Chapter Satu : Aku menemukan Game baru.

"Pagii! Waktu sudah menunjukan pukul 8 pagi. Bagi kalian yang sedang dalam perjalanan menuju—" suara radio terdengar sangat lantang mobilku.

"Pak! Pak! Cepetan dikit dong! Udah telat setengah jam ini!" bentakku pada Pak Sidik, supir peribadiku. "Muhun juragan, ini juga udah tancap gas—kunaon atuh juragan angkat ti bumi na jam satengah 7?" jawab Pak Sidik yang entah mengapa selalu sabar dengan semua bentakanku selama kurang lebih 3 tahun.

"Aaah, udah tau kesiangan bangun malah ditanya lagi!"

"Kamari malem maen game sampe subuhnya—ckck—juragan-juragan."

"Ah suka-suka dong—" katakku yang sudah jengkel.

Beberapa menit kemudian mobilku sampai di SMAN 8, tanpa basa basi lagi aku langsung keluar dari mobil dan segera begegas lari masuk ke sekolah yang gerbangnya akan di tutup oleh Pak Oteng. Belum sampai setengah jalan menuju gerbang sekolah seorang perempuan yang sama telatnya denganku berlari tergesa-gesa sambil memegang buku di dadanya.

—BUUK!— "Auuuww!" teriak perempuan tersebut yang terjatuh tersandung batu, tinggal beberapa langkah lagi aku melewatinya, dan hanya melihatnya tanpa menolong seorang perempuan yang terjatuh dan kelihatan menderita tersebut.

"Kalau aku tolong dia, aku akan di marahi Pak Andi dan Pak Endi karena terlambat, tapi dengan begitu kan lumayan bisa dapet kenalan cewek baru, cantik lagi!" bisikku dalam hati, tanpa pikir panjang tanganku langsung menyambar tangan perempuan tersebut dan berkata "Boleh aku bantu?" dengan wajah yang tiada tara so-keren.

"Eh—mmm—iya boleh, tolong ambilin buku aku dong!" jawabnya dengan nada malu-malu.

"Oke," aku pun mengambil bukunya. "Nih, ayo cepet nanti di marahin si pak botak sama Pak cebol—" sindirku.

"Oh! Iya! Cepat! Cepat!" kata perempuan tersebut dan langsung bangun.

Lalu kami berdua langsung berlari menuju gerbang sekolah, dan dalam waktu yang bersamaan kami melewati gerbang sekolah yang hanya menyisakan celah lumayan untuk 2 orang muat masuk ke dalam situ, "Huyuh—" kataku yang mencoba menenangkan detak jantungku yang dari tadi tegang karena takut tidak bisa masuk sekolah dan mendapat amarah yang luar biasa dari Pak Andi dan Pak Endi. "Hahaha—lumayan lah." kata perempuan tadi, lalu kau melirik padanya, dan membuat ku menyadari setiap detail-detail postur tubuhnya, matanya berwarna biru yang mungkin memakai contact lens1, badannya yang langsing, rambut panjang berpita merah, dan berwangi bunga Iris2.

"Hah? Eh? Mmm? Apanya?" pikirku bingung sambil menatapnya.

"Ah enggak, hehehe." jawab perempuan itu.

"Hmm—oh iya, kenalin namaku Reza Ahmad Setiadi, panggil aja Reza dari kelas 2-IPA5, kamu?" kataku.

"Oh ia, aku Mutiara Resna biasa dipanggil Resna aku dari kelas 2-IPS2" jawabnya dengan nada yang sedikit malu, lalu kami berjabat tangan.

Selama dalam perjalanan menuju ruang kelas, Aku dan Resna mengobrol tentang mengapa ia terlambat dan yang menurutku alasanya cukup logis dari pada alasan ku yang tidak masuk akal karena terlambat bangun, alasan standar yang sudah pasti semua guru-guru di dunia ini akan marah jika diberi alasan seperti itu.

"Laluuu—kenapa kamu bisa terlambat?" tanya Resna.

Sesaat aku berfikir karena macet di jalan, tapi entah mengapa kata-kata itu tak bisa terucapkan.

"Ah, iya—aku telat bangun—karena—" jawabku dengan nada sedikit malu.

"Karena?" tanyanya heran.

Tapi sebelum aku menjawab. Ia sudah berada di depan kelasnya, dan yang untungnya belum ada guru yang nongol3.

"Ah—eh aku duluan ya, nanti kasih tau kenapa kamu bisa telat bangun ya Za." serunya dengan riang.

"He eh pasti." jawabku singkat.

"Aku duluan ya, bye." serunya sambil melambaikan tangan, lalu aku pun melambaikan tangan juga, dan segera bergegas ke kelasku yang hanya tinggal hanya melewati 5 kelas lagi.

Sesampainya di kelas aku langsung duduk di bangku paling depan, ya seperti biasa karena di kelasku siapa yang duduk paling belakang dia yang paling rajin, bukannya yang duduk paling depan yang paling rajin. Bersamaan pada saat aku menyimpan tas di bawah meja seseorang dengan tubuh tinggi, besar, bermata hitam, serta alis yang seram, dan rambut di ikal, menghampiri ku.

"Wah wah, lihat siapa yang datang." katanya dengan nada sedikit menggoda,

"Wah wah," jawabku sambil menggeleng-gelengkan kepala "Lihat siapa yang menghampiri ku."

Dalam sekejap seluruh kelas sepi, sepertinya mereka tau bahwa aku dan Ilham akan memulai keributan, sehingga semua orang yang ada di kelas 2-IPA5 berkumpul di belakang kami berdua dalam sekejap.

"Za, jangan mulai lagi deh, kemaren aja kalah." kata seseorang di belakangku yang kukenal suaranya adalah Riza.

"Bener tuh apa kata Riza." jawab salah seorang perempuan yang berada di belakang Ilham, yang tidak lain ku kenali adalah Era Febrianti.

"Alah, kemaren dan sekarang itu beda." kataku yang percaya diri.

Sedetik kemudian wajah Ilham berubah menjadi lebih seram.

"Hah?" katanya."Kau bilang bisa mengalahkanku dalam duel kali ini Reza Ahmad Setiadi?" katanya percaya diri.

"Tentu saja, segala hal bisa berubah Ilham Rabani Kimo!" aku membantahnya.

Lalu semua orang di kelas mulai berbisik-bisik, mereka seperti biasa menentukan taruhan siapa yang akan menang dalam duel FCR world wide, yaitu Force Crisis Romance world wide, dalam FCR pemain memperebutkan sebuah wilayah, yang terdiri dari 14051 wilayah yang berbeda dari seluruh penjuru Reminece world. FCR adalah game online-RPG yang paling populer di seluruh Dunia, karena di dalam game ini pemain bisa bermain, belajar, dan tidak hanya memperebutkan wilayah, karena pemain juga hanya bisa menggunakan satu character yang tidak bisa di delete atau di pindah tangankan, sehingga menjadikannya seperti dunia nyata, dalam game ini hampir seluruh masyarakat Indonesia memainkannya, ada yang menjadi penduduk biasa hanya untuk mencari pasangan atau menjadi squad dan soldier yang bergabung pada sebuah guild yang tertarik untuk mempunyai wilayah. Dan ada satu lagi job yaitu hunter yang berkelana mencari kesenangan sendiri. Karena dalam game ini ber-basic zaman kerajaan dan masih menggunakan panah, dan pedang sebagai senjatanya, maka banyak masyarakat lansia yang menghabiskan waktu nya untuk bermain game ini.

"Aku!" teriak Ilham pada semua orang. "Namaku Ilham, sang pengembara dunia bawah!" mendengar semua itu semua orang yang mendukungnya bersorak.

"Kurasa duel kali ini kita lakukan pada jam istirahat saja" potong seseorang dibalik kereumunan, dan mengembalikan suasana menjadi hening. Semua orang yang menghalangi langkahnya mulai menyingkir. Ternyata, yang berbicara adalah ketua kelas 2-IPA5 Korry Archendy dalam FCR menjadi ketua guild EXC-EXCALIBUR yang merupakan guild ke-10 terbaik diantara ribuan guild lainnya yang ada di dunia.

"Huh, Korry, kamu mengganggu saja" kata Ilham dengan nada kesal,

"Kenapa? Apakah kamu mau menantangku? Jika kamu tidak mematuhi perintahku sekarang juga maka—"

"Iaiaia aku mengerti dasar bodoh!" potong Ilham. " Kau akan ku lumat istirahat nanti REZA!"

"Silahkan, bila kamu bersikeras." jawabku dengan nada tenang.

Ilham hanya mencibir dan kembali ke tempat duduknya, lalu mengeluarkan portablenya.

"Huyuh—terima kasih Kor, kau menyelamatkan ku—sesaat" seruku sambil mengambil napas panjang.

Korry orang yang bertubuh agak besar, dan suara yang khas dengan mata berwarna hijau alami, mengangguk seraya berkata "Hati-hatilah—mungkin—suatu hari nanti kalian akan menjadi teman sejati—ahaha—"

"What? apaan tuh…?" tanyaku heran.

Tapi sebelum aku bertanya lebih lanjut guru matematika Pak Dude sudah datang dan langsung mengabsen murid-murid.

Lalu pelajaran matematika dan Bahasa Inggris pun berlalu, dan sekarang adalah istirahat, seperti yang sudah di janjikan oleh Korry, aku dan Ilham log in ke dalam FCR

"Heii, orang cacad minggir kau!" sentak Bloody Read yang menjadi nickname character Ilham kepada player lain yang menghalangi jalannya

"Ckck, kau harus bersifat halus sayang" seru Nia-Exa yang kata Ilham dia adalah pacarnya di dunia nyata, tapi apakah mungkin orang se-seram dan se-egois Ilham bisa mempunyai pacar? "Heii! Zenoga! a.k.a REZA AHMAD SETIADI! KELUARLAH KAU!" teriak Bloody Read

"Aku disini Bloody Read a.k.a ILHAM RABANI KIMO!" teriakku dari atas rumah,

lalu aku pun langsung melompat turun dari atap rumah tersebut, dan bertatap muka dengan Bloody Read.

"Hmm, sepertinya kamu tidak punya style sedikit ya ham?" kataku dengan suara terkekeh-kekeh, memang Bloody Read mempunya postur badan yang kekar baju compang camping dan dengan equipnya yang ia buat sendiri yaitu claw, dan kapak super besar yang menurutku cukup untuk menghancurkan satu kelas, dan yang tentu saja equipnya selalu berwarna merah darah menandakan keseramannya.

"Hah!" katanya. "Untuk apa bermodal style kalau copox4! benarkan sayang?"

Nia-Exa mengangguk tanda setuju.

"Cih, aku bosan dengan kesombongan mu!" dalam satu kedipan aku menyerangnya dengan cepat, pedang melengkung bermata satu dengan panjang 60cm yaitu katana mulai menyabet baju Bloody Read yang pada saat itu sedang lengah.

"Wow wow, nyantai bro!" katanya.

Lalu Bloody Read pun langsung membalas seranganku, ia mengeluarkan cakar-cakarnya dan menyerangku dengan cepat, tetapi tidak lebih cepat dari serangan katanaku yang sudah mengenai bahu Bloody Read, Bloody Read menggerang kesakitan saat terkena tebasan katanaku,

"Ku—kurang ajar! Akan ku lumat kau menjadi bubur, ZENOGAAA!" teriak Bloody Read murka, dalam satu kedipan ia menyerangku, tetapi masih dapat di hindari oleh ku, sesaat kemudian, tangan kirinya yang masih terbuka belum mencoba menebas, saat ini mulai menyayat-nyayat, tapi tidak ada satu serangan pun yang mengenai tubuhku.

"Hah! Hanya ini! Apakah hanya segini serangan mu!" ejekku.

Bloody Read terus menyerangku, tapi aku pun terus menghindarinya tanpa bisa menyerang balik karena serangannya sungguh cepat, "Cih—dia menaikan ASPD5 nya terlalu cepat!" bisikku dalam hati.

"Kenapa! Apakah kau hanya bisa menghindar! Kalau begitu terus kau akan kalah!" ejek Bloody Read.

Secara perlahan-lahan serangannya mulai lebih cepat, kali ini aku tidak menghindari serangannya karena seranganya terlalu cepat, tetapi tetap saja masih belum bisa mengenai tubuhku karena serangannya terus ditahan oleh katanaku,

"Kau salah memilih lawan! Kau seharunya menyerah saja! Lihatlah! Kau hanya bisa bertahan tanpa menyerang ku! Perbedaan kekuatan kita sangat jauh! ZENOGA!"

"Hmph" singkatku.

Aku menarik nafas panjang dan mulai melompat ke udara, sehingga seluruh bagian tubuh dan equipku kali ini terlihat jelas di bawah cahaya matahari. Aku yang menggunakan pakaian light armor, dan blazer, disertai dengan syal panjang, dengan equip-equip yang familiar, katana yang bagian logamnya bercorak singa putih , dan juga dual dagger yaitu 2 pisau yang bisa di gabungkan menjadi sebuah spear.

"Kau ingin melihat serangan ku?...as you wish!" kataku sambil melompat di atasnya.

Dengan sangat cepat aku menjatuhkan badan ke belakang Bloody Read dan dengan satu gerakan membalik aku menebas punggungnya, Bloody Read kembali mengerang kesakitan, lalu ia pun langsung berbalik, dengan setengah gerakan akan berbalik ia menghantam tanah dengan cakarnya, —BUUM!—

"Rasakan ini!" Teriaknya.

Dalam sekejap tanah mulai terbelah dan aku pun melompat menjauh dari belahan tersebut, tetapi player lain yang tidak sempat melarikan diri terjatuh ke dalam lubang itu dan artinya ia game overdan harus mengulang permainan kembali dari awal.

"Kau!" kataku. "Kau! Tidak tau mal—!"

—SLEEB— dalam sekejap Bloody Read sudah berada di depan ku dan menusuk perut ku dengan kedua tangannya yang ber-equip claw,

"Urrg—ohok—"

Aku pun mulai kesakitan, tapi aku tidak pantang menyerah, dalam sekejap aku langsung mengeluarkan dual dagger, dan dalam sedetik dual dagger tersebut sudah berada di kedua sisi perut Bloody Read,

"UAAKH!" teriaknya.

Lalu kami pun meloncat menjauh, Bloody Read terlihat sangat kesakitan dengan luka-luka nya di bagian bahu, punggung dan perut.

"Ohok—urg—boleh juga" katanya dengan suara serak.

Lalu dengan satu gerakan ia melompat dan mengeluarkan Kapak super besarnya, —TRANGG— kedua equip kami beradu, katanaku dan kapaknya, ini tinggal pertarungan adu tenaga.

"Kau tak akan bisa menang!" kata Bloody Read dengan sombong

"Oh ya! Kita lihat saja nanti!" jawabku.

Karena kedua equip kami terus bergesekan sehingga menciptakan percikan api, selama 5 menit aku mencoba bertahan dan mendorong katanaku pada Bloody Read, tapi kekuataan Bloody Read terlalu kuat, sehingga semua doronganku tak ada hasilnya.

"Sial," bisikku dalam hati "Ia mencoba menghabiskan seluruh tenagaku dulu."

Dan memang benar ia sedang mencoba menghabiskan seluruh tenagaku, Karena ia dari tadi kelihatan tidak menekan balik kapaknya yang besar itu.

"Cih, taktik mu sudah basi!" ejekku

Tak ada perubahan dalam wajahnya, sepertinya ia mempunyai taktik lain, karena aku mulai kelelahan aku langsung melompat kebelakang mencoba menjauh dulu darinya.

"Hahahaha!" Bloody Read tertawa dengan puas.

"Kenapa?" tanyaku yang keheranan melihat Bloody Read tertawa sendiri.

Tapi ia tidak menjawab melainkan langsung berlari menyerbuku, ia mengayunkan kapak yang super besarnya kesamping saat aku mencoba menghindar, dan —TRANG— katanaku menyelamatkan nyawaku, ia menahan serangan kapak Bloody Read, saat Bloody Read langah Aku langsung menendang tubuhnya, ia terjungkir agak jauh meninggalkan kapaknya.

"Heii!...kapakmu ketinggalan pria tak punya gaya!" ejekku.

Sepertinya ejekanku kali ini membuatnya murka, dalam sekejap ia melompat dengan mengeluarkan kembali cakar-cakarnya, sambil menjatuhkan diri ke samping ia menebas ku, aku yang lengah mengerang kesakitan, pada saat akan aku balas kembali serangannya ia sudah tidak ada di sana, ternyata ia sudah melompat ke belakangku, mencoba mengambil kembali kapaknya, saat tangannya sudah memegang gagang kapaknya, aku menebas tangannya, ia langsung menarik kembali tangannya, dan memegang tangan nya yang tadi ku tebas, selagi ia lengah aku mengayunkan katanaku kembali, dalam dua tebasan di bagian bahu dan tubuhnya ia terjatuh, "SAYANG!" teriak Nia-Exa pada saat Bloody Read terjatuh,

"Kau lihat" kataku "Ini bukan masalah perbedaan kekuatan, ini ha—"

"Kau tak layak menceramahiku! Aku belum kalah!" potong Bloody Read.

Ia mencoba bangun kembali dan menyerangku dengan cakarnya, tapi aku menghindarinya dan memukul punggungnya dengan tangan kosong.

"Sudahlah, terima saja kenyataannya"

"Benar sayang, ini bisa menjadi pelajaranmu yang pertama dengan menerima kekalahan, karena selama ini kamu tidak pernah kalah." kata Nia-Exa yang tidak kusadari sudah berada di samping Bloody Read yang mencoba bangun.

"Ku—kurang ajar—" kata Bloody Read dengan kesakitan.

"Sayang, ayo kita pergi."

Lalu ia dan Nia-Exa langsung ber-teleport entah kemana, meninggalkanku dan kapak Bloody Read yang super besar itu.

"Kita akan bertemu lagi, dalam game yang berbeda dan situasi yang berbeda Reza—jika kau benar orang yang berada dalam blacklist ayah." suara Nia-Exa dari langit.

"Apa? Apa maksudmu!" tanyaku heran.

Tetapi tak ada jawaban, tentu saja Karena Nia-Exa sudah ber-teleport entah kemana.

"Cih—apa pedulinya aku. Nah baiklah aku akan istirahat sebentar lalu log out" kataku.

Pada saat membalikan badan, aku melihat semua orang yang tadi menyaksikan bertepuk tangan padaku, dan teman-teman kelas yang tadi bertaruh membayar dengan gold6yaitu mata uang dalam game FCR ini.

"Woho! Za! Hebat banget tadi! Keren-keren!" kata salah seorang character yang menggunakan pakaian khas knight, menggunakan heavy armor dan jubah yang berlambang guild DE_EternaL dengan senjata broadsword di pinggangnya dengan tameng di tangan kirinya dan mengendarai kuda berwarna putih.

"Zalc atau boleh kupanggil Riza?"

"Hah! Tau dari mana kau bahwa aku bermain FCR" tanyanya heran.

"Ya ia lah, orang kamu bawa portable di tas kamu meskipun gak pernah memainkannya di kelas sih, tapii yaah…kebanyakan orang bermain FCR di portable kan?"

"Waah! Dasar tukang geledah tas orang tanpa permisi."

"Bukan tanpa permisi, tapi tanpa izin kali." kata salah seorang anggota guild DE_EternaL yang lain, dan kali ini sepertinya mengayomi job archer, karena menggunakan light armot, dan syal merah, dan membawa elang di bahunya, panah yang panjang dan arrow yang banyak.

"Hmm—kamu siapa?" tanyaku padanya.

"Perkenalkan namaku Accurate-En biasa di panggil Accurate doang." katanya dengan santai.

"Heh! Ngapain elo disini" tanya Zalc.

"Boleh dong," jawabnya. "aku kan ingin melihat kemampuan Zenoga yang konon selalu cinta damai"

Memang aku selalu character yang dijuluki si calm karena selalu santai dan menghindar dari permasalahan, tetapi sekali terlibat pertarungan, tak ada yang bisa mengalahkanku kecuali Bloody Read.

"Alah," kataku "Ah iya gue log out ya, belum ngerjain pr"

"Pr apaan Za?" Tanya Zalc.

"Itu—FISIKA!" teriakku yang baru ingat, tanpa basa basi lagi aku pun langsung menekan tombol log out yang berada di menu game.

"He," kata Accurate. "Holy crap! Baru aja ketemu, uda pergi lagi."

Pada saat aku log out dari FCR bel masuk berbunyi.

"AH! Sial aku belum ngerjain fisika!" teriakku.

"Haha! Kasian deh! Nih aku pinjemin." kata seorang perempuan yang duduk di belakangku yaitu Cindy.

"Wah! Beneran! Makasih banyak ci—maksudku nur…err…"

" Cindy Nurfalah! Inget itu!" katanya.

"Oh! Iya thank's ya cin." Jawabku sambil membuka bukunya.

"Ah gapapa, cuman nanti kasih tau ya siapa cewek yang bareng sama kamu tadi pagi." Katanya.

"Apa?" kenapa dia bisa tau kalau ternyata aku datang ke sekolah berdua dengan Resna? Tapi aku tidak mengiraukannya terlalu lama, dan aku langsung kembali fokuspada contekan Cindy.

"Ih, dingin banget! Jawab dong." kata Cindy kesal.

"Iya, iya." jawabku singkat

Setengah jam kemudian Pak Deden guru fisika, sudah masuk kelas dan menyuruh Korry sebagai ketua murid untuk mengumpulkan tugas, untungnya berkat contekan yang diberikan Cindy, aku terselamatkan dari push up dan sit up.

"Huyuh~ selamet-selamet"

"Ehem, lalu siapa cewek itu? Pacar? Sodara? Kecengan? Atau selingkuhan?" kata Cindy langsung ke inti permasalahannya,

"Iya jadi—aah—Baru kenal tadi doang ko, dia cuma temen terlambat." Jawabku singkat.

"Tapi ko kayanya kamu seneng banget yah?" katanya yang semakin penasaran.

"Aah! Biarlah" aku menghindari pertanyaannya.

"Hahahaha" Ia hanya tertawa, yang kupikir awalnya ia akan bertanya lagi, lalu entah mengapa sebuah pemikiran cerdik terlintas di pikiranku.

"Eh cin? Kamu temenya Resna yah?" tanyaku.

"Memang, hahaha." Jawabnya singkat.

"Oh great, kenapa kamu bisa tau aku tadi bareng sama dia?"

"Eaa, dia tadi nge-sms aku." Jawabnya sambil mengeluarkan hp nya mengayun-ayunkannya ke atas-kebawah

"Gimana?"

"Gimana apanya?" tanya cindy heran.

"Ya gimana nge-smsnya lah." Tanyaku lagi.

"Ya gitu aja, kamu sekelas sama yang namanya Reza yah? Blabla…ya gitu we lah pokonya." jawabnya dengan tawa yang sedikit di tahan,

"Mana liat smsnya?" katakku.

"Gamau, Blee!"

"Hei come—"

"Reza Ahmad Setiadi." potong Pak Deden,

"Dipanggil tuh, kamu sih." bisik Cindy padaku.

"Diem!" bentaku padanya.

"Ah bagus, pasti di marahin." bisiku dalam hati.

Lalu aku pun langsung maju kedepan.

"Ia Pak saya Reza."

"Pulangnya kamu ke ruang guru, dan temui guru mata pelajaran TIK kamu." Katanya lurus.

"Oh iya Pak, memangnya ada apa ya Pak?" tanyaku.

"Masalah pribadi." jawabnya datar

"Tapi Pak.."

"Sudah, silahkan duduk atau mau Bapak suruh kamu sit up?" potongnya dengan nada mengancam, seluruh kelas serentak tertawa pada saat Pak Deden mengucapkan sit up.

Untuk apa aku menghadap ke Bu April guru TIK kami padahal aku tidak punya salah, pikiranku terus memikirkan panggilan tak jelas ini.

Pulangnya aku langsung ke ruang guru dan mencari guru TIK kami yaitu Bu April, tapi alhasil aku tidak menemukannya di ruang guru. Lalu aku memutuskan untuk bertanya ke ruang piket dan ternyata katanya Bu April katanya sedang berada di , tanpa pikir panjang aku pun bergegas ke sana dan ternyata benar ia sedang berada di Lab, tetapi yang mengherankan adalah banyak juga siswa dan siswi yang berada di Lab, tetapi aku tidak terlalu menghiraukannya dan langsung berbicara pada Bu April, setelah berbicara pada Bu April ia menyuruhku untuk duduk. Sebelum duduk aku melihat ke sekeliling, mencoba mengenali wajah-wajah siswa dan siswi yang bernasib sama denganku, pada saat pandanganku berada ke meja kanan pojok belakang, seorang perempuan yang kukenali wajahnya sedang serius pada layar laptop nya, aku berani bertaruh itu adalah Resna, tapi apa yang ia lakukan di Lab komputer? Aku pun memilih duduk di sampingnya, dan pada saat aku duduk ia masih belum juga menyadari bahwa aku sudah berada di sampingnya, lalu kuputuskan untuk mengintip laptopnya, ternyata ia sedang menginstall plugin game pada laptopnya.

"Kenapa gak pake portable7aja?" tanyaku

Ia melompat kaget pada saat aku berbicara di telinganya sehingga seluruh pandangan beralih pada kami untuk sesaat.

"Re—Reza! Ngapain kamu disini?" tanyanya kaget

"Ya sama bernasib sepertimu, di panggil tanpa alasan" jawabku.

"Jangan-jangan!" katanya.

"Apa? Kenapa?" tanyaku heran.

"Kamu belum tau kenapa kami semua di panggil?"

"Ye ela, emang udah di kasi tau?" aku malah balik bertanya.

"Ya…"

"Resna, jangan beritahu dia dulu!" potong Bu April yang menyadari pembicaraan kami,

"Ah, eh iya Bu…maaf" kata Resna sambil menunduk dan langsung kembali fokuske laptopnya lagi.

"Huyah! Keren, gak tau alasan di panggil, pas di panggil malah ga boleh di kasi tau gara-gara apa dipangggilnya! Dasar sekolah aneh!" gerutuku dalam hati.

Sementara aku terus mengeluh di pojok, Bu April terus ngoceh di depan.

"Ngapain sih si Ibu? Gak kedengeran." kataku pada Resna.

"Yauda pindah aja ke depan, lagian kamu kan gak tau apa-apa" jawabnya dingin.

Tanpa basa basi lagi aku langsung mengambil tasku dan langsung pindah kedepan, yang akhirnya sekarang makin jelas apa yang Bu April bicarakan, ternyata itu mengenai world wide web, atau yang biasa di sebut triple W alias "www", tapi yang aneh adalah dari semua ocehan Bu April tak ada satupun kata-kata yang nyambung ke mata pelajaran TIK sampai akhirnya Bu April menerangkan tentang "Raising Cursed Hacker".

"Hah apaan tuh norak banget." kataku dalam hati.

"Nah kalian mungkin sudah tau kenapa ibu mengumpulkan kalian di Lab komp ini, kecuali tentu saja Reza, yang bisa di anggap Special Guest" kata Bu April sambil melirikku,

"Maaf…kalau boleh tau sebenarnya ada apa ya?" tanyaku yang mengambil kesempatan.

Seketika seluruh kelas berisik pada saat aku menanyakan hal tersebut.

"Sst, kalian semua diam" jawab Bu April. "Sepertinya kamu tidak pernah menonton berita ya, sekarang tepat tanggal 23 Maret 2023 adalah puncaknya pembuatan Program 'Hyper Hacking System Virus Global' dan pada jam 20.00 malam nanti semua kegiatan yang menggunakan sinyal akan terhenti dan semua akan berjalan kembali pada jam 06.00 pagi besok."

"Memangnya kenapa kalau itu terjadi?"

"Yaaa.." kata Resna yang akhirnya mulai bicara. "Karena adanya 'Hyper Hacking System Virus Global', maka munculah game bernama Raising Cursed Hacker ini.",

"Ya terus? Bagus dong aku jadi bisa main…err…ya semacam itulah" kataku ragu-ragu.

Semua kelas hening tak ada yang tertawa atau pun bicara.

"Karena, game itu bukan game biasa" kata Bu April memecah keheningan. "Game itu adalah game yang mempertaruhkan nasib seluruh umat manusia yang ada di dunia, karena game itu adalah—" Bu April kelihatannya ragu, tapi ia melanjutkannya.

"Karena game itu bertempat dan berlatar belakang dunia kita, sekali game over maka kita akan benar benar mati, makanya sekarang seluruh dunia sedang mempersiapkan para gamers"

Aku yang baru mendengar itu sekali dalam seumur hidup sangat terkejut, bukan terkejut karena takut tapi karena senang. WOW banget, dunia kita akan jadi dunia game!

Tetapi masih ada yang janggal, jadi aku memutuskan untuk bertanya lagi.

"Kenapa harus para gamers? Kan ada tentara dan segala macamnya lah."

"Karena, senjata biasa tak bisa melukai monster-monster yang datang dari dunia games atau yang sekarang kementrian sebut fiends,8 karena mereka semua hanya bisa di lukai oleh senjata dari games, tapi karena pada fiends adalah virus yang sudah di hack oleh seseorang, maka mereka bisa dengan mudah menyerang manusia, lihat lah di berita-berita banyak yang terluka tanpa alasan kan? Jadi dalam hal ini para gamers lebih berbakat memainkan senjata games, karena mereka semua sudah terkait dalam 'connecting parental weapon'." jawab Bu April.

"Connecting apa tadi? Kenapa bisa terjadi connecting?" tanyaku.

"'Connecting parental weapon', itu sudah terkait dengan otak, karena itu adalah imajinasi senjata kalian dalam games, karena biasanya gamers, mempunyai otak imajinatif, kreatif, karena mereka selalu berkhayal tentang games, berbeda dengan para tentara dan lainnya, mereka hanya tidak terlalu sering berkhayal."

"Oh," kataku yang menyadarinya, karena aku pun sering berkhayal berkelana ke dunia MAR heaven.

Semua kembali terdiam hening.

"Kalau begitu" kembali Bu April memecah keheningan " Kita lakukan pembuatan guild real yang akan melindungi seluruh kota, bukan menghancurkannya"

"Hah?" kataku bingung. "Kenapa? Memangnya ada yang mau menghancurkan kota selain fiends ini?"

"Tentu, mereka-mereka yang dibayar oleh Hacker untuk menguasai dunia." Jawab Bu April

"Ta—"

"Baiklah!" potong Bu April. "Kita lakukan seleksi untuk memilih leader guild kita ini."

"Kenapa tidak ibu saja?" aku kembali bertanya.

"Karena ibu tahu ada orang yang lebih mahir main gamenya dari pada Ibu? Apakah ibu salah reza?" jawab Bu April yang sepertinya sudah bosan menjawab semua pertanyaanku ini.

"Ah—benar juga—" Senyumku

Sekarang aku baru menyadari bahwa semua orang sedang sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya, dan setelahku perhatikan sekeliling mereka sibuk mengeluarkan sebuah, pulpen, flashdisk, kacamata, gantungan kunci, dan barang-barang lainnya.

"Aaa? Kalian? Sedang apa? dan kenapa kau mengambil mistar? Bukannya portable" tanyaku heran pada seorang laki-laki di sebelah ku yang sedang mengeluarkan mistar.

"Oh ini, ini adalah weapon, kami semua di beri ini oleh Kementrian, lagi pula, kita kan akan bermain di dunia nyata, untuk apa portable?" jawabnya.

"Oh iya—tunggu—what! Weapon? Oleh kementrian? Kueren!" kataku dengan terkagum-kagum.

"Memang." jawab lelaki itu.

"Reza," Panggil Bu April "Kemari."

Tanpa pikir panjang aku langsung menghampirinya.

"Ya Bu?" tanyaku

Lalu ia mengeluarkan 4 buah senjata mainan mini, yaitu, pedang, kapak, bow, dan pisau,

"Pilihlah salah satu" katanya.

lalu aku pun memilih pedang, dan seketika pedang itu berubah menjadi mesin kecil kecil,

"Excuse me! Apa ini?" tanyaku kaget. "Kukira akan berubah menjadi pedang?"

"Itu mulai sekarang adalah senjatamu—"

"Ya tapi," potongku. "Masa mesin kecil mungil kayak gini bisa jadi senjata?"

"Tunggu Ibu selesai bicara kenapa sih Za?" kata Bu April jengkel.

"Oh ia, Maaf, silahkan lanjutkan." Kataku sambil memalingkan wajah

"Itu belum berbentuk, tapi bisa di bentuk dengan menggunakan 'connecting parental weapon' tadi, yah dengan kata lain, menggunakan imajinasi lah." Jawabnya datar.

"Oh," kataku. "Jadi begitu! Baiklah!"

Awal nya aku bingung ingin membuat senjata model apa, tapi akhirnya aku berimajinasi membuat sebuah Pedang yang bergagang pegangan shotgun, lalu pedang tersebut memanjang sekitar 60-65cm dan mempunyai 1 mata pisau, dan mata pisau lainnya di isi dengan 2 moncong shotgun tersebut, tak lama kemudian pedang itu terbentuk, aku membuka mataku dan melihat pedang tersebut, yang kali ini terlihat jelas seperti apa, yaitu pedang multifungsi rifle dan katana hybird yang di gabung dan biasa disebut pedang gunblade.

"Kunamakan Exeter," seruku "Keren, percis seperti yang kubayangkan." Kataku sambil membalik-balikan Exeter.

"Bisakah kau membuat yang lebih simple dari ini?" Protes Bu April

"Kenapa? Menurutku ini oke-oke saja—"

"Terserahlah, yang penting sekarang berbarislah di depan Lab." Potongnya.

Sesuai perintah Bu April aku pun langsung berbaris bersama murid-murid yang lainnya, aku yang baru pertama kali dipanggil oleh Bu April mau tak mau harus baris paling depan.

"Ibu akan melakukan seleksi dengan system gugur, tentu saja real bukan game, yang namanya Ibu panggil silahkan kedepan, kita lihat, ah Reza dan Fikri."

"Jiah belum apa-apa langsung dipanggil" kataku dalam hati,

Aku pun langsung kedepan bersama orang bernama fikri itu, dan ternyata orang bernama fikri itu bertubuh jangkung rambut kriting , dan terlihat cengosmenurutku.

"Kalian berdua akan berduel, dan yang menang akan bertahan, yang kalah akan dikeluarkan dari calon leader, mengerti?"

Aku dan Fikri mengangguk.

"Oh ia," tambah Bu April. "Jangan ada yang sampai membunuh atau menyebabkan cacat"

"Sip!" kataku.

"Cih bacot9." ejek Fikri.

"Apa!"

"Baiklah siap kalian berdua?" tanya Bu April

"Dengan senang hati bu!" kataku yang sudah mulai kesal dengan sikap Fikri.

"Ibu akan menggunakan support item dari kementrian untuk mengirim kalian ke Arena tempat duel" lanjutnya.

"Kami juga ikut kan bu?" tanya seorang perempuan di barisan ke-2

"Kupikir—" jawab Bu April.

"Biarkan mereka ikut bu," potong Fikri. "Supaya mereka semua bisa tau kehebatanku!"

"Som…" kataku.

"Baiklah, kalian boleh ikut." potong Bu April.

Lalu Bu April mengeluarkan cincin berwarna perak dan ia memakainya di jari tengah, lalu Bu April menekan Mutiara Cincin tersebut.

"Semua gamers di sini" katanya pada cincin tersebut.

Dan dalam sekejap muncul sebuah pintu dan pintu tersebut menyedot kami. Kami semua dikirim ke sebuah padang rumput, yang dihapit 2 bukit, yang menurutku ini seperti wallpaper defaultnya Windows XP10.

"Oke, Kita sampai disini, Ibu Perkenalkan ini adalah 'The way to the Heaven' disini kalian akan dilatih oleh ibu, dan tentu saja ibu yang membuat tempat ini tanpa bantuan kementrian, haha" katanya dengan bangga.

"Bersiaplah." kata Fikri yang sepertinya sudah tak sabar.

"O-ow," kata Bu April. "Baiklah, Kita akan mulai test ini."

Lalu Fikri pun melemparkan flashdisk ke udara, dan dalam sekejap flashdisk itu berubah menjadi sebuah senjata bergagang sangat panjang dan mempunyai 3 batang logam yang tidak lain itu adalah tombak standar. Begitu pula denganku, aku langsung mengayunkan tanganku ke samping dan dalam sekejap Exeter sudah berada di tanganku, begitu aku mengeluarkan senjataku semua orang langsung berisik.

"Huh! Dasar sombong! Apa bagusnya senjata kalau skillnya tidak ada!" kata Fikri.

Aku yang merasa tersinggung langsung membalas perkataannya.

"Diam pop corn." ejekku

Sepertinya ejekanku membuat semua orang tertawa, dan benar saja semua orang langsung tertawa.

"Cih! Akan kutunjukan seberapa hebatnya diriku!" katanya, dan ia langsung melompat ke udara.

"Wha! Kenapa manusia bisa melompat seperti itu!"

"Kaget!" ejeknya.

Tak ada yang menjawab, semua mata terpaku pada Fikri yang sedang bersiap menyerang dari atas.

"Heii, jawab dulu pertanyaan—" Teriakku sekali lagi.

"Berisik!" potong Bu April.

"Hahaha!" Fikri tertawa di udara.

"Lah, sepertinya aku harus melawannya tanpa keraguan deh, nah dimana ka—" kataku sambil melihat ke atas

Dan pada saat aku melihat ke atas, Fikri sudah menjatuhkan diri dengan tombak yang bersiap di tusukan padaku, aku pun langsung melompat ke samping tepat pada waktunya,

"Crap! That's was close!" teriakku.

Fikri yang sudah berada di bawah kembali melompat ke atas untuk menyerang lagi, tapi kali ini dia lebih cepat menjatuhkan dirinya, dan untungnya aku masih lebih cepat menghindari seranganya.

"Dasar pengecut! Hanya bisa menghindar saja!" ejek Fikri.

Karena diejek begitu aku pun mulai naik darah, kali ini aku berlari menyerbu dia, ia pun membetulkan tombaknya yang tadi tertusuk ke tanah, dan sekarang menyayat-nyayatku tapi masih bisa ku tahan dengan Exeterku, dan dalam sekejap aku sudah bertatapan muka langsung dengan fikri.

"Hei…kau terlihat…tegang!"

Aku langsung menebas tubuhnya, lalu darah pun bercucuran di tubuhnya dan ia langsung terjungkir kebelakang.

"AAH!" Teriaknya "Kurang ajar!"

"Tenang, tidak kena bagian vital." Kataku dengan tenang.

Ia bangun kembali, kali ini ia memperlihatkan wajah yang seram.

"Kau akan MEMBAYARNYA!" Teriaknya.

"Boleh, pakai apa?"

"Dengan," katanya yang langsung berlari dan mengayunkan tombaknya ke udara. "INI!"

Karena aku mengira ia akan menghentakannya ke tanah, aku pun langsung melompat ke samping tapi ternyata tidak, ia malah mengayunkan tombaknya ke samping juga, sehingga sisi kiri perutku tertusuk oleh tombaknya.

"Uakh! SAKITT!" teriakku.

Aku yang belum pernah tertusuk langsung terjatuh.

"Kenapa? Kau hanya bisa beragumen di GAMES saja kan? Ini bukan GAMES ini REAL!" ejek Fikri.

Aku yang merasa tidak terima dengan ucapannya mencoba kuat, dan bangun kembali, tapi pada saat aku berlari tombaknya sudah menebas tubuhku sehingga aku terjungkir kembali kebelakang.

"Sial, aku belum terbiasa dengan urusan beginian!" bisiku dalam hati. "Ide, aku harus mencari cara lain supaya bisa mendekatinya walau pun hanya beberapa persen kemungkinannya."

Aku berfikir, tapi sepertinya Fikri yang mengetahui hal itu tidak membiarkan hal itu terjadi, ia langsung berlari menerjangku dengan tombak yang siap di tusukan.

"Selamat tinggal, special guest! HAHAHA!" Teriaknya.

Pada saat ia mengayunkan tombaknya, aku pun langsung bersiap di posisi akan menahan serangannya.

"Tak akan kubiarkan!" katanya.

Ia menusukan tombak nya berkali-kali padaku tapi semuanya berhasil di tahan Exeter, lalu aku pun memilih mundur beberapa langkah untuk mengambil nafas sejenak,

"Jiahaha! Kau tak ada apa-apanya!" Fikri mulai mengejek kembali.

"Konsentrasi, jangan hiraukan ejekannya." kata sebuah suara di dalam otakku.

"Apa itu tadi?" kataku pelan, "tapi—konsentrasi ya—baiklah!" bisiku dalam hati.

Akupun langsung menutupkan mataku sejenak, mencoba tenang dan focus.

"Lihatlah! Special guest kita menyerah sepertinya!" ejek Fikri.

Tapi aku tidak menghiarukan ejekannya, aku terus berkonsentrasi, dan aku merasakan kekuatan yang besar pada saat aku berkonsentarsi, aku pun membuka mataku dengan santai, kali ini tidak ada keraguan di hatiku untuk menyerangnya, aku pun berlari menerjang Fikri yang sedang menghampiriku dengan berjalan.

"Kau masih ingin mencobanya! Dasar keras kepala!" ejeknya sambil mengayunkan tombaknya, aku pun menghindari serangan pertamanya, ia kemudian memutarkan tombaknya, kali ini aku menunduk menghindari putaran tombaknya, sambil terus berlari, tinggal hanya beberapa langkah, aku mengambil keputusan melompat dan menebasnya, dalam satu gerakan cepat aku melompat dan menebas perutnya, Fikri menggerang kesakitan dan menjatuhkan tombaknya, aku berbalik dan langsung menebas punggungnya darah bercipratan dari punggung dan perutnya.

"CUKUP!" teriaknya.

"Minta maaf lah" kataku.

"Baik!" teriaknya. "Maafkan aku! Dasar bodoh!"

Aku langsung mengarahkan Exeterku pada wajahnya, ia pun langsung memundurkan kepalanya.

"HEI!" bentaknya. "Aku kan sudah minta maaf."

Kali ini mengayunkan Exeterku ke sampingnya.

"A…aku minta maaf," katanya. " karena sudah mengejekmu, d…dan juga meremehkanmu."

"Bagus" kataku sambil mengembalikan lagi Exeter ke bentuk aslinya, yaitu mainan pedang.

Lalu seketika semua orang bertepuk tangan, "Hebaat!" teriak beberapa orang, "Pertarungan yang bagus!" teriak beberapa orang yang lain.

Dan Bu April pun menghampiriku.

"Bagus Reza, kau sepertinya berbakat, walau pun tadi kamu terbawa emosi.." kata Bu April. Aku mengangguk tersenyum.

"Kau boleh istirahat" lanjutnya.

"Bagaimana dengan luka-luka kami berdua?" tanyaku.

Tanpa menjawab Bu April langsung mengeluarkan weaponnya yaitu kayu elder yang dikenal dengan kekuatan sihirnya yang kuat, berbentuk tongkat sihir.

"Heal!" teriaknya.

Lalu sebuah seberkas sinar muncul dari ujung tongkat sihir Bu April, dan dalam sekejap tubuhku mulai bugar kembali, semua luka-luka ku menjadi tertutup kembali seperti tidak terjadi apa-apa.

"Hebat!" kataku kagum.

"Terima kasih."

"Maksudku, weaponnya." kataku.

"Apa kau bil—"

"Sudah ya Bu," potongku. "Semoga sukses."

Lalu dengan cepat aku pergi meninggalkan Bu April.

Akupun memilih duduk di bawah pohon rindang di samping gate tempat kami masuk ke 'The way to the Heaven'"

Sambil melihat duel selanjutnya, yang sepertinya cukup menarik. Yang satu memakai tombak bermata pisau dua di belakang dan di depan, dan yang satu lagi memakai 2 pisau melengkung yang kira-kira panjangnya 20cm dan mempunyai corak garis-garis membentuk sebuah lukisan.

Kedua orang itu bertarung dengan sangat sengit, aku tidak tau siapa kedua orang itu tapi sepertinya mereka terlihat familiar.

"Siapa mereka, kenapa sih hanya…" kataku.

Aku pun teringatkan kelas XI-IPA5, kan ada gamers sehebat Korry dan Ilham kenapa mereka berdua tidak di panggil? Apa mereka menolak dan memberikan tugas ini padaku? Atau mereka sebenarnya bersama hacker dan pembuat virus itu?

Pikiran tersebut terus berada di kepalaku, sampai akhirnya seorang perempuan duduk di sampingku.

"Sedang apa?" tanyanya,

Aku yang sedang melamun memikirkan Korry dan Ilham melotot terkejut.

"Ah eh!" kataku gagap.

"Ahahaha, sedang mikirin siapa Za?"

"Eh," kenapa ia bisa tau namaku, dan sepertinya suaranya familiar, aku pun melirik wajahnya. "aah! Resna!"

"Kenapa?" tanyanya,

"Enggak"

"Lagi mikirin siapa Za? Kayanya dari tadi kamu serius banget deh?" tanyanya lagi.

"Enggak, bukan masalah besar." Jawabku.

"Cerita dong Za." Paksanya.

"Gak mau…"

"Harus!" teriaknya.

"Gak!" bentakku.

Lalu ia pun terdiam, karena kukira ia sakit hati maka aku pun minta maaf.

"Oke deh, maaf." Kataku dengan suara lembut.

"Apa? Oh ga apa-apa, nyantai aja." jawabnya.

"Kenapa diem?" tanyaku

"Lagi mikirin alasan kamu terlambat, dan tadi kepikiran aja pas kamu duel, kamu tuh terlambat gara-gara ke asyikan main game…" jawabnya.

"Emang bener ko." potongku.

"Apa!" tanyanya kaget

"Ya," kataku. "Tadi pagi aku terlambat karena malemnya main game sampe subuh."

"Wah!" teriaknya kaget. "Ko bisa?"

"Bisa dong, Reza gitu."

Ia pun tertawa, dan langsung terdiam lagi. Kuperhatikan ia sedang memandang langit, jadi kuputuskan untuk ikut memandang ke langit.

"Wow." Kataku. " Is it Beautiful."

"Iya, sangat indah." Jawab Resna.

"Oh ia, kamu sudah duel? Menang, kalah? Senjatamu apa?" tanyaku.

"Satu-satu kenapa sih?" keluhnya.

"Ah maaf." Kataku.

"Yaa, udah aku mah, kemaren.." kata Resna yang tidak memalingkan wajahnya dari langit.

"Hah! Kemaren!" tanyaku heran.

"Iya kemaren, Aku kemaren di kalahin sama orang yang bernama Korry apaaa gitu."

"Hah! Korry! Jadi dia ada di sini!"

"Iya memang, orang yang bernama Korry bertahan hingga akhir sama si Ilham, cuman Ilham gak dateng pas pertandingan tersebut, jadi aja, Korry yang di putuskan memenangkan duel final kemarin, dan yang sekarang menang dalam duel final, besok akan di duelkan dengan si Korry itu." katanya.

Jadi si korry sama si Ilham sudah tau semua ini, tapi ko mereka gak ngasih tau aku yah? Aku kan yah bisa dibilang berbakat.

"Jadi 20 orang ini sisa kemaren yah? Pantesan, gamers kan banyak di SMAN 8" kataku.

"He eh." kata Resna singkat.

"Tapi aku tidak mengira kamu suka maen game?" tanyaku.

Ia tak menjawab, sepertinya pikirannya sudah berada di langit.

"Mulai deh acuh-tak acuhnya." kataku

Aku pun langsung meninggalkannya yang sedang melamun memandang langit.

Beberapa jam kemudian, dan kali ini duel keduaku dengan pria bernama Faza, orang yang berpostur kecil ini memungkinkannya bergerak dengan lincah, rambut ber-style kebelakang, dan mata yang sipit berwarna coklat.

"Oke oke mari kita ber-DUEL!" katanya

Ia pun langsung mengeluarkan gantungan kunci berbentuk huruf FZ yang menurutku itu artinya 'Faza' dan mengayunkannya ke samping, dan munculah sebilah pedang, ternyata pedang tersebut berjenis samurai, yaitu pedang legendaris muramasa, pedang panjang melengkung dengan mata pisau satu.

"Konon pedang itu pedang iblis."

"Memang." Jawabnya singkat.

Dan benar saja, saat orang bernama Faza itu mengerluarkan pedangnya, hawanya menjadi berubah, yaitu menjadi hawa seorang pembunuh yang haus akan darah.

"Senjata yang bagus." Lanjutku.

Lalu aku mengeluarkan pedang mainan dari sakuku dan mengayunkannya, lalu keluarlah Exeter pedang berjenis gunblade, gabungan rifle dan katana hybird yang tidak melengkung.

"Interesting, kau—akan—menjadi—lawan—yang—menarik." kata Faza dengan suara seperti Iblis.

Lalu ia pun berjalan menghampiri sambil memegang muramasanya, dalam sekejap ia mengayunkan muramasanya ke sisi kanan leherku, aku menunduk,

"Wow! That close!" teriakku.

Lalu ia kembali mengayunkan muramasanya ke bawah, aku beguling ke samping dan langsung melompat menyerangnya, tapi seranganku berhasil di tahan olehnya, aku pun terus menyerangnya dengan cepat, tapi semua serangan ku berhasil di patahkannya, Faza mundur beberapa langkah, lalu ia langsung saja menyerbuku dengan tebasan tebasan yang super cepat, beberapa serangannya berhasil mengenaiku, aku mengerang kesakitan, lalu mencoba mundur beberapa langkah.

"Uh, memang iblis toh.." kataku.

"Sekali—Lagi—" katanya yang langsung berlari menerjangku.

Tanpa basa basi aku langsung melompat menerjangnya dan mengayunkan Exeterku, tapi sekali lagi di tahan oleh muramasanya Faza, aku terus menyerbunya dengan tusukan dan tebasan yang sangat cepat, ada yang berhasil mengenainya ada yang tidak, kami berdua terus saling menyerang dan bertahan dalam waktu yang sama, lalu aku pun memutuskan untuk mundur beberapa langkah untuk mengambil nafas.

"Iblis, memang beda." Kataku

"Ber—SIAPLAH!" teriak Faza padaku yang langsung berlari mendekatiku.

Aku melompat ke udara, dan menghentakan Exeterku ke Faza, tetapi Faza berhasil menghindarinya dan langsung melakukan hal yang sama, ia melompat dan langsung menghentakan muramasanya kepada ku, aku menghindar ke belakang, dan langsung menebas punggungnya, tak ada suara erangan atau teriakan saat aku menebas punggungnya, padahal punggungnya sudah bercipratan darah, Faza hanya berbalik tanpa ekspresi di wajahnya.

"Wow," katanya. "Sakit."

Ia langsung menusuk dan menebasku yang terdiam karena heran dengan keadaan Faza yang masih bugar.

"Ap—apa!" kataku yang baru menyadarinya. "Ku…kurang ajar! Rasakan ini!"

Aku pun kembali mengayunkan pedangku keatas mencoba melepaskan pegangan muramasanya faza, tetapi yang ada malah ia melompat menghindar.

"Baiklah," kata Faza dengan senyuman di wajahnya. "Cukup bermain-mainnya."

Ia pun langsung terjun kebawah dan melompat menerjangku.

"Inilah, the finale," Katanya. "Hellsing dive!"

Lalu ia memutarkan badannya di udara dan dan mengayunkan muramasanya membentuk bayang-bayang lingkaran, seperti ada angin yang mendorongnya ia langsung terbang ke arahku menembus bayang-bayang lingkaran yang ia bentuk tadi, pada saat aku bersiap bertahan, ia tidak menyerangku melainkan ia hanya melewatiku tanpa mengyunkan pedangnya sedikitpun.

"Apa?" kataku. "Apa yang…" dalam sekejap tubuhku seperti tertebas, darah bercipratan membentuk lingkaran dari tubuhku.

"Ap—apa yang!" teriakku kaget, begitu juga semua orang.

Sepertinya belum pernah ada yang melihat skill ini karena, semua orang terpana diam ditempat melihat serangannya Faza.

"Sepertinya kau kewalahan dengan bocah yang satu ini." terdengar sebuah suara di dalam otakku.

"Apa maksudmu?" kataku pelan.

"Wow hebat, kau tidak terkejut sama sekali mendengar suaraku."

"B..bagaimana aku bisa terkejut, k…kalau situasinya begini." Jawabku dengan suara serak.

"Benar juga, kalau begitu, akan kuberi tau bagaimana cara mengalahkannya."

"Pisahkan pedangnya darinya? Hell yes, I know tapi itu susah." Kataku.

"Masih ada satu lagi," suaranya mulai terdengar sayup-sayup. "Buatlah ia menggunakan hellsing cross, lalu pada saat ia sedang membentuk cross, kau gunakanlah skill mu, seperti dirge of live, atau…"

"A…aku mengerti" potongku.

"Tapi sepertinya kau tak akan kuat menggunakan skillmu itu, sebaiknya ka…"

"Berisik! Dan keluarlah dari pikiranku!" bentaku pada suara tersebut.

Lalu aku pun bangit kembali, dengan tubuh yang sudah penuh oleh sayatan dan tebasan.

"Reza! Sudah hentikan, kau akan mati!" protes Bu April dari pinggir.

"Berisik!" bentaku padanya.

"Re—"

"Biarkan—dia—mati." kata Faza dengan suara seramnya.

"Cobalah." kataku.

"Kalian!" benta Bu April.

Kami berdua tidak menghiraukannya, Lalu kami berdua langsung bertarung kembali, kali ini aku yang menebasnya lebih dulu dari tebasannya, sehingga ia menarik kembali ayunan pedangnya.

"Apa—yang—merasuki—dirimu—?" tanya Faza.

"Angel!"teriakku yang langsung berlari kembali.

Aku terus menyerangnya tanpa memberi celah untuk membalas seranganku, sampai pada akhirnya ia melompat.

"Kau tak bisa di remehkan—ya—?" katanya yang sambil melayang di udara.

"Cih," kataku yang sambil meludah darah.

"Kali ini—kau akan—menyesal."

"Wah? Cobalah?" ejekku.

Dengan cepatnya ia langsung terjun menerjangku dan menendang perutku, aku pun menggerang kesakitan karena ia pas menendang bekas luka tusukannya.

"Rasakan—ini," katanya sambil memejamkan mata. "Hellsing Cross!"

Aku terkejut, bukankah itu skill yang disebutkan suara aneh dalam otakku? Tapi kenapa? Ia bisa tau kalau Faza akan menggunakan skill tersebut? Dan bagaimana ia bisa tau?

Kali ini Faza melompat ke udara dan kakinya menendang udara ia pun langsung terbang jauh ke langit, dan ia membalikan badannya di atas, sehingga kepalanya menghadap ke bawah dan kakinya ke udara, dan percis seperti skill hellsing dive ia membuat bayang-bayang lingkaran, dan ia langsung menerjangku dengan cepat. Aku hanya diam di tempat sambil memandang ke atas dengan persiapan siap menyerang, dan pada saat ia mulai membuat cross dengan tangan kirinya aku melompat menerjangnya.

"Inilah, salah satu skill para pengguna weapon gunblade!" teriakku.

"Tidak—akan—mempan!" teriak Faza untuk pertama kalinya kudengar.

"HEAA!" teriakku yang sambil terus menukik ke atas, berlawanan dengan Faza yang menukik ke bawah. "He…hei kekuatan mu tidak cukup untuk melakukannya, kala…" suara aneh itu muncul lagi di otakku.

"This is my story, not yours." jawabku singkat.

"Haaa—" teriak Faza yang sudah menyelesaikan crossnya dan mulai mempercepat jatuhnya.

"Rasakan ini!" teriakku. "Overdrive gun!"

Lalu shotgun Exeter mulai menyala, dan langsung berubah menjadi berwarna emas, serta memiliki aura.

"Overdrive blade!" teriakku sekali lagi, dan kali ini katana hybirdnya yang menyala, dan berubah menjadi berwarna emas dan memiliki aura juga.

Tak lama kemudian kami bertatap muka, aku langsung mengayunkan Exeter yang kali ini berwarna emas cerah dan memiliki aura yang dahsyat ke Faza, tetapi ditahan oleh muramasanya.

Tetapi semua orang terlihat keheranan, karena ada dua Faza yang berada di udara, yang satu sedang menahan seranganku, dan yang satu lagi terkena aura tebasan overdrive Exeter.

"A…Apa!" kata Faza yang terkena serangan aura overdrive Exeter.

Lalu tanpa basa basi ia langsung menerjangku dan menebasku dengan hellsing dive, Faza yang menahan serangan Exeter menghilang, karena Faza yang menahan serangan Exeterku hanyalah fatamorgana.

"Kau juga terjebak—FAZA!" teriakku.

Dan benar saja, pada saat Faza menebasku, aku menghilang seperti halnya bayangan Faza.

"Apa? Bagaimana mungkin?" tanyanya heran.

"Disini!" teriakku.

Aku yang berada di belakang Faza selama ini, langsung menebasnya dan melucuti muramasanya, sehingga ia berubah kembali menjadi Faza yang normal.

"Apa!" katanya heran.

"You—lose" kataku.

Lalu kami berdua terjatuh, dan dengan cepat Bu April langsung menghampiri kami berdua.

"Kalian!" teriaknya.

"Tunggu!" teriakku. "I—ni belum b—berakhir—"

"Reza! Sudah cukup!" bentak Bu April.

Aku yang sudah setengah bangkit, langsung melompat menyerang Faza yang sedang mencoba mengambil kembali muramasanya yang tadi aku lucuti.

—SLEB!— Exeterku menusuk perut Faza.

"K…kurang ajar—kau yang…menang" katanya dengan suara terengah-engah."

Aku pun langsung menarik kembali Exeter, kali ini Exeter kembali menjadi pedang gunblade biasa yang berwarna merah karena darah.

"Kalian! Tadi itu…" bentak Bu April

"Hebat!" terdengar teriakan dari belakang kami, semua orang yang menyaksikan terkagum-kagum, "Mereka pantas menjadi leader kita!" teriak yang lain.

"Pertandingan yang bagus." lanjut Bu April.

Lalu ia pun langsung mengobati lukanya Faza terlebih dahulu, karena ia sudah sangat parah.

"Dari mana kau dapatkan kekuatanmu itu?" suara aneh itu muncul kembali.

"Dari tadi kurasa." Jawabku asal

"Sebelum sombong, berterima kasihlah padaku yang sudah memberi tahu skillmu dan cara mengalahkannya."

"Yayaya, terima kasih otak." Kataku.

"Aku bukan otakmu, tapi aku ini benda yang berada di sampingmu." Jawab suara tersebut.

"Apaan?" kataku. "Benda yang ada di sa…"

"He...hei!"

Aku yang sudah sangat kelelahan dan kesakitan langsung tertidur di padang rumput tersebut.

Dan hal yang kusadari satu-satunya setelah duel dan pengobatan yang diberikan oleh Bu April adalah ucapan "Kau terlalu bersemangat bocah—"


My first story - jadi tolong minta bantuannya

E-mail me .com

Follow me AitherZack