I, Monster by Izumi Akita Suzuki
Summary : Seorang aparat berwajib, seorang mob dan seorang monster. Sebuah cerita yang mungkin jauh daripada apa yang kalian harapkan.
Teen Titans Cartoon belongs to Warner Bros and Teen Titans Comic belongs to DC and as always I only have the storyline of the fic.
Warning for Alternate Universe Setting and Future Boys-Love a.k.a Shonen-ai
Jump City merupakan sebuah kota yang terkenal dengan sangat ketatnya pengawasan dari pihak berwajib. Namun, kali ini aparat benar - benar kecolongan karena berbagai laporan kasus kehilangan menghampiri kantor polisi, dan lebih anehnya lagi dari sekian kasus kehilangan yang dilaporkan tak ada satupun yang berhasil ditemukan. Ya, seolah beberapa orang itu diculik oleh makhluk luar angkasa atau dimakan oleh binatang buas karena pihak kepolisian bahkan tak menemukan tubuh mereka jikalau mereka memang benar telah tewas. Pemerintah yang merasa amat putus asapun akhirnya mengumumkan bahwa siapapun yang bisa memecahkan kasus tentang hilangnya penduduk ini akan diberi imbalan. Salah seorang polisi termuda di kota itu, Richard 'Dick' Grayson akhirnya memutuskan untuk melakukan pencarian secara mandiri akan kasus yang menimpa kota tersayangnya ini. Well, bukannya dia tak percaya pada polisi - polisi dari Jump City yang lain hanya saja dia merasa bahwa kasus ini harus segera diselesaikan karena dia tak mau lebih banyak korban yang muncul daripada sekarang ini.
Dia akan segera memulai pencarian mandirinya itu pada malam hari ini. Sementara itu di sebuah bangunan terabaikan di pinggir jalan Jump City tinggalah sekelompok mob yang memiliki reputasi sangat buruk di tempat tersebut. Salah satu anggota dari para mob itu kini sedang menyaksinya televisi yang mana sedang membahas soal betapa kewalahannya pemerintah dalam mengatasi masalah hilangnya penduduk. Sosok bertopeng itu awalnya sama sekali tak tertarik dengan pemberitaan yang didengarnya. Namun, ketika ia mendengar sang walikota menyebutkan bahwa siapapun yang dapat memecahkan kasus ini akan diberi imbalan maka sebuah seringai muncul di balik topeng sosok itu. Sepertinya dia perlu melakukan penyelidikan, dan menurut sosok itu salah satu cara terbaik adalah mengikuti salah satu aparat berwajib yang sepertinya berurusan dengan kasus itu.
Dick Grayson menatap sekitarnya dengan tatapan tajam. Sama sekali tak ada hal mencurigakan di tempat ini, padahal tadi laporan soal orang hilang terakhir berkata bahwa orang hilang terbaru tersebut hilang di daerah ini. Kasus ini benar - benar terlalu mencurigakan, jikalau orang - orang yang hilang itu menghilang karena diculik maka penculiknya pastilah sosok yang handal. Terbukti dengan lihai ia sanggup menyembunyikan jejak dari perbuatannya. Sang polisi dengan rambut hitam itu kembali menyusuri jalanan itu berharap ia menemukan petunjuk walau hanya seciul saja. Dick tak akan membiarkan warga kotanya dalam kekhawatiran, bukan? Sebuah bayangan nampak melangkah ke arahnya dengan hati - hati, Dick mengukir sebuah senyum di bibirnya yang mungkin lebih mirip dengan seringai karena sepertinya ia akan segera menyelesaikan masalah ini dan Jumpy City akan segera kembali menjadi kota yang cukup damai. Oh, tentu saja dia tak akan menunggu sosok itu menyerangnya duluan karena seorang Richard Grayson akan segera menangkap sosok itu ketika ia rasa waktunya sudah tepat.
Sebuah senjata berbentuk huruf X terlempar di hadapan sang aparat, Dick menaikkan alisnya melihat pemandangan itu. Apakah sosok ini benar - benar tersangka yang ia cari? Well, bukannya apa sih tapi tersengka yang ia cari sama sekali tak meninggalkan jejak dan senjata di depannya ini tentu saja akan menjadi sebuah jejak yang membuat sang pelempar mudah dicari, ia dengan hati - hati mendekati senjata itu dan bahkan berusaha mengamati apa yang berbahaya di senjata itu. Sayangnya, ketika ia sadar apa bahaya dari senjata itu sebuah tali -dengan bentuk huruf X dan warna yang sama dengan senjata tadi- dilemparkan padanya. Sang mantan akrobat itu tentu saja berusaha menghindari tali tersebut tetapi ia kurang beruntung karena tali itu berhasil menangkapnya. Dick Grayson mendengus kasar, berharap kesialannya pada hari ini akan mendapatkan hasil yang setara. Ya, apa lagi kalau bukan tentang si penculik yang tak meninggalkan jejak sama sekali itu?
Sosok bertopeng itu menatap korbannya dengan seringai di balik topengnya. Polisi ini tentu saja berada di jalanan tadi untuk mengurus masalah hilangnya warga dan itu berarti imbalan yang dimilikinya akan segera mendekat.
"Katakan dimana kau sembunyikan mereka."
Nada mengancam menyapa telinganya dan dengan mudah sang pemuda bertopeng tahu dari mana asalnya. Dari mana lagi kalau bukan dari polisi muda nan brilian di seantero Jump City? Ia menepuk bahu sosok itu, walau wajahnya tak nampak tetapi Dick tahu sosok yang menjadikannya tawanan ini berusaha mencari sesuatu darinya.
"Hm? Kau pikir aku penculik mereka, kid?" Sebuah alis terangkat di balik topengnya.
Dick Grayson menanggapi itu dengan tatapan tak puas. Pasti sosok ini memang tersangkanya dan ia tak mau mengaku. Ia masih bersusah payah mencoba melepaskan tali yang mengikatnya. Namun, usahanya sama sekali tak berhasil. Dick menghela nafasnya dan mencoba memikirkan sesuatu yang bisa membawanya keluar dari tempat ini. Ia harusnya tahu sebuah cara, toh dia dibesarkan oleh seorang senior di kepolisian. Ia mengarahkan tatapan mengancam ke arah sang pemuda dengan pakaian serba hitam dan topeng itu. Pertanyaan yang sekarang terlintas di kepalanya adalah... Apa yang diharapkan sosok ini darinya kalau dia bukanlah si penculik warga? Ah benar! Sosok ini pasti menginginkan uang, seperti dugaan Dick. Pasti akan ada orang - orang yang menginginkan uang dengan cara kotor, itulah alasannya melakukan penyelidikan solo untuk semua ini.
"Kau menginginkan upahnya bukan?"
Lagi - lagi nada diterapkan sang polisi ialah mengancam. Sang mob hanya melepaskan sebuah tawa kecil, dan melepaskan topeng yang sedari tadi dikenanya -menunjukkan wajahnya yang asli kepada sang polisi-.
"Sudah mendapatkan petunjukmu disini, Golden Boy?" Ujarnya santai.
Dick menatap sang lawan bicara dengan pandangan tak percaya. Jadi sedari tadi orang yang ditemuinya adalah Red X? Seorang mob yang well, cukup terkenal walau dia tak terlalu suka untuk diekspos. Seorang mob yang bisa berubah haluan jika ada pihak lain yang lebih menguntungkan. Dick tahu Red X bisa jadi kawan tetapi dia tak akan meminta imbalannya pada pemerintah, bukan? Dick rasa dia dan pemuda ini tak mungkin menemukan sebuah kesepakatan.
"Red X..." sedikit nada geram terdengar keluar dari bibir Dick dan hal itu membuat X mengeluarkan senyum di bibirnya.
"Jangan khawatir, kid. Aku tak akan membawamu bertemu yang lain. Lagipula, aku tak mau membagi hadiahku."
"Dalam mimpimu. Aku seorang aparat berwajib dan keamanan kota ini adalah tanggung jawabku, sekalipun aku berhasil aku tak akan meminta imbalannya dari pemerintah."
Lagi - lagi nada penuh geram itu menyapa telinga sang mob, sebuah tawa kecil -setengah psikopatik- terlontar begitu saja dari mulut si kriminal. Ia kemudian hanya menarik dagu sang polisi guna membuat mata jade-nya bertemu dengan mata sapphire itu.
"Kau hanya tak ingin terlihat buruk di mata teman - temanmu, bukan? Aku bisa mengatakan pada mereka bahwa kau tak terlibat." Katanya disertai sebuah senyum -yang menyebalkan bagi Dick-.
"Uh? Kurasa waktu kita bermain sudah habis."
Saat mendengar ucapan itu juga, Red X menatap Dick yang sudah menghilang dari hadapannya. Hell, mungkin dia perlu sesuatu yang lebih untuk menahan si Boy Wonder itu. Sebuah kandang anjing mungkin bisa jadi pilihannya. Well, lebih baik itu dipikirkannya nanti saja karena ia akan terus menghantui si aparat dengan selalu mengikutinya kemampun dia pergi. Sebuah senyum terukir di wajah Red X sebelum akhirnya ia mengenakan topengnya kembali.
"Bagaimana dengan pekerjaanku hari ini, Dad?" Pertanyaan itu terluncur dengan nada terdengar agak polos.
"Good. Very good, my son." Suara yang terdengar mengintimidasi tetapi lembut itu terdengar sebagai balasan.
Dua sosok itu tersenyum menatap jasad seorang wanita yang berlumuran darah, dengan beberapa daging yang telah terkoyak, semua bagian tubuhnya telah hancur. Sosok pemuda dengan iris emerald yang tadi sempat bertanya pada ayahnya, mendekati mayat itu dan dengan perlahan mengoyak sedikit dagingnya dan memakannya dengan brutal, bahkan lebih brutal daripada hewan buas. Sang ayah yang menonton pemandangan itu hanya tersenyum dan kemudian berkata
"Sebentar lagi, anakku. Dunia ini akan ada di bawah kekuasaan tangan kita."
Sang pemuda hanya tersenyum sembari berusaha melepaskan daging wanita itu dari tulangnya. Ya, ia tak bisa menyimpan wanita itu secara utuh, bukan? Bisa - bisa ia dicurigai oleh tetangga - tetangganya. Usai dengan urusan pemisahan daging dan tulang dari jasad wanita itu, sang pemuda dengan usia sekitar 17 tahun itu segera berlari ke lokasi lain tempat itu dan membakar tulang milik sang korban yang dagingnya akan menjadi mangsanya untuk beberapa hari ke depan ini. Senyum terukir di wajahnya, senyum yang terlihat mengerikan -mungkin sama dengan si ayah jika sang ayah menunjukkan wajahnya di luar kegelapan-. Setelah tulang itu berhasil di bakarnya ia kembali menghadap sang ayah, berpamitan untuk kembali ke tempat asalnya.
"Aku akan menjalani hidup normalku dulu, dad. Aku berjanji besok aku akan kembali." Katanya dengan seringai, tangannya membawa kantong plastik yang berisi daging si wanita korbannya yang tadi.
"Baiklah, anakku. Kau boleh pergi."
Di balik kegelapan ia tersenyum, ia tahu anaknya tak akan pernah mengkhianatinya karena anaknya tak pernah tahu dan tak paham apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka sebelumnya.
-TBC-
A/N : Mencoba skill menulis cannibalism!au pake bahasa Indonesia karena biasanya saya ngerasa suck as hell nulis ini au dalam bahasa indonesia X"D dan well saya cuma mengharapkan review kalau ada yang mampir! XD
