Happy YunJae 5th anniversary ^^
(June 10th 2007 - June 10th 2012)
.
.
~~ YUNJAE: A LOVE STORY ~~
..
..
Length: Two shots
Author: Shin Min Rin
Twitter: ninanutter
Cast : Yoochun, Yunho, Jaejoong, Junsu, Changmin, Yoona
Disclaimer: This story is a work of pure fiction
Warning: OOC, typos, boy's love, boy x boy, yaoi, shounen-ai. Yang tidak nyaman dengan hal-hal ini, silakan pergi
Cerita kebanyakan menggunakan Yoochun POV
.
.
Summary: Karena hampir menabrak seorang pejalan kaki, Yoochun dihukum kerja sosial di sebuah panti jompo selama 6 bulan. Di sana dia menemukan sesuatu...
.
.
"Saudara Park Yoochun, dengan ini Pengadilan Negeri Kota Seoul memutuskan anda dihukum kerja sosial di panti jompo selama 6 bulan atau 180 hari. Masa kerja sosial anda dimulai tiga hari sejak putusan ini dijatuhkan. Anda juga diwajibkan membiayai pengobatan korban sampai sembuh."
Tok! Tok! Tok! Hakim pengadilan Negeri Kota Seoul mengetukkan palunya.
Annyeong, namaku Park Yoochun. Usiaku 26 tahun. Orang-orang terdekatku biasa memanggil "Yoochun" atau "Chunnie."
Dan apa yang kulakukan sekarang? Saat ini aku sedang berada di ruang sidang Pengadilan Negeri Seoul. Sepuluh hari yang lalu aku tertangkap tangan mengemudi sambil mengantuk sehingga hampir menabrak pejalan kaki di trotoar.
Waktu itu aku baru pulang kerja pada jam dua belas malam. Aku bekerja penuh waktu di sebuah restoran sebagai junior chef. Spesialisasiku adalah Western Foods and Beverages, sesuai dengan jurusan yang kuambil sewaktu mengambil diploma chef di Amerika Serikat.
Akhir pekan itu memang restoran sangat ramai sehingga semua orang yang ada di restoran pun harus lembur. Dan sebagai seorang chef, tentu saja ada pekerjaan ekstra untuk kami karena harus memasak tanpa henti untuk tamu. Meja tunggu selalu penuh. Tidak sempat ada meja yang kosong karena selalu ada pelanggan yang mengantri untuk makan di tempat kami. Pesanan datang secara non-stop dan membuat kami semua bekerja ekstra keras.
Sepulang dari restoran, aku merasa sangat lelah karena sekian jam berkutat di dapur. Mencuci dan memotong-motong bahan makanan, menyiapkan bumbu dan sebagainya. Di akhir jam kerja, tubuhku serasa mau rontok sampai capainya. Lelah dan mengantuk, mungkin itu faktor yang membuatku tidak konsentrasi ketika mengemudi dalam perjalanan pulang. Mobilku oleng dan menabrak pembatas jalan sampai terpental ke trotoar. Dan si korban berada di tempat dan waktu yang salah. Jadilah dia hampir terserempet oleh mobilku.
Aku dituntut oleh si korban melalui pengacaranya. Setelah melewati dua kali sidang, akhirnya putusan in kracht dijatuhkan. Dan jadilah sekarang aku harus menjalaninya.
Begitu mendengar putusan hakim, tubuhku langsung merosot di kursi 'pesakitan' ruang sidang. Kaget sekaligus lega. Lega, karena ternyata hukumanku agak ringan. Daripada masuk penjara. Kaget, karena aku harus menjalani hukuman bekerja sosial di panti jompo.
Aku memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Bekerja di pantai jompo yah... Pasti membosankan sekali. Apalagi selama enam bulan ini aku akan bertemu dengan ahjusshi dan ahjumma yang tidak aku kenal. Mungkin mereka semua juga sudah pikun. Berbicara tentang orang-orang tua seperti mereka, aku jarang sekali bergaul dengan orang-orang seusia mereka karena di lingkunganku sendiri pun jarang. Kakek dan nenekku pun sudah meninggal ketika aku masih kecil, jadi tidak banyak tahu tentang kepribadian orang-orang seusia mereka.
Hufft, pasti enam bulan ini akan sangat membosankan. Tapi bagaimana lagi, aku harus menjalaninya.
Kakiku berjalan cepat mengikuti pengacaraku ke sebuah ruangan yang ada di gedung Pengadilan Negeri ini. Begitu putusan hakim sudah dijatuhkan, aku diharuskan menerima pengarahan tentang apa saja job description-ku nanti. Sampailah kami berdua di sebuah ruangan. Di sana sudah ada dua orang yang menunggu kami. Seorang yang mengenakan seragam, kemungkinan dia adalah pegawai di Pengadilan Negeri ini. Dan seorang lagi mengenakan setelah berwarna gelap dan dasi merah.
Pengacaraku yang pertama kali berbicara kepada kedua orang itu. "Annyeonghasseo. Saya Oh Jujin, pengacara Park Yoochun-ssi..." dia menunjukku "...kami kemari untuk menerima rincian putusan sidang satu jam yang lalu." Kami membungkukkan badan ke arah dua orang yang lebih dulu berada di ruangan itu dan mereka juga membungkuk ke kami. "Saya Han Wanji dan ini adalah Shim Changmin-ssi," ujar namja berseragam sambil menunjuk ke namja yang memakai setelan, "...dia petugas dari Dinas Sosial Kota Seoul yang akan memandu dan mengawasi Park Yoochun-ssi."
Aku langsung tertegun melihat si namja yang memakai setelan jas. Menurutku dia keterlaluan sekali... tingginya. Mungkin hampir dua meter. Aku terpaksa mendongak memandangnya. Rambutnya ikal kecokelatan ( A/N: inget style Changmin pas SM Town New York 2011? Author meleleh ). Mengenakan setelan resmi berwarna hitam yang membungkus kakinya yang panjang. Kemeja putih dan dasi berwarna merah menyempurnakan penampilannya.
Entah apa tugasnya di sini. Sungguh, dia tidak cocok berada di gedung yang suram dan penuh dengan orang-orang bermasalah seperti disini. Menurutku dia lebih cocok bekerja sebagai artis, mungkin sebagai aktor? Kugelengkan kepala cepat-cepat. Ya ampun, pikiranku kok melantur kemana-mana.
Petugas Dinas Sosial yang bernama Shim Changmin itu membungkukkan kepalanya sedikit, "Mohon bantuan dan kerjasamanya."
Tuan Oh kemudian menyerahkan memo yang diberikan oleh panitera sidang tadi kepada si namja berseragam. "Park Yoochun-ssi..." Aku langsung maju ke arah mereka berdua, "...ini rincian tugas sosial yang harus ada kerjakan."
Sebuah kertas berisi jadwal kerja sosialku selama 180 hari alias 6 bulan. Apa iniiiii? Membersihkan kamar mandi di panti jompo? Mengepel lorong? Oh God, tugas-tugas rumah tangga ini harus kukerjakan juga? Sebenarnya aku ini dihukum atau dijadikan pembantu sih? Dan keterangan di bagian paling bawah kertas menunjukkan bahwa aku harus mengerjakan tugasku dengan sungguh-sungguh dan satu orang pengawas akan ditugaskan untuk mengawasiku.
Jadi namja-setinggi-tiang-listrik ini yang akan mengawasiku? Mengawasiku mengerjakan tugas-tugas rumah tangga? asdfghjklasdfghjklasdfghjkl ! #$%^&*
Sekali lagi kulirik si Pengawas. Tubuhnya tinggi langsing, bisa dibilang agak kurus. Tidak sesuai dengan tingginya. Mungkin dia makannya sedikit (?) Dan dia terlihat lebih muda dariku.
Okeeeeee... Mungkin aku bisa sedikit menyogoknya supaya memberikan penilaian yang baik. Jika nilaiku baik, mungkin pihak pengadilan bisa mengurangi hukuman sehingga aku tidak perlu jadi pembantu selama enam bulan ini.
Otakku sibuk menerka-nerka 'sogokan' apa yang akan kuberikan pada si pengawas. Mari kita pikirkan satu persatu. Hmmm, skillku adalah memasak. Tapi kelihatannya si pengawas tidak suka makan. Tubuhnya kurus sih. Sayang sekali, padahal aku pintar membuat berbagai macam hidangan.
Jadi apa dong? Masa pakai duit? Duh, duit siapa yang mau kupakai? Hampir semua tabunganku sudah kupakai untuk membayar uang muka rumah kecil yang baru saja kubeli. Selama enam bulan kerja sosial pun aku terpaksa harus keluar dari pekerjaan karena tidak boleh melakukan double-job antara kerja reguler dan hukuman kerja sosial. Jadi selama enam bulan ini aku tidak mendapat penghasilan dan hanya mengandalkan dari tabungan saja. Lagipula kalau pakai duit nanti ketahuan Pengadilan kan tambah gawat. Bisa-bisa ada tuntutan baru lagi untukku: menyuap pengawas Pengadilan. Andwaeeeeeeee!
Baiklah. Keputusan terakhir. Aku akan 'menyogok' si Pengawas dengan wanita. Kuamati jari-jarinya, belum ada cincin yang tersemat di situ. Aman. Belum menikah. Kalaupun dia sudah mempunyai kekasih atau sudah menikah tapi cincinnya tidak dipakai, itu bukan urusanku. Yang penting aku selamat, syukur-syukur hukumanku bisa dikurangi -,,-
Salah seorang chef wanita rekanku, dia lumayan cantik meski agak matre. Bukankah semua yeoja begitu? Mungkin aku juga bisa minta bantuan pacarku. Teman-temannya pasti banyak yang cantik. Pacarku adalah seorang guru sekolah dasar.
"Tuan Park, apa ada yang ingin anda tanyakan?"
Sebuah suara menginterupsi lamunanku. Pandanganku langsung menyusuri hingga ke bawah kertas. Memasak? Yak, tugas yang terakhir sangat mudah. Untunglah ada hukuman yang mungkin bisa kukerjakan dengan baik.
"Tidak ada. Mungkin nanti pertanyaan menyusul saja."
.
- Yunjae Is Real -
.
Hari ini rasanya berlalu begitu cepat. Meski demikian, hari masih sore ketika aku pulang ke rumah, baru jam enam sore. Biasanya aku baru sampai rumah jam sepuluh malam ke atas. Hari ini setelah menerima putusan Pengadilan, tentu saja aku langsung mengajukan surat pengunduran diri ke manajemen restoran. Mereka sangat menyayangkan salah satu chef andalannya pergi. "Bolehkah saya melamar lagi setelah masa hukuman saya berakhir?" tanyaku kepada manajerku tadi. Dia hanya mengangkat bahu. "Mungkin," jawabnya singkat. Oh ya, tentu saja mereka tidak mau punya pegawai yang pernah berurusan dengan Pengadilan. Padahal aku hanya dihukum percobaan, bukan dihukum penjara.
Ah, seandainya waktu bisa diputar ulang...
"Aku pulang."
Kulangkahkan kaki melewati pintu ruang tamu dengan gontai. Tertegun, pacarku duduk di sana, menungguku. Sebetulnya ini pemandangan yang biasa ketika Yoona ada di ruang tamu, menungguku pulang kerja. Bedanya, sekarang ada beberapa koper yang diletakkan di sisi sofa tempatnya duduk.
Yoona berdiri ketika melihatku masuk ruang tamu. Kedua tangannya diremas-remas dengan gugup. "Chunnie-ah..."
Tidak biasanya dia memanggilku seperti itu. Chagiya adalah panggilan sayangnya untukku.
"Aku harus pergi."
Tidak ada permintaan maaf. Bahkan tidak ada basa basi.
Kuhempaskan tubuh dengan keras ke sofa. Kugosok-gosok mataku, berusaha mengusir kepenatan disitu. Yoona ikut duduk di sebelahku. "Aku tidak bisa lagi. Appa menyuruhku pergi dari sini."
Kami berdua duduk dalam diam. Lama.
Kupecahkan keheningan di antara kami. "Sekarang?"
Yoona mengangguk. "Tidak bisa menunggu lagi."
Aku seharusnya sudah tahu ini. Appa Yoona keberatan. Bukan, bukan dia tidak bersedia dengan keadaan kami yang hidup bersama meski belum menikah, bukan itu masalahnya. Appa Yoona sama sekali tidak bermasalah dengan hal itu. Tapi ketika mendengarku berurusan dengan hukum, dia bereaksi dengan keras. Dan Yoona diminta untuk kembali pulang ke rumah-nya.
"Tapi kau akan menungguku kan?" tanyaku sambil menoleh ke arah Yoona yang duduk di sampingku. Menungguku hingga selesai menjalani hukuman kerja sosial. Setelah itu aku akan berusaha supaya appa Yoona mengizinkan kami hidup bersama lagi. Kusentuh pipinya dengan ibu jariku.
Yoona semakin menundukkan wajah tirusnya. Rambutnya yang belah tengah tergerai di sisi-sisi wajahnya. Setitik air mata mulai menuruni pipinya. "Aku takut... tidak bisa, Chun."
"Maksudmu?" Kukerutkan kening tanda tidak mengerti.
Air mata Yoona mulai membanjir. Perasaanku semakin tidak enak. Benarlah.
"Aku... aku diminta melanjutkan sekolah ke Todai,* Chun. Appa yang akan membiayaiku," ujarnya dengan suara yang tidak jelas karena teredam oleh suara tangisannya.
"Jauh sekali..." sambutku lirih. Kepala kusandarkan ke bantalan sofa. Tangan kananku menutupi mataku. Yoona masih saja sesenggukan di sampingku.
Tahulah aku. Rupanya appa Yoona ingin menjauhkan putrinya dariku. Pengiriman Yoona ke Jepang merupakan penolakan kepadaku secara halus. Beliau tidak ingin lagi aku ada di samping putrinya. Memang akhir-akhir ini appa Yoona agak turut campur dalam hubungan kami. Sebagai anak satu-satunya, tentu dia menjadi perhatian appa-nya, apalagi umma Yoona juga sudah tiada. Yoona sering sekali diminta untuk tidur di rumah, yang berarti dia tidak tidur bersamaku. Ditambah dengan kesibukanku yang sering pulan malam, rasanya keakraban dan keintiman kami semakin berkurang.
Kugosok-gosok wajahku. Hubungan kami selama setahun lebih ini ternyata saat ini sedang mendapat ujian.
Tiba-tiba Yoona berdiri. Aku mengikutinya. Dia masih menunduk meski sudah tidak sesenggukan lagi. "Bye, Chunnie..." Diseretnya koper keluar ruang tamu tanpa menoleh lagi padaku.
That's it? Begitu saja? Tak ada pelukan. Hanya ada ucapan selamat tinggal...
Kedua kakiku tiba-tiba terasa berat. Semua terasa begitu cepat. Aku tidak kuasa menahan Yoona. Kulihat tubuh ringkihnya berjalan menjauhiku dan keluar dari rumah. Rumah-ku. Rumah yang setahun ini menjadi saksi perjalanan kisah kami berdua. Dan sekarang aku harus menghadapi bahwa aku sendirian.
.
- Yunjae Is Real -
.
Entah apa yang kemudian terjadi. Tahu-tahu saja aku sudah berakhir di sebuah pub lokal. Sedang memesan minuman di meja counter ketika kudengar sebuah suara melengking di dekatku, "Minta yang biasa, hyung." Ah, seorang pelanggan pub duduk di sebelahku. Tempat ini memang sedang penuh sesak pada malam hari. Kebanyakan para pekerja yang baru pulang bekerja mampir ke sini. Suasana di sini memang nyaman. Tidak terlalu luas sehingga pengunjung juga tidak terlalu banyak. Di sini juga tersedia makanan berat dan ringan sehingga menjadi salah satu favorit pelanggan selain menyediakan minuman beralkohol seperti layaknya sebuah pub. Dan sekarang ini sangat ramai. Lumayanlah, aku bisa mengamati berbagai macam orang untuk mengusir kegalauanku.
Aku bersiap memesan gelas kedua ketika suara melengking itu memanggilku. "Yoochun?" Huh? Bahkan di sini pun ada yang mengenaliku, pikirku narsis. Segera menoleh ke arah suara.
"Junsu?"
Kim Junsu, namja berpipi tembam dan bersuara melengking, ternyata pelanggan yang duduk di sebelahku. Aku mengenalnya karena dia adalah salah seorang pemilik toko daging dan seafood. Restoranku sering membeli bahan-bahan segar dari situ. Meski status Junsu sebagai pemilik, tapi dia sering sekali mengantarkan bahan-bahan itu sendiri ke restoran. Dia bilang dia hanya menggantikan pegawainya yang tidak masuk. Tapi apa mungkin pegawainya tidak masuk kerja sampai dua kali seminggu? Tidak tahu juga yah. Mungkin karena dia tidak percaya kepada pegawainya jadi diantar sendiri. Bisa jadi.
Aku mengangguk sedikit, tanpa suara. Lalu pandanganku beralih kembali ke minuman di depanku. Sungguh, aku sedang tidak ingin bercakap-cakap sekarang. Sesaat setelah bartender memberiku gelas kedua, segera kutengguk isinya sampai habis.
"Ih, netes-netes nih~"
Tiba-tiba merinding. Junsu mengelap leleran minuman yang keluar dari sudut bibirku dengan sehelai tisu. Aku memang minum dengan tergesa-gesa.
Pandangan mata kami bertemu. Junsu memandangku dengan wajahnya yang polos. Tangannya masih saja mengelap sudut bibirku. Uh! Apa dia tidak tahu kalau tiba-tiba aku merasa gerah dengan perlakuannya yang aneh itu.
"Nah, sudaaahhh~~" ucapnya riang. "Sudah bersih sekarang..."
Aku masih saja memandangnya.
"Yoochun-ah?" Tangannya bergerak-gerak di depan wajahku. "Apa kau sakit? Wajahmu agak merah." Junsu membulatkan matanya. Kuamati saja. Sekilas terlihat seperti pandangan kuatir di sana.
Aku membuang muka. Wajahku terasa sedikit panas. Pasti karena disini sedang penuh sesak. Ya pasti karena itu.
"Yoochun-ah?" Kali ini Junsu memegang lenganku. Agak berjengit sedikit tapi sayangnya membentur seseorang yang duduk di kiriku. Segera memohon maaf begitu orang itu melotot padaku karena merasa terganggu. Terpaksa aku duduk merapat di sebelah Junsu.
"Junsu-ah, tolong lepaskan lenganku."
Dia cepat-cepat menarik tangannya dari lengan kananku. "Mi... mianhae," ucapnya pelan sambil mengusap tengkuknya. Gugup.
Dasar aneh.
Meneruskan kembali acara minumku yang tertunda sebentar. Mood sudah agak berantakan tapi aku masih berniat menghabiskan waktu di pub ini.
"Ah, Yoochun-ah, bagaimana kabarmu? Kenapa aku tidak melihatmu di restoran hari ini?" tanyanya dengan nada ceria.
Dari tadi aku memasang wajah jangan-ganggu-aku. Rupanya Junsu belum menyerah. Atau mungkin karena saking polosnya dia jadi tidak tahu jika aku tidak mau diganggu? Meski demikian, aku tidak mau berlaku tidak sopan jadi kujawab saja, "Ne. Aku memang tidak masuk kerja."
"Kenapa?" Lagi-lagi matanya membulat. Terlihat... imut. Dan entah kenapa tiba-tiba aku merasa gerah lagi sehingga berkeringat.
"Hmmm..."
Aku hanya bergumam tidak jelas. Bagaimana aku bisa bilang padanya jika mengundurkan diri. Lebih tepatnya dipaksa mengundurkan diri oleh pihak manajemen restoran. Tidak ada yang lebih memalukan daripada seorang yang jobless alias tidak punya pekerjaan. Aku segera minta bartender mengisi ulang gelasku. Bukankah ini tujuanku datang ke pub: melepaskan stress karena sekarang aku seorang yang jobless. Tapi kenapa sekarang aku harus diingatkan lagi jika sudah tidak punya pekerjaan.
"Wae?" Junsu rupanya tipe orang yang tidak mudah menyerah.
Maaf Junsu, aku tidak berniat untuk menjawab pertanyaan itu.
"Kalau kau tidak mau menjawab, aku kan bisa bertanya langsung kepada manajermu ya." Dikeluarkannya sebuah ponsel dari saku jaketnya.
Wait! Jangan bilang kalau dia ngambek karena aku tidak mau memberitahunya. For fuck's sake, dia umur berapa, pakai acara ngambek segala! Tapi daripada orang mengetahui kebenaran itu dari manajerku, lebih baik aku sendiri yang memberitahunya.
"Arasso, arasso. Baiklah kalau kau ingin tahu. Aku mengundurkan diri dari pekerjaan dan aku dihukum kerja sosial selama enam bulan, otomatis tidak mungkin double-job bekerja di restoran jika menjalani hukuman." Kukatakan dalam satu kalimat panjang.
Hening. Junsu terlihat salah tingkah. "Oh, begitu yah... Mianhae, Yoochun. Aku tidak tahu."
"Tidak apa-apa. Toh cepat atau lambat semua orang juga akan tahu."
"Lalu apa rencanamu sekarang?" tanyanya lagi.
Kuangkat bahu dengan cuek. "Tentu saja menjalani hukumanku dulu. Setelah itu, yah, kita lihat saja nanti."
"Ah, aku harus pergi." Junsu melirik arlojinya lantas menghabisan minumannya. "Semoga sukses." Diremasnya bahuku, seolah memberi kekuatan.
Aku hanya mengangguk pelan dan meneruskan memesan minuman sampai kehilangan kesadaran.
.
- Yunjae Is Real -
.
Dua hari setelah mabuk berat itu, aku mendapati diriku sedang tergesa-gesa bersiap menuju ke panti jompo yang letaknya hanya jaraknya hanya sepuluh menit dari rumahku. Kuputuskan untuk jalan kaki saja, hitung-hitung olahraga dan penghematan bensin tentunya. Selama enam bulan ini aku tidak mendapat penghasilan, hanya mengandalkan hidup dari tabungan saja. Untuk makan dan minum tentu aku menumpang di panti jompo. Ah sial, rasanya aku sudah cocok jika jadi penghuni panti jompo sebab aku rasanya sudah tidak punya apa-apa lagi layaknya orang-orang jompo itu.
Ouch! Tiba-tiba kakiku tersandung sesuatu dan aku jatuh terjerembab. Rupanya aku tidak sengaja menginjak sebuah benda yang terjepit di antara aspal jalanan yang agak rusak. Cepat-cepat berdiri dan menepuk-nepuk bajuku yang kotor kena debu. Telapak tangan sedikit lecet karena bersentuhan dengan aspal ketika menahan tubuh yang terjatuh tadi.
Wait, apa itu? Sebuah benda kotak berwarna coklat tua. Dompet. Lumayan bagus. Agak menggembung. Mungkin isinya penuh.
Rupanya Tuhan berbaik hati kepada hamba-Nya. Setelah kesialan kini datang keberuntungan. Menoleh ke sekitar. Sepi. Segera saja kumasukkan ke dalam saku longcoat-ku. Nanti saja membongkarnya. Sekarang sudah tidak ada waktu lagi. Harus cepat sampai di tempat tujuan. Peduli setan jika ada yang kehilangan. Salahnya sendiri.
Ternyata telat sepuluh menit di panti jompo. Pengawas Pengadilan setinggi-tiang-listrik itu sudah ada disana, menyambutku dengan sebuah kalimat, "Kenapa telat?"
Shim Changmin-ssi mengenakan setelan navy blue dan kemeja biru laut. Rasanya dia seperti keluar dari majalah fashion. Beda denganku yang berpenampilan seadanya dan berkeringat karena habis berlari dalam perjalanan menuju kesini. Pengawas itu melihatku dengan pandangan meremehkan. Kupasang wajah sedih, meminta maaf dan menunjukkan luka di tangan karena jatuh. Pengawas itu tidak berkata apa-apa lagi dan segera menyuruhku mulai melakukan tugas-tugasku.
'Sabar Chun, sabar, jangan sampai kau mendapat hukuman lebih, apalagi sampai dipenjara.'
Bolak balik aku menyemangati diri sendiri supaya tidak berbuat kesalahan lagi. Jika tidak ingat dia adalah Pengawas, pasti sudah kupukul dia. Masih muda saja sudah belagu begitu. Mentang-mentang punya kekuasaan.
Pengawas Pengadilan itu ditemani seorang pengurus panti jompo yang dengan gembira menerimaku. "Kami senang sekali mendapat bantuan di sini."
Yeah right, kalian seneng, aku yang menderita. Kehilangan pekerjaan dan pacar. Tapi tak urung kuikuti saja mereka.
"Tolong simpan tas dan coat anda disini. Anda harus bersih. Maklum, disini hanya ada orang-orang tua dengan kesehatan yang yah, tidak sebagus anda yang masih muda," kata si pengurus panti sambil membawaku menuju ke sebuah ruangan. Di sana ada beberapa locker dan sebuah toilet kecil. Rupanya panti ini sering dijadikan tempat untuk pekerja sosial melakukan tugasnya. Buktinya ada beberapa foto di dinding yang menunjukkan para pengurus sedang berpose dengan para relawan yang pernah bertugas di sini.
Untunglah, paling tidak aku mempunyai ruangan pribadi di sini.
"Berapa orang relawan yang bekerja dengan saya?" tanyaku iseng sambil melayangkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Siapa tahu ada juga orang-orang yang mendapat "hukuman" selain aku. Kan lumayan buat dijadikan teman.
"Tidak ada. Hanya anda saja."
Si Pengawas yang menjawab sambil melirikku. Uh, tidak perlu mengingatkan bahwa aku telah melanggar hukum. Kenapa sih si Pengawas ini "sulit" sekali? Kalau susah didekati begini, bisa-bisa rencanaku gagal. Iya, rencanaku semula. Rencana untuk "menyogok" dia dengan seorang wanita. Kelihatannya dia bukan tipe yang gampang disenangkan atau dibujuk. Duh, belum-belum kok ada rintangan begini sih.
"Yoochun-ssi?" Pengurus panti memanggilku.
"Ne?" jawabku cepat-cepat sambil memusatkan perhatian kepadanya.
"Saya pergi dulu ya. Jika butuh apa-apa, saya ada di ruangan pengurus. Yang tahu detil tugas anda kan Changmin-ssi." Senyumnya sambil beranjak pergi.
Si Pengawas memberikan kode supaya aku duduk di kursi di depannya. "Ini jadwalmu... hyung."
Aku menaikkan alis. Aneh sekali dia memanggilku begitu. Ingin mengakrabkan diri, eh?
"Baiklah. Jadi sekarang aku mengepel ruangan hall panti ya," gumamku sambil meneliti kertas di depanku. Ternyata tugasku hanya memasak makan siang dan mengepel saja. Itu sih tugas mudah. Tapi aku tetap harus pulang pada jam lima sore. Jadi jika tugasku sudah selesai sebelum waktunya, aku harus menunggu hingga jam lima baru boleh pulang. Begitu terus mulai Senin sampai Sabtu.
Panti jompo ini terdiri dari dua lantai. Total penghuninya berjumlah sekitar empat puluh orang. Beberapa orang pengurus panti juga tidur di sini. Mereka menyediakan beberapa hiburan disini, antara lain televisi, meja untuk permainan kartu, dan bermacam-macam lainnya. Sambil mengepel, aku melihat tingkah polah mereka. Ada yang melihat televisi, mengobrol, merajut, ada juga yang berjalan-jalan di taman yang asri. Kelihatannya para pengurus panti berusaha membuat suasana senyaman mungkin untuk penghuni tua mereka.
Aku hampir selesai mengepel ketika kudengar sebuah suara. "Ayolah... jangan bandel. Kami sudah sering mengatakan ini."
Kuangkat kepala dan melihat ke asal suara yang ternyata dari arah dapur. Seorang juru masak berbadan tinggi besar dan memakai celemek sedang berbicara dengan seseorang di depan pintu dapur.
"Tidak. Anda tidak boleh masuk ke dapur." Si juru masak berkata dengan tegas sambil menyilangkan kedua lengan di dadanya.
Huh? Seperti berkata kepada seorang bocah saja. Ketika melihatku di kejauhan, si juru masak tersenyum sambil mengangkat bahu seolah berkata, "Begitulah kelakuan penghuni panti ini." Aku tersenyum maklum. Mungkin di antara mereka banyak yang sudah pikun dan semacamnya.
Seorang namja penghuni panti terlihat berdiri di depan dapur dan berdiri berhadapan dengan juru masak tersebut. Juru masak berbadan tinggi besar menutupi pintu dapur yang terbuka dengan seluruh badannya sedangkan namja tua itu melongok-longokkan kepala, melihat ke dalam dapur.
"Tidak boleh," ulang si juru masak dengan tegas.
Si namja tua -yang tidak boleh memasuki dapur- membalikkan badan dan berlalu dari depan dapur tanpa berkata apapun. Dia berjalan menjauhi dapur sambil menghentak-hentakkan kakinya. Ketika berjalan melewatiku, aku bisa melihat bahwa rambutnya sudah mulai memutih, terutama akar-akar rambut yang baru saja tumbuh.
Tapi yang membuatku tertegun adalah dia mempunyai kulit yang sangat putih dan terlihat masih halus meski sudah mulai dimakan oleh keriput di sana sini. Sepasang matanya berwarna coklat, bulat dan tajam. Hidung yang kecil dan mancung. Bibirnya merah dan mengerucut marah, seolah-olah dia adalah anak kecil yang tidak diberi mainan.
"Jaejoong-ssi!"
.
~ TBC ~
.
.
Keterangan:
Todai = Universitas Tokyo
.
.
Author's zone
Juni.10.2012
.
After knowing YunJae long time ago, I found out that all (yaoi) couples in K-Pop seemed so FAKE. YunJae is real. Period ~_* /ngeyel :D :D
YunJae muncul di chapter depan ya. Saya janji update cepet karena fanfic ini cuma two shots aja.
Saya tahu ini fanfic gagal -_- Saya ga sreg sama fanfic ini -_- Ya sudahlah, review please ?
.
-Nina-
