Semua orang pasti mempunyai hal yang disukai maupun yang dibenci. Sama halnya dengan pemuda raven yang dijuluki ice prince ini. Jika boleh dibilang ia sebenarnya tak mempunyai hal yang terlalu disukai maupun dibenci. Namun ada satu yang dikecualikan baginya yaitu tomat, sebuah tumbuhan yang tidak diketahui jenisnya yang entah termasuk kategori buah ataukah sayuran inilah sesuatu yang disukai pemuda raven tersebut. Selebihnya ia akan bilang biasa saja. Namun ada juga hal yang kurang disukainya. Eitss, tunggu dulu! Pemuda tersebut tidak mengkategorikan sebagai apa yang ia benci namun sesuatu yang kurang disukainya. Mahkluk kecil yang berisik dan selalu membuang air sembarangan. Setidaknya ia bisa bicara seperti ini karena ia telah mempunyai pengalaman buruk sebelumnya.

Bayi.

Makhluk yang suka menggigit padahal belum ditumbuhi gigi, makhluk kecil yang suka menghisap sesuatu dari ibunya serta makhluk kecil yang seenaknya sendiri berbicara layaknya bahasa alien yang sulit dimengerti olehnya. Padahal mereka tinggal di bumi, setidaknya berbicaralah dengan bahasa yang dimengerti oleh makhluk bumi seperti dirinya.

Okay, sepertinya Sasuke sudah kelewat batas. Ia tentunya sadar pemikiran bodohnya ini hanyalah sia-sia dan membuang-buang waktu saja. Untuk apa setiap orang menjulukinya Smart Ice Prince jika ia menghabiskan waktunya hanya untuk memikirkan hal-hal yang sudah ia ketahui jawabannya. Tapi bolehkah Sasuke meminta, Kami-sama? Tolong jauhkan Pangeran angkuh ini dari hal-hal yang berbau bayi ataupun anak kecil, selain ia bisa mengalami 'alergi' saat berdekatan dengan mereka, ia juga bisa terkena stroke tiba-tiba karena suara bising yang mereka timbulkan dengan bahasa alien yang mereka lontarkan.

Seperti saat ini, Sasuke hanya memandang datar saat seorang anak kecil yang berlarian di tengah jalan. Ia sadar jika sebuah truk tengah melaju dengan kecepatan tinggi ke arah anak kecil itu berlari. Pikirannya kini tengah berkecamuk dengan berbagai pilihan. Haruskah ia menolong anak kecil tersebut? Ataukah membiarkan saja seolah ia berpura-pura tak melihatnya? Dalam hati Sasuke mengumpat sekeras mungkin kenapa ia ditakdirkan berada dalam situasi sulit seperti ini. Bahkan jika disuruh memilih, ia lebih ingin menemani kekasihnya—Naruto—memakan ramen selama satu bulan daripada dihadapkan pada situasi yang berada didepannya.

Ckitt

Brakk

Sudah terlambat. Ia terlalu sibuk dengan perdebatan-perdebatan untuk memilih antara menolong atau membiarkan, hingga kecelakaan yang seharusnya bisa dihindari kinipun terjadi. Nyawa anak kecil yang mendekati maut tadi mungkin saja bisa selamat jika ia mau mengesampingkan egonya.

Sasuke masih terdiam mematung pada posisinya, matanya secara refleks terpejam begitu mendengar suara benturan keras yang berada tak jauh darinya. Hatinya sedikit merasa bersalah saat bayangan tubuh anak kecil yang rapuh tersebut harus merasakan kerasnya besi serta aspal jalanan, namun sisi iblisnya membenarkan tindakannya. Mungkin jika ia menolong anak kecil tersebut, maka dialah yang tergeletak disana.

"Kau— dasar pemuda tak berperasaan, bagaimana bisa kau membiarkan anakku tertabrak begitu saja di depanmu? Kenapa kau tak menolongnya brengsek?"

Sasuke menatap datar wanita dihadapannya yang kini memarahinya begitu saja. Memang siapa dia? Apa dia ibu dari anak kecil tadi? Namun apa haknya marah-marah begitu padanya? Menolong atau tidak Sasuke rasa itu haknya. Tak ada peraturan yang mengharuskan menolong anak kecil yang akan tertabrak, serta tak ada pasal yang akan menjeratnya ke dalam hukum akibat tak mau menolong sesamanya. Lagi pula dirinya bisa menyangkal jika ia tak bersalah, dia hanya seorang saksi disini. Saksi kecelakaan yang sebenarnya bisa ia hindari.

"Aku tak suka anak kecil. Dan itu sama sekali bukan urusanku." Ucapnya tanpa rasa bersalah sama sekali.

"Ap-apa kau bilang? Kau—" Wanita tersebut seakan kehilangan kata-katanya. Namun sedetik kemudian menarik nafasnya panjang serta mengepalkan tangannya kuat-kuat. Nampaknya wanita tersebut mencoba menahan emosinya yang bisa meledak begitu saja atau justru ia menyiapkan kata-kata kasar lagi yang mungkin belum sempat ia keluarkan."—Aku bersumpah jika anakku tak selamat, aku akan mendo'akanmu supaya kau terjebak dalam tubuh bayi selamanya."

Sasuke hanya tersenyum simpul seakan teriakan wanita tersebut hanyalah sebuah bualan yang hanya digunakan untuk menakuti anak-anak kecil yang berani mencuri permen di toko ataupun tak patuh pada perintah kedua orang tuanya.

'Mungkin aku percaya jika saat ini aku hidup di negeri dongeng.' Batinnya sinis. Sasuke tak mau menanggapi ucapan tak masuk akal wanita tersebut. Ia hanya menatap datar tanpa ekspresi seraya menunggu wanita itu pergi.

Melihat reaksi pemuda di depannya yang tak takut sama sekali membuat wanita tersebut menjadi semakin geram.

"Kau!—" Dia menunjuk wajah Sasuke dengan jari telunjuknya."Dan saat itu terjadi, tak ada satu orangpun yang anak menolongmu kecuali cinta yang tulus, dan kau akan menyadari hanya seorang pedofilia saja yang menyukai seorang bayi dan menciumnya tepat di bibir layaknya sepasang kekasih." Seiring kalimat tersebut selesai terucap, tiba-tiba saja sebuah kilat seolah ingin menyambar sesuatu dari langit dan entah kenapa mendengar ucapan wanita bermata indigo tersebut membuat Sasuke menjadi gelisah. Dalam hatinya ia khawatir bagaimana jika kutukan—atau apalah—itu benar-benar terjadi kepadanya?

"Nyonya, tenanglah! Sebaiknya kita membawa anak anda ke rumah sakit segera."

Sasuke masih mematung melihat kerumunan yang tadinya begitu ramai kini sedikit demi sedikit mulai membubarkan diri. Dan sebelum wanita tersebut memasuki sebuah mobil yang membawa anaknya ke rumah sakit, wanita tersebut tersenyum kearahnya. Senyuman yang begitu mengerikan bagi Sasuke.

.

▪●▪NaruSasu▪●▪

.

Brukk

Sasuke menidurkan tubuh lelahnya di ranjang seraya menunggu partner atau bisa dibilang kekasihnya pulang. Pikirannya masih mengulang kejadian aneh beberapa jam lalu saat dirinya menjadi saksi sebuah kecelakaan. Namun bukan itu yang menjadi beban pikirannya, ia masih merasa ada sesuatu yang janggal akan senyuman yang diguratkan oleh wanita yang mengancamnya tersebut —well, Sasuke tak bisa bilang jika ia mengutuknya, karena sekali lagi ini bukan dunia dongeng tapi kenyataan.

Terlalu serius akan pikirannya membuat dirinya lelah dan tertidur dengan sendirinya tanpa tahu jika diluar kini tengah terjadi badai disertai suara-suara petir yang memekakan telinga. Sasuke seolah tengah tenggelam dalam dunia mimpinya, sesekali bibir tipis itu membentuk lengkungan indah saat matanya terpejam. Entah apa yang sedang dimimpikannya hingga bisa membuat seorang Uchiha tersenyum dalam tidurnya, yang jelas sebuah awal dari kehidupannya yang sebenarnya baru saja akan dimulai.


Pair : NaruSasu

Declaimer © Masashi Kishimoto

Warning : Shounen-Ai, Typo, OOC, Cerita pasaran dan sedikit membosankan. XD

Story©EthanXel


Seorang pemuda berambut pirang kini tengah merapatkan jaket yang melekat ditubuh tegapnya. Cuaca begitu dingin hari ini, meski ini bukan musim salju, namun hujan sudah cukup membuat kulit sexy nya menjadi layu(?) karena udara malam yang tak mau bersahabat dengannya.

'Suke pasti marah aku pulang telat.'

Naruto menekan tombol 8 pada lift yang dinaikinya. Dengan perasaan gusar ia menggosok-gosokan kedua telapak tangannya dengan sesekali menyingkap lengan baju kirinya untuk melihat jam yang sudah melingkar manis disana.

"Sudah jam 1 pagi, pasti teme-chan sudah tidur."

Naruto berbicara pada dirinya sendiri mengingat tak ada siapapun di dalam lift tersebut kecuali dirinya. Setelah pintu terbuka, pemuda blonde tersebut buru-buru keluar menuju apartemennya. Tubuhnya sudah menggigil dan ia menginginkan sesuatu yang hangat. Mungkin sedikit 'sentuhan' dari sang kekasih galaknya bisa mengatasi masalahnya saat ini. Tiba-tiba saja ia tersenyum sendiri saat membayangkan dirinya akan menerkam sang kekasih saat tertidur, meski dia nantinya harus menanggung hukuman berat keesokan paginya, namun itu tak menjadi masalah asalkan kekasihnya bisa menghangatkan tubuhnya saat ini.

Naruto menekan password apartemennya dengan tak sabaran, begitu pintu terbuka ia segera meraba-raba dinding untuk mencari saklar lampu saat menyadari apartemennya masih dalam kondisi gelap gulita. Begitu berhasil menemukannya, Naruto segera menekan saklar tersebut, sayangnya keberuntungan tak berpihak padanya kali ini. Karena lampunya tak mau menyala sama sekali.

'Mungkin mati lampu.' Ucapnya dalam hati. Entah karena terlalu lelah atau kesal karena tak bisa menjalankan rencananya, Naruto berjalan dengan meraba dinding untuk bisa sampai ke kamarnya. Bahkan ia berkali-kali mengumpat saat tubuh tegapnya tak sengaja menabrak sesuatu.

Naruto mendesah lega begitu berhasil memasuki kamarnya, ia sudah terlalu lelah untuk sekedar berganti baju ataupun melakukan ritual lainnya yang seharusnya ia lakukan sebelum tidur ditambah lagi karena mood nya yang hari ini tiba-tiba menjadi buruk. Pemuda blonde tersebut lebih memilih langsung tidur begitu selesai melepaskan jasnya dan melemparkan kesembarang arah, melonggarkan dasinya tanpa repot melepaskan sepatu lebih dulu.

Kedua tangan Naruto meraba-raba ranjang yang ditempatinya. Jika ia tak bisa bergulat panas dengan sang kekasih tercinta, setidaknya ia ingin tidur dengan memeluk kekasih termanisnya malam ini. Berbicara tentang manis, kekasihnya sangat benci dengan kata itu. Yah, mungkin karena kekasihnya tersebut laki-laki.

Naruto mengerutkan dahinya ketika tak menjumpai tubuh Sasuke di sisi ranjang sebelahnya. Tak mau membuang waktu untuk hal tak berguna, Naruto akhirnya lebih memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya. Esoknya mungkin ia baru akan meminta jatah dari Uchiha miliknya itu.

Pagipun tiba, sejuknya udara membuat sebagian burung-burung terlalu malas untuk menyanyikan lagunya menyambut sang mentari. Naruto mengerjabkan matanya perlahan begitu menyadari sebuah sinar mengganggu mimpinya, dalam hati ia mengumpati siapapun yang berani membuka tirai jendela kamarnya. Sebenarnya ini hari libur, dan sudah sewajarnya bagi pemuda super sibuk sepertinya menghabiskan waktunya untuk bergelung dibawah selimut sampai jam makan siang tiba, atau jika perlu ia mau tidur sepanjang hari dan baru membuka mata saat hari sudah kembali gelap. Setidaknya itulah rencananya sebelum sesuatu yang basah mengganggu 'hibernasi'nya.

Naruto membuka mata dengan paksa, ia hendak meneriaki siapa saja yang berani membasahi tempat tidurnya, namun tak bisa ia lakukan begitu mata sewarna langit itu menyadari jika 'sesuatu' yang asing tengah tertidur satu ranjang dengannya.

'Sesuatu' itu terlihat kecil dan bergerak-gerak dalam selimutnya. Tak mau menunggu lama, ia segera membuka selimut itu untuk mengurangi rasa penasarannya.

"AHHHHHH ANAK SIAPA INI!" Teriaknya menggelegar keseluruh ruangan. Mata birunya membola sempurna dengan diimbangi dengan gerakan refleks melompat dari ranjang.

To Be Continued


Fanfic yang menjadi penghuni lawas laptop dengan status draft selama dua tahun. So, mohon maaf jika bahasanya masih labil. lol _

November 10, 2016