Summary: Badai; Petir; Hujan; Matahari; Awan; Kabut; 6 penjaga berkumpul untuk membangkitkan roh lama—sang langit—di dalam tubuh yang terpilih. Semua ini dilakukan demi kekuatan besar yang akan merubah dunia.

Genre(s): Adventure, Friendship, (kemungkinan sedikit Angst)

Notes: Gaya pemula, gak dibeta, gak ada waktu buat ngedit, seadanya (mungkin banyak typo, dll)

Disclaimer: Tsui tidak memegang hak cipta apapun atas Katekyo Hitman REBORN!

A/N: Niatnya sih ini prolog, tapi jadi cukup panjang juga rupanya ^^'

Lambo (19 th)

Goku 59, Yama 80, Chrome 69 (23 th)

Ryohei 33, Hiba 18, Muku 96 (24 th)

Tsuna 27 (16 th)


[Arashi/Badai]

Suara orang-orang bergosip dan musik terdengar dari aula utama sebuah kastil. Seorang pemuda berjalan keluar dari ruangan tersebut menuju lorong yang gelap dan sangat bertolak belakang dengan suasana ruangan yang baru saja ia tinggalkan. Ia berjalan dengan sangat cepat seperti hendak kabur dari sesuatu yang tidak ia sukai—bukan yang ia takuti. Takut pada orang tua itu percuma. Begitula menurutnya. Dia cuma orang keras kepla yang menggunakan anaknya untuk kepentingannya.

Pria berambut perak itu merogoh sakunya untuk mengeluarkan sebatang rokok.

"Berhenti merokok, Hayato!" Hayato memasukkan kembali batang rokoknya dan berbalik.

Seorang pria paruh baya berwajah khas Italia berdiri di hadapannya. Meskipun sudah tua, tapi badannya tetap tegap dan terlihat sangat sehat serta berwibawa.

"Apa yang kau inginkan tua bangka?"

"Kau harus berhenti berbicara pada ayahmu seperti itu!" seru pria tersebut meskipun dia lebih terlihat mengatakannya karena kebiasaan bukannya karena benar-benar marah.

"Cih!" Begitulah Hayato biasa menanggapinya, "Aku akan melakukannya sesuai perintahmu, tapi aku bukan melakukannya untukmu!"

Ayah Hayato mengambil sapu tangannya dan mengusap peluhnya. "Oh, baiklah kalau begitu. Yang penting keluarga kita akan terkena dampaknya! Setelah ini kita tidak akan menjadi keluarga kecil lagi."

Hayato mulai berjalan lagi sebelum ayahnya selesai dengan delusinya.

"Tapi aku penasaran," Hayato berhenti sejenak untuk mendengar kata-kata terakhirnya, "Untuk siapa kau melakukannya?"

Hayato menyeringai meskipun tidak ada yang bisa melihatnya, "Tentu saja untuk diriku sendiri!"

Hayato kembali berjalan. Dia mengabaikan teriakan ayahnya seperti, "Anak kurang ajar! Apa yang kau inginkan?! Jangan sampai merugikan keluarga kita!"

Semua orang tahu kalau Hayato sangat membenci keluarganya. Ayahnya tahu. Tapi, dia tetap dibiarkan pergi melaksanakan tugas itu karena tidak mungkin kan Hayato menggunakan kekuatan itu untuk menghancurkan keluarganya sendiri. Lagipula tidak ada lagi yang bisa melakukan pekerjaan ini selain dia.


[Kaminari/Petir]

Seperti di sebuah ruang makan mewah manapun, terdapat meja sangat panjang dengan lilin-lilin yang menyala-nyala-di tempat lilin yang indah sebagai satu-satunya sumber cahaya dalam ruangan-di atasnya. Dua orang duduk berhadap-hadapan di sisi meja yang berlawanan. Kedua orang itu sedang menyantap makan malam—masih hidangan utama—dalam diam sampai orang yang paling tua bicara.

"Apa kau tahu kenapa aku memanggilmu kesini?"

Orang—yang sebenarnya baru remaja—yang satu lagi akhirnya berhenti makan dengan gugup. Tapi, dia masih menatap makanannya. "Ti-tidak," dalam hati dia berharap agar ulahnya siang itu tidak akan diketahui oleh orang dihadapannya, "Paman," dia menambahkan agar lebih sopan.

Pamannya tertawa lepas melihat kegugupan keponakannya. "Hahaha, bukan Lambo! Pamanmu tidak akan membahas ulahmu siang ini—waktu kau memasukkan sapi ke dalam kamar tidur—yang sudah Paman ketahui. Dan jangan panggil pamanmu, paman. Panggil Paman Bos!"

Lambo akan memutar matanya kalau saja wajahnya tidak memerah karena malu. Kenapa orang yang minta dipanggil bos malah menyebut dirinya sendiri paman? Lambo tidak mengerti. Tapi, dia menurut saja, "O-oke... Bos."

"Hahaha... yosh, yosh, keponakan yang baik—seperti biasa." Lambo bertanya-tanya apakah bagian yang terakhir itu adalah sindiran.

"Paman memintamu datang karena paman ingin makan malam bersama keponakan paman. Kau sudah lama tidak makan di ruangan ini kan? Sejak—" Ayahku, bos sebelumnya, meninggal karena kanker empat tahun yang lalu. Kata Lambo dalam hati. Tapi, bukan berarti aku senang makan di sini lagi. Aku tidak peduli jika aku tidak diperlakukan seperti tuan muda lagi."—itu. Tapi, selain itu aku punya misi untukmu."

Pupil Lambo melebar. Kalau telinganya bisa melebar juga pasti sudah melebar untuk memastikan bahwa dia tidak salah dengar. Setelah dia akhirnya menatap wajah pamannya, barulah dia sadar betapa seriusnya dia. Yah, bukan berarti aku tidak pernah diberi tugas. Hanya saja jarang sekali. Apalagi setelah tugas yang kukacaukan waktu itu...

"Ini adalah misi yang sangat penting. Hanya kau yang bisa melakukannya."

"Pa-Bos bisa bohong kayak gitu dari mana?" Bos mengabaikan pertanyaannya yang mungkin memang tidak terdengar karena volumenya yang kecil.

"Kau bisa melakukannya karena kau adalah satu-satunya keturunan asli bos pertama Bovino Famiglia. Jadi, kau tidak mungkin gagal," jelas Bos.

Lambo mengangguk dengan malas. Sebenarnya dia sedikit senang meskipun alasan kenapa dia dipilih sepertinya agak menyedihkan.

"Baiklah. Aku akan mengambil misi ini. Apa berbahaya?"

"Tidak Lambo. Sama sekali tidak. Bagi orang yang pantas sepertimu, tugas ini bukan apa-apa. Berbeda bagi orang lain dan bagi Paman sendiri."

"Jelaskan tugasnya padaku Pa-Bos."

"Baiklah, tapi berhenti memanggilku Pabos."


[Ame/Hujan]

Hujan deras mengguyur deras wilayah kota Namimori. Di Jepang, hujan seperti ini sudah bisa disebut badai. Angin kencang berhembus kencang dan petir menyambar-nyambar atap rumah. Yamamoto Takeshi mengendap-endap dengan tas punggung besar masuk ke dalam dojo keluarganya.

Dia harus pergi meskipun nyawa taruhannya. Dia harus pergi meskipun ayahnya menentangnya. Meskipun ayahnya menghalangi satu-satunya jalan keluarnya.

"Bisakah kau minggir dari sana, Oyaji?" Bahkan di saat seperti ini, Takeshi masih bersikap sopan pada orangtua tunggalnya. Itu karena dia tidak pernah membencinya. Semua ini terjadi hanya karena dia harus pergi.

Yamamoto Tsuyoshi menggelengkan kepalanya. Takeshi memicingkan matanya agar dapat melihat lebih baik di kegelapan. Dia melihat bahwa benda—berupa pedang katana pusaka keluarganya, Shigure Kintoki—yang dicarinya berada dalam genggaman ayahnya.

"Hoi Takeshi, kenapa kau melakukan hal ini?" Tsuyoshi bertanya.

"Karena aku harus melakukannya?" Takeshi malah bertanya balik dengan wajah naifnya.

"SALAH!" Takeshi berjengit mendengar teriakan ayahnya yang tidak kalah dari derasnya hujan. "Kau tidak menjawabnya dengan benar! Berhentilah bersikap santai seperti bocah!"

Tidak ada cara lain lagi. Pikirnya frustasi. Dan sepertinya oyaji juga berpikiran sama denganku. Takeshi melihat tekad di wajah ayahnya. Meskipun gelap, dia bisa merasakannya. Terpaksa dia mengangkat tangannya ke belakang pundaknya. Dia memegang gagang pedangnya. "Karena aku ingin melakukannya."

"HIAAA!" tepat setelah Takeshi selesai bicara, Tsuyohi menghunuskan pedangnya ke putera tunggalnya sendiri. Tepat seperti dugaan Takeshi.

Takeshi terus menghindar sementara Tsuyoshi menyerangnya secara membabi buta. Kalau ini latihan biasa, dia akan sudah lama kalah. Tapi, ayahnya saat ini diliputi kemarahan dan kesedihan—yang bisa dia rasakan membuat dadanya perih—yang membuatnya kehilangan harganya sebagai ahli pedang terhebat Shigure Souen Ryu. Takeshi sangat menyayangkannya. Padahal dia selalu ingin bertarung mati-matian dengan ayahnya, bukannya seperti ini.

"Apa yang kau pikirkan Takeshi!" suara ayahnya kembali menyadarkan Takeshi. "Jangan meremehkanku!"

Shigure Kintoki mulai mengiris pakaian Takeshi. Irisannya makin dalam dan dalam. Belum sekalipun Takeshi menghunuskan pedangnya selain untuk menjaga dirinya. Dia pikir dia bisa bertahan.

"Kau tahu aku tidak akan menyerah. Kalau kau tidak menyerah aku terpaksa membunuhmu!"

"Aku tidak akan menyerah!" meskipun dia berkata begitu, saai ini kondisi Takeshi kurang menguntungkan. Tsuyoshi terus membuatnya melangkah mundur. "Aku hanya melakukan yang benar! Aku tidak salah. Ini tugasku!"

"BUKAN! Kau tidak mengerti! Kau masih naif, TAKESHI!"


[Hare/Matahari]

Masih di kota Namimori, kakak beradik Sasagawa duduk berhadap-hadapan di meja dapur di kediaman mereka yang sederhana. Sang adik perempuan bernama Sasagawa Kyouko adalah primadona Namimori. Sementara sang kakak laki-laki bernama Sasagawa Ryohei adalah seorang pro dalam hal boxing yang sekarang sudah bekerja di perusahaan asing.

"Onii-chan, kau jadi pergi?" adiknya bertanya dengan cemas.

"Tentu saja, Kyouko! Aku akan memenangkan pertandingan sumo kali ini!" jawab Ryohei.

Seorang wanita berambut hitam pendek ternyata juga ada di sana. Dia dalah sahabat karib Kyouko yang bernama Kurokawa Hana. Dia hanya kebetulan ada di sana. Hana cukup teliti hingga dia menyadari bahwa Ryohei sedang berbohong. Tapi, dia tidak mengatakan apa-apa pada Kyouko yang sangat mudah percaya pada orang, terutama kakaknya. Dia tahu laki-laki punya rahasia mereka sendiri sementara Kyouko biasanya terlalu overprotektif terhadap hal-hal seperti itu. Meskipun demikian, dia merasa cemas. Seakan-akan setelah ini mereka tidak akan bertemu cukup lama. Padahal, dia dan Kyouko adalah orang yang mengisi koper Ryohei. Isinya berupa pakaian dan benda-benda lain yang biasa dibawa bila seseorang akan pergi jauh—bukan hal yang berbahaya. Jadi, seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan bukan?

Sore itu, Hana ikut bersama Kyouko mengantar kakaknya ke bandara. Tujuannya: Italia.


[Kumo/Awan]

Di salah satu ruangan di dalam sebuah mansion bergaya Jepang, seorang laki-laki berambut hitam tengah duduk di tengah ruangan yang remang-remang. Dia menggunakan kimono hitam. Di sampingnya terdapat meja kecil dengan beberapa manisan khas Jepang dan teh hijau. Nama pemuda itu adalah Hibari Kyouya.

Berbeda dengan keadaan para penjaga yang lain, keadaannya benar-benar tenang. Itu karena dia adalah penguasa di kediamannya. Tidak akan ada yang menentang perintah serta keinginannya. Dan satu-satunya yang mungkin bisa—tangan kanananya yang bernama Kusakabe Tetsuya—sama sekali tidak mengerti apa yang akan dia hadapi.

Setelah memberi perintah kepada Tetsuya, Hibari segera berkemas. Saat ini tinggal menunggu waktu keberangkatannya. Sebelum itu, dia hendak mengecek kembali gulungan kuno warisan keluarga yang ada di tangannya.

Hibari membacanya dalam hati: "Arashi (Badai); Kaminari (Petir); Ame (Hujan); Hare (Matahari); Kumo (Awan); Kiri (Kabut); 6 orang yang terpilih adalah penjaga dari Oozora (langit), seorang laki-laki yang diberi kekuatan dari kehendak yang lebih tinggi. Oozora adalah penjaga keseimbangan tiga titik kegelapan yang ada di dunia ini: yakuza, triad Cina dan mafia Italia. Serta orang paliing diinginkan di dunia bawah tanah. Meskipun demikian, Oozora hanyalah manusia yang nyawanya akan berakhir. Untuk tetap menjaga kesimbangan dunia bawah tanah, maka tiap satu abad sekali akan muncul raga yang dapat membawa kekuatan Oozora…. Untuk melakukannya kumpulkanlah para penjaga di tempat tertinggi…." Hibari memutuskan untuk tidak membaca sisanya yang hanya berupa tetek bengek—tentang cara mengumpulkan para penjaga.

Gulungan seperti ini konon hanya ada 9 di dunia. 6 yang isinya sama seperti yang ia pegang saat ini dibagikan kepada para penjaga. Tiga sisanya adalah gulungan legendaris yang isinya berbeda satu sama lain. Satu gulungan ada di tangan Kiri, isinya tentang cara mencari Oozora. Sekilas, gulungan itu adalah gulungan yang terpenting. Hibari yang memegang posisi Kumo, akan merasa kesal kalau saja dia sendiri tidak punya satu gulungan lain yang seperti itu.

Hibari mengambil gulungan di saku Kimononya, (A/N: kimono punya saku khusus di dalam, sulit dijelaskan, maaf kalau salah) gulungan yang mungkin adalah gulungan terpenting yang ada.

Hibari membaca kalimat paling penting di dalamnya: "…. Kebangkitan Oozora yang ke-3 akan mengarah pada dua kemungkinan: peredamaian dunia atau… kemusnahan seluruh umat manusia…."

Hibari menghela napasnya. Dia sangat tertarik untuk membangkitkan Oozora karena dia ingin mencoba bertarung melawannya. Ya, meskipun konsekuensinya adalah akhir dunia. Tapi, menurutnya itu tidak akan terjadi karena dia akan ada di sana untuk mencegahnya.

Sekarang dia bertanya-tanya apa gerangan isi gulungan terakhir, gulungan yang dibawa oleh Oozora….


[Kiri/Kabut]

Suara langkah kaki seorang perempuan dapat terdengar di lorong mansion. Langkahnya terdengar gelisah, tapi pasti, seakan-akan pemilik langkah tersebut sedang memberanikan dirinya.

Pemilik langkah kaki itu berhenti di depan sebuah pintu. Diketuknya pintu tersebut dengan keras.

Tok… tok… tok…!

"Mukuro-sama?" setelah sekian lama, akhirnya perempuan bernama Chrome Dokuro itu membuka pintu dengan kunci cadangannya.

Tidak pernah sekalipun Mukuro mengabaikannya selama ini. Belum lagi dia tidak merasakan keberadaan majikannya di dalam ruangan. Dan dia benar. Tidak ada siapapun di dalam kamar. Chrome tidak bisa menemukan Mukuro dimanapun. Meskipun, dia menemukan kopernya di atas kasur.

Chrome memperhatikan koper itu. Apakah itu hanya perasaannya atau koper itu jauh lebih besar dari yang biasa Mukuro bawa? Tanpa pikir panjang Chrome membuka isinya. Betapa kagetnya dia saat mengetahui bahwa koper itu bukan koper Mukuro-sama! Itu adalah koper untuknya—meskipun bukan punyanya—karena isinya adalah pakaian-pakaiannya yang hilang dua hari yang lalu.

Chrome menemukan secarik kertas di dalamnya. Sebuah surat dari Mukuro-sama untuknya. Dia tahu kalau surat ini asli karena Mukuro-sama menggunakan tinta kabutnya dan kertasnya berbau sama dengan parfum milik Mukuro-sama. Bukannya dia hentai atau semacamya, hanya saja parfum Mukuro-sama biasanya cukup menyengat dan hidungnya sendiri cukup tajam. Tapi, yang paling utama adalah tulisan Mukuro yang tidak bisa ditiru oleh siapapun—kayak cakar ayam.

Chrome membaca isinya.

Chrome sayangku,

Saat kau membaca surat ini aku sedang dalam masalah. Tapi, jangan khawatir karena aku bisa mengatasi ini seorang diri. Kalau kau ingin membantuku, gantikanlah aku dalam pertemuan para penjaga. Gunakalah senjata dan peralatanku. Aku tahu kau bisa melakukannya karena sebenarnya, kita tidak memerlukan penjaga asli untuk membangkitkan Oozora. Kau harus cepat sebelum semuanya terlambat karena tugas asli para penjaga adalah…


[?]

"Hachim!" dia terus-terusan bersin belakang ini, padahal cuaca sedang bagus-bagusnya dan tubuhnya berasa ada dalam kondisi yang prima.

Apa ada seseorang yang membicarakannya? Tidak, tentunya itu tidak mungkin karena setiap hari, hampir seumur hidupnya, orang-orang sudah membicarakannya dan dia baik-baik saja. Mungkin gosip tentangku sudah naik ke tingkat baru? pikirnya sambil merinding ngeri. Dia terus menyangkal perasaan tidak enaknya, padahal hari ini perasaan tidak enak tersebut makin menjadi-jadi.


*Lambo kelihatan dewasa di sini, tapi nanti sifat aslinya muncul. Saat ini aku buat sifatnya kayak Lampo dulu. Soalnya susah bikin sesuatu yang serius pake sifat asilnya.

*Maaf karena adegan pertarungan Yamamoto kurang jelas dan seru. Aku harus belajar lagi nulis adegan pertarungan. Kalau ada yang mau capek-capek ngajarin, ngasih contoh, punya ide, atau yang sejenisnya, tolong PM Tsui! Dan karena kepanjangan, bagian [Ame/Hujan] aku bagi dua, yang berikutnya ada di chapter selanjutnya.

*Bagian Hibari padahal yang paling gak ada kejadian apa-apa, tapi katanya paling banyak. Di bagian paling sedikit, Ryohei, aku malah menjadikan Hana sebagai tokoh utamanya, karena dia rasanya lebih serius dan aku gak kepikiran bagaimana cara menjelaskan perasaan Kyouko. Aku juga sengaja agar perasaan serta motif Ryohei tetap tersembunyi.

*Waktu bagian Mukuro, yang keluar malah Chrome. Rencananya pengen nulis tentang Mukuro dan masalahnya, tapi ribet, dan prolog ini udah cukup panjang. Biar nyingkat waktu juga, akhirnya aku langsung masuk ke Chrome.

** Prolog ini memang kepanjangan! Chapter berikutnya aku gak jamin bisa sepanjang ini. Aneh, ya, prolog lebih panjang daripada chapter! Dan jangan bunuh aku karena akhir ngegantungnya, aku sengaja pengen bikin sedikit misteri!

Next Update: 26 November 2014: The Guardians Assembled