Chapter 1

Sesosok perempuan berjubah panjang hitam tengah berjalan di sebuah lorong yang gelap dan lembab dengan langkah yang tertatih-taih sambil memegangi lengannya yang terluka parah. Bila diperhatikan, bukan hanya lengannya saja yang mengalami luka parah, tetapi hampir sekujur tubuhnya mengalami luka yang cukup serius.

Pandangan mata Perempuan itu mulai mengabur. Keringat dingin menucur deras dari dahinya manandakan bahwa ia sekarang sedang menahan sakit di sekujur tubuhnya, tapi tampaknya rasa sakit dan pandangan yang mengabur itu tidak memenyurutkan langkah kakinya. Ia masih tetap berjalan walaupun harus memegang dinding agar dia tidak terjatuh.

Dari kejauhan terdengar suara langkah kaki yang cepat, sepertinya pemilik langkah kaki itu sedang berlari.

"Ya tuhah! apa yang sedang terjadi disini?" suara bariton itu terdengar samar-samar dari telinga Sang Perempuan. Sang Perempuan yang sedang menunduk dan mengambil napas itu berusaha menoleh ke arah si pemilik suara bariton tersebut. Tetapi nampaknya percuma, karena pandangannya sudah benar-benar mengabur dan tiba-tiba semuanya menggelap. Samar-samar sang perempuan masih dapat mendengar suara tersebut manggil-mangil dirinya, "Nona! Hei sadarlah! Non..." dan suara itu lenyap tidak terdengar lagi.

Disclaimer © Det not punyakuuuuuu... *di tedang TO kuadrat. *nangis GaJe Hiks hiks hiks *ngelirik ke Om Tsugumi Ohba sama om Takeshi Obata

ASESINO © Kisaragi D Ryuu Lawliet

Romance-maybe-/humor-maybe-/drama/action/and many other

Piairing : Matt FemMello
FemMello Matt

Warn : Miss typo, abal-abal, GaJe, etc

Don't like? Klik icon "back" and don't come back again, please. Berhubung Ryuu author barum, flamenya jangan pedes-pedes ya, Ryuu takut kepedesan ntar hehehehehe

Happy reading minna~

\(^O^)/

Matahari telah bersinar terang pagi itu. Di sebuah apartement yang tidak bisa di katakan sederhana mengingat luas dan banyaknya perabotan mahal yang berada di dalamnya, terlihat seorang pemuda berambut marah tangah memandang seorang perempuan yang kini sedang terbaring dikasurnya. Pemuda itu memandang puas terhadap 'hasil karya'nya disekujur tubuh sang perempuan. Ya, perban disana-sini menandakan betapa banyaknya luka yang didapat oleh perempuan itu.

"Ngh.." terdangar erangan yang berasal dari Perempuan yang di tolongnya tadi malam.

- Flashback -

Tidak bisanya pemuda itu berjalan kaki menuju supermarket yang terbilang cukup dekat dari apartementnya itu. Entah ada angin apa yang menyebabkan pemuda itu berjalan kaki pada malam itu. padahal biasanya dia akan mengendarai mobil camero merah kesayangannya daripada harus berjalan kaki walau tempat yang ia tuju hanya berjarak 100 m. Manja? Mungkin. Tapi itulah kebiasaanya.

Dia berjalan santai sambil sesekali bersiul-siul untuk menguranngi rasa dingin yang dia rasakan saat itu. Sepertinya sekarang akan memasuki musim dingin, itulah sebabnya udara menjadi lebih dingin dari pada biasanya.

Pemuda itu memasukkan tangannya ke dalam saku jaket tebal yang ia gunakan. Saat itu tak sengaja matanya menangkap sesosok perempuan yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam sedang berjalan tertatih-tatih sambil memegangi dinding. Si pemuda bisa saja berpura-pura tidak melihat sang perempuan jika saja tubuh peremuan itu tidak terluka parah.

Dangan langkah cepat, sang pemuda menghampiri si perempuan. "Ya Tuhan! Apa yang sedang terjadi di sini?" ucap pemuda itu panik. Kemudia ia menatap perampuan itu. Sekejab ia teregun melihat mata hitam kelam perempuan itu. Mata yang begitu gelap, seperti mampu menghisap apapun yang tercermin padannya. Tetapi pemuda itu segera tersadar dari keterpesonaannya pada mata si Perempuan begitu perempuan itu tampak akan kehilangan kesadaran, "Hei Nona! Sadarlah! Nona!"

Karena tak kunjung membuka mata, akhirnya si pemuda membawa sang perempuan menuju apartementnya dan melupakan tujuan awalnya –pergi ke supermarket-.

Sesampainya di apartement, pemuda itu segera membaringkan sang perempuan di atas kasur miliknya dan segera membasuh luka-luka serta membebat luka-lukanya dangan perban.

Setelah di rasa cukup, pemuda itu mengambil selimut cadangan di dalam lemari dan mengambil bantal lalu beranjak keluar kamar untuk tidur di kamar tamu.

-Flashback End-

Erangan yang terdengar dari si perempuan segera menyadarkan si pemuda dari kegiatannya menatap perempuan tersebut.

Perlahan-lahan, tirai mata perempuan itu membuka dan menampakkan mata hitam kelam yang membuat si pemuda terpesona.

Perempuan itu mengerjapkan matanya berkali-kali, membiasakan matanya dengan matahari yang mengenai wajahnya. Setelah tersadar sepenuhnya, perempuan itu mendapati seorang pemuda tinggi, berambut merah, yang memiliki kulit putih pucat dan bermata coklat berdiri di sebelahnya.

"Kyaaaaaaa... " teriak perempuan itu karena kaget.

"Siapa kau? Apa yang kau lakukan padaku? Dan..." mata onyx-nya mengamati sekelilingnya, "Dimana ini?" lajut si perempuan dengan pertanyaan yang beruntun.

Perempuan yang memiliki mata berwarna onyx, berambut blonde dan kulit putih itu segera merapatkan kakinya di depan dada dan bersikap awas sambil melirik ke arah si pemuda.

Si pemuda tampak menghela nafas dan berkata, "Tadi malam aku menemukanmu berjalan tertatih-tatih dengan luka di sekujur tubuhmu saat aku hendak pergi ke supermarket." Jelasnya.

Kemudian si perempuan tersadar dengan keadaan lengannya yang kini terbalut perban dengan sedikit noda darah di sana dan beberapa luka lainnya di kaki serta wajahnya. Perempuan itu lantas tersenyum canggung, "Hehehehehehe... maaf. Terimakasih atas perbannya em..."

"Mail Jeevas. Emmm... panggil aku Matt Dan... namamu?" kata pemuda yang bernama Matt itu sambil mengulurkan tangan ke arah si perempuan. "Terimakasih atas perbannya, Matt. panggil saja aku..." kata si perempuan itu, "Mello." Lanjutnya sambil membalas uluran tangan pemuda yang bernama Matt itu.

"Baiklah Mello, apa yang terjadi padamu tadi malam?" tanya Matt to the point.

"Eh? Err... aku... " kata Mello dengan ragu-ragu. Tiba-tiba "Kryuuuukkkk" terdengar bunyi perut yang berasal dari Mello. Dalam sekejab suasana berubah sunyi.

"Errrr... hehehehehehe. Sepertinya aku lapar." Kata Mello sambil manggaruk kepala bagian belakanganya yang tidak gatal.

"Kebetulan aku sudah memasak tadi. Mau makan di sini atau ke ruang makan?" tawar Matt.

"Ruang makan saja. Aku tak mau terlihat sangat sakit. Hahahahaha" Jawab Mello.

Dengan tertatih Mello berjalan ke ruang makan dengan bantuan Matt.

"Sepi sekali di sini." Kata Mello begitu ia sudah duduk berhadapan dengan Matt. "Aku tinggal sendiri di sini." Jawab Matt santai.

"Orangtuamu mana? Kulihat kau seumuran denganku, bagaimana kau bisa tinggal sendiri?" Tanya Mello penasaran.

"Mereka berada dirumah mereka, tentu saja." Jawab Matt sambil menaruh semangkuk sup jamur di hadapan Mello.

"Ohh..." jawab Mello sambil menganggukan kepala karena tidak tahu mau merespon apa lagi.

"Kau sendiri bagaimana? Kenapa tadi malam kau terluka parah?" Tanya Mello sambil menyendokan sup jamur ke mulutnya.

"Itu... emmm... aku juga tidak tahu." Jawab Mello santai sambil menaikkan bahunya.

"Bagaimana kau bisa tidak tahu? Kau bisa melaporkannya ke polisi, asalkau tahu." Tanya Matt heran.

"Aku tidak begitu ingat bagaimana aku bisa mendapati luka-luka seperti ini karena pada waktu itu aku sedang tak sadarkan diri. Begitu sadar, aku sudah seperti ini." Terangnya. "Tidak usah. Aku tidak mau memperpanjang masalahnya." lanjut Mello sambil lalu dan melanjutkan makannya.

"Kau aneh." Kata Matt dengan jujur.

Mello hanya diam tidak terlihat seperti akan menyanggah pernyataan Matt. Mello hanya menghabiskan makanannya.

Karena Matt marasa tidak ada gunannya membicarakan hal itu ke Mello. Mattpun menyerah. "Ngomong-ngomong, bolehkah aku tinggal di sini untuk sementara waktu? Kuharap boleh karena aku takut pulang sekarang. Aku takut membuat orangtuaku khawatir." Tanya Mello seperti bukan pertanyaan melainkan permohonan. "Dan tenang saja, aku tak akan merepotkanmu." Lanjutnya.

Setelah beberapa saat berpikir, akhirnya Matt menjawab, "Selama tidak merepotkanku kurasa tidak masalah. Kau bisa menepati kamar di sana jika kau mau." Kata Matt sambil menunjukkan kamar tamu yang tadi malam ia tempati.

"Baiklah. Terimakasih." Kata Mello sambil tersenyum senang.

"No prob. Ngomong-ngomog kau bilang kalau kau seumuran denganku. Kau sekolah dimana?" Tanya Matt.

"Aku sudah tidak sekolah lagi kok."

"Wow, diusia 17 tahun kau sudah tamat sekolah? Bagaimana caranya?" tanya Matt sambil mengangkat sebelah alisnya heran.

Mello menyandarkan bahunya disandaran kursi sambil melipat tangan di depan dada, "Aku homeschooling dan menamatkan studiku hingga sekolah menengah atas pada saat usiaku 15 tahun. Kemudian melanjutkan ke Hardvard University dan sekarang aku hanya tinggal menunggu kelulusan." Jelasnya.

Matt bengong, "Wow! Itu hebat, kau tahu."

"Yeah! Kurasa juga begitu." Kata Mello sambil mencoba berdiri, berniat kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

Pandangan Mello sejenak mengabur dan nyaris oleng kalau saja Matt tidak segera menangkap lengan Mello yang tidak di perban.

"Fiuuhhhh... hampir saja." kata Matt sambil mengambil napas lega.

"Sebaiknya kau kembali ke kamar dan beristirahat supaya kau cepat sembuh." Lanjut Matt

"Kau berbicara seperti ibu-ibu saja, kau tahu?" kata Mello sambil tertawa renyah dan dibalas tertawa pula oleh Matt.

Mello berusaha melepaskan diri dari tangan Matt yang sedang menahan lengannya. "Ayo, aku bantu kau ke kamar." Ajak Matt padanya.

"Tidak terimakasih. Kurasa berjalan dari ruang makan ke kamar tamu itu tidak terlalu sulit untukku." Tolak Mello.

Matt memandangnya dengan tatapan aku-tak-mau-kau-tiba-tiba-pingsan. Lalu Mello mendengus melihat tatapan Matt dan mengatakan, "Ayolah, jangan tatap aku seolah-olah berjalan dari sini ke kamar tamu itu berjarak 100 km. Aku yakin aku bisa." Kata Mello sambil melepaskan lengannya dari tangan Matt.

Dengan terpaksa Matt mambiarkannya jalan tertatih-tatih menuju kamar tamu yang dimaksud tadi.

Matt memperhatikan punggungnya yang perlahan menghilang dari balik pintu kamar.

'Kenapa dia tidak berniat melaporkan kejadian tadi malam? Bukankah orang pada umumnya akan melaporkan tindak kejahatan yang melibatkan keselamatan nyawa mereka?'

Ha-ah banyak sekali "kenapa-kenapa" yang berseliweran di pikiran Matt.

'Dari pada pusing, lebih baik aku membersihkan meja makan.' Kata Matt dalam hati mambawa mangkuk dan gelas yang mereka pakai tadi ke mesin cuci piring.

.

-Dalam kamar tamu-

Handphone Mello bergetar di dalam sakunya. Mello lantas mengambil handphone tersebut dan melihat layarnya dan segera mengangkat teleponnya.

'Bagaimana?' terdengar suara bass dari seberang sana.

"Mission Clear, Sir." Jawab Mello dengan nada dingin. Beda sekali dengan nada bicara yang dia pakai sewaktu berbicara dengan Matt.

'Hahahaha... Good job. Apa kau yakin tidak ada yang melihat?' tanya orang itu.

Sejenak Mello terdiam, kemudian dia menjawab tanpa mangurangi nada dinginnya, "Tidak. Mereka semua sudah kubunuh. Tidak ada saksi mata."

'Baiklah aku percaya padamu, Mihael. Uangnya akan aku transfer padamu pagi ini.' Kata si Penelepon.

Tanpa menunggu si Penelepon melanjutkan kata-katanya, Mello segera mematikan handphonenya dan berjalan menuju kasur. Mello menghempaskan tubuhnya di atas kasur tanpa memikirkan keadaan tubuhnya yang terasa sakit. Kemudian Mello menutup matanya dan beberapa menit kemudian, dia pun tertidur.

.

_Kisaragi D Ryuu Lawliet_

.

Matt terbangun dari tidurnya. Dilihatnya jam digital yang berada di samping tempat tidurnya, pukul 06.30. Ia merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku dan berjalan menuju kamar mandi yang berada di dalam kamarnya.

Setelah beberapa menit, Matt keluar dari kamar mandi dan segera bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

Matt mematut dirinya di hadapan cermin. Setelah dirasa cukup, ia beranjak menuju ruang makan dan menyiapkan sarapan pagi untuk dirinya dan Mello. Penghuni baru apartementnya.

Sejujurnya Matt tidak suka jika daerah teritorial -apartemant- nya dimasuki oleh orang yang tidak ia kenali, bahkan untuk orang-orang yang telah lama ia kenali saja jarang ia persilahkan masuk ke teritorialnya. tetapi entah kenapa dia malah mempersilahkan seorang perempuan yang bahkan baru kemarin malam dia temui untuk menginap di apartementnya. Karena kasihan, Mungkin?

Begitu sampai di dapur, Matt kaget dengan sesosok perempuan sedang menyiapkan sarapan.

Dia melihat perempuan itu –Mello- sedang membuat susu hangat. Pandangan Matt beralih ke arah meja makan. Disana udah tersusun roti panggang dan selai yang berada tak jauh dari roti. Kemudian beralih lagi menatap Mello.

Mello berbalik dan membawa dua gelas susu hangat di tangannya.

"Ya Tuhan! Kau membuatku kaget!" pekik Mello sewaktu melihat Matt. "Kau berjalan seperti hantu, kau tau? Tidak ada suara sedikitpun." Sungut Mello sambil meletakkan gelas yang berada di kedua tangannya ke atas meja makan dan segera mengambil tempat duduk.

"Siapa suruh kau terlalu serius? Aku 'kan tidak bermaksud untuk mengagetkanmu." Jawab Matt sambil duduk berhadapan dengan Mello.

"..."

"Aku tak menyangka kau akan membuatkanku sarapan seperti ini. Kupikir kau masih bergelung di dalam selimut." Kata Matt terus terang.

"Aku bukan perempuan pemalas seperti yang kau kira." Kata Mello sambil menggembungkan pipi chubby-nya. "Lagipula, aku sudah mengatakan bahwa aku tidak akan merepotkanmu, bukan?" lanjutnya dengan sedikit kesal.

"Baiklah baiklah."

Kemudian mereka melanjukan makan paginya dalam diam.

Setelah selesai makan, Mello meletakkan piring dan gelas kotor yang mereka gunakan tadi ke mesin cuci piring. Kemudian berjalan menuju sofa ruang TV.

"Thank's atas makanannya." Kata Matt sambil berdiri dari meja makan. "Baiklah kalau begitu, aku pergi dulu." Kata Matt sambil mengambil kunci mobil camero merahnya.

"..."

"Tolong jaga rumah." Kata Matt setelah membuka pintu apartementnya. "Dan oh iya, jangan sentuh kamarku." Sambungnya sambil tersenyum usil.

"Aku takkan sudi memasuki kamarmu itu." jawab Mello sambil mengalihkan perhatiannya dari TV kearah Matt dan memeletkan lidahnya.

"Sudah, pergi sana." Usir Mello.

"Kenapa kau malah mengusirku dari apartementku sendiri?" kata Matt sewot dan hanya dibalas tawa oleh Mello.

Matt tidak tahu kenapa dia begitu akrab dengan Mello, padahal mereka baru tadi malam bertemu. Dan Matt yakin kalau Mello itu adalah tipe orang yang baik dan gampang akrab dengan orang yang bahkan baru ia kenal.

.

_Kisaragi D Ryuu Lawliet_

.

Mello memasang wajah bosan sambil menukar chanell TV secara sembarangan karena tidak ada acara yang menarik baginya.

Jam di dinding telah menunjukkan pukul 15.00 dan tidak ada tanda-tanda kalau Matt akan pulang. 'Ha-ah, bosan sekali.' Kata Mello dalam hati.

Sebuah getaran konstan yang berasal dari handphone Mello mengalihkan perhatiannya. 'new e-mail' tertulis di layar handphone Mello. Dengan segera, Mello langsung membuka pesan itu.

'New target, huh.' Katanya dalam hati.

'Siapa lagi kali ini?' tanya Mello dalam hati sambil membaca profil seorang laki-laki.

Sebuah e-mail bertuliskan data seseorang tertera jelas dilayar handphone Mello lengkap dengan foto 'calon korban'nya kali ini.

Tak lama kemudian Mello bergegas ke dapur dan memasakkan beberapa makanan dan meletakkannya di dalam kulkas. Mello menggambil secarik kertas memo dan menuliskan beberapa rentet kata dan melekatkannya di kulkas.

"Aku pulang. Aku juga sudah menyiapkan makan siang (atau malam?) untukmu di and See u soon.

Mello"

To be Continued

a/n: huaaaaa... selesai juga fict pertamaku. Aku buat fict ini saat-saat UAS merajalela diperkampusan(?)*bletak, contoh yang kaga baik* jadi aku ga' yakin dengan hasilnnya. Bagaimana? Bagus ga'? Aku harap sih bagus dan memang harus bagus XD *maksa mode*

*tampoled

Dan... Oh iya, bagusnya dilanjutin apa kaga?

*nanya dengan tampang garang sambil nodongin pisang

Yosh! Akhir kata

review, pleaseeeeee

*cat eyes

*dilempar sendal

Juni 2012, Sincerely,

Kisaragi D Ryuu Lawliet