Disclaimer: Masashi Kishimoto

Warning: M-PREG, YAOI, AU/SemiCanon, OOC dan hal absurd lainnya.

Pairing: Always NaruSasu

Rated: M for Mature, Sexual Content


By: CrowCakes

.

~Enjoy~

.


.

.

Naruto duduk diam terpaku di kelas. Matanya melirik malas pada jam dinding di ruangan itu. Pukul 14.00 siang, waktunya untuk membubarkan sekolah dan mengirimkan seluruh siswa pulang ke rumah. Namun pemuda pirang itu memilih tetap disana sambil memainkan game console nya, ia bahkan tidak peduli kalau kelas sudah kosong dari 30 menit yang lalu, hingga sebuah suara memanggil namanya.

"Naruto, ayo pulang." Sosok pemuda raven bersender malas di ambang pintu, membuyarkan perhatian sang Uzumaki ke arah pacarnya itu.

"Bagaimana dengan rapat dewan sekolahnya, Sasuke?" Tanya Naruto sekedar berbasa-basi. Ia bangkit dari kursi dan menyampirkan tasnya ke bahu, kemudian berjalan menuju sang pacar.

Sasuke mendengus pelan, tidak tertarik, "Seperti biasa, membicarakan tentang laporan siswa." Jawabnya malas.

Naruto mengangguk paham lalu mencondongkan tubuhnya untuk memberi kecupan di bibir tipis Sasuke, namun niatnya langsung dihentikan oleh pemuda Uchiha itu, "Aku sedang tidak ingin, Dobe." Ucapnya tegas.

Sang sapphire terdiam, ia tidak memaksakan kehendaknya lagi, "Aku mengerti." Sahutnya kemudian bergerak keluar kelas mengekor di belakang pemuda onyx itu. Mata birunya tidak beralih dari sosok sang Uchiha yang sedang memasang headphone ke telinga dan memilih mendengarkan lagu daripada berbincang dengan Naruto.

Sikap mereka memang tidak bisa ditebak. Kadang mereka terlihat mesra tetapi esok harinya mereka langsung bertengkar dan saling mencaci maki. Namun Naruto tidak menutupi kalau hubungan yang mereka bina selama 2 tahun pacaran mulai menghambar setiap harinya. Diawali sikap dingin Sasuke kemudian dilanjutkan Naruto yang sibuk bermain game daripada kencan dengan cowok Uchiha itu.

Mereka bahkan mulai jarang memberi pelukan bahkan ciuman, hanya sekedar sapaan biasa layaknya seorang teman. Dan sekarang, Sasuke terlihat tidak mempedulikan sosok Naruto lagi. Pemuda Uchiha itu terlihat masih menyimpan amarah pada sang pacar. Hal itu dikarenakan celetukan Naruto beberapa hari yang lalu.

.

Waktu itu, mereka berdua sedang kencan di suatu cafe sambil memesan minuman ringan. Sasuke yang sibuk mendengarkan musik tiba-tiba diganggu dengan perkataan Naruto.

"Lihat disana, Teme." Ucap sang Uzumaki sambil menunjuk sepasang suami-istri muda dengan anak mereka. "Bukankah mereka terlihat bahagia?" Lanjutnya lagi.

Sasuke menoleh kesamping dan ikut memandang pasangan itu yang terlihat tertawa senang sembari menggandeng seorang anak kecil, "Ya, memangnya ada apa dengan mereka?"

Naruto tidak menjawab, hanya menatap keluarga itu dengan pandangan hangat, "Seandainya saja kau perempuan, mungkin hubungan kita tidak sehambar ini." Kata pemuda pirang itu.

Sang Uchiha sedikit mengerutkan dahinya, kesal, "Apa maksudmu?Kau tidak suka pacaran dengan cowok?"

Ekor mata Naruto melirik pemuda Uchiha itu, "Seandainya kau cewek, mungkin sikapmu akan lebih manis."

BRAKK!—Sasuke menggebrak meja cafe dengan kesal. Ia mendelik pemuda pirang itu penuh emosi, "Kalau begitu pacaran saja dengan cewek sana!" Serunya kesal. Kemudian merapikan tas nya dan bergegas pergi dari tempat itu, meninggalkan Naruto yang hanya bisa mendesah pelan.

.

Sejak saat itu, sikap Sasuke mulai berubah semakin dingin dan cuek. Ia bahkan tidak suka saat Naruto mencuri ciuman dari bibirnya. Sang Uzumaki hanya bisa pasrah melihat sosok pacarnya itu. Mungkin—mereka harus berpisah secepatnya. Setidaknya itu lebih baik untuk hubungan serta masa depan mereka.

"Kau tidak masuk ke rumahmu?" Perkataan Sasuke membuyarkan lamunan Naruto, membuat pemuda pirang itu menatap sekitar.

Sebuah rumah sederhana terpampang dihadapan Naruto. Kediaman keluarganya, Uzumaki.

Naruto menoleh ke arah Sasuke, "Kau mau mampir ke rumahku?" Tanyanya yang terkesan basa-basi.

Sasuke menggeleng, "Tidak, aku harus segera pulang, masih ada urusan yang perlu diselesaikan." Jawabnya cepat seraya membalikkan badannya. Namun sebuah tangan menyambar lengannya dan menghentikan gerakan sang Uchiha. Onyx nya menatap blue ocean didepannya dengan bingung, "—Ada apa lagi?" Tanyanya malas.

"Masuklah dulu, mungkin kita bisa bermain game. Lagipula orangtua ku masih belum pulang." Kata Naruto.

Sasuke tidak langsung membalas, ia hanya mendesah kecil sembari mengangguk, "Baiklah." Jawabnya.

.

.

Sasuke merebahkan diri dikasur Naruto sambil mendengarkan lagu yang di putar di headphone nya. Sesekali ia menyambar beberapa kue kering dan cemilan yang disiapkan oleh pacarnya itu.

Naruto yang duduk dilantai sembari bermain game hanya melirik sang onyx dengan ekor matanya, "Sasuke, kau mau bermain bersamaku?" Tawarnya seraya menyerahkan satu joystick pada kekasihnya itu.

Sasuke menggeleng, tidak tertarik, "Aku tidak suka bermain." Jawabnya jujur.

Naruto lagi-lagi tidak memaksa dan memilih menatap layar komputernya dengan serius, jari-jarinya bergerak lincah di tombol-tombol joystick, "Sasuke—" Ia kembali memanggil. "—Mungkin kita harus putus." Kalimat tabu itu akhirnya keluar juga, membuat sang Uchiha sedikit tersentak kecil namun mencoba tetap tenang.

"Hn—"

Jawaban singkat itu tidak memberikan kepuasaan bagi sang Uzumaki. Ia kembali menatap Sasuke dan menghentikan permainannya sebentar, "Apa kau setuju untuk berpisah denganku, Sasuke?" Tekannya lagi.

Pemuda Uchiha itu tidak menjawab, matanya sibuk membaca buku komik dengan serius, "Apa kau sudah memiliki pacar baru?" Tanyanya pelan, "—Mungkin seorang cewek?" Lanjutnya lagi seraya melirik sang kekasih dengan ekor matanya.

Naruto menggeleng, "Tidak, aku tidak punya pacar baru. Aku hanya berpikir kalau hubungan kita terlalu hambar."

"Apakah karena aku seorang laki-laki?" Sela Sasuke cepat.

Naruto terdiam, matanya masih terfokus pada game di komputernya, tokoh karakter game itu mirip dengan dirinya dan memiliki nama yang sama, yaitu 'Naruto'. Benar-benar kebetulan yang sangat langka.

"—Naruto, jawab aku." Ucap Sasuke lagi, sedikit emosi karena pertanyaannya sama sekali tidak dijawab.

"Aku tidak tahu, Sasuke." Sahut Naruto lagi, "—Aku menyukaimu, tetapi di lain pihak aku juga ingin sebuah keluarga."

"Seorang anak maksudmu?" Tebak Sasuke.

Naruto mengangguk, "Ya, seorang anak kecil dan sebuah keluarga sederhana." Jawabnya lagi. Jari tan nya berhenti bergerak diatas joystick. Ia memilih berpaling menghadap sang pacar, kemudian berbaring di sebelah cowok stoic itu, "Sasuke, sebaiknya kita putus saja."

Sasuke tidak menjawab, matanya terpejam pelan, "Baiklah kalau itu mau mu. Kita put—"

.

KRAKK!—Suara sesuatu yang retak menghentikan kalimat sang Uchiha. Mata onyx nya berusaha mencari sumber bunyi nyaring tadi. Ia bangkit dari kasur dan memandang berkeliling.

Kamar Naruto tiba-tiba berguncang keras, seakan-akan gempa sedang melanda rumah itu sekarang ini.

Sang sapphire panik, ia menarik tubuh Sasuke ke pelukannya agar pemuda onyx itu tetap aman, "A—Ada apa ini?!"

Sang Uchiha menggeleng cepat, ia membiarkan tubuhnya direngkuh oleh dada bidang Naruto, "Aku tidak tahu. Apakah ada gempa?" Tanyanya lagi.

Tepat ketika Naruto ingin menjawab perkataan Sasuke, sebuah sulur berduri langsung merayap keluar dari layar komputer dan menerjang dua sosok pemuda itu. Menarik lengan dan kaki sang Uzumaki, dan sulur lain menangkap pinggang Sasuke.

"A—APA-APAAN INI?!" Teriak Naruto terkejut dengan benda hijau aneh tadi. Mata birunya menjelajah mencari tubuh Sasuke.

Pemuda Uchiha itu terlihat bergumul dengan jaring sulur yang mengikat tubuhnya dan menariknya ke arah layar komputer.

"NARUTO!" Sasuke berteriak panik. Tangannya berusaha menggapai meminta tolong pada sang pacar sebelum akhirnya menghilang ke dalam komputer.

"SASUKE!" Naruto meraung memanggil nama kekasihnya itu, namun tubuhnya sendiri pun ikut terseret ke dalam komputer dan akhirnya menghilang. Meninggalkan ruangan kamar yang berhenti berguncang dan kembali sunyi senyap.

.

.

.

BRUUKK!—Tubuh Naruto jatuh berdebam menghantam lantai kayu. Ia mengerang pelan sebelum bangkit dari posisinya sekarang ini. Mata birunya mengerjap bingung saat ruangan disekelilingnya bukanlah kamarnya, melainkan kamar kosong yang penuh dengan gulungan kertas, mirip lembaran dokumen zaman dulu.

"Dimana aku?" Tanya Naruto heran, ia mengalihkan pandangan ke arah bajunya. Tidak ada seragam sekolah putih ataupun celama panjang hitam, hanya sebuah baju yang sangat aneh, dengan topeng rubah terselip di sisi pinggangnya.

Tepat ketika ia ingin melepaskan pakaian itu, sebuah suara menginterupsi kegiatan sang Uzumaki.

"Naruto, ternyata kau disini. Aku sudah mencarimu kemana-mana." Celetuk seorang gadis berambut pink seraya tersenyum kecil.

Naruto memiringkan wajahnya bingung, "Siapa kau?"

"Ha?" Sang gadis menghentikan langkahnya, ia menatap pemuda dihadapannya dengan bingung, "—Kau kenapa sih? Ini aku Sakura, temanmu." Tukasnya lagi seraya menunjuk dirinya sendiri.

"Aku tidak ingat punya teman sepertimu." Balas Naruto lagi, matanya menatap berkeliling, "—Dan dimana ini?"

Sakura berkacak pinggang dengan wajah penuh emosi, "Dengar ya, Idiot. Kalau kau ingin bermain, bukan seperti ini caranya. Dan berhenti berpura-pura tidak kenal. Kita sedang di Konohagakure. Tepatnya di ruang dokumen rahasia." Jelas gadis itu panjang lebar.

Naruto menggaruk rambutnya, "Kenapa kita ada disini?"

Sang gadis mendelik sewot, "Tentu saja untuk mengambilkan dokumen milik hokage."

"Hokage?" Tanya Naruto.

Sakura terdiam, ia menunduk kemudian tersenyum getir, "Ah benar juga. Jabatan hokage bukanlah milikmu, tentu saja itu membuatmu kecewa 'kan, Naruto?—Dan sekarang kau hanya bisa menjadi kepala anbu sekaligus penasihat Hokage, wajar saja kalau kau membenci hokage."

"Tu—Tunggu dulu—" Naruto menggerakkan tangannya bingung, "—Daritadi kau bicara tentang Hokage. Sebenarnya siapa si Hokage itu?"

Sakura menoleh terkejut, "Tentu saja Hokage kita adalah Sasuke, memangnya siapa lagi?"

Saat nama Sasuke disebut, mata sang sapphire membelalak lebar. Benar juga! Ia perlu mencari pacarnya itu—sebelumnya dia dan Sasuke ditarik oleh sulur aneh dan tertelan masuk ke dalam komputer. Dan sekarang mereka terpisah.

Tangan tan Naruto mencengkram bahu Sakura dan mengguncangnya tidak sabaran, "Di—Dimana Sasuke?"

"Eh?"

"Jawab aku!—Dimana Sasuke?!" Seru Naruto panik. Sakura yang tidak mengerti situasinya hanya menunjuk lantai atas dengan heran.

"Di ruang Hokage." Jawab gadis itu lagi.

Naruto yang mendengar perkataan gadis itu langsung melesat keluar ruangan untuk mencari ruangan hokage. Walaupun ia sama sekali buta arah dan tidak tahu dimana ruangan hokage berada, namun ia bisa dengan cepat sampai disana ketika matanya jatuh pada tulisan di papan nama yang tertempel di atas pintu.

'Ruang Hokage'—Ukiran huruf itu terpampang besar di atas daun pintu dengan tinta hitam. Naruto menggapai kenopnya dan langsung mendobrak masuk dengan panik.

"SASUKE!" Ia berteriak memanggil nama kekasihnya itu. Membuat beberapa pasang mata yang berada disana menoleh terkejut. Sekitar ada lima orang yang berada di dalam ruangan itu. Seorang pemuda berkepala nanas, gadis bermata lavender, pria bermasker dengan rambut silver, dan seorang wanita berdada besar, serta kekasihnya Sasuke yang langsung menatap Naruto dengan onyx membelalak lebar.

"Na—Naruto?" Panggil Sasuke pelan.

Pemuda pirang itu terengah-engah di ambang pintu mengatur napasnya, tepat ketika ia ingin bergerak masuk, sebuah tangan menghalangi jalannya.

"Jangan masuk, Naruto." Ucap pemuda berambut nanas itu. "—Kau pasti ingin bertengkar dengan Sasuke lagi mengenai jabatan Hokage." Lanjutnya dengan nada bosan yang kentara sekali.

Naruto menepis dengan galak, "Minggir, aku tidak mengenalmu." Ucapnya ketus.

Pemuda berambut nanas itu tersentak kecil, "Ha?—Ini aku Shikamaru. Apa kepalamu terbentur, Naruto?" Tanya nya khawatir sambil memegangi jidat pemuda Uzumaki itu.

"Lepaskan aku. Sudah kubilang aku tidak mengenalmu." Ketus Naruto. Kakinya mulai melangkah lagi, tetapi kali ini bahunya ditahan oleh pria bemasker dan wanita berdada besar.

"Naruto, jangan memulai pertengkaran dengan Sasuke." Kata pria berambut silver itu.

"Benar Naruto, aku rasa Sasuke sedang tidak dalam kondisi baik." Kali ini suara wanita berdada besar itu menimpali perkataan partner nya.

Naruto menggeram kesal dan menepis dua tangan dibahunya itu, "Demi Tuhan!—Aku tidak kenal kalian berdua! Dan jangan menghalangiku untuk menemui Sasuke!"

Pria bermasker itu menaikkan satu alisnya kaget, "Kau bilang apa, Naruto?—Ini aku Kakashi-sensei." Sahutnya sembari menunjuk ke arah wajahnya sendiri, kemudian tangannya beralih menujuk wanita berdada besar yang berada disampingnya, "—Dan ini nona Tsunade."

Naruto mendengus tidak tertarik, "Sudah kubilang, aku tidak kenal dengan kalian berdua." Tegasnya, tanpa melihat raut kesal di wajah Tsunade.

Saat ia hampir menggapai lengan Sasuke, lagi-lagi tangannya ditahan seorang gadis bermata lavender.

"Na—Naruto-kun, aku harap kau tidak memancing pertengkaran dengan Hokage-sama." Katanya takut-takut.

Naruto menepis tangan gadis itu dengan kesal, "Astaga, memangnya siapa yang memancing pertengkaran? Lagipula kau ini siapa?" Tegasnya dengan kata-kata tajam. Membuat gadis itu tersentak mundur dengan wajah kaget.

"K—Kau tidak mengenalku?" Tanya nya dengan nada serak hampir menangis, "—A—Aku Hinata."

Naruto tidak mempedulikan perkataan sang levender, mata birunya beralih menatap Sasuke dari ujung kepala hingga kaki, "Kau tidak apa-apa?"

Sang Uchiha mendengus kecil sembari memijat pundaknya, "Hn—hanya pegal karena terjatuh dari kamarmu."

Naruto menghela napas lega, ia menjulurkan tangannya untuk menyentuh pipi putih itu, "Aku khawatir padamu, Sasuke." Ucapnya lembut, membuat ke empat orang yang ada disana terbelalak melihat tingkah sang Uzumaki.

Shikamaru mulai bergerak menuju ke arah Naruto, "Kau yakin kepalamu baik-baik saja, Naruto?"

Kakashi juga ikut bergerak menyentuh puncak kepala pemuda pirang itu, "Benar, biasanya kau dan Sasuke selalu bertengkar dan berdebat mengenai jabatan Hoka—"

Kalimat itu terputus saat mata pria bermasker itu terbelalak melihat sikap Naruto selanjutnya. Pemuda pirang itu terlihat menarik lengan Sasuke dan merengkuh sang Uchiha di dadanya.

"Sasuke, jangan membuat aku khawatir seperti itu."

"Hn, Dobe."

"Aku benar-benar cemas kalau kau—"

"Dobe, aku tidak apa-apa." Sela Sasuke cepat. Tangan putihnya mengelus pipi tan menawan itu, kemudian tersenyum kecil, "—Terima kasih sudah mencemaskanku." Lanjutnya lagi.

Pemandangan aneh itu tentu saja mengundang rasa kaget dari orang yang melihat, termasuk Tsunade yang membelalakkan matanya lebar.

"Tu—Tunggu dulu. Apa-apaan sikap kalian itu?!" Terang wanita itu seraya menunjuk Naruto dengan panik, "—Kenapa kau malah memeluk Sasuke?"

Sang Uzumaki menoleh santai, tangannya masih memeluk pundak Sasuke dengan mesra, "Kenapa?—Kan wajar kalau sepasang kekasih saling berpelukan."

"APA?!" Teriakan masal itu keluar dari mulut ke empat orang yang berada dihadapan mereka. Termasuk Shikamaru yang ikut menampilkan ekspresi kagetnya. Bahkan Hinata sudah hampir menangis mendengar pernyataan tegas dari Naruto.

"Ta—Tapi bukankah kalian sering bertengkar?" Sela sang gadis levender.

Naruto terdiam. Ingatannya tiba-tiba mengingat percakapannya dengan Sasuke saat dikamar. Tentang keputusan yang dibuatnya untuk berpisah dengan sang pacar.

Sasuke melirik pemuda pirang itu dengan ekor matanya, kemudian beralih menatap ke empat orang tadi, "Bisakah kalian meninggalkan kami berdua?"

Tsunade tidak menjawab, wanita itu melipat kedua tangannya di dada, "Tidak bisa! Kau masih sakit Sasuke. Bukankah tadi kau bilang kalau kau terjatuh dari langit-langit dan kau bahkan tidak mengingat nama kami semua." Jelas Tsunade lagi.

Sasuke tidak menjawab, ia hanya memberi death glare tajam, "Tolong tinggalkan kami berdua."

Tsunade mendecih kesal sebelum akhirnya keluar, diikuti oleh Kakashi, Shikamaru dan Hinata. Meninggalkan kesunyian di ruang Hokage.

Sasuke kembali duduk di kursi dengan santai, ia meletakkan kedua tangannya di atas meja, "Jadi, kita terperangkap di dunia ini, huh?"

Naruto tersentak kaget, dan menatap pacarnya itu, "Terperangkap?"

Sang Uchiha mengangguk, "Sepertinya kita terhisap masuk ke dalam video game konyol milikmu itu."

Raut wajah pemuda pirang itu berubah terkejut, "Maksudmu—kita sekarang di dalam video game?"

Sasuke menyentuh dagunya berpikir, "Sepertinya begitu."

"Heh!—Itu terlalu konyol, Teme."

"Tidak ada penjelasan lain, Dobe." Sela sang onyx cepat, "—Coba kau pikir, kita ditarik oleh sulur aneh kemudian jatuh di dunia antah berantah seperti ini. Apa bagi otakmu, ini terlihat masuk akal?"

"Well—Memang terdengar aneh. Tetapi kalau ucapanmu itu benar, maka kita memang terjebak disini?" Tukas Naruto mulai panik.

Sasuke mengangguk, "Ya. Untuk itu kita harus memikirkan cara keluar dari sini dan hidup normal."

"Yeah!—hidup normal, kemudian kita akan berkencan dan—" Kalimat Naruto terputus. Ia lagi-lagi terdiam saat mengingat keputusannya untuk berpisah dengan Sasuke, "—Maaf, aku baru ingat kalau kita—"

"Dobe—" Sasuke menyela, "—Untuk sekarang pikirkanlah tentang cara keluar dari sini. Untuk masalah lain, bisa kita pikirkan nanti."

Naruto tidak menyahut, ia hanya menunduk diam, "Aku mengerti." Balasnya dengan nada lirih.

Sasuke kembali duduk di kursi kerjanya sambil membuka gulungan dokumen yang berserakan di meja, "Naruto, kau tahu tanda apa ini?" Tanya nya bingung seraya menunjuk ke arah huruf yang terpampang dikertas gulungan tadi.

Naruto menoleh penasaran dan matanya terpaku pada simbol dengan tulisan kuno, "Entahlah, semacam jutsu mungkin?"

"Jutsu?"

"Ya, jurus-jurus di dunia ninja. Shinobi dan sejenisnya."

Sasuke mendelik sewot, "Maksudmu, sejenis jurus di video game?"

Naruto tersenyum lebar, "Bisa dibilang begitu."

"Huh!—Menyebalkan." Terang sang Uchiha sambil melempar gulungan itu ke lantai, tidak tertarik, "—Wanita dada besar tadi menyuruhku untuk mempelajari ini, tetapi aku sama sekali tidak mengerti apa yang tertulis disana."

Naruto duduk di sisi jendela sembari melipat kedua tangannya. Mata birunya beralih menatap keluar jendela. Keadaan di luar berbeda sekali didunia Naruto. Di tempat itu tidak ada yang menggunakan alat transportasi seperti mobil dan sejenisnya. Hanya berjalan kaki dan berlari. Benar-benar merepotkan dan membuat capek.

"Sasuke, bagaimana kalau kita jalan-jalan diluar?" Ajak Naruto.

Sasuke menoleh, kemudian mendengus kesal, "Dengan pakaian seperti ini?" Jelasnya sambil menunjuk dirinya sendiri. Jubah putih dengan hiasan api merah di bawahnya dan kipas khas klan Uchiha, serta tulisan besar 'Rokudaime Hokage' terlihat di belakangnya.

Naruto terlihat berpikir sebentar, "Hmm—tulisannya dibaca Hokage Ke-enam. Menarik."

"Apanya yang menarik?!" Terang Sasuke kesal, ia melepas jubah itu dan melemparkannya ke kursi, "—Ini menggelikan! Konyol! Aku bahkan tidak tahu apa itu Hokage ke-enam dan sebangsanya!"

"Oh ayolah, Sasuke. Kau terlalu kaku." Tangan tan tadi menyampirkan jubah itu kebahu sang pacar, "—Kau terlihat hebat dengan pakaian ini." Pujinya lagi.

Sang Uchiha terdiam, ia memalingkan wajah untuk menyembunyikan semburat merahnya. Ini pertama kalinya Naruto memuji cara berpakaiannya sejak mereka bermusuhan beberapa hari yang lalu. Mungkin, ia harus mencoba sedikit lunak pada sang kekasih.

"Kalau menurutmu begitu, baiklah, kita akan jalan-jalan dengan pakaian konyol begini." Sahut Sasuke sembari memakai jubahnya tadi.

Naruto tersenyum dan menggandeng tangan sang Uchiha untuk keluar dari ruangan pengap itu dan memulai acara berkeliling desa.

.

.

.

"Selamat sore, Hokage-sama." Sapaan itu terus-menerus mampir di telinga Sasuke saat ia dan sang pacar berjalan-jalan ditengah-tengah desa. Bahkan beberapa anak kecil menunjuk senang ke arah mereka berdua. Membuat muka Sasuke semakin masam dan mengkerut tidak senang.

Naruto melirik Sasuke dengan ekor matanya, "Mukamu jelek sekali, Teme."

"Diamlah, Dobe. Aku sedang kesal." Balas sang Uchiha penuh emosi.

"Kenapa kau kesal? Kau terlihat disegani disini. Lagipula kostum mu itu sangat unik." Terang pemuda pirang itu.

Sasuke mendelik sewot, "Pakaianku konyol, Dobe. Berbeda denganmu—" Ia menunjuk kostum milik kekasihnya itu. Naruto memakai pakaian hitam dengan armor abu-abu di dada, serta tameng logam di lengan dan sarung tangan gelap yang membuat sosok sang Uzumaki terlihat keren. Ditambah tas kecil dan topeng rubah tersampir dipanggangnya yang memperlihatkan betapa menawannya sosok Naruto saat berseragam Anbu dengan kulit tan menggoda dan tubuh atletis. "—Kau terlihat tampan." Lanjut Sasuke akhirnya.

Naruto tersenyum lebar, "Terima kasih, Hokage-sama." Jawabnya seraya membungkuk hormat layaknya raja-raja Inggris.

"Cih—kau semakin menyebalkan, Dobe." Terang Sasuke yang kembali berjalan tanpa mempedulikan kuluman tawa milik sang pacar.

Naruto kembali mensejajarkan langkahnya di sisi pemuda Uchiha itu, "Tapi jujur, aku iri dengan dirimu, Teme. Kau mendapatkan peran Hokage sedangkan aku hanya kepala anbu sekaligus penasihatmu."

Sasuke berdecak kesal, "Yang menentukannya bukan aku, Dobe. Lagipula aku tidak tahu apa itu 'Hokage' dan 'Anbu'. Ini adalah game mu, ingat?"

"Ah, benar juga, ini game ku." Sahut Naruto lagi seraya menepuk telapak tangannya, "—Ngomong-ngomong, sebenarnya kita mau kemana?" Lanjutnya mengalihkan pembicaraan.

Sasuke menghentikan langkahnya, mata hitamnya menatap berkeliling, "Bagaimana kalau kesana?" Tunjuknya pada kedai ramen di sisi jalan, "—Kebetulan aku lapar."

"Oke, ayo—" Ajak Naruto lagi seraya menarik lengan kekasihnya itu untuk masuk ke kedai tadi.

.

Seorang pria menyambut ramah kedatangan dua pemuda itu di kedainya, "Ah, Hokage-sama dan Anbu-san, selamat datang."

Naruto menampilkan senyum lebarnya seraya mengambil tempat duduk, "Pesan dua mangkuk ramen." Sahutnya cepat.

Pria paruh baya tadi tersenyum gembira sembari menyiapkan pesanan dua pemuda itu. Sasuke hanya melirik tingkah pemilik ramen dengan tertarik saat tangan lihai itu menyumpit dan memutar mie ramen.

Naruto tersenyum, "Kau baru pertama kali makan ramen, Teme?"

Sasuke mengalihkan matanya untuk menatap sang pacar, ia mengangguk pelan, "Hn—"

"Tidak pernah mencoba makan mie ramen instan?"

"Aku tidak suka benda menggeliat panjang itu masuk ke mulutku." Sergah Sasuke sambil mendengus malas.

"Lalu kenapa kau ingin makan disini? Bukankah kau tidak suka ramen?" Tanya sang Uzumaki lagi.

Sasuke meniup ujung rambutnya dengan bosan, "Soalnya tidak ada lagi kedai makanan disekitar sini."

Tepat ketika Naruto ingin menyahut perkataan pemuda onyx itu, sebuah suara dari pemilik kedai langsung menginterupsi niat sang Uzumaki.

"Dua ramen spesial untuk kalian." Kata pemilik kedai sambil tersenyum riang.

Sasuke hanya mengangguk diam, sedangkan Naruto mengucapkan 'terima kasih'. Pemuda pirang itu kembali beralih menatap kekasihnya itu, "Aku yakin kau pasti akan menyukai ramen."

Sang Uchiha tidak menjawab, tangannya mengambil sumpit dan segera menyumpit mie berkuah tadi.

"Bagaimana?" Tanya Naruto penasaran dengan pendapat pemuda onyx itu.

Sasuke mengedikkan bahu, "Wellnot bad."

"Lihat kan?—Kau pasti menyukai ramen." Tukas Naruto menampilkan cengirannya. Belum sempat ia menyumpit ramennya sendiri, sebuah tepukan dipundak mengalihkan perhatian dua pemuda itu.

Sesosok pemuda berwajah mirip Sasuke dan murah senyum menyapa Naruto dengan nada datar, "Hai Naruto, ternyata kau disini rupanya. Kau dicari Iruka-sensei tadi."

"Ha?" Naruto memiringkan kepalanya, "—Kau siapa?"

Pemuda murah senyum itu menghentikan lengkungan palsunya dan menatap sang Uzumaki dengan raut wajah heran, "Ini aku Sai. Apa kau lupa?" Ucapnya seraya menunjuk dirinya sendiri.

Naruto menggaruk rambut pirangnya, kebingungan, "Aku bukan lupa, aku memang tidak tahu."

Sai terdiam sesaat. Kemudian kembali menampilkan senyum palsunya, "Kau memang suka bercanda ya, Naruto." Ucapnya lagi, tangan putihnya menarik lengan sang Uzumaki, "—Tidak ada waktu bercanda, kau harus ikut aku menemui Iruka-sensei."

"Tu—Tunggu—" Naruto kelabakan ketika tangannya langsung diseret oleh Sai dengan semena-mena. Membuat Sasuke mendelik tidak suka.

"Lepaskan tanganmu dari Naruto." Desis sang Uchiha tajam.

Sai menoleh sekilas kemudian tersenyum tipis, "Ah Hokage-sama, kebetulan sekali, anda juga harus ikut menemui Iruka-sensei."

"A—Apa?!" Sasuke terkejut saat lengannya juga ditarik oleh pemuda pemilik senyum palsu itu. Sedikit terpaksa, ia membiarkan Sai membawa mereka ke tempat orang yang bernama Iruka-sensei.

Naruto dan Sasuke saling berpandangan dengan wajah kebingungan. Mereka tidak tahu apa yang terjadi, tetapi sepertinya ucapan Sai tadi terdengar sangat penting dan darurat.

.

.

.

"Ah, kalian sudah datang rupanya." Suara seorang pria berambut terikat dan memiliki luka horizontal di wajah yang pertama kali menyapa Naruto, Sasuke, dan Sai saat mereka sampai di depan ruangan Hokage.

Sang Uzumaki menebak kalau pria didepannya adalah Iruka-sensei yang memanggil mereka kesini. Sedikit canggung, Naruto mulai membuka suara, "Jadi, apa yang Iruka-sensei inginkan?"

Pria bernama Iruka-sensei itu merubah raut wajah cerianya menjadi sedikit gugup, "Kalian ditunggu oleh Tsunade-san dan Kakashi-sensei."

Sasuke terlihat berpikir sebentar, "Maksudmu wanita berdada besar dan pria bermasker itu?"

"Ya, dan mereka menunggumu di ruangan Hokage, Sasuke-sama" Jawab Iruka-sensei, kemudian pandangannya beralih menatap Naruto lagi, "Kau juga ditunggu oleh mereka Anbu-san."

"Ha? Aku juga?" Tanya Naruto seraya menunjuk wajahnya bingung. Belum sempat ia bertanya pada Iruka-sensei, tangannya sudah disambar oleh Sasuke dan ditarik untuk masuk ke ruangan Hokage.

.

Di dalam ruangan, Tsunade dan Kakashi berdiri di depan meja Hokage sambil melipat tangan. Wajah wanita itu terlihat kesal saat melihat Sasuke dan Naruto yang baru masuk ke dalam.

"Kalian darimana saja?" Sambar Tsunade marah.

Sasuke melirik sekilas, kemudian duduk di kursi kerjanya, "Jalan-jalan." Jawabnya singkat.

Ucapan pemuda Uchiha itu ditanggapi dengan decakan sebal milik sang mantan Hokage, "Kau sibuk jalan-jalan? Menyenangkan sekali." Ujarnya sarkastik dengan pandangan mata yang tajam.

Sasuke mendengus tidak suka, "Jadi, kenapa kalian ingin menemuiku dan Naruto?"

Kali ini Kakashi-sensei yang membuka suara, "Hokage-sama, desa kita dalam keadaan siaga penuh saat ini."

"Siaga penuh?" Naruto ikut menimpali, "—Apa maksudmu?" Tanyanya lagi.

Kakashi berdehem pelan, mata sayu nya melirik ke arah Tsunade, meminta wanita itu untuk menjelaskan keseluruhan masalahnya.

"Kalian kenal dengan Madara, bukan?" Ucap Tsunade seraya membuka gulungan dokumen, "—Sepertinya dia mulai merencanakan sesuatu untuk memulai perang." Lanjutnya lagi seraya melemparkan beberapa gulungan dokumen aneh ke arah Sasuke dan Naruto.

"—Pelajari jutsu-jutsu itu. Kita memerlukan bantuan kalian secepatnya." Perintah Tsunade lagi.

Sasuke dan Naruto menerima lembaran dokumen itu dengan wajah kebingungan. Sang Uchiha mulai bicara, "Sejujurnya, kami tidak tahu apa itu jutsu." Jawabnya jujur.

Tsunade membelalakkan matanya, "Kalian pasti bercanda kan?" Sahutnya lagi. Matanya beralih menatap Naruto berharap pemuda pirang itu tersenyum lebar seraya berteriak 'Surprise! Kami bohong!', namun kenyataannya wajah Naruto pun sama bingungnya dengan Sasuke.

"—Oh tidak. Ini buruk!" Erang wanita itu seraya memijat keningnya, "—Ada apa dengan kalian?! Seharusnya jutsu-jutsu murahan seperti ini bisa kalian pelajari dengan mudah!" Sambung Tsunade seraya menggoyangkan gulungan dokumen itu dengan kesal.

"Dengar—" Sasuke mendelik ke arah wanita itu tajam, "—Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan. Bahkan aku tidak tahu siapa itu Madara."

"Kau tidak tahu siapa itu Madara?!" Kali ini nada suara Tsunade naik satu oktaf. Gebrakan nyaring terdengar saat wanita itu menghantam meja penuh emosi, "—Madara merupakan musuh terbesar dunia shinobi!" Jawabnya kesal.

Naruto menyenggol sang pacar kemudian berbisik pelan, "Psst—Madara merupakan bos terakhir di game ini."

Sasuke mendelik pemuda pirang itu kesal, "Aku tidak peduli dengan bos terakhir. Aku hanya ingin pulang, Dobe."

Sang Uzumaki mendesah pelan, ia kembali beralih memandang wanita didepannya itu, "Tsunade-san, maaf, tapi kami bukan berasal dari daerah ini. Kami hanya terjebak disini dan—"

"Berhenti bercanda, Naruto!" Potong wanita itu cepat, ia bergerak menuju Sasuke dan mencengkram kepala raven itu, "—Sasuke, tunjukkan sharingan mu."

"Sharingan—apa?"

"Sharingan di matamu!" Desak Tsunade lagi. Jarinya membuka kelopak mata Sasuke dan menusuk manik hitam itu dengan kesal, "—Mana sharingan mu!"

"AWW!—Stop!—Berhenti mencolok mataku!" Erang Sasuke lagi, berusaha mempertahankan matanya agar tidak 'diperkosa' oleh jari telunjuk wanita itu.

Naruto dan Kakashi mencoba menyelamatkan sang Uchiha, sebelum mata malang itu dicongkel oleh Tsunade.

"Berhenti menyakiti pacarku, Nenek tua!" Desis Naruto kesal.

Tsunade menghentikan gerakannya, dan menoleh ke arah Naruto dengan wajah geram, "Kau memanggilku apa, Bocah sialan?"

Naruto tersentak kecil, ia mundur ketakutan, "Ah—uhmm—maksudku, Nona manis."

"Cih—" Wanita itu berdecak kesal kemudian melipat kedua tangannya, "—Aku tidak mau tahu, kalian harus mempelajari semua jutsu ini mulai dari awal lagi."

Sasuke memegangi matanya yang sakit, sebelah matanya melirik Tsunade dengan tajam, "Kalau kami tidak mau?"

Sang mantan Hokage itu menoleh galak, "Aku akan mencongkel kedua matamu hingga berlubang." Desisnya lagi yang sanggup membuat pemuda Uchiha itu mengatupkan bibirnya, takut.

.

.

.

Seharian itu yang dilakukan Naruto dan Sasuke adalah melatih diri di halaman belakang kantor Hokage. Belajar menggunakan kunai dan chakra. Tentu saja hal itu sangat sulit dilakukan, mengingat mereka bukanlah berasal dari keluarga shinobi, melainkan hanya warga biasa yang terjebak didunia game yang konyol.

"Sa—suke—hhh—aku tidak sanggup lagi." Ucap Naruto terengah-engah kelelahan seraya berbaring ditanah. Disebelahnya, Sasuke masih berdiri sambil melempar kunai ke arah batang pohon.

JLEB!JLEB!—Kunai-kunai itu menancap sempurna di pohon, menyisakan beberapa goresan yang banyak. Sang Uchiha kembali memainkan shuriken, kali ini mencoba menyelimuti benda tajam itu dengan cakra miliknya, kemudian melemparkannya dengan cepat ke arah batu besar yang langsung hancur berkeping-keping dengan suara -KRAK- keras.

Naruto bersiul takjub, "Wow, kau terlihat hebat. Bagaimana kau bisa berlatih dengan cepat seperti itu?"

Sasuke mengedikkan bahunya, "Entahlah, hanya mencoba berkonsentrasi saja." Jawabnya sembari mendudukkan pantat di sebelah pacarnya itu.

Naruto hanya mendengus pelan, "Kau kan memang jenius, berbeda denganku. Ugh, aku benar-benar iri." Katanya lagi sambil melempar salah satu kunai ke batang pohon, tetapi langsung terpantul ke tanah. "—Lihat? Aku bahkan tidak bisa menancapkan pisau aneh ini ke pohon."

Sasuke tidak menjawab, ia melirik sang pacar kemudian mendekatkan wajahnya ke arah Naruto, "Hn—kau memang bodoh, tetapi kau juga menawan." Bisiknya pelan.

Naruto menolehkan wajahnya ke arah Sasuke, tangannya terjulur untuk menarik leher jenjang itu untuk mendekat, "Kau juga sangat tampan—" Jawabnya pelan kemudian menyatukan bibir mereka dengan lembut.

Sasuke membalas kecupan singkat itu dengan ciuman panjang, "Naru—Hmphh—bisakah kita tidak bertengkar lagi?—Hmphh—"

Naruto melepaskan pagutan mereka sejenak, "Apa maksudmu?"

Sasuke menunduk diam, "Bisakah—kita tetap pacaran? Jangan pernah membicarakan tentang putus?"

Sang Uzumaki terdiam sebentar, kemudian kembali menarik kepala raven itu untuk mendekat, "Ya, tentu saja." Jawabnya lagi sambil mengecup bibir ranum kekasihnya. "—Aku janji tidak akan mengatakan putus lagi." Lanjutnya yang disambut senyum tipis sang onyx.

Sasuke mengalungkan kedua lengannya di leher pemuda pirang itu kemudian membalas kecupan sang dominan dengan jilatan menggoda, membuat Naruto membuka celah bibirnya dan membiarkan sang Uchiha menjelajahi rongga mulutnya.

"Hmphh—Nghmmp—" Sasuke mendesah saat lidah miliknya digoda oleh lidah sang dominan. Membiarkan benda lunak milik Naruto menjilat langit-langit mulutnya serta gusinya dengan lembut. Memberikan sensasi menggelitik yang menyenangkan.

"Sasu—Hmpph—" Naruto memanggil nama kekasihnya dengan suara parau penuh nafsu. Tangannya bergerak untuk menyentuh dada Sasuke dibalik kimono putih pemuda Uchiha itu. Mencari tonjolan pink kesukaannya.

"Nghh—Naru—Ahhnn—" Sang onyx mendesah saat jari nakal Naruto menemukan nipple nya dan memuntirnya lembut. Sedangkan bibirnya dibungkam oleh lidah milik pemuda pirang itu. Menghisap, menjilat, dan menikmati setiap tetes saliva miliknya. Tidak jarang, Naruto juga menjilat sela dagu dan sisi leher Sasuke saat tetesan air liur itu terjatuh disana.

Sasuke benar-benar menyukai ciuman yang diberikan oleh pemuda pirang itu. Ia menikmati saat Naruto bermain dengan air ludah di dalam mulutnya. Memperdengarkan suara decakan yang panjang dan kecupan basah.

Sang Uzumaki menurunkan kimono milik Sasuke, kedua tangannya bergerak untuk meremas dada putih dibalik baju tradisional itu. Sedangkan bibirnya terus memagut mulut kekasihnya dengan dengusan nafsu yang cepat.

"Naru—Hmphh!—Nghh!—" Sasuke mendesah, ia menengadah saat sang dominan mencoba mengecup lehernya untuk meninggalkan kissmark disana.

Untuk sesaat, mata onyx nya terpejam menikmati setiap jilatan Naruto di dadanya, namun suara aneh dari atas pohon membuat Sasuke terpaksa membuka matanya perlahan.

.

"Yoo—Sasuke—" Suara itu berasal dari Kakashi yang duduk diatas pohon sambil membaca buku kecil yang terlihat mencurigakan. Mata sayunya mencoba menampilkan senyum kecil, namun sanggup membuat Sasuke terbelalak lebar, terkejut.

"Ka—Kakashi-sensei!" Seru sang Uchiha panik seraya mendorong tubuh Naruto menjauh. Menghentikan percumbuan mereka untuk sesaat, "—Apa yang kau lakukan diatas sana?!" Lanjutnya dengan nada kesal dan sinis.

Naruto yang kebingungan mencoba mengikuti arah pandangan kekasihnya dan menemukan sosok pria berambut silver itu tersenyum kecil dibalik maskernya, "Aku sedang mengawasi kalian latihan. Dan tidak menyangka akan melihat pertunjukkan yang erotis." Jawab Kakashi-sensei jujur.

Sasuke menggeram marah sembari merapikan kimono putihnya, "Kalau sejak tadi sensei berada diatas sana, kenapa tidak memberitahu kami?!" Ucapnya galak.

Kakahi-sensei memasukkan buku kecilnya ke saku celana sebelum melompat turun dari batang pohon, "Lalu menghentikan tontonan menarik ini?—Tidak akan, lagipula aku ingin melihat keseluruhannya."

Naruto mencibir kecil, "Dasar mesum."

Kakashi tertawa sembari menggaruk belakang kepalanya, "Aku bukan mesum, hanya tidak ingin mengganggu kesenangan orang saja." Sahutnya membela diri.

Sasuke mendengus kesal, "Maksudmu dengan mengintip orang dari atas pohon, begitu?—Benar-benar memalukan." Desisnya sinis.

Pria bermasker itu tidak mempedulikan perkataan Sasuke, ia memilih melipat kedua tangannya di depan dada, "Nona Tsunade menyuruhku membawa kalian kembali ke ruangan Hokage."

Sasuke memutar bola matanya, malas, "Kali ini apalagi?"

"Entahlah, sepertinya nona Tsunade ingin membicarakan rencana penting dengan kalian." Jawab Kakashi-sensei sedikit tidak yakin.

"Rencana penting?—Seperti apa?" Naruto ikut menimpali pertanyaan Sasuke, penasaran.

Kakashi mengedikkan bahunya, tidak tahu, "Nona Tsunade tidak memberitahuku apapun. Ia hanya ingin kalian segera menemuinya."

Sasuke dan Naruto bertukar pandang, kemudian mengangguk bersamaan.

"Baiklah, ayo kita pergi." Ucap Sasuke tegas, disambut tundukan hormat dari pria bermasker itu.

"Siap, Hokage-sama."

.

.

.

Tsunade berdiri ditengah ruangan sambil melipat kedua tangannya tidak sabaran. Sesekali ia berdecak kesal saat mengetahui dua orang yang ditunggunya masih belum juga datang.

Shizune yang juga berada di ruangan itu hanya berdiri gugup sambil memegang sebotol pil yang terlihat mencurigakan, "Uhm—Nona Tsunade, apakah rencana ini akan berhasil?—Maksudku untuk melawan Madara?"

Sang mantan Hokage menoleh sekilas, "Kita harus mencobanya, Shizune. Aku harap obat itu akan berguna." Tunjuknya lagi ke arah botol yang dipegang asistennya.

Shizune semakin mencengkram botol pil tadi dengan kuat, "—Apakah mereka akan baik-baik saja nantinya?"

Tsunade mendengus pelan, "Naruto dan Sasuke tidak lemah. Aku yakin mereka akan baik-baik saja."

Tepat ketika ucapannya berakhir, sosok Naruto dan Sasuke langsung mendobrak masuk ke ruangan itu dengan tergesa-gesa diikuti oleh Kakashi-sensei yang mengekor dibelakang mereka.

"Jadi, ada apa sebenarnya ini?" Tegas sang Uchiha tanpa basa-basi. Ia bergerak menuju kursi kerjanya dan duduk disana.

Tsunade menggigit bibirnya gugup sebelum kembali bicara, "Kami memikirkan rencana untuk mengalahkan Madara." Ia menjentikkan jarinya untuk meminta botol yang dipegang Shizune tadi, sang asisiten bergegas memberikan botol penuh pil-pil yang mencurigakan itu ke arah Tsunade, "—Ini merupakan senjata rahasiaku." Ucap sang mantan Hokage itu penuh keyakinan.

Naruto menatap botol kecil yang dipegang Tsunade, "Obat apa itu?" Tanya nya penasaran.

Wanita itu menaruh botol tadi dihadapan meja Hokage, "Aku ingin kau meminumnya, Sasuke."

"Meminum obat ini?—Untuk apa?" Tanya Sasuke sembari menimbang botol itu ditangannya.

Tsunade mendesah pelan sebelum menjawab, "Obat ini untuk membuatmu hamil."

"HAHAMIL?!" Naruto dan Sasuke berteriak bersamaan. Mata mereka membelalak kaget.

Sang Uchiha menggebrak meja dengan suara -BRAKK!- yang nyaring, "JANGAN BERCANDA!—BAGAIMANA MUNGKIN SEORANG PRIA BISA HAMIL!" Raungnya kesal.

Tsunade ikut menggebrak meja tak kalah emosinya, "Dengar bocah!—Jangan karena kau sekarang adalah Hokage jadi kau bertingkah sesukanya dan tidak menghormatiku!—Kau menjabat sebagai Hokage untuk melindungi Naruto, ingat itu!"

Sang Uzumaki menunjuk dirinya sendiri, "Melindungiku? Untuk apa?"

Wanita cantik itu menoleh ke arah Naruto, "Kami melindungimu dari Madara, tentunya. Dengan menjadikan Sasuke sebagai Hokage maka bahaya yang mendatangimu akan beralih kepada Sasuke."

"Maksudmu—Madara akan menyerang Hokage terlebih dahulu sebelum menyerangku, begitu?" Jelas Naruto lagi.

Tsunade mengangguk, "Ya, karena itu jabatan sebagai Hokage terlalu bahaya bagimu."

Sasuke berdecak, "Ini tidak ada hubungannya dengan obat yang kau berikan."

Wanita itu lagi-lagi menggebrak meja dengan sebal, "Tentu saja ada!—Aku ingin kau hamil anak dari Naruto!—Dengan begitu cakramu dan cakra Naruto akan bergabung di tubuh anak kalian."

"Lalu selanjutnya apa?" Tukas Sasuke lagi, "—Kau ingin apakan anak kami?"

Tsunade mendelik gelisah ke arah Shizune, meminta gadis itu untuk menjawab pertanyaan sang Hokage.

Shizune berdehem pelan dengan gerakan canggung, "Anakmu bisa menjadi kekuatan bagi Madara atau menjadi senjata untuk melumpuhkannya."

Kakashi yang sejak tadi menyimak pembicaraan itu mulai angkat bicara, "Shizune-san, apa maksudmu dengan menjadi kekuatan atau menjadi senjata?"

Gadis itu terdiam sebentar sebelum menjawab, "Cakra dari Sasuke dan Naruto akan tertimbun di perut anak mereka. Jika Madara menghisap cakra itu maka kekuatannya akan bertambah ribuan kali lipat, tetapi jika Naruto berhasil membuka jutsu rahasia, maka cakra yang dihisap Madara akan menjadi bom bunuh diri." Jelasnya panjang lebar.

Pria berambut silver tadi kembali membuka suara, "Tetapi Shizune-san, apakah rencana ini akan berhasil? Maksudku, Madara tidak mungkin terpancing begitu saja, bukan?"

Tsunade yang mendengar pernyataan dari Kakashi-sensei hanya menyeringai kecil, "Madara adalah orang yang gila kekuatan. Walaupun dia tahu ini adalah jebakan, aku yakin, dia akan tetap menginginkan kekuatan ini walaupun dengan resiko kematian. Dan bayi yang dikandung Sasuke nantinya akan menjadi senjata kita." Jelas wanita tadi panjang lebar.

Sasuke bangkit dari kursinya penuh amarah, "ITU SAMA SAJA MEMBUNUH ANAK KAMI!"

"Memang itulah rencana kami, Sasuke!" Sela Tsunade dengan nada tajam, "—Kau hamil untuk membuat bom 'hidup'."

BRAKK!—Lagi-lagi meja malang itu dihantam oleh sang Uchiha, "JANGAN BERCANDA!—BAGAIMANA MUNGKIN AKU HAMIL HANYA UNTUK MELIHAT ANAKKU MATI!"

Tsunade terdiam, ia tidak menjawab raungan Sasuke, "Semua keputusan ini aku serahkan padamu, Sasuke." Ucapnya lagi, ia berbalik untuk bergerak keluar ruangan, "—Aku harap kau mau mengikuti rencanaku. Bukan hanya untuk keselamatan desa Konohagakure, melainkan untuk umat manusia."

Sasuke mengepalkan tangannya dengan gemetaran, ia menggigit bibirnya penuh kemurkaan, "Bagaimana kau bisa mengatakan omong kosong seperti itu, Tsunade-san. Kau memintaku untuk hamil?—Kemudian menyuruhku untuk membantai anak sendiri?—Jangan konyol!" Desisnya tajam.

Tsunade mendengus kecil, "Bukankah kau bilang tidak bisa mengeluarkan jutsu apapun?—Kalau kau tidak ingin hamil, maka gunakan kekuatanmu untuk melawan Madara. Jadi mulai sekarang berlatihlah hingga kau bisa menggunakan kekuatanmu kembali." Jelas wanita itu dengan sinis.

Sasuke tidak menjawab ucapan sang mantan Hokage itu, ia hanya menggeram marah melihat sosok Tsunade, Shizune dan Kakashi keluar dari ruangan, meninggalkan dirinya dan Naruto di sana.

Sang Uzumaki melirik kekasihnya itu, "Apa kau akan mengikuti rencana Tsunade?"

"Maksudmu untuk hamil dan memiliki anak?" Terang Sasuke sinis.

Naruto menggaruk rambut pirangnya, "Dengar, ini mungkin terdengar konyol, tetapi kita hanya di dunia game, ingat?—Semua ini tidak nyata, kita harus mengalahkan Madara untuk bisa keluar dari dunia ini."

"Tapi tubuhku bukanlah game, Dobe!—Aku akan hamil karena obat menjijikan ini!" Seru Sasuke seraya melempar botol plastik itu ke lantai dengan marah.

Pemuda pirang itu terdiam, "Aku tidak akan memaksamu, Sasuke. Aku akan memikirkan cara lain agar kita bisa keluar dari sini."

Sasuke mendengus, "Aku harap kau bisa menemukan cara lain. Bagaimanapun juga aku adalah cowok, aku tidak ingin hamil!"

Naruto melirik sang pacar dengan ekor matanya, "Tetapi memiliki anak tidak seburuk it—"

"DIAM!—" Sasuke meraung keras, "—Yang kau pikirkan hanyalah memiliki anak! Kau bahkan tidak pernah memikirkan perasaanku!" Ucapnya dengan suara bergetar menahan emosi.

Sang Uchiha menghempaskan tubuhnya di kursi, tangan putihnya mencengkram kepalanya dengan gemetaran, "Ada apa dengan dunia ini—aku hanya ingin pulang—"

.

Semua kegilaan ini membuat kepalaku meledak! Teriak sang onyx dalam hati. Ia menggigit bibirnya semakin keras.

Hamil dan mempunyai anak?Yang benar saja! Semua ini terdengar konyol dan tidak masuk akal!

.

Yang kuinginkan hanyalah terbangun dari mimpi buruk ini!

.

.

.

TBC

.

Yuhuuu~~ CrowCakes kembali membawakan fic baru...

Aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikan fic ini. Mungkin termasuk AU atau bahkan SemiCanon,,, hmm,,, well, tidak masalah, hahahaha... Aku masukin saja seperlunya... Hahahaha #plak XD

AU, karena diawal, Naruto dan Sasuke berada didunia modern dengan seragam sekolah dan lainnya.

SemiCanon, karena mereka masuk ke game yang sama dengan dunia ninja di anime/manga Naruto.

Dan sekali lagi, fic ini mungkin akan menjadi M-PREG... jadi waspadalah! #plak XD *author digampar massa*

.

RnR Please?