.: Next To You :.

Rate: T and may become M or even K+

Characters : This chapter contains some Skylark-breeds.

Genre : Angst/Hurt/Comfort [psst~ It also contains some BL-Yeah, BL.]

.

.

.

.

Disclaimer: Been a long time since I did these kind of thing-anyway, I own nothing but the plot and also this -amazing- FFn account. KHR, Fon and Alaude belongs to Amano Akira.


.

.

Chapter 1 : One Red Notebook

.

.

Fon mengerjapkan matanya, menatap lurus lorong dihadapannya yang terlihat gelap dan tak ada tanda kehidupan. Suara serangga pun bisa ia dengar jelas di keheningan malam. Menghelakan nafasnya pelan ia kembali berjalan lurus ke depan dengan tuntunan cahaya remang-remang senter kecil miliknya.

"Gedung sekolah di malam hari itu menegangkan, ya.." Ujarnya pelan seraya menaiki anak tangga di hadapannya, langkahnya perlahan dan berhati-hati. Ia tak mau jika harus terjerembab di anak tangga dan berguling—parahnya bisa sampai terluka. Itu kedengaran tidak baik. "Tak jauh berbeda dengan adegan-adegan dalam horror, menegangkan dan harus waspada."

Satu kakinya melangkah di anak tangga terakhir, nafas lega pun bisa ia hembuskan—karena akhirnya ia sampai di lantai teratas gedung SMP Namimori itu. Tanpa menunggu lebih lama, remaja berambut hitam itu menyusuri lorong dan meraih pegangan pintu dari logam, pintu yang menghubungkan tempatnya dengan atap sekolah.

"Aneh," Fon mengerutkan keningnya seraya mendorong pintu itu ke arah luar, "Kupikir akan terkunci, apalagi sudah selarut ini."

"Ya sudahlah, setidaknya aku bisa mengambil—! "

"Apa yang kau lakukan disini, herbivore?"

"A—Alaude? Kau mengejutkanku…"

"Itu tak menjawab pertanyaanku."

"Eh? Ah—" Fon menggaruk pipinya pelan dengan jari telunjuknya, "Aku mau mengambil bukuku yang tertinggal tadi siang saat aku beristirahat disini."

Alaude memicingkan matanya, melihat gelagat si rambut hitam di hadapannya. Dengan satu tangannya yang tak ia selipkan di saku jaketnya, remaja pria berambut pirang platina itu mengeluarkan sebuah agenda kecil. Berwarna merah dan terlihat jelas nama Fon tertulis disana. "Ini yang kau cari?"

Fon mengangguk pelan, diulurkannya tangannya ke arah buku itu dan hendak meraih buku merah kecil itu. "ah, benar! Terima kasih, Alau—"

"Apa ini penting?" Alaude berujar dingin dari tempatnya, tangan yang memegang buku merah itu berusaha menjauhkannya dari pemiliknya. Dilihatnya sekilas buku itu, tak ada yang special. Hanya sebuah agenda kecil yang bisa kau selipkan di kantong celanamu—kurang lebih berukuran tidak lebih besar dari telapak tangannya—dan memuat banyak tulisan serta gambar yang memenuhi hampir seluruh halamannya. 3 halaman, diketahui Alaude masih dalam keadaan bersih tak bernoda dan tak ada hal lain yang menarik.

"Itu—seperti pengingat," Fon melanjutkan setelah mematikan lampu senternya, cahaya rembulan dari balik badan Alaude sudah cukup terang baginya. "Aku agak pelupa, jadi kutulis apa yang harus kulakukan di buku itu—hanya itu sepertinya. Ah, aku juga mencatat tanggal lahir kenalanku disana, dan beberapa nomor telfon penting. Hanya itu."

"Hm."

"Jadi," Fon memiringkan kepalanya ke samping,"Boleh kuambil kembali buku itu?"

"Tidak."

"Eh? Kenapa?"

Alaude merapatkan bibirnya, kedua matanya menatap bola mata merah milik Fon yang menatapnya seolah meminta penjelasan. Itu buku miliknya. Sudah seharusnya Alaude mengembalikannya pada pemiliknya, bukan?

"Alaude—ouch!"

Memukul pelan kening Fon dengan buku merah miliknya, Alaude menggelengkan kepalanya. Remaja itu menghela nafas pelan lalu berjalan ke arah yang berlawanan dengan Fon dan tak terlihat sebersit keinginan di wajahnya untuk menjawab pertanyaan Fon.

Ia terlalu lelah.

Berpatroli seharian di gedung SMP Namimori cukup membuatnya lelah. Puluhan siswa yang harus ia tegur karena menyalahi aturan sekolah dan sekelompok guru yang terus menceramahinya karena ketidak-disiplinan murid-murid SMP Namimori. Sangat melelahkan.

Semuanya.

"Kalau kau mau buku ini kembali, ambilah besok sepulang sekolah di rumahku."

"Eh—tung—ALAUDE!"

Fon hanya bisa menatap bayangan Alaude yang terus menjauh dalam keheningan. Ia tak mengejarnya, hanya membiarkan buku merah miliknya dibawa pergi oleh seorang Alaude—dan dirinya hanya bisa termenung disana.

Dirumahku... Fon berujar dalam hatinya, mengulangi kata terakhir yang meluncur dari mulut Alaude.

Memiringkan kepalanya kesamping dengan kedua alis bertautan satu sama lain, sebuah pertanyaan besar mengisi kepalanya.

"Rumah Alaude itu—dimana?"


[ To be continued...? ]


Pojok berceloteh:

Kill me-wait! No, please don't!

Permohonan maaf sebesar-besarnya kutujukan untuk teman-teman pembaca setia /ahem/ Vongola Orphanage dan Vongola Room : First Generation karena, bukannya meng-update malah sibuk berkeliaran dengan cerita ini. Sungguh, hati, tubuh dan pikiran ini baru saja menyambung kembali kepingan rasa 'ingin kembali berlalu-lalang di FFn' yang sempat hilang. Sejujurnya, penulis sempat ngedrop KHR karena ketidak-sempatan diri ini untuk meneruskan kiprah di dunia fangirlingan. Dan baru saja kembali lagi setelah tahu ada Arc baru. [Hell yeah! Arcobaleno!]

Jadi, ya itulah intinya kenapa penulis minta maaf. Baru sempat kembali-ditengah sibuknya kehidupan kelas 12 yang sebentar lagi UN-dan sedang mencoba melatih tangan dan otak untuk nerusin baik VO maupun VR. Jadi- harap maklum. Tee hee.

Cerita ini akan di update jika- tidak! bukan jika ada jumlah review sekian atau sekian- penulis bisa menyempatkan diri untuk melanjutkannya. Tapi ya, tidak menutup kesempatan buat yang pengen review juga, sih. /ahem/

Pesan terakhir /untuk chapter ini/ adalah; Kutunggu Review darimu, sungguh.