The Tide

by punchjongin

School life- family

I don't own all character used in this story, but story is mine.

.


Jongin mengompres lebam di sudut bibir dan matanya dengan sekantong es batu dibalut dengan handuk kecil. Meski sudut mata dan bibirnya membengkak, menyisakan luka robek disudutnya, ia tetap dapat melemparkan pandangan menusuk pada ketiga lelaki diseberang mejanya, yang tidak kalah berantakannya dengan Jongin. Bercak kecil darah tersisa di kemeja, rambut berantakan, memar di sudut wajah, hingga lebam membiru. Aura dingin darinya menyeruak dalam ruangan tersebut, hanya ada mereka berempat.

Ketiga siswa dihadapannya masih enggan melontarkan kata sejak 20 menit lalu. Jongin menarik napas kesal lalu menyandarkan bahu pada bangku.

"Aku tanya untuk yang ke tiga kalinya, siapa yang memulai ini?" ujar Jongin, intonasinya meninggi. Meski ia tidak sulit untuk menerka provokator perkelahian di belakang sekolah tadi. Siapa lagi kalau bukan Oh Sehun, si pembuat onar berwajah dingin.

Mereka tetap menutup mulut,

Brak.

Ketiga lelaki itu tersentak ketika menangkap suara pukulan meja, serta suara kursi tergeletak sembarangan dihadapan mereka. Pandangan kini tertuju pada Jongin, ketua kedisiplinan itu yang tengah berkacak pinggang, menampakkan wajah dinginnya.

Raut wajah Jongin berubah, dua alisnya bertemu dan keningnya berkerut. Jongin menganggukkan kepalanya tiga kali, mengambil keputusan akhir.

"Baiklah. Akan ku serahkan masalah ini pada kepala sekolah langsung, tanpa melalui Kim ssaem,"

Mendengar perkataan Jongin, salah satu siswa bernametag Kim Jongdae mengerutkan keningnya. Kim songsaenim adalah guru pembimbing angkatannya yang akan membantu mereka untuk menyelesaikan masalah sebelum kepala sekolah turun tanggan. Tentunya dengan detensi ringan karena kompromi.

"Bisa kau pikirkan lagi?" salah satu siswa berwajah dingin dihadapan Jongin membuka suara. Jongin memutar malas bola matanya pada seniornya yang sering terlibat masalah di lingkungan sekolah itu.

"Apa yang harus kupikirkan lagi, Myungsoo-sunbaenim?" Jongin mencondongkan wajahnya pada siswa yang baru saja membuka, pandangannya penuh sarat akan emosi, tangannya bertumpu pada meja, "Ini yang kedua kalinya dalam seminggu kalian membuat keributan seperti ini. Kesempatan kalian sudah habis."

Sebelumnya, mereka memiliki masalah kecil masing-masing dan berhadapan dengan Jongin, Kim songsaenim, Eric songsaenim ataupun guru pembimbing lainnya. Tidak seperti ini, tiga jagoan sekolah terlibat dalam satu perkelahian sekaligus, yang artinya mengumpulkan ketiga siswa terkuat di sekolah ini, entah apapun alasannya.

Jongin menegakkan tubuhnya, menyambar kantong es, membuangnya ke tempat sampah pada sudut ruangan. Ketika tangannya hendak membuka kenop pintu, tubuhnya tertarik ke belakang hingga jatuh terpelanting, terhempas mengenai tembok ruangan. Bola matanya berputar setelah melihat siapa yang berdiri di atasnya kini, Oh Sehun, cucu pemilik yayasan sekolah yang menjadi siswa nomor satu.

Siswa berambut sedikit ikal dan kecoklatan itu melipat tangan didepan dada, berdecak malas ke arah Jongin,

"Do you really want to die?" Sehun bertanya tanpa menunjukkan etika pada lawan bicaranya.

"Do you think its that easy to kill a person?" Jongin menjawab penuh penekanan sembari bangkit dari lantai, tetapi tertahan karena secara cepat kaki Sehun menahan dadanya agar tetap terbaring.

"S-Sehun, sudahlah," Jongdae mencoba melerai keduanya, menarik sebelah tangan Sehun. Meski mereka terlibat perkelahian, tetapi, diantara mereka yang memiliki sedikit kepedulian adalah Kim Jongdae, lelaki yang memiliki postur tubuh paling pendek diantara mereka. Penampilan dirinya pun tidak kalah mengenaskan dari Sehun juga Myungsoo, mendapat beberapa luka lebam dan robek.

Sehun menghempaskan kasar lengan Jongdae, mendorongnya hingga jatuh mengenai pinggiran meja.

"Jika kau melakukannya, aku tak segan mengusikmu, Jongin," ancam Sehun, menggertakkan giginya, kini wajah tegangnya tergantikan oleh smirk, "Oh.. aku dengar kau mendapatkan beasiswa penuh untuk berada di sekolah ini,"

Amarah Jongin membuncah, ia tidak pernah membedakan status sosial murid-murid Kyunggi High School, sekolah nomor satu di Gangnam ini ketika memiliki masalah dalam melanggar peraturan sekolah. Dengan sigap, tangannya menarik kaki Sehun dan mendorongnya hingga lelaki dihadapannya itu tidak bisa mengontrol keseimbangan, dan terjatuh mengenai lantai.

Tidak memberi kesempatan untuk Sehun bangkit, Jongin menarik kursi dan menaruh diatas Sehun hingga lelaki itu terpenjara oleh kaki kursi tersebut. Jongin menduduki kursi itu. Sehun memberontak, menggoyangkan kaki kursi tetapi tidak berimbas besar pada pergerakannya.

"Aku tidak pernah takut pada siapapun, termasuk kau, Oh Sehun," kata Jongin, tenang. Lelaki dibawahnya itu menggerang kesal, "Argh."

Jongdae dan Myungsoo tidak melewatkan kejadian langka ini, ia menyunggingkan senyum tipis mengolok Sehun. Mempermalukan Oh Sehun adalah hal yang paling dihindari di sekolah mereka. Dalam hati mereka, memberi dukungan pada Jongin yang berani melakukan itu pada penguasa sekolah, balasan atas adu jotos yang mereka lakukan setengah jam lalu di belakang sekolah yang dimulai oleh Oh Sehun.

Dengan serampangan, Jongin melempar handuk basahnya ke wajah Sehun dan meninggalkan mereka bertiga dalam ruangan lima kali tujuh meter itu.

"Kau telah melalui garismu, Jongin," gumam Sehun.

.

.

.

Ekspresi Myungsoo dan Jongdae terlihat lesu berjalan berdampingan setelah keluar dari ruang kepala sekolah pada jam istirahat kedua, diikuti dengan Sehun yang berjalan angkuh dibelakang mereka. Di sepanjang koridor, berpasang mata melirik penasaran ke arah mereka dengan sembunyi-sembunyi. Mereka tidak dapat memperhatikan ketiga siswa populer disekolahnya secara terang-terangan kecuali kalau mereka ingin mendapat masalah dengan ketiga siswa tersebut.

.

.

.

Jongin melepas blazer seragamnya diatas meja panjang, membiarkan kemejanya terkena udara pendingin ruangan. Saat ini, emosinya tengah mendidih. Otaknya penuh, ingin menumpahkan segala unek-uneknya. Mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh beberapa siswa di sekolahnya, rasanya ia ingin mengundurkan diri menjadi ketua kedisiplinan, membawahi dua anggota, Donghae dan Kangin, dua seniornya yang bertubuh lebih besar namun tidak lebih tegas dari dirinya. Dengan kasar, Jongin mengacak rambutnya. Matanya terpejam sedangkan tangannya memijat pelipis dengan konstan. Beberapa kali ia mendesis, merasakan sakit pada luka lebam dan robeknya, akibat melerai perkelahian tiga siswa penguasa sekolah.

Meski masih dalam waktu istirahat, dan dipenuhi oleh murid-murid yang kebanyakan memakai waktu mereka untuk mengisi perut masing-masing, ia memilih untuk duduk di sudut ruang student council, menenggelamkan wajah dalam tangannya yang terlipat diatas meja.

Tanpa ia sadari, siswa bertubuh besar dengan telinga aneh bersandar sedemikian ringannya pada pintu sampai nyaris tidak menyentuhnya dan menatap Jongin dengan pandangan yang sulit diartikan. Melihat Jongin yang tidak menunjukkan respon atas kedatangannya, ia berjalan mendekati meja disudut ruangan tersebut, menarik satu bangku lalu duduk berhadapan.

"Setidaknya, kau mengambil jatah makan siangmu, jika tidak mau, aku bisa menghabiskannya,"siswa itu angkat bicara.

Jongin menengadah, mengangkat kepalanya malas.

"Kepalaku hampir meledak, Chanyeol," sahut Jongin singkat.

Chanyeol tertawa kecil, "Kepalamu memang sering bermasalah. Makanlah dulu, aku tidak mau seseorang pingsan karena belum sarapan di wilayahku," tangan Chanyeol meletakkan bento yang sedari tadi ia bawa di depan Jongin.

Ya, ini wilayah Chanyeol. Lelaki itu mejabat sebagai bendahara student council. Mungkin karena ia berada dalam salah satu keluarga yang berada dan memiliki beberapa cabang perusahaan di Jepang, ia diusulkan untuk memegang posisi bendahara oleh teman seangkatannya. Agar tidak kesulitan mencari pinjaman ketika berada dalam waktu mendesak, alasannya.

Jongin menegakkan tubuhnya, mengambil sumpit lalu membuka kotak bento tersebut, memakannya dengan penuh gairah.

"Thanks."

Lelaki dihadapannya itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis, "Aku tidak tahu kenapa kau terlihat menyedihkan," akunya. "Padahal kau adalah siswa yang tangguh."

Dengan satu gerakan, Chanyeol mengambil plester luka, kapas dan obat merah dari kantong seragamnya, melemparkannya dihadapan Jongin.

"Bagaimana denganmu, Chanyeol?" Jongin bertanya kepada Chanyeol, menyambar kapas, meneteskan obat merah, dan mengusapkan pada sudut bibirnya, "Kau bahkan selalu menyendiri setiap teringat oleh Seulgi. Itu sama sekali tidak tangguh," lanjutnya.

Saat Jongin menyebut hal itu, wajah Chanyeol berangsur menciut. "Jangan coba-coba membahas soal itu. Lagipula kita sedang membahasmu, bukan aku, bodoh,"

Jongin terkekeh, ia mengambil rice ball dari bento kemudian menyodorkan di depan wajah Chanyeol. Dengan enggan, Chanyeol memakannya.

"Jangan begitu," Jongin menaruh sumpit di atas kotak bento, "Mestinya kau tidak ketakutan."

"Aku tidak."

"Jawaban yang menarik," kata Jongin, memainkan tangannya diatas meja sembari menyunggingkan sebelah bibirnya.

"Jadi, apakah Oh Sehun membuat suatu ancaman lagi?"

Yeah, Chanyeol sangat pandai mengalihkan topik.

Jongin mengangguk, "Kau tau sendiri. Siswa angkuh itu selalu menggunakan kekuasaan ayahnya untuk menaklukkan, menjatuhkan lalu menginjak-injak lawan dibawahnya," dan mungkin aku juga akan merasakan hal itu segera terjadi, tambah Jongin dalam hati.

"Jadi kau sudah takluk padanya?" Chanyeol memainkan alisnya, menggoda.

"Bukan bodoh. Itu hanya perumpamaan."

"Apa rencana selanjutnya?" tanya Chanyeol, menyambar rice ball dari bento Jongin, memakannya.

"Rencana apa?" satu alis Jongin terangkat.

"Jika Sehun bersungguh-sungguh dengan kata-katanya mengenai beasiswamu. Dia sudah menyinggung itu dua kali dalam seminggu ini, bukan?"

Jongin menarik napas berat, "Entahlah aku belum memikirkannya. Jika Sehun mengatakan pada ayahnya untuk mencabut beasiswaku, mungkin aku harus siap-siap mencari sekolah lain. Ini akan berat untuk ayah jika aku bersekolah disini tanpa beasiswa," keluhnya.

Perusahaan keluarga Oh Sehun, Oh Corp. memang bertanggung jawab atas beasiswa penuh beberapa murid, termasuk Jongin, diluar donasinya pada sekolah. Meski Tuan Oh itu ramah dan bersahaja, ketika Jongin memperhatikannya ketika pemimpin perusahaan itu menghadiri undangan acara di sekolanya, tetapi ia tidak yakin jika Tuan Oh akan tetap pada sifatnya setelah mengetahui ada orang yang telah mempermalukan anaknya hari ini. Pasti Sehun sudah mengadu pada ayahnya, batin Jongin.

Dibalik tembok tempat Jongin dan Chanyeol berbicara, Sehun bersandar dan berpura-pura memainkan ponselnya dengan menyeringai. Ia telah mendengar semua pembicaraan antar kedua sahabat itu.

.

.

.

A/N:

So, this's my new story.

I got some idea this week, and just finished this chap

Give me a review, let me know what you thing about this story

I really appreciate all of your feedback about this story

Okay, so, review and favorite

-XOXO-

punchjongin