Session Talkshow

Bella : Halo semuanya. Bella kembali lagi ditengah kesibukan Bella.

Karin : Aku kangen sama author *langsung meluk author atau lebih tepatnya menyekek author*.

Micchi : Karin, kalau author kau cekek. Dia beneran bakal hiatus untuk selamanya.

Karin : Oppss… maaf *sambil melepas cekekannya dari author*.

Kazusa : A… U… T… H…. O… R…. *muncul-muncul dengan aura hitamnya*.

Bella : A-ada apa Ka-Kazusa? *langsung bergidik ngeri*.

Kazusa : Ngapain publish fanfic baru lagi, kau mau mati. Heh!

Bella : Huwaa… aku masih ingin hidup Kazusa. Aku masih sayang nyawa *sambil berlutut di hadapan Kazusa*.

Kazusa : Terus kenapa buat fanfic baru lagi. Padahal fanfic yang lain juga belum kelar semua.

Bella : Hehehe… Bella cuma iseng. Entah kenapa Bella pengen nulis cerita yang bertemakan Sci-Fi. Kalau fantasy kan Bella sudah pernah.

Jin : Author plin-plan. Nggak konsisten.

Bella : Yee Bella kan cuma pengen buat saja. Kalau ada ide, Bella juga pengen bikin fanfic horror. Kayaknya seru tuh. Hihihihi….

All (-Bella) : *Langsung merinding dibuatnya*.

Kazusa : Terserah author deh, tapi selesain lho fanfic lainnya.

Bella : Iya ya, kalau sudah dapat ide. Bella bakal langsung lanjutin.

Karin : Aku sayang author, di fanfic ini aku dibuat jenius sama kayak Kazune.

Bella : Soalnya Bella sudah bosan buat image tentangmu yang bodoh.

JLEB

Kazusa : Ceroboh.

JLEB

Micchi : Keras kepala

Karin : *Langsung pundung di pojokan*.

Bella : Minna, setelah ini mungkin Bella bakal update lama lagi. Karena urusan Bella masih belum pada kelar semua. Ini saja buatnya waktu jam kosong di sekolah. Untuk fanfic Bella yang lainnya, mohon bersabar menunggu. Diusahain kalau ada waktu dan sempat Bella bakal buat lanjutannya. Jadi mohon pengertiannya ya.

Kazusa : Oke, sebelum author mulai curcol kemana-mana. Kita bakal rayain lahirnya fanfic baru di fandom KK ini. Yee

Micchi : Untuk chapter ini masih prolog dan belum masuk ke permasalahan ceritanya.

Jin : Chapter berikutnya baru mulai masuk ke jalan ceritanya.

Kazusa : Semoga kalian menyukai fanfic baru dari author dan

All : Selamat membaca.


Title : Virtual Game

Prolog

Disclaimer : Kamichama Karin Chu © Koge Donbo

~Virtual Game~ © Bella-chan

Rated : T

Genre : Sci-Fi ; Adventure

Pairing : Karin x Kazune, Kazusa x Jin, Himeka x Micchi

Warning : AU, OOC, typo, abal, gaje, alur kenceng, nggak nyambung, dll

Summary : Karin dan Kazune. Keduanya adalah murid-murid jenius di sekolahannya. Keduanya bersaing meskipun tidak mengenal satu sama lain. Takdir mereka dipertemukan ketika mereka diharuskan untuk mewakili sekolahannya untuk mengikuti acara peluncuran sebuah game berteknologi terbaru. Apa maksudnya? Kenapa harus mereka berdua yang dipilih?

.

.

Please Enjoy Reading

.

.

~Virtual Game~


NORMAL P.O.V


'YOU LOSE'

"Huwaaa… sial!" seru seorang gadis berambut brunette dan beririskan emerald ini. Yah, siapa lagi kalau bukan Hanazono Karin. Gadis periang yang tergila-gila dengan yang namanya game online.

"Kenapa aku bisa kalah dengan dia sih," ujar Karin seraya memandang kesal ke arah layar laptop kesayangannya.

Karin hanya bisa bersandar lemas pada sandaran kursinya. Padahal dia sudah mencapai level dua puluh satu dan dia belum pernah kalah selama ini. Tapi kenapa dia bisa kalah sekarang dan kenapa harus orang itu yang mengalahkannya. Dia benci itu. Benci sekali.

Karin mendongak untuk menatap jam di kamarnya. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Yang artinya dia sudah bermain selama tujum jam dan hasilnya dia harus menerima kekalahan yang menyakitkan ini. Karin melirik ke arah layar laptopnya kembali. Dahinya berkerut begitu membaca pesan tertulis yang baru saja dikirimkan seseorang kepadanya.

PrinceIceBlonde

Bagaimana, aku menang kan? :D

Karin langsung mendengus kesal begitu membaca nama akun orang yang mengalahkannya. Apalagi begitu ia membaca isi pesannya yang hanya terdiri dari satu kalimat. Tapi sukses membuat gadis berparas cantik ini mendumel tidak karuan.

Langsung saja, ia mengetik balasan untuk orang itu.

Emerald_Queen

Aku hanya mengalah padamu tadi :p

Tidak butuh waktu satu menit. Balasan darinya sudah datang.

PrinceIceBlonde

Waahhh, aku merasa tersanjung

Sontak saja muncul empat siku-siku di kepala Karin. Apa maunya sih orang itu. Kerjaanya hanya membuat orang kesal saja. Kali ini, Karin tidak mau repot-repot mengetik balasannya. Bukannya dia sudah kehabisan kata-kata ya, tapi lebih karena dia sibuk menyumpahi orang yang baru beberapa bulan dikenalnya lewat game online.

PrinceIceBlode

Sesuai perjanjian, kau harus menyerahkan semua item-mu padaku

Ugh lagi-lagi pesan singkat tapi menyakitkan itu datang lagi. Tak perlu diingatkan lagi, Karin sudah tahu. Ia harus menyerahkan semua item-nya yang selama ini sudah susah payah Karin kumpulkan pada orang yang baru beberapa jam lalu tiba-tiba menantangnya.

Seharusnya dia tidak perlu menerima tantangan itu, apalagi ditambah dengan menaruhkan semua item miliknya. Pasti ada alasan kenapa orang ini dikenal 'The King of Game'. Itu karena memang dia tidak terkalahkan selama ini. Sedangkan dirinya, dia baru bermain game online sekitar satu tahunan yang kebetulan belum terkalahkan juga. Tapi apa daya, dia tidak bisa menolak tantangan itu karena gengsi. Sekarang yang bisa Karin lakukan hanya menyesal. Dia menyesal karena sudah kalah.

Emerald_Queen

Ya ya, aku ingat kok. Semua item-ku sudah ku transfer ke akun milikmu. JADI JANGAN GANGGU AKU LAGI!

Karin langsung mematikan laptopnya tanpa berniat untuk menunggu balasan darinya. Apa pedulinya, toh sekarang semua item-nya sudah hilang yang otomatis membuat Karin harus memulai dari awal lagi.

"Agh…." Karin langsung merebahkan tubuhnya pada tempat tidurnya. Tanpa menunggu waktu lama, Karin sudah terlelap dalam tidurnya.

~Virtual Game~

Karin terus berjalan dengan sesekali menguap. Tampak lingkaran hitam di bawah matanya menandakan kalau dia kurang tidur. Meskipun demikian, hal itu tidak mengurangi kecantikan dari gadis tersebut.

"Ohayou!" sapa Karin begitu memasuki ruang kelasnya.

Beberapa temannya ada yang langsung membalas sapaanya dan ada juga yang hanya tersenyum ke arahnya. Karin langsung menuju ke bangkunya yang letaknya berada di deretan belakang. Begitu Karin meletakkan tasnya, seorang gadis berambut hijau tosca datang menghampirinya.

"Ohayou Karin!" sapa gadis itu.

"Ohayou Miyon!" balas Karin yang setelah itu langsung merebahkan kepalanya di atas meja.

Gadis yang dipanggil Miyon itu hanya bisa menampilkan ekspresi bingungnya. "Kau tidak apa-apa Karin. Kelihatannya kau kurang tidur, jangan bilang kau begadang gara-gara main game online?" terka Miyon.

Karin hanya tersenyum memberitahu bahwa terkaan Miyon betul seratus persen. Miyon hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya ini.

"Yah sudahlah," ucap Miyon sembari duduk di bangkunya yang terletak di samping Karin.

Sekarang gantian Karin yang menunjukkan ekspresi bingungnya. "Kau tidak menceramahiku seperti biasanya?" tanyanya tanpa merubah posisi kepalanya.

"Tidak, daripada aku menceramahimu lebih baik aku belajar matematika saja," jawab Miyon sambil mencari-cari sesuatu di dalam tasnya.

"Oh ya, hari ini ulangan matematika ya?" tanya Karin dengan wajah polos.

Miyon langsung menoleh ke arah Karin dengan tatapan tidak percaya. "Apa! Jadi kau tidak ingat kalau hari ini ada ulangan matematika?" tanya Miyon dengan wajah shock.

"Tidak, aku tidak tahu," jawab Karin sambil cengengesan.

Tampak Miyon menghela napas panjang begitu melihat sifat sahabatnya ini. "Kau kan sudah pintar, jadi tidak perlu bela-"

Lagi-lagi Miyon membelalakkan matanya begitu melihat sahabatnya ini yang sudah tertidur dengan posisi kepala yang direbahkan di atas mejanya. Tanpa berniat membangunkan sahabatnya ini, Miyon memilih untuk membuka buku catatan matematikanya dan menghafal sejibut rumus-rumus yang entah dimengertinya atau tidak.

Sekarang Karin lebih membutuhkan tidur daripada belajar. Meskipun Karin adalah seorang maniak game, tapi tidak perlu diragukan lagi kejeniusan otaknya. Dia merupakan murid dengan peringkat dua seangkatannya. Meskipun Karin dilahirkan dengan otak Einsten-nya, tapi kenyataanya ada orang yang melebihi kepintarannya yang sekarang menempati rangking pertama seangkatannya. Bisa dibilang juga, dia murid terpintar di sekolahan ini.

~Virtual Game~

Keheningan langsung melanda kelas Karin begitu guru matematika sudah memasuki kelas mereka. Ada yang berwajah panik, ada juga yang terlihat pasrah dan ada juga yang terlihat tenang-tenang saja. Hanya satu anak yang terlihat kesal begitu acara tidurnya terganggu. Siapa lagi kalau bukan Karin. Sekarang dia hanya bisa menguap dan mengucek-ngucek matanya. Berharap kesadarannya kembali pulih sepenuhnya.

"Nah anak-anak, di depan kalian sudah tampil soal-soal yang harus kalian kerjakan."

Semua murid langsung memandangi meja mereka masing-masing yang langsung menampilkan soal dalam bentuk digital.

"Oh ya, untuk peringatan juga. Jangan ada yang mencotek, kalau ada yang ketahuan mencotek. Saya langsung kasih nilai nol."

Murid-murid langsung menelan ludah (kecuali Karin) sambil menatap ngeri ke arah kamera CCTV yang dipasang di sudut-sudut kelas.

"Baiklah, kalian bisa mulai mengerjakan sekarang."

Dengan serempak, semua murid langsung mengerjakan soal yang lebih cocok dibilang sekelas soal-soal olimpiade daripada soal ulangan harian. Karena soalnya susahnya minta ampun. Satu soal saja bisa memakan satu halaman kertas sendiri untuk menulis penyelesaiannya.

Disaat semua siswa sibuk mencorat-coret rumus atau penyelesaiannya. Karin malah sibuk menyilang-nyilang jawaban pada soalnya dengan menggunakan pulpen khusus untuk monitor (lupa namanya apa?) tanpa berniat menghitungnya terlebih dahulu. Kenapa bisa begitu, itu karena Karin sudah terbiasa mengerjakan soal-soal olimpiade. Jadi dia tidak perlu repot-repot menguras tenaganya untuk sekedar mencorat-coret hitungannya. Dia hanya perlu memikirkan jawabannya di dalam otaknya. Dia hanya perlu otaknya yang bekerja bukan tenaganya.

Tidak butuh waktu sampai sepuluh menit, Karin sudah menyelesaikan semua soal-soal itu. Dia pun segera mengirimkan hasil pekerjaannya pada komputer di meja guru. Setelah itu ia segera mengangkat tangan kanannya.

"Sensei, saya sudah selesai," ucap Karin sambil beranjak dari kursinya. Semua murid langsung melongo menatap Karin termasuk juga Miyon. Guru pun segera mengoreksi jawaban Karin.

"Yah, seperti biasa. Hanazono Karin mendapat nilai seratus," terang guru tersebut yang terlihat kecewa. Beliau kecewa, karena dia merasa gagal untuk membuat Karin duduk manis selama ulangan setidaknya selama tiga puluh menit. Padahal beliau sudah sengaja memilih soal-soal sekelas olimpiade yang dianggapnya sulit untuk dikerjakan. Sebenarnya guru tersebut telah sukses membuat para muridnya (kecuali Karin) pusing tujuh keliling.

Karin melangkahkan kakinya dengan malas menuju ke perpustakaan. Jangan salah, bukan berarti Karin berniat untuk menghabiskan waktunya ini dengan membaca buku disana. Tapi ia berniat untuk memilih tempat yang sepi agar ia bisa tidur dengan tenang. Tapi baru saja setengah jalan, ia sudah dipanggil oleh seorang guru untuk menghadap kepala sekolah.

Lagi-lagi Karin hanya bisa mendengus kesal begitu mengetahui rencana tidurnya terganggu. Tapi apa boleh buat, dengan amat sangat terpaksa Karin melangkahkan kakinya menuju ruang kepala sekolah yang terletak di lantai paling atas. Karena perkembangan teknologi saat ini sudah berkembang pesat dan modern. Karin bisa menemui lift di sekolahannya. Dia pun segera masuk ke dalam lift yang dindingnya berupa kaca sehingga membuat pemandangan halaman sekolah dapat terlihat jelas dari dalam lift. Tidak perlu menunggu lama, Karin sudah sampai di lantai paling atas, dia pun segera melangkahkan kakinya menuju ke ruangan kepala sekolah.

Tok tok tok

Karin pun mengetuk pintu ruangan itu sebagai bentuk tata krama. Seketika pintu yang dilapisi aluminium itu terbuka secara otomatis. Karin pun langsung melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam. Begitu ia sudah masuk, pintu itu menutup secara otomatis kembali.

Karin bisa melihat sosok orang tua yang dikenalnya sebagai kepala sekolah di sekolahan ini. Tapi alis Karin langsung bertaut begitu melihat sosok yang tidak dikenalnya juga berada di ruangan itu. Sebenarnya dia kenal sih dengan pemuda yang memiliki rambut pirang dan sepasang mata berwarna sapphire ini. Siapa lagi kalau bukan Kujyou Kazune. Saingannya di sekolahan ini dan satu-satunya orang yang bisa mengalahkannya kejeniusannya. Tapi mereka berdua belum pernah berkenalan secara resmi. Mengingat kelas mereka yang berbeda.

"Kau bisa duduk disini," ujar kepala sekolah sambil menunjuk kursi kosong di samping Kazune.

Karin hanya mengangguk dan langsung duduk di kursi yang dimaksud. Seketika suasana kembali hening. Tampak Kazune memainkan ponsel miliknya. Karin hanya bisa menatap tidak percaya. Mentang-mentang kepala sekolah adalah ayahnya sendiri, dia jadi bisa bersikap seenaknya seperti ini.

"Sebaiknya langsung saja. Untuk apa Ayah memanggilku dan anak ini kemari?" tanya Kazune yang sudah menghentikan kegiatan memainkan ponselnya.

Karin hanya bisa menggeram kesal. Apa maksudnya dengan 'anak ini'. Memangnya dia tidak kenal dengan Karin. Oke, mereka memang belum pernah berkenalan, tapi masak dia tidak tahu namanya. Mengingat Karin dan dia sama-sama jenius dan populernya. Padahal Karin saja tahu namanya, masak dia tidak.

"Kazune, bisakah kau bersikap lebih sopan. Sekarang ini saya adalah kepala sekolahmu bukan ayahmu," terang kepala sekolah.

"Terserah," ucap Kazune seraya mengedikkan bahu.

Sepertinya kepala sekolah mulai marah melihat sikap murid sekaligus anaknya sendiri ini. Tapi berusaha ditahannya emosi tersebut agar tidak meluap. Karin hanya bisa menjadi penonton setia ketidakakuran ayah dan anak ini. Meskipun dalam hati, Karin sudah bosan setengah mati.

"Baiklah, saya akan menjelaskan alasan kenapa saya memanggil kalian berdua kemari. Saya cuma ingin memberi kalian ini," jelas kepala sekolah seraya menyodorkan dua amplop masing-masing satu kepada kami.

Karin langsung membuka amplop tersebut begitu juga dengan Kazune. Mereka berdua langsung membaca secarik kertas yang diketik oleh komputer. Mata mereka berdua sama-sama membulat begitu selesai membaca isi surat tersebut.

"Yah seperti yang tertulis di surat tersebut. Kalian berdua akan mewakili sekolah ini untuk berpatisipasi dalam peluncuran teknologi game terbaru itu," terang kepala sekolah dengan mimik wajah tenangnya.

"APAAA!"

.

.

To Be Continued

.

.

Please Review