Saya bertanya mengapa dan pada siapa, mengapa akun ffn saya tidak bisa dibuka?
Ya, sudah. Dari pada saya pusing dengan akun yang alot dan kolot, padahal sudah berhasil membuat akun dan nunggu 3 hari, luar biasa bahagianya. Memutuskan untuk membuat akun baru lagi, menjemukan sih, tapi, mau bagaimana lagi coba?
Apa ngebakar kantor ffn? Gara-gara akun error. Nggak mungkin kan!
Baiklah saya persembahkan karya saya yang tentu saja, jelek, memuakkan, tidak masuk akal dan membuat jengkel readers.. :D 'itu sudah pasti'
Pairingnya
Sasuke x Naruto (itu jelas nomor Uno)
Sasuke x Deidara (dikit)
Naruto x Sasori (sela-sela)
Ratingnya langsung : M
Untuk 17 tahun (+)
Disclaimer : masashi kishimoto (selalu)
WARNING : BOYS LOVE, YAOI, LIME, OOC, IC, ABAL, GAJE, TYPO (S)
dont like dont read
chapter 01
Everything for love, all for the love and myself 'Sasuke' becomes slave of love.
forever, until he will see that eventually.
Being me is a pride for me 'Naruto', so many days and when I was navigating myself just to listen to others. continue where my destiny to be forever, together with this sacred violin melody.
There is only me, with the sound!
Naruto pov
Biola, sebuah alat music dengan bentuk sederhana, berwarna putih, dengan senar-senar indah berkait di sisi ujungnya. Sebuah alat musik yang melekat pada diriku dan kehidupanku. Aku bukan seseorang yang sempurna, yang ingin selalu dipandang luar biasa, aku hanyalah seseorang yang bertumpu pada satu benda kesayanganku. Biola, satu-satunya teman untukku, ia berbicara melewati suara gesek yang aku paksakan pada sumbu senarnya. Ya, berbicara, bercerita, bernyanyi, berteriak, menangis dan tertawa. Itulah gambaran diriku yang sama persis dengan biola ini.
Naruto Uzumaki—itulah namaku, aku hanya sebatang kara. Ayah dan ibuku sudah meninggal, kira-kira sudah hampir lima tahun lamanya. Tadinya, aku tinggal dengan bibi dan pamanku di Suna. Tetapi, aku merasakan mereka kurang nyaman dengan keberadaan diriku ini. Mereka menentang apapun yang berbau melodi, music dan suara-suara indah lainnya, sedangkan diriku, malah ketergantungan dengan melodi, sungguh bertolak belakang bukan?
Aku sempat heran pada paman dan bibiku, mengapa sampai segitunya membenci sebuah karya seni yang tercipta dari ketulusan perasaan. Dalam jangka waktu dua tahun, tepat saat aku masih duduk dibangku kelas dua SMA, aku diam-diam mengikuti ekstrakulikuler musik, paman dan bibi tidak tau sedikitpun tentang ini. Aku menyimpan biola pemberian dari ibuku ini, dengan cara menguburnya di bawah pohon, di belakang sekolah.
Kehidupanku yang nyata dimulai, ketika aku sudah menyelesaikan pendidikanku sebagai siswa SMA. Sebenarnya, paman dan bibi berrencana mengadopsiku dan akan menyekolahkan aku ke jenjang perkuliahan di Suna. Tetapi, aku menolaknya. Bukan karena alasan, aku tidak ingin melanjutkan sekolah. Tetapi, dalam benak diriku, hanya ada satu alasan. Ya, hanya ada satu.
'Mimpiku' sejak kecil, mimpi yang selalu menghiasi diriku agar selalu terpacu untuk maju dan maju. Impian menjadi seorang pemain biola handal—yang selalu hadir dalam tidurku dan angan-anganku sehari-hari. Setelah meninggalkan Suna, aku pindah ke kota yang bernamakan Konoha. Kota yang penuh dengan seni dan sejarah. Mungkin, inilah awal dari suatu cerita yang akan berkisahkan tentang diriku.
End Naruto pov
"Naruto, kan udah ku bilang.. jangan bengong terus! nanti kerasukan loh" Sai duduk berhadapan dengan Naruto
'Mengapa dia selalu baik denganku ya? Aku senang bisa bersama dengan sai, melihat senyumnya dan tingkah laku polosnya yang terkadang mirip seperti cewek.'
"Naruto, kau mulai lagi kan" Sai menyandarkan tangannya di meja kaca yang berbentuk persegi panjang.
"Sai, terimakasih banyak ya, atas sem—" kata-kata Naruto terpotong.
"Hn." Sai mendengus acuh "Jarang sekali kau berterimakasih padaku Naruto, memangnya ada apa?" Sai tersenyum manis.
Naruto tidak menjawab pertanyaan Sai, ia malah mengalihkan pandangan ke luar jendela besar dengan tirai panjang berwarna merah clasic. Naruto tersenyum melihat gambaran dirinya yang terpantul di kaca itu. tangannya menyentuh pantulan wajahnya. Sai bingung dengan apa yang dilakukan oleh sahabatnya itu. Tapi, ia sudah terbiasa dengan kegiatan dingin tanpa apapun sebagai jawaban dari Naruto itu, karena Naruto adalah tipikal orang yang pendiam dan sedikit kekanak-kanakan.
"Sai, aku—" Naruto mendadak memutuskan kata-katanya, dan kembali menatap kosong ke luar jendela itu.
"Setengah kali lagi Naruto, unn" Sai berdehem"Maksudku... satu jam lagi, Naruto..."
"Ya, aku akan tampil." Naruto menatap Sai dengan dingin seperti biasanya "A-apa, kau akan melihatku nanti?"
Suara Naruto terdengar mengagetkan, Sai memicingkan matanya. "Pasti, aku pasti akan menyaksikannya. Makannya, jadi orang jangan diam terus, sekali-kali cerewet kek!" Sai memperkonyol dirinya "Kamu nggak pernah memperhatikan pembicaraanku Naruto, selalu melengos entah kemana, aku ke-kanan kamu ke-belakang, kapan mau nyambung dengan watak dingin dan diriku yang panas Naruto?"
Hening beberapa saat. Dan, bingo!
"Hahahahaha... jangan tunjukkan wajah itu Sai, kau berhasil membuatku tertawa." Naruto terkekeh melihat Sai bertingkah konyol, dengan memperkerut bibirnya dan memicingkan matanya. Persis seperti kakek-kakek.
"Wah, kau tertawa juga ya tukang hutang" Sai menjulurkan lidahnya. "Mana, katanya kau akan mengembalikan perabotan mandiku yang selalu dihabiskan olehmu selama ini" Sai berdehem "Unn, kan kau sudah kaya.. " Sai nyengir nggak jelas.
"Iya.. dasar cerewet, nanti akan ku ganti, tenang sajalah.." Naruto dan Sai berbincang-bincang seputar mereka berdua, dalam suasana hangat di cafe sebuah hotel mewah yang bernama Uchiha. Dimana, Naruto yang nantinya akan melancarkan konser ke-lima, untuk album pertamanya. Ya, tentu saja sebagai Violinst, masa penyanyi dangdut! enggak mungkin kan?
Ketika Sai dan Naruto sedang asik bercakap, datanglah seorang yang berpenampilan rapih dan elegan, dengan memakai jas hitam dan topi golf putih, yang terlihat kesal dengan membanting kertas-kertas yang dibawanya ke meja cafe itu. Naruto dan Sai langsung bingung dengan pemuda berrambut raven itu. bau parfum yang menyolok membuat dua insan polos itu, menutupi hidung dengan perlahan-lahan.
"Sai, mengapa dia bertingkah seperti itu ya?" Naruto memajukan duduknya dan berbicara pada Sai dengan sedikit berbisik. Sai hanya diam dan sok cool, dengan memangku kakinya. Naruto dibuat jengkel oleh Sai karena pertannyaannya tidak dijawab sama sekali
Beberapa menit kemudian
"Ck, Naruto, memangnya aku ibunya apa? Dasar aneh!" Sai memalingkan wajahnya kepada pemuda itu. Alhasil, mereka malah bertemu pandang. Pemuda raven itu menatap Sai seolah-olah hanya sekelebat bayangan yang melintas didepannya, ia tidak menghiraukan Sai sekalipun. "Aku menunggumu menjawab hampir satu abad Sai."
Sai tertegun, pose berpikir. "Hn? Masa iya?" Sai dongkol
"Ya, itu jelas sekali Sai, apa aku perlu mengulangi waktu?" kata-kata Naruto yang kekanak-kanakkan.
"Mana ada, aku bisa memutar waktu, adanya kau yang diputar-putar oleh waktu Naruto manis" Sai menjulurkan lidahnya.
"Sttt... jangan teruskan lagi, aku lelah berdebat denganmu, tapi bukannya aku kalah ya?" Naruto memnenangkan Sai "Oh iya, apa benar, kau akan meninggalkan Konoha? Tetapi, mengapa secepat ini Sai?"
"Hn.. entahlah Naruto, bagaimana pun aku juga punya mimpi sepertimu... entahlah, bagaimana aku meraihnya, tapi dalam hatiku mempunyai keyakinan kuat akan hal itu, walaupun sebenarnya aku enggan dan agak malas."
"Ya, lalu sia—"
"Jangan bilang, kau kehilangan aku gara-gara, tidak ada yang memasakanmu ramen lagi ya!" Sai mendengus.
"Mungkin, jawaban yang dominan, Sai" Naruto memonyongkan bibirnya "Ya, ramenku..."
"Yah... kau lebih merindukan ramen, dari pada aku?"
"Bukan begitu Sai, aku hanya sedang bica—"
"Jangan katakan kau sedang memohon, aku memasakan ramen untukmu setelah selesai konser, ha?" Sai mendengakkan kepalanya "Begitukan, Naruto cilik?"
"..."
"Wah, dasar payah, sudah susah payah membuatmu cerewet, tetap, gagal lagi gagal lagi..." Sai ribut sendiri.
"..."
"Naruto..." Sai mencoba memastikan bahwa sahabatnya masih ada didalam topik pembicaraan.
"Narutoo..."
Hening.
Music clasic ala Mozart terus mengayun lembut pada ruangan cafe clasic itu. "Hujan." Naruto kembali memperhatikan jendela yang ada disebelahnya. Melihat keramaian Konoha yang menurutnya, baru. Sai terus saja mencuri pandang ke arah pemuda raven itu, pemuda dingin itu tampak cuek dengan apa yang dilakukan Sai yang manis , tampan itu. beberapa jam kemudian.
"Sai, cukup!" Naruto menyudahi meminum kopinya dan menarik tangan Sai yang terlihat gemas pada sesosok pria bermata onyx itu, yang tidak menganggapnya ada. Sai dan Naruto pergi meninggalkan pemuda itu sendirian.
"Eh, Mau kemana?" Sai memberhentikan langkahnya "Nanti dulu, kopiku belum habis."
"Sai, kurang beberapa menit lagi." Naruto berlari sambil menarik lengan Sai.
"Mau kemana sih!" Sai cemberut
"Mau ke-kuburan."
"Apa!" Sai bergidik konyol
Mereka berdua tertawa bersama-sama, sampai suara mereka menghilang dari pendengaran Sasuke yang dingin.
Sasuke pov
'Tetap saja duduk seperti budak begini, tidak ada hal lain dalam hidupku kecuali menunggu mati dengan cara bosan. Aku tidak suka bisnis, mengapa ayah selalu memojokkanku dengan hal itu. Aku hanya ingin bermusik. Itu saja.' menjadi pikiranku setiap kali terdiam dengan rendah diri seperti ini.
Menunggu konser perdanaku malam ini, entah apa pendapat orang tentangku, aku tidak akan terpengaruh. Aku tetap duduk dengan tenang sambil memegangi kepalaku yang dingin dan datar. Beberapa menit berlalu begitu saja. Aku mendengar suara yang kukenal mendekat dipendengaranku.
"Uchiha-sama, beberapa menit lagi, kau—" seorang pemuda berrambut pirang panjang berdiri menghampiriku.
"Deidara.." kata-kataku tertelan sendiri, ketika melihatnya dengan tampilan sangat elegan, tampak seperti pria terhormat, dengan satu kunciran mengacung pada depan keningnya dan rambut tergerai lurus.
"Nani?" Deidara duduk disebelahku dengan menyebarkan aroma tubuhnya yang sangat menggodaku.
Aku berdehem dan melanjutkan kata-kataku "Kau nampak cantik sekali sayang, aku menyukaimu." Aku menyentuh bagian pelipisnya yang halus. Dei nampak tersenyum hangat dan memejamkan matanya dan menikmati sentuhan jari-jari nakalku.
"Sudah ku katakan, aku itu laki-laki tau" Deidara cemberut tegas.
Aku tersipu dan pipiku berhasil merah.
"Aku juga mencintaimu Sasuke." Deidara memegangi tanganku yang hangat "Apakah, kau masih merasa kalut, dengan konsermu yang penuh dengan larangan orang tuamu?" Dei nampak cemas padaku.
Aku mendengus lagi "Aku baik-baik saja, bila kau ada disisiku Dara. Dei.. dara.." Aku mencium punggung tangannya dengan penuh kasih sayang seperti biasa.
Ya, Deidara. Dia adalah mimpi untuk diriku, dia adalah penyemangatku satu-satunya, seorang laki-laki dengan kelemahan yang selalu menghantuinya, Dara yang manis untuk selalu melayaniku. Dara yang baik, selalu menuruti kemana nafasku melaju,
Dara yang selalu mencemaskanku dengan segala kehangatan yang dimilikinya.
Dara yang polos, untuk menerima pijakan-pijakan hina yang selalu kupermainkan padanya. Dara yang rapuh, untuk memaksa mengatakan tidak ada apa-apa walaupun hatinya hancur berantakkan.
Deidara hanya memandangku semu, matanya biru, sebiru langit yang cerah diluar sana. Mata yang selalu awas, dengan lirikkan tajam pada semua sisinya. Aku menyukai itu. Mata yang selalu jujur akan kerapuhannya.
"Dei—" aku menyentuh bawah hidung deidara, ada darah menempel di situ.
"Ahhh... Sasuke, ak-aku hanya... ta-tadi, aku hanya mimisan biasa kok!" Dara menepis tanganku dengan cepat.
"Mimisan, tapi kok sering sekali? Aku jadi khawatir padamu Dei sayang!" aku memandangnya iba, memunculkan kesan dalam pada wajahku yang hampir diliputi rasa ingin menangis.
"Dasar bodoh, kau tetap saja baka! Hahahahaha," tawa Deidara melambung palsu, terdengar mengembang diruangan, darah sedikit mencuat di pelipisnya.
"Deidara, aku mencintaimu.. sangat sangat mencintaimu" aku menunduk dan mulai meledakkan tangisan pada kelopak mataku yang sudah memerah dari tadi. Aku menyenderkan kepalaku pada paha mulus Dara yang tertutup oleh celana panjang hitam.
Aku menggeram sejadinya pada tubuh yang menopangku dengan lembut. Air mataku jatuh tak terhingga banyaknya. Deidara sabar dengan diriku yang cengeng ini, hanya dia yang tulus padaku. Tidak seperti wanita pada umumnya, memandang seseorang karena ketampanan dan harta melimpah. Itu alasan utama mengapa aku lebih tertarik pada pria, maksudku —uke.
"Sasuke... menangislah, jika ini membuatmu tenang, tapi ingatlah bocah... aku tidak apa-apa, kok!" Dara mulai alasan lagi padaku.
"Deidara, suatu saat, aku ingin menika—" kata-kata Sasuke terpotong kembali oleh Deidara
"Satu menit lagi, tunjukkan padaku kalau karyamu memang pantas untuk dibanggakan" Deidara menggandeng tanganku, lalu lari dengan sekuat tenaga menuju ruangan opera yang megah itu.
Sewaktu Dara sedikit lengah, aku yang mengambil posisi dan dengan sigap aku lari menuju belakang panggung Opera yang sepi akan hingar-bingar manusia, mataku terbelalak melihat Deidara yang terengah-engah dengan menampilkan wajah yang menggoda yang mempersilahkan diriku untuk mencobanya berkali-kali. Aku menjepit tubuh Dara yang lemah ke permukaan tembok yang kasar dan kokoh.
"Ah, Sasuke, sakit.." Dara meringkih ketika tubuhnya menghantam tembok.
"Sakit ya sayang ? sakit mana, bila aku meninggalkanmu ?" aku mulai membisikan kata-kata dengan suara leguhan menggoda, yang ku ucapkan persis pada telinganya, aku menjilat lembut permukaannya, lalu memandang ke arah wajah Dara polos yang mulai bergidik.
"Nhh.. Sasuke, hentikanhh..." erangan kecil keluar dari bibir manis Dara yang lembut, seakan menolak dengan malu-mali, ketika bibirku mulai menyentuh bibir yang dianggapnya suci itu.
"Dara sayang, kau tidak ingin aku menangis disini kan? Hanya karena ingin berciuman denganmu?" Aku memandang matanya yang erat dengan biru langit.
"Tapi... Sasuke..." Deidara lagi-lagi menepis dengan berbagai alibi.
"Kapan aku mengungkapkan cintaku padamu? Sedangkan kau menolak dengan berbagai perangai alibi?" aku memaksa.
"Nanti, tapi, aku ingin bercerita tentang keadaanku ya—" Deidara tercekat
"Keadaanmu yang selalu menggodaku? Itu kah?"
Dara yang polos akhirnya mengiyakan keinginan hinaku dengan iba karena terdesak, dia menaruh kedua tangannya pada pundakku, kepala dan tubunya menyender ke tembok, seakan-akan ia sedang terlentang bebas di kasur. Nafasnya menggodaku untuk mencobanya, terlihat sekilas ia menelan ludahnya sendiri dengan miris dan raut wajah ketakutan. Aku tersenyum sadis padanya juga tubuhnya.
"Aku tidak tahan melihatmu pasrah seperti ini Dara!" aku langsung memungut bibir mulusnya, menempelkan sedikit-sedikit pada bibir merekah itu, tidak ada kecupan, desahan, saliva, nafas yang menggerang, jilatan dan pijatan panas.
"Mengapa tidak mencumbuku Dara sayang ?" aku mulai mendengus.
"Eh, aku belum bisa.. maksudku, aku tidak tau harus mulai dari mana" Dara pasrah sambil memeluk tubuhku.
Jawabannya adalah, karena Deidara masih perawan. Dia belum pernah melakukan hal berbau sex yang biasa ku lakukan dengan laki-laki berbentuk uke, dengan sedikit sentuhan seperti, paksaan dan penyiksaan.
"Mungkin, aku bisa memberitahukanmu cara yang pertama" Aku menggenggam kejantanannya dengan lembut dan menyeluruh, hentakkan nafas dan suara ter-engah pun terdengar dipolos telingaku. Sedikit demi sedikit, aku meremas organ vital Dara manis. Dara hanya bisa meleguh dan memaksa menahan suaranya sendiri dari hasrat yang dirasakannya, ia menggerang seperti orang memohon, sungguh seperti diperkosa, dan aku suka itu.
"Hnnnhh... Saske.. henti- ahh.."
"Ini, yang kedua sayang" aku langsung menjilati pangkal bibirnya yang terasa salivanya sudah meleguk keluar dari tadi, saliva yang indah untuk erangan menjijikan, terasa persis halnya sedang diperkosa. Aku menjilat pipinya, dan menciumnya pada bibir mungil itu, mengecupnya dengan perasaan dangkal yang tampak tidak tahan.
"Sas... ahh.. hnn- ini waktunya kau tampil, hentikan ini dulu!" Dara manis mencubit tepat di kejantananku yang sudah menegang digodanya, baru kali ini ia dengan lancang mencubitnya, berhasil membuatku meringis.
"Baiklah, aku akan melanjutkan impianku, tapi ada dua syarat."
"Bolehkah aku tau apa itu?" Dara melipat kedua tangannya.
"Jika, penonton menyukaiku, kau harus memberikanku hadiah" Aku mendengus "Dan, kalo penonton tidak menyukaiku, aku boleh meminta apapun dariku. Sampai jumpa sayang" Aku langsung lari menjauh dari Dara manis itu menuju ruangan opera yang disediakan untuk konser.
Normal pov
Terlihat, Naruto memainkan biolanya dengan sangat piawai, semua penonton dibuat terpukau oleh perbuatan indahnya itu. Terlebih Sai, ia nampak berkaca-kaca memandangi Naruto manis itu dari jauh, terlalu berlebihn, ya itulah Sai. Tampak seorang pemuda tampan menghampiri Sai yang sedang menikmati melodi indah. Tiba-tiba Sai terbelalak kaget, saat melihat seorang pemuda dengan warna mata dan rambut yang sama seperti sahabatnya. Bedanya ialah, ia tampak sangat bersih, harum dan tampan. Sai tidak sedetikpun berhenti memandangi Deidaranya Uchiha bungsu itu. Dei hanya tersenyum pada Sai.
"Bagus ya permainannya, apakah kau tau dia siapa?" Dei mendongakkan kepalanya.
"Unn, dia adalah sahabatku, namanya Naruto."
"Oh." Dei kembali duduk dan memandang Naruto lagi.
"Ya, sahabatku hehehehe.." Sai terkekeh, padahal tidak ada hal yang bisa dikatagorikan lucu dalam percakapan itu.
"Hn, pacarmu?" Dei sedikit menggeram.
"Eh, bub-bukan bukan hehehhe.. teman kok, oh iya.. siapa namamu? Kau cantik!" Sai mulai cerewet.
"Aku ini laki-laki tau.. Deidara, itu namaku." Deidara mendengus kecil "Dan kau?"
"Sai.. aku senang bisa bertemu dengan—" belum selesai Sai mengutarakan isi hatinya tiba-tiba.
"Sasuke" bentaknya, terlihat mata Deidara berbinar dengan sempurna, memandangi kekasihnya yang mulai menekan tut piano berwarna emas.
"Sasuke apanya darimana? aku kan Sai.." Sai memelorotkan duduknya di kursi barunya itu "Siapa dia, Dei?"
Deidara tidak menggubris pertanyaan Sai yang menggedor telinganya— kala itu. Deidara terlihat pucat pasi, wajahnya mengambang, tubuhnya terlihat lemah dan sedikit kurus. Karena faktor itulah, ia lebih condong mirip wanita dari pada pria. Sai dan Deidara mendengarkan alunan musik yang dimainkan oleh Sasuke. Menikmati dengan penuh imajinasi dan pemikiran dalam hati masing-masing.
Riuh suara dan tepuk tangan para audiens pun berhenti total, sewaktu mereka di perlihatkan empat penampilan memukau dari Sasuke, Naruto dan dua orang lainnya secara bergantian. Music yang dibawakan oleh Naruto secara solo itu bertema cinta dengan tetap menggunakan aliran clasic, sama pula dengan Sasuke. Mereka berdua memang tidak saling mengenal satu sama lainnya, mereka belum pernah bertemu pandang sekalipun, apalagi berbincang. Dengan acara ini, mungkin mereka akan mengetahui secara sendirinya.
.
Kini, hatiku berbicara melalui dawai yang ku gesekkan secara perlahan, meniti satu-satu tangga nada yang tersisa dalam pikiranku. Menunggu.. dan terus seperti itu, menunggu apa—yang entah siapa, menunggu entah apa dengan berada dimana..
Menunggu apa yang tidak dapat aku sentuh dan rasakan. —kosong, Mungkin itu jawabannya. Aku berusaha diamkan bibirku agar tidak berucap.
Menyimpan segala diriku yang masih belum hidup... belum menemukan apa yang tepat, dikatakan menjadi suatu awal dan akhir cerita untuk diriku. Cinta... aku ingin mengetahui rasa dan apa saja yang terkandung dalam situ.
Chapter 1 selesai, bagaimanakah? Pasti jelek. Ya itulah jawabannya.
Jangan lupa untuk rivew ya teman-teman .. :D
Salam kenalan dari harro ..
Saya membutuhkan partisipasi teman-teman semuanya, bantu saya dalam membangun cerita,
Kritik dan flame, masukan, saya terima dengan sangat .
Mohon rivew. Sankyu
