Amethystnya menatap ke arah cermin dengan sendu. Kimono putih dengan corak biru laut di bawahnya masih bertengger di tubuh mungilnya itu. Surai indigonya disanggul ke atas ditambah dengan mahkota putih yang menambah kesan anggun sang pemakai. Cantik, Manis, dan elegant merupakan kata yang belum cukup untuk mendeskripsikan dirinya.

Jemari lentiknya meraih sebuah pigura kayu yang bertengger manis di sebelah lampu kamarnya. Terdapatlah sosok pemuda berambut coklat spike yang tengah nyengir ke arah kamera. Tak lupa, tangannya menggenggam jemari seorang gadis bersurai indigo yang tengah tersenyum lembut.

Air mata yang sebelumnya terbendung di pelupuknya menetes, isakan kecil berderu di antara bibir ranumnya. Ia menangis.

"Hiks..a-andai saja engkau tidak pergi, Kiba-kun.."

Tiba-tiba, sebuah tangan kekar menarik dengan kasar pigura itu. Dilemparnya sembarangan ke arah cermin hingga membuatnya pecah berkeping-keping. Sang gadis tak berkutik, iris secerah cahayanya hanya menatap ke arah siletan tajam bola shappire di hadapannya.

"Kau sekarang milikku! Bukan dirinya! Dan kau hanya boleh memusatkan perhatianmu padaku!"

Dengan kasar, tangan kekar itu menarik sang gadis untuk melumat sentuhan yang ia berikan. Sekuat tenaga, ia memberontak. Kedua tangannya memukul-mukul dada bidang milik sang pemuda.

"Le-mphhh-LEPASKAN! BIADAB!"

PLAKKKK!-Pendaratan yang amat menyakitkan di pipi tan sang pemuda. Decihan kecil keluar dari bibirnya, dengan kasar ia melepas ciumannya dan beranjak dari sana.

Sang gadis menatap kepergian pemuda itu dengan geram, air mata semakin mengucur dari pelupuknya. Dengan brutal, ia meremas kimononya sendiri disertai desisan tak berarti.

"Aku...TAK SUDI!"

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

.

The Pain Of Love

.

By Yukimura Hana

.

Warning: LEMON! OOC(maybe), abal, gaje, alur cepat, banyak typo! ANAK KECIL DILARANG BACA! RnR please.. Maaf kalo kurang Hot! ._.v

.

.

Iris lavendernya terbuka ketika sang surya bersinar melalui celah-celah gorden. Tangannya meraba-raba seprai yang ada di sebelahnya.

Kosong, berarti lagi-lagi ia tidak tidur bersamanya.

Berkali-kali bibirnya menggumamkan rasa syukur kepada Tuhan. Setidaknya, ia bebas saat ini. Namun,

Belum tentu besok sama seperti sekarang.

Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, dan beranjak menuju benda yang dapat memantulkan wajahnya. Surau indigonya dibiarkan berantakan begitu saja. Jemarinya meraih handuk putih sebersih salju yang berada di lemarinya. Ia bergegas untuk mandi.

KRIEEETTTT-baru saja pintu kayu itu tertutup, sebuah tangan kekar meraih tubuh mungilnya jatuh ke dalam dekapannya. Sesuatu hangat yang berdetak di balik punggungnya pun terdengar.

"Kau milikku..."

Tubuh seputih porselen yang hanya dibalut handuk tipis itu dibuka dengan kasar, menampilkan keindahan ciptaan Tuhan yang terduga.

Sang pemuda membenamkan wajahnya ke tengkuk putih milik istrinya. Tangan kanannya sekuat tenaga menekan tubuh sang gadis agar tak bertolak belakang dengan gerakannya. Sesekali, berkas merah ia tanggalkan di leher jenjang sang istri.

"Lepas-AKHHHH!"

Hinata menyikut-nyikut dada bidang milik sang suami. Iris amethystnya menatap tajam menahan amarah. Sudah cukup! Ia tidak ingin diperlakukan seperti ini!

"LEPASKAN!" Teriaknya.

Namun, bagi pemuda Namikaze itu, teriakkannya sungguh tak berarti. Hanya kepuasan dunia yang berada di otaknya sekarang. Dia sudah terhasuk rayuan setan.

Dengan kasar, tangan kekar itu menarik tali handuk putih yang sudah tergeletak tak berdaya di lantai.

"LEPASKAN! DASAR BAJINGAN!" Teriak Hinata lagi, semakin keras. Air mata mulai bercucuran melewati pipi porselennya, ia menangis.

"DIAM KAU!" Bentak Naruto, tak kalah keras. Dengan sigap, ia melilitkan tali itu pada kedua tangan Hinata dan mengikatnya. Hinata tak bisa berontak.

Suara lengkingan yang tinggi keluar dari bibir Hinata. Kakinya yang masih bisa bergerak digunakannya untuk menendangi Naruto secara brutal. Ini pemaksaan!

"SUDAH KUBILANG DIAM!" Teriak Naruto, membuat nyali Hinata ciut seketika.

Tubuh mungil itu diangkatnya menuju bath up yang tersedia di sana. Kaki jenjang gadis indigo itu diikatnya dengan kain yang entah di dapatkan darimana.

"LEPASKAN A-mphhhhh!"

Bibir merah muda nan kenyal itu dilahap dalam sekejap oleh Naruto. Dilumatnya dengan kasar, namun tetap tiada respon dari Hinata.

Mau tak mau, Hinata membuka mulutnya ketika gigi tajam Naruto menggigit bibir atasnya dengan kasar. Lidah Naruto menyusuri setiap inci dalam mulut Hinata, mengabsen giginya dan menaruh saliva di dalamnya.

Jemarinya tak tinggal diam, dengan perlahan ia mengusap ujung anggota tubuh tak bertulang itu. Sesekali, ia memutar ataupun mencubitnya dengan gemas.

"Mpphhhh..."

Bibirnya berpindah tempat menuju leher jenjang gadisnya, meninggalkan berkas-berkas merah yang menandakan hanya dia yang memiliki sang gadis.

Ya, hanya dia.

Hanya dia yang memilikinya.

Sekuat tenaga Hinata menggigit bibir bawahnya, menahan kenikmatan yang diberikan oleh sang suami. Tapi, Naruto tak tinggal diam. Bibirnya yang entah sejak kapan sudah berpindah di dada tak bertulang milik Hinata, menggigit ujungnya dengan gemas.

"AHHHHH!"

Desahan indah mengalun di ruangan yang dingin itu. Hinata sudah tak bisa berontak, tenaganya sudah hilang. Ia hanya bisa pasrah mengikuti kemauan suami ter'benci'nya.

"Lepaskan...hiks...kumohon...kumohon yang mulia...lepaskan diriku...hiks..."

Seakan telinganya tak berfungsi, Naruto tak menggubrisnya. Lidahnya tengah sibuk menjilati jejak air mata yang masih tertinggal di wajah gadis bermata lavender itu.

Deru nafas hangat Naruto mengalir lembut di sela-sela pipi gadisnya, iris shappirenya seakan berkata bahwa ia tidak akan melukainya, mencelakai dan akan selalu melindunginya.

"Hinata.."

Tangan kekar itu membuka ikatan yang berada di kaki jenjang milik Hinata, kemudian meletakkannya pada kedua pundaknya. Aroma kewanitaan menyeruak disana yang tentunya membuat Naruto semakin menjadi-jadi.

Tampa ampun, lidah berbalut saliva itu mengoyak organ sensitif itu. Mengesap cairan yang keluar darinya, sesekali giginya bermain menggigit ujung area intim itu.

"Ahhhh... Na-Namikazehh-sama...shhh Ahhhhh...hen-hentikanhhhh aaahhhh"

Desahan yang begitu saja keluar dari sang empu suara, membuat Naruto bergairah. Lidah yang tadinya hanya bermain di permukaan, kini mulai memainkannya hingga bagian terdalam. Memasukinya hingga bagian final sang Hyuuga.

Hinata menggeliat kesana kemari, antara nikmat, kesal, sedih juga menyesal. Tetapi, permainan yang diberikan Naruto sudah melupakan segalanya.

Ya, segalanya.

Seusai memberikan sedikit pemanasan pada g-spot Hinata, Naruto kembali menatap benda kenyal tak bertulang yang berada di dada sang gadis. Dengan ganas, bibirnya mengecup puncak atasnya, memainkan dengan lidahnya dan menghisapnya layaknya anak kecil yang menjilat es krimnya.

"Na-Namikazehhhh...samahhhh..."

Ah, desahan itu. Tangan kanannya tanpa disuruhnya memilin ujung dada kenyal itu dan mencubitnya. Sedangkan tangan kirinya, membelai dengan lembut permukaan organ intimnya hingga ke dalamnya.

"Akhhhh!"

Satu jari. Jari telunjuk itu menusuk ke dalam sang vagina sampai dalam. Mengaduknya secara beraturan dengan irama brutal.

"Akhhhh... Naruto-samahhhh!"

Dua jari. Jari tengah ikut bermain bersama telunjuk untuk menari-nari di dalam surga dunia itu. Namun, jauh lebih kasar dan brutal.

"AKHHHH! NAMIKAZE-SAMAAAHHHHH!"

Disertai hentakan tiga jari yang agak menyakitkan, keluarlah cairan putih yang berlomba-lomba turun dari organ kewanitaannya. Tubuhnya lemas seketika, apalagi alas yang digunakan untuk seperti ini sangat menyiksa.

Tanpa sepengetahuan dua insan itu, adik Naruto yang sejak tadi memanas kini mulai bergejolak. Desiran-desiran aneh mulai menjalar benda berharga itu. Dengan pelan, ia memegang sendiri alatnya dan mengarahkannya pada milik Hinata.

"AKHHHHHH!"

Benda besar dan tumpul itu perlahan memasuki liang surga milik sang gadis. Sangat sulit menembus dinding itu karena memang besarnya tak lebih dari seperdelapan miliknya.

"CUKUPHHH... AHHHHHH...SAKITHHHH..."

Ringisan Hinata membuat air matanya lagi-lagi terjatuh. Kedua tangannya mencakar-cakar tubuh Naruto dengan kasar.

"Sabarhh..ahhh...Hinatahhh...kauhhh...ahhhhh..."

Naruto semakin memperdalam alatnya, disertai desahan-desahan yang keluar dari bibir miliknya. Cakaran-cakaran di punggungnya semakin banyak dan banyak, namun tak digubrisnya. Ia menikmati permainannya.

JLEBB-Akhirnya, alat itu berhasil memasuki pertahanan sang Hyuuga, menghasilkan tetesan-tetesan darah yang mengalir segar di antara vaginanya.

"AKHHHHH...NAMIKAZE-SAMAHHHH...SHHHHH...AHHHHHHH.. ."

Desahan atau lebih tepatnya rintihan itu terdengar ketika Naruto mulai menggenjot alatnya. Dengan pelan, ia memajukan miliknya ke depan dan ke belakang. Sesekali, dengan tempo lambat dan hentakan yang keras ia memasukkan miliknya ke dalam little Hinata.

Hinata menggigir bibir bawahnya, menahan sakit sekaligus nikmat yang ia rasakan. Tak dapat ia pungkiri, ia menikmati permainan ini. Setiap sentuhan Naruto membuainya ke alam hingga mabuk kepayang. Seperti inikah surga yang selalu dibicarakan orang-orang?

"Hinatahhhh...kauhhhhh..."

Semakin lama, gerakan Naruto semakin cepat seperti anak kecil yang tak sabaran menanti santapan makanan dari orang tuanya.

"Namikazehhhhh...ahhhh..."

"Hinatahhh...sebuthh namakuhhhh..."

Hinata merasakan suhu tubuhnya berubah menjadi panas dingin. Suatu getaran yang menjalar dari perutnya menuju organ intimnya. Begitu pula Naruto.

"NARUTOOHHHHH..."

Dan akhirnya keduanya ambruk di tengah kedinginan ruangan tersebut.

.

.

.

.

FIN or TBC? Tergantung mau kalian^^ jika banyak yang ingin lanjut, Hana akan bikin terusannya. Kalo udah cukup, Hana gak akan lanjutkan.

Ok, Gomen jika kurang hot. Gomen! T.T Masih anak bawang, belum bisa bikin yang Hot Hot Hot. Yaudah, Sampai disini aja ya! Tiga kata! Mind to Review!;)