "Kebenaran kalau aku tidak pernah selingkuh Sehuna... saat itu andai saja kau berdiri dari sisi yang berbeda kau akan melihat apa yang terjadi, aku tak pernah menciumnya, begitupun dengannya. Ia saat itu merasa pusing karena kehamilannya dan hampir terjatuh, aku yang berada di sana hanya menolongnya, agar ia tak jatuh, namun kau tak melihat itu, dari sisimu mungkin pose kami terlihat seperti orang yang sedang berciuman, padahal tidak. Andai saja saat itu kau mau mendengar penjelasanku dan berdiam di sana, kurang lebih lima menit saja kau akan melihat suaminya yang berlari menghampirinya."

Sehun terdiam.

"Dia memang mantan kekasihku Sehuna, cinta pertamaku seperti yang kau bilang, tapi aku sudah tidak punya perasaan apa apa padanya, bagiku yang terpenting bukanlah cinta pertama, tapi cinta terakhirku dimana hatiku akan berlabuh, dan itu hanya padamu. Tapi kau tak percaya padaku dan kita bercerai."

Setetes air mata kembali jatuh dipipi Sehun. "Apa ini salahku?"

"Bukan sayang... mungkin karena komunikasi kita yang kurang, aku yang terlalu fokus pada pekerjaan, hingga sering mengabaikanmu. Karena itu kau mungkin ragu padaku. Maaf..."

Sehun mengusap air matanya dengan lengan bajunya dan memaksakan senyumnya. "Ya, mungkin seperti itu. Maaf, karena dulu aku juga begitu egois." Perlahan ia melepaskan pelukan mereka. "Kau bilang ada yang tertinggal di sini kan, ambillah, jangan biarkan anak anak menunggu lama dirumah."

"Bagaimana kalau aku tidak ingin mengambilnya?" tanya Jongin. Ia juga menyeka air matanya dan tersenyum saat menatap Sehun yang tampak bingung.

"Lalu untuk apa kau kemari?"

"Aku hanya ingin memastikan dia tetap aman berada di sini."

Sehun keluar dari kamar, memeriksa seluruh sudut rumahnya, tak ada terlihat benda apapun milik Jongin yang tertinggal, karena itu ia kembali ke dalam kamar dan menemukan Jongin yang duduk di tepi kasur. "Tak ada apapun di sini, Kim Jongin."

"Duduklah dulu." Jongin menepuk kasur disampingnya. Sehun menurut dan duduk.

Jongin mendekatkan wajahnya dan otomatis Sehun mundur, namun Jongin menahan tengkuknya dan mulai mencium bibirnya dengan lembut.

"Aku hanya memastikan, kalau hatiku masih aman di dalam sini." Tangan Jongin menyentuh dada Sehun sesaat setelah ia melepaskan ciumannya.

"Jongin..."

"Dari dulu aku tak pernah membawa jiwaku pergi saat aku memilih tinggal di Amerika bersama Jaehyun. Aku tetap meninggalkan cintaku disini. Dan itu masih utuh, tak pernah berubah meskipun lima tahun sudah berlalu." Jongin dapat merasakan degup jantung Sehun yang konstan di bawah telapak tangannya.

"Jongin..."

"Aku harap perasaanmu padaku pun tidak pernah berubah, Sehuna... sama seperti perasaanku padamu."

Tangan Sehun tergerak untuk menggenggam jemari Jongin di dadanya. "Tak ada yang berubah di sini Jongina."

"Baguslah, karena dua orang yang akan hidup bersama harus saling mencintai."

"Apa maksudmu?" Sehun menatap Jongin dengan dahi berkerut. "Kau berniat menjadikan aku istrimu lagi?"

"Tentu saja, itu niatku saat kembali ke sini dengan Jaehyun."

"Tapi..."

"Kau menolakku?"

"Bukan begitu... aku... ya aku.. tidak ingin pergi meninggalkan Korea, di sini rumahku Jongin, tempatku dilahirkan dan dibesarkan."

Jongin tersenyum. "Kita akan menetap di sini sayang, tapi maaf bukan rumah kita yang dulu."

Sehun tahu kalau setelah perceraian mereka, Jongin memang telah menjual rumah itu. "Tak apa, aku tak perlu rumah yang mewah."

"Tidak, kali ini aku sudah membuat rumah yang lebih besar untuk kita. anak anak sudah semakin besar dan mereka butuh tempat yang lebih luas lagi."

"Jongin..."

"Kau tidak percaya padaku?"

"Aku percaya padamu." Sahut Sehun. "Maaf, karena dulu sempat meragukanmu..."

Jongin mengecup kening Sehun dengan penuh sayang. "Itu pelajaran bagi kita sayang, untuk mengarungi rumah tangga yang lebih baik lagi. Jadi... kapan kau ingin kita menikah lagi?"

"Aku terserah padamu saja."

"Anak anak akan libur sekolah minggu ini, ku rasa di hari itu saja, mereka juga sudah setuju."

"Kau sudah memberitahukan mereka?" tanya Sehun.

"ya, tentu saja, karena itulah aku ada di sini sekarang setelah meyakinkan mereka kalau kita akan bersatu kembali."

Sehun tersenyum, ia mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Jongin, singkat.

"Aaakkhhh... haruskah pernikahan kita dipercepat lagi. Kurasa aku tak akan tahan kalau harus menunggumu seminggu lagi." Keluh Jongin seraya memeluk tubuh Sehun dengan erat.

Sehun tertawa pelan. "Kau harus menahannya Kim Jongin, kita belum resmi."

Tangan nakal Jongin merayap masuk ke balik kaos yang dipakai Sehun dan meremas dadanya dengan lembut. "Terakhir kali kau hamil, aku kehilangan banyak moment dengan Taeoh, ku harap kali ini aku tak akan kehilangan momen itu lagi saat adik Taeoh nanti lahir."

"Mwo... kau ingin punya anak lagi."

"Tentu saja sayang, kita belum terlalu tua untuk punya anak lagi, mungkin dua atau tiga orang lagi." Jongin menaik turunkan alisnya.

"Ya, kau pikir hamil itu gampang apa."

"Tapi kau mau kan?" elusan lembut tangan Jongin di dadanya membuat Sehun mendesah pelan.

"Eumm... yahhhhh..."

"Shit... persetan dengan seminggu lagi, aku harus memilikimu sekarang juga Kim Sehun."

Jongin dengan cepat membaringkan tubuh Sehun di bawahnya dan mencium bibirnya dengan kasar. "Ayo buat adik dengan Taeoh sekarang."

"Yak, Jongiiiiinnnnn..."

Cup

"Terima kasih karena telah mempercayaiku sayang. I love you..."

"Love you too..."

Dan kembali bibir itu bertaut untuk waktu yang lama.

.

.

.

.

.

.

END

Maaf banget ya mbak kalau endingnya ga sesuai harapan. Hahaha... #plakk

Jangan tagih sequel ya, karena ini murni oneshoot. Dan berdasarkan pengalaman di ff sebelumnya, ( Kiss Me, Hold Me, Love Me ) di oneshoot awal review selalu bagus, gitu diminta sequel n aku tulis n share chapter dua, review langsung anjlok, bahkan separo di review chapter 1 aja ga nyampe #plakk. Jadi aku ga nulis sequel lagi. Walau ya aku lihat semua ff aku hanya memang selalu banyak review di chapter awal aja sih n chapter chapter selanjutnya selalu menurun. Sepertinya ff aku memang sangat membosankan.

Dan sekalian share ff ini, aku juga mau bilang, kalau aku harus rehat dulu dari dunia ffn. Kesehatanku rada terganggu dan dokter nyaranin untuk istirahat dulu. Jadi selama masih belum sembuh aku mungkin ga akan nulis atau share ff apapun. Maaf ya n doain moga Syakila cepat sembuh dan bisa lanjutin semua ff yang masih belum end.

Senang juga sih saat sakit liat momen KaiHun bertebaran. Tapi lagi dan lagi bukan momen yang jadi fokus aku #plakk tapi tanda yang ga sengaja harus terlihat lagi. Hahaha...

Salam damai KaiHun Shipper

#Syakila8894