ChanHun Fic
EXO © SM Entertainment
EXO's members © Their parents
Warning: AU, OOC, Typo(s), Weird, Failed, etc
.
.
Don't like, don't read
.
.
Terkadang saat kau mencintai, kau berkorban terlalu banyak.
Jadi saat Sehun masuk ke apartemen yang ditempatinya bersama Chanyeol dan mendengar suara laki-laki itu sedang bermesraan dengan orang lain, dia hanya bisa tersenyum dan memutuskan untuk pergi keluar sebentar.
Bodoh? Lebih dari itu, dia pernah mendengar kata yang lebih menyesakkan hatinya.
"Kau tahu kalau Chanyeol bukan laki-laki yang bisa bertahan hanya dengan satu hati. Dia itu playboy; saat SMA hampir satu Sekolah pernah terkena rayuannya. Kau ingin sebuta apa lagi, Sehun-ah?"
Namun, setiap ucapan berisi teguran yang pernah diterima Sehun hanya dianggap angin lalu. Dia tetap bertahan dengan Chanyeol; bahkan sampai kuliahnya sudah memasuki Semester 4. Teman-temannya hanya bisa geleng-geleng kepala, ingin ikut senang tetapi kelakuan Chanyeol semakin membabi buta.
"Aku tidak tahu sampai kapan," ucap Sehun suatu hari saat dia sedang makan malam dengan Chanyeol di apartemen mereka berdua, "tapi bersabarlah sedikit lebih lama."
Chanyeol yang tak mengerti hanya tersenyum, lalu menggenggam tangan Sehun yang tak bergerak sejak pertama mereka memulai makan malam.
"Memangnya ada apa?"
Sehun hanya menggeleng, dan melanjutkan makannya dengan senyum tipis.
Kisah cinta berliku ini tak pernah mendapat restu dari siapa pun, bahkan Sehun sendiri menyadari kalau kisah cinta miliknya ini lebih dikatakan sebagai kisah cinta yang tragis.
Tapi….
"Aku memilihnya karena ingin, tidak bisakah kalian biarkan aku menjalaninya barang sebentar saja?"
Sahabatnya, Jongin, mendecih, "Sebentar? Sudah hampir 4 tahun dan kau bilang sebentar?" lalu dua telapak tangan itu menggebrak meja, "Bahkan orang paling dungu di dunia pun tak akan mau berkomitmen dengan Park Chanyeol-mu itu."
Siapa mereka yang menilai? Sehun menjalaninya dengan bahagia, dia bisa tertawa lepas dan meninggalkan masalah yang dialaminya karena ada Chanyeol di sampingnya.
"Jongin, yang memulai semua ini aku," ujar Sehun dengan nada datarnya, "aku yang kali pertama mencintainya, bukan sebaliknya."
"Memangnya kau pikir ini cinta?"
Sehun menggeleng pelan, "Ini yang kuinginkan, aku yang membuat komitmen dengan dia," ujarnya, "kau tinggal duduk diam dan perhatikan, komentar yang ingin kau berikan bisa kau simpan untuk dirimu sendiri."
Jongin hanya menghela napas, "Andai kau tidak buta karenanya, mungkin kau akan dapat orang yang lebih baik segala-galanya daripada dia."
Tawa kecil keluar dari bibirnya, "Aku tidak buta," ujarnya, "tapi mengutip dari apa yang dikatakan oleh Kris," kedua tangannya terangkat dan dua jarinya mengacung lalu menekuk naik turun, "hanya kurang waras."
"Itu tidak lucu, kau tahu."
"Aku tahu, jangan dibahas."
Dan dunia berjalan seperti biasa. Terkadang saat Sehun berjalan pulang ke apartemennya, dia melihat Chanyeol sedang bergandengan tangan dengan seseorang di sekitar, bahkan makan di restoran daerah situ dengan tangan mengusap punggung tangan lawan mainnya.
Sehun hanya tersenyum, dan berlalu.
Chanyeol tak perlu tahu kalau dia tahu, karena keretakan hubungan antara mereka bukanlah sesuatu yang dia inginkan.
Tapi terkadang teman-temannya yang terlalu peduli menghubunginya lewat media sosial, mengirimi kabar beserta bukti foto; bahkan kadang saking terlalu niatnya mengirimi dengan video berdurasi panjang.
"Sehun-ah, kau harus lihat ini! Brengsek sekali pacarmu itu, main belakang dengan bebasnya!"
"Aku tak mau lihat," ujarnya dengan mata lurus ke depan, "terlalu menyakitkan."
Bahkan setiap teman yang mendengar jawabannya itu, selalu tertegun. Jawaban yang sama, namun tidak dibarengi dengan keadaan yang semakin membaik.
Hidup tetap berjalan, Sehun tetap pasif dan Chanyeol tetap aktif di luaran mencari orang lain yang bisa memuaskan hasratnya.
Kris, orang yang sejak SMA mendeklarasikan cintanya pada Sehun sampai geleng-geleng kepala, lalu menepuk-nepuk pundak Sehun sambil bertanya "Kenapa dulu tidak memilihku saja?"
Namun pertanyaan Kris itu tidak pernah terjawab, sampai saat ini. Terhitung sudah 10 kali Kris menanyakan hal yang sama pada Sehun. Entah apa yang ada di dalam otak Sehun tiap kali pertanyaan Kris itu terlontar padanya, yang jelas tak ada raut penyesalan di sana.
Mungkin karena yang memilih bukan Sehun? Mungkin karena sebenarnya Sehun lah yang menunggu untuk dipilih oleh seorang Park Chanyeol; sosok yang tidak ada apa-apanya dibandingkan seorang Kris?
Sehun tidak tahu pasti sebenarnya, terlalu memusingkan memikirkan jawaban dari pertanyaan yang sudah lewat masanya. Dia sudah bersama dengan Chanyeol, untuk apa dia masih mengejar jawaban itu? Walaupun kisah cinta ini berjalan dengan tragis, Sehun tidak memiliki suatu harapan yang luar biasa. Hanya satu, tetap bersama tanpa ada pertentangan yang berarti.
Jadi saat Chanyeol datang dalam keadaan mabuk dan dipapah oleh seorang laki-laki yang tak dikenalnya, Sehun hanya berdiri di ruang tamu dalam keadaan gelap dan tanpa suara. Suara napasnya hanya terdengar oleh dirinya sendiri, sedang laki-laki yang tak sadar akan keberadaannya itu memapah Chanyeol sampai ke kamar yang ditempati Sehun bersama dengan kekasihnya itu.
Mereka tak keluar, sampai pagi menjelang.
Dan Sehun hanya bisa duduk diam di dapur rumahnya, memikirkan semuanya.
"Apa hal ini berharga?"
"Apa aku masih harus bertahan sedikit lagi?"
Ini kali pertama hal ini terjadi, dan Sehun benar-benar merasa kebingungan.
Tanpa disadari oleh dua orang itu, dia menyelinap keluar jam 7 pagi dan pergi ke rumah Jongin. Membahas semuanya, mengatakan hal yang mengganggunya. Penyemangat hidupnya kelihatannya tak peduli, dan Sehun terlalu pasif untuk berkata-kata. Terlalu menyakitkan, tapi ekspresi yang dia miliki sudah kehabisan bahan bakar.
"Kau mencintainya?"
"Kurasa iya."
"Kalau begitu lepaskan saja dia."
"Hah?" Sehun mengangkat kepalanya yang sejak tadi menunduk, "Dan meninggalkan semuanya? Apa kau pikir ini langkah yang tepat?"
"Aku tidak ingin kau kehilangan lebih banyak dari ini, kurasa kau harus melepaskannya. Dia tidak berharga, sama sekali."
Sehun memikirkannya, dan terus memikirkannya; di perjalan menuju apartemen dia larut dalam pertanyaan-pertanyaan yang dia layangkan pada dirinya sendiri.
"Apa aku sekuat itu?"
"Apa aku bisa melepaskannya?"
Tanpa sadar dia sudah berdiri di depan pintu apartemennya. Masuk ke dalam, dia hanya menemukan satu alas kaki; dan itu milik Chanyeol.
"Sehun-ah?" dia mendongakkan kepala, menemukan wajah Chanyeol yang berhiaskan senyum di bibir, "Kau dari mana saja?"
Bingung, dia hanya menatap wajah Chanyeol. Memikirkan semua, lalu dalam sekejap dia menemukan jawabannya.
"Hyung, kurasa kita harus berakhir sekarang."
Dan senyum itu menghilang dari wajah Chanyeol.
"Maksudmu?"
"Kita tidak melengkapi seperti pasangan yang lain," ujar Sehun, dia melangkahkan kakinya ke dalam dan menuju kamar mereka berdua; mengambil koper besar miliknya dan memasukkan satu-satu bajunya ke dalam, "kita juga tidak peduli satu sama lain. Aku mengurus urusanku, dan kau juga begitu. Terkadang kita juga tidak saling bicara walau kita tinggal bersama," dia menundukkan kepala, mencari-cari barang-barangnya yang tersisa, "mungkin waktu kita memang sudah habis. Tidak etis memang, namun kupikir sudah saatnya aku berhenti membuatmu menunggu. Kau ingat saat kita makan malam bersama?" dia mendongakkan kepalanya, namun bertemu dengan wajah bingung Chanyeol, "Tidak ya? Kubilang bersabar sebentar lagi. Mungkin sekarang saatnya kau berhenti bersabar."
Selesai memasukkan semuanya, dia menutupnya dengan cepat, lalu menggereknya keluar dari kamar; membiarkan Chanyeol yang berdiri di sana dengan ekspresi wajah yang sulit dibaca, "Jadi, aku hanya ingin bilang, terima kasih untuk semuanya," dia membungkuk 90 derajat, lalu dengan senyuman dia berjalan keluar dari apartemen itu.
Namun, sesaat setelah dia menginjakkan keluar kakinya, air mata satu demi satu mulai menetes; dia tak tahu kenapa, namun rasa sakit itu masih terasa.
"Sebentar lagi," bisiknya, "andai semuanya bisa cepat berakhir."
Life must go on, atau begitu yang sering dia dengar.
Namun tidak dengan Sehun.
Teman-teman Chanyeol mulai membombardinya dengan beragam pertanyaan. Bahkan ada yang kelewat batas dan mengutuk-ngutuknya dengan kalimat tak pantas.
"Hampir 4 tahun, dan kau mau membuang semua yang kau lalui bersama dengan Chanyeol? Dasar manusia tak tahu di untung!"
"Ck," Jongin mendecak geram, "mereka pikir kau tidak menderita apa bertahan bersama laki-laki bajingan seperti Park Chanyeol itu?! Biar aku yang bereskan!"
"Jangan, Jongin," ia menahan tangan itu, "aku dan dia sudah berakhir, kami sudah selesai. Jangan buang tenagamu untuk sesuatu yang percuma."
"Tapi, Sehun-ah, mereka—"
"Itu pandangan mereka terhadapku, biarkan saja."
Dia selalu melewati jalanan yang sama, lagipula apartemen Chanyeol dan rumahnya memang searah; walau rumahnya berjarak lebih jauh. Tak ditemuinya Chanyeol yang biasa berjalan-jalan ataupun makan di restoran sekitar.
Awalnya Sehun merasa senang, mungkin laki-laki itu sibuk memikirkannya dan tak menggoda orang lain lagi. Namun pikiran itu segera ditepis olehnya.
"Aku tidak tinggal di apartemen itu lagi, tentu saja dia lebih memilih bersama dengan mereka di apartemen miliknya."
Ah, dunia berjalan dengan cepat.
Waktu 4 tahun itu bagaikan sapuan angin yang lewat. Terasa sebentar, setelah itu pergi entah kemana. Sehun hanya tertawa kecil memikirkannya, "Bodohnya aku," ujarnya, "meninggalkan dia dengan mudahnya."
"Apakah dia merasakan hal yang sama?"
"Atau dia sudah menemukan orang lain?"
"Ah, bodohnya…."
Berjalan melewati apartemen itu, dia merasakan nostalgia.
Biasanya di titik itu dia berhenti, sekarang titik lain yang menjadi tolak ukur perhentiannya.
"Sehun-ah…."
Dia mendongakkan kepalanya, dan menemukan Chanyeol berdiri di depan rumahnya dengan ekspresi wajah yang sulit untuk dibaca.
Namun Sehun tak boleh menampakkan semuanya. Dengan senyuman, dia melambai pada Chanyeol, "Hyung! Sedang apa kau di sini?"
"Aku ingin kau kembali," ujar Chanyeol, lalu tangannya terulur dan menggenggam tangan milik Sehun, "aku tahu aku tidak sempurna, tapi tak bisakah kau tetap bersamaku?"
Sehun tak tahu harus menjawab apa. Namun setelah dipikir-pikir, dia masih mencintai Chanyeol; bagaimana pun buruknya sikap laki-laki itu padanya.
Cinta mereka bukan cinta bahagia ala negeri dongeng. Cinta mereka adalah cinta tragis tanpa ada pengharapan tinggi akan keberhasilannya. Namun melihat keadaan Chanyeol saat ini, dengan kumis yang terlihat jelas; padahal biasanya tak pernah lupa dicukurnya itu, dan kantung mata yang terlihat jelas bertengger di bawah matanya, Sehun pun menganggukkan kepalanya.
"Kau tahu apa kelemahanku? Aku selalu memilihmu, apapun keadaannya."
Ah, bodohnya….
END
