.
.
.
.
.
Endless Tears
.
.
.
.
.
.
Disclaimer © Masashi Kishimoto
Inspiration by Megurine Luka song (Last Song)
Story Written By Lady Bloodie
Rate T
Genre © Angst, Hurt/Confort, Drama.
Pairing © X
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Summary
Sekali lagi hari itu Sasuke melihat penyesalan dari balik cermin yang dia pandang, dalam sebuah ruangan bercat putih yang sering terdengar nada dari gesekan biola yang dimainkan Sakura, gadis yang selama ini dia abaikan dan ia buang. Sampai detik kematian gadis itupun, ia masih mengabaikannya/ "Pada akhirnya aku menjadi seorang pecundang, yang menghancurkan segala mimpimu—Haruno Sakura."
.
.
.
.
Warning
OOC, AU, Twoshoot, DC (Death Character), Tema Kehidupan, No Lime or Lemon, Just for a little kissing scane, Siap-siap tisu di chapter 2, DLDR, Mind RnR?
.
.
.
.
.
Opening Song
Supercell – My dearest
.
.
.
You know never in my life
Have a I been able to smile so much
.
.
.
"When you have something precious you must protect—"
.
.
.
"—but you can only stand rooted to the ground, not knowing what to do."
.
.
.
.
.
.
Chapter 1
Lantunan nada terdengar begitu merdu dari seorang gadis tengah berdiri di tengah ruangan yang cukup luas itu. Di hadapannya tampak beberapa orang menatapnya dengan pandangan kagum sekaligus memuji akan kepiawaian gadis itu dalam bermain biola.
Namun mereka semua tak menyadari adanya keganjilan pada raut wajah gadis itu. Tampak jelas, gadis dalam balutan gaun hitam yang menutupi secara keseluruhan kaki jenjangnya itu sama sekali tidak menunjukkan raut kebahagiaan sama sekali, rautnya tampak datar dan terkesan sendu.
Ketika lantunan nada itu berhenti dimainkannya, suara tepuk tangan meriah terdengar dari orang-orang yang duduk di depannya, berbalut jas dengan kain kualitas terbaik serta gaun yang ditenun dengan benang emas.
Namun gadis itu sama sekali tak bergeming dengan segala pujian yang ia dapat. Dalam pandangan kosong ia terpaku pada salah satu kursi dimana sosok pemuda berambut hitam tengah terduduk di sana dan membalas tatapan matanya dengan dingin. Dan detik berikutnya tampak sosok wanita dalam balutan gaun ungu datang dan menautkan tangannya pada lengan pemuda itu, lalu pergi begitu saja.
Walau begitu gadis berambut merah muda yang sempat memainkan lantunan nada indah itu masih senantiasa menatap sepasang manusia yang tengah mengumbar mesrah itu. Hatinya merasakan dua kebimbangan yang bertolak belakang.
Di satu sisi ia benar-benar tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan pemuda itu dengan wanita bergaun ungu itu, namun di satu sisi lain rongga dadanya terasa sesak ketika melihat kemesraan yang terjalin di antara keduanya.
Tanpa ia sadari, setetes cairan bening keluar tanpa komando dari kedua matanya, membasahi pipinya yang dipoles bedak tipis serta beberapa make up lain. Begitu ia menyadari sesuatu keluar dari matanya, ia mengusapnya pelan dan memandang setetes cairan bening di ujung jarinya.
Ia tidak mengerti apa yang terjadi padanya saat ini, banyak orang mengatakan jika cairan keluar dari mata itu adalah air mata, dan itu hanya akan keluar saat seseorang menangis. Jadi kesimpulannya, saat ini ia tengah menangis namun ia tidak mengerti kelanjutan dari arti sebuah tangisan itu.
'Apa yang terjadi padaku?'
.
.
.
Hari ini cuaca sangat tidak bersahabat, dengan salju yang turun dari langit membuat Kota Tokyo mulai tertimbun lapisan putih nan dingin itu. Musim dingin memang begitu menyebalkan menurut sebagian orang kecuali sosok gadis berambut merah muda yang tengah terdiam dengan memandang ke arah sekitarnya yang mulai dilapisi salju. Ia begitu menyukai salju.
Berbeda dengan pemuda berambut raven yang digandengnya, pemuda itu beberapa kali tampak mendecih dan berusaha melepaskan tautan tangan gadis bermantel hitam itu dari lengannya. Ia lalu memberikan pandangan tajam pada gadis berwajah manis itu.
"Ck, apa yang kau lakukan di sini gadis bodoh? Kau ingin mempercepat kematianmu eh?" tanya pemuda itu berujar saskartik seraya memberikan pandangan tajam ke arah gadis di sebelahnya.
Gadis itu terdiam dengan kepala merah jambunya yang tertunduk. Perkataan pemuda itu begitu menusuk hatinya dan ia benar-benar berusaha menahan tangisan yang sudah berada di ujung tanduk. "Maaf, aku hanya ingin bersamamu, Sasuke-kun."
"Hn, lalu? Kau pikir aku ingin bersamamu?" ujar Sasuke seraya memberikan tatapan sinis pada gadis berambut merah jambu dengan sepasang manik hijau beningnya.
Untuk beberapa saat pandangan gadis itu tampak membulat sebagai syarat rasa terkejutnya. Hal yang tak pernah ia sangka dalam hidupnya adalah mendapatkan caci maki dari seseorang yang dicintainya sejak lama.
Sudah sangat lama ia mencintai pemuda itu, namun karena penyakit yang ia derita ia menyerah untuk tetap terus bertahan dengan cintanya pada pemuda itu dan perlahan ia mulai memupusnya, sedikit demi sedikit. Namun, ia tidak bisa memupus inti dari rasa cintanya, yang sampai saat ini masih tertanam pada hati serta perasaannya.
PLAK
"Pulanglah, dan berhenti mengganggu hidupku," ucap Sasuke seraya menghempaskan lengannya dimana tangan gadis itu bertaut.
Gadis itu yang tak siap dengan perilaku pemuda itu, akhirnya terjatuh dengan bertumpu pada pantatnya. Seketika itu pula dahinya mengerut seraya merintih pelan, sebagai rasa penyaluran rasa sakit yang dia terima.
Wajahnya yang pucat tampak semakin pucat tatkala salju turun kian deras. Rasa dingin mulai menusuk sampai menembus tulang serta organnya, tubuhnya seakan membeku dan sulit untuk sekedar menggerakkan jari-jarinya. Namun gadis itu berusaha dan memaksa dirinya untuk bisa melawan rasa sakit dan dingin pada tubuhnya.
Pada akhirnya ia mampu berdiri dengan jerih payahnya, seluruh pandangan mata menatapnya tanpa berniat membantunya sama sekali. Dengan sepasang sepatu boot tebal ia mulai melangkahkan kakinya pada trotoar yang semakin mendingin. Selangkah demi selangkah ia lakukan, ia harus segera tiba di Mansionnya sebelum cuaca semakin memburuk.
.
.
.
"Astaga, Nona Sakura?!" teriak salah seorang pelayan berpakaian hitam dan merah begitu melihat sosok anak tuan mereka berjalan gontai memasuki rumah megah itu, dan hampir terjatuh tak sadarkan diri. Beberapa pelayan lain tampak berdatangan dan membantu mengangkat tubuh gadis itu memasuki kamarnya yang berada di lantai dua.
Sesampainya di sana, mereka segera meletakkan tubuh dingin Sakura di atas tempat tidur bertirai dengan design Eropa itu. Lalu seorang pelayan lain datang dengan sebaskom air hangat beserta kain di dalamnya. Mereka lalu segera meletakkan kain basah yang sudah diperas itu di atas dahi lebar tuan mudanya.
"Apa yang anda lakukan sampai anda seperti ini, nona?" tanya salah satu dari mereka yang merupakan pelayan pribadi Sakura. Dia bernama Yamanaka Ino.
Tak ada jawaban pasti dari Sakura, gadis itu hanya tersenyum lembut sembari menggeleng pelan ke arah pelayan pribadinya. "Bukan hal yang penting, aku baik-baik saja." ucapnya masih dengan senyuman lembut yang tertoreh di wajah manisnya.
Sang pelayan tentu saja tak percaya dengan ucapan tuannya itu. Mustahil tidak terjadi sesuatu di luar sana setelah kepergian diam-diam tuannya dari Mansion, tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya. Tuan mudanya itu hanya berpamitan padanya dan pergi begitu saja tanpa diketahui empat penjaga gerbang.
"Apa nona menemuinya lagi?" tanya Ino seraya memandang sendu ke arah Sakura yang tampak memandang ke arah lain.
Sakura terdiam sejenak namun detik berikutnya ia menjawab, "ya, aku menemuinya dan bermain biola untuknya—meskipun dia sama sekali tidak menengok ke arahku."
Pandangan sang pelayan semakin sendu menatap Sakura. Sungguh aneh tuan mudanya ini, gadis yang tidak pernah mengerti pria, tidak pernah jatuh cinta, tidak pernah menangis, maupun penuh ekspresi. Dan kini dia mencintai seorang pemuda, teman seangkatannya dulu. Mungkin juga, tuannya sudah cukup lama mencintai pemuda itu.
"Nona Sakura, kumohon hentikan semua perhatian yang anda berikan pada pemuda itu. Saya rasa pemuda itu sama sekali tidak pantas untuk anda lagi, dan saya benar-benar tidak bisa membayangkan reaksi Nona Mizuki jika mengetahui hal ini," ucap Ino seraya memandang lembut dan penuh kekhawatiran ke arah Sakura.
Untuk sesaat Sakura tak menjawab perkataan sang pelayan, ia hanya membawa sebelah tangannya ke atas pundak milik gadis pirang itu dan menepuknya pelan seakan memberikan ketenangan agar gadis itu tidak perlu merasa khawatir. "Daijobu Ino, aku akan baik-baik saja. Ayah dan Ibu juga tidak akan mengetahui hal ini."
Dengan pandangan berair, Ino memeluk tuannya begitu saja tanpa perlu membalas lagi ucapan sang tuan. Sungguh, ia telah menganggap nonanya sebagai seorang teman dalam hidupnya, dan ia tidak mau seseorang melukai temannya itu. Tak ada yang ia tak suka dari seorang Haruno Sakura, seumur hidupnya sebagai pelayan, tak pernah ia diperlakuakan secara manusiawi oleh tuannya. Dan baru kali ini, ia mendapatkan perlakuan manusiawi dari seorang Haruno Sakura.
.
.
.
Pagi itu dengan bertabur benda seputih kapas nan dingin, semua orang memulai kehidupan mereka memasuki pertengahan musim dingin. Suhu udara yang menurun drastis, membuat beberapa orang tampak enggan untuk memulai segala kesibukan mereka di pagi hari ini.
Dari kejauhan tampak Haruno Sakura tengah berjalan dalam balutan mantel tebal di tubuhnya, syal serta tak lupa sepatu boot yang membalut kaki-kaki jenjangnya dari udara dingin. Meski begitu, rasa dingin tetap saja di rasakannya sampai mengenai tulang rusuknya.
Sepasang kaki jenjangnya, menuntun dirinya memasuki sebuah restoran tempatnya bekerja sebagai seorang pelayan di sana. Beberapa rekan kerjanya tampak menyapanya dan ia pun juga membalas sapaan mereka dengan seukir senyum lembut di bibirnya.
Ia kemudian melepas mantel serta meletakkan tas yang ia bawa di lokernya, ia kemudian melepaskan baju yang ia kenakan dan menggantinya dengan pakaian maid untuk musim dingin. Rambut merah muda pucat panjangnya ia biarkan tergerai begitu saja. Ia bercermin sejenak kemudian segera keluar dari ruang ganti.
Baru saja ia keluar dari ruang ganti, pandangannya menangkap sosok pemuda yang selalu ia nantikan tengah duduk di kursi yang berada di ujung ruangan dengan seorang gadis berambut indigo. Gadis yang sama seperti sebelum-sebelumnya.
"Sakura, cepat kau layani sepasang kekasih yang ada di sana. Mereka belum memesan apapun sejak lima menit lalu," ucap salah seorang rekan kerjanya yang bernama Ayame. Gadis berambut coklat itu lalu memberikan daftar menu serta catatan kecil dengan bulpoin tinta biru pada Sakura.
Untuk sejenak Sakura memandangi bulpoin bertinta biru di tangannya itu, namun detik berikutnya ia terpaksa berjalan ketika mendapatkan dorongan pelan pada pundaknya. Ia menatap sejenak ke arah Ayame yang tersenyum padanya, dan memberikan acungan ibu jarinya pada Sakura sebagai tanda 'semangat'.
Sakura hanya mengangguk pelan, ia kemudian berjalan dengan langkah sedikit gontai ke arah sepasang kekasih yang tengah bermesraan di sana. Dengan suara lembut ia kemudian berucap, "maaf, saya ingin mencatat pesanan Sasuke-ku—maksud saya pesanan anda berdua."
Dalam hati Sakura meruntuki kebodohannya yang salah menyebutkan nama panggilan. Namun ia tetap bertahan pada raut datarnya dan mulai bersiap mencatat.
Sedangkan pemuda yang ia kenal bernama Sasuke itu tampak menatap tajam ke arahnya, seperti siap menerkamnya kapan saja. Namun detik berikutnya pemuda itu kembali pada raut datarnya seraya menyampaikan pesanannya.
"Black Coffe, Chocolate Cake, Coffe Cake dan White Coffe." ucap Sasuke seraya memandang Sakura dengan tatapan tajamnya, sebagai bentuk was-was jika gadis itu berbicara macam-macam.
Namun apa yang terpikirkan olehnya tak sesuai dalam kenyataan yang terjadi. Gadis itu hanya diam dan memandanginya menggunakan sepasang manik hijau beningnya.
Hal ini tentu saja mengundang kecurigaan sekaligus rasa cemburu dari arah gadis berambut indigo. Gadis itu tampak berdehem pelan untuk menyadarkan gadis berambut merah muda itu dari lamunannya.
"Aku tau kekasihku memiliki wajah tampan, dan aku pun tau jika pelayan rendahan sepertimu tidak pernah melihat pemuda yang sedikit lebih tampan dari para preman di halte." ucap gadis bermanik amethyst itu seraya melontarkan tatapan sinis kepada Sakura yang masih termenung.
Sakura hanya mengangguk dan tak berniat untuk merespon lebih atas ucapan wanita berambut indigo di depannya ini. Bukan tidak mau, tapi apa dayanya sebagai gadis lemah, ia tak sanggup membantah ucapan bernada saskartik yang ditujukan orang padanya.
Ia hanyalah seorang Haruno Sakura, seorang putri tunggal dari pasangan kolongmerat terkaya se-Jepang dan mungkin juga nomor satu se-Asia. Gadis bodoh yang menyamar menjadi gadis sederhana hanya demi melihat seorang pemuda yang dipujanya untuk setiap harinya. Beruntung kedua orang tuanya saat ini berada di luar negeri, jadi mereka tidak mengetahui tentang hal ini.
"Tunggu apa lagi! Kenapa kau masih di sini?!" bentak wanita itu seraya menatap tajam Sakura yang masih berdiri di tempatnya.
Untuk yang kedua kalinya gadis itu mengangguk pelan dan segera berbalik untuk mengantarkan kertas pesanan pada juru masak. Langkahnya masih sama gontai dengan sebelumnya, wajahnya juga tampak pucat. Tanpa ada satupun dari mereka yang menyadari, Sakura tampak memegang bagian perut kirinya menggunakan sebelah tangannya, ketika ia merasakan nyeri mendera di sana.
Sedangkan wanita yang baru saja membentak Sakura, tampak menatap punggung gadis itu dengan tatapan penuh kecemburuan. Ia kemudian berbalik menatap kekasihnya yang duduk berhadapan dengannya. "Sasuke-kun tak bisakah kau menjadi tidak menarik bagi para gadis. Itu membuatku cemburu!" ucapnya dengan nada manja.
Pemuda itu tampak terkekeh pelan, tampaknya kekasihnya itu tengah terbakar api cemburu. "Hn, tentu saja tidak bisa Hime. Jika aku tidak menarik, tidak mungkin kau jatuh cinta padaku," ucap Sasuke dan hal ini membuat kedua belah pipi wanita itu memerah.
Wanita itu tampak memandang malu-malu ke arah pemuda di depannya. "Sudahlah Sasuke-kun, kau membuatku malu." ucapnya seraya mengedarkan pandangan pada sekelilingnya yang sepi dari manusia.
"Aku suka ketika melihat wajahmu memerah Hime," ucap Sasuke seraya ikut mengedarkan pandang ke sekelilingnya. Dan ia menemukan sosok Sakura yang berjalan ke kamar mandi.
"Tunggulah sebentar, Hinata. Aku ingin ke kamar mandi," ujar Sasuke seraya meninggalkan Hinata begitu saja tanpa mendengar persetujuan dari wanita itu. Walaupun pada akhirnya Hinata hanya mengangguk setuju atas ucapan Sasuke.
.
.
.
Dengan wajah pucat pasi Sakura memandang pantulan dirinya pada cermin di depannya, ia kemudian mengalihkan pandangannya pada wastafel dengan bercak kemerahan di beberapa bagiannya. Ia hanya mampu tersenyum miris ketika prediksi umurnya kembali melintas dalam otaknya.
Hari ini lagi-lagi ia memuntahkan darah dari dalam tubuhnya, semakin hari tubuhnya kian melemah dengan penyakit yang selama ini ia tutup rapat-rapat. Mungkin saat ini penyakitnya sudah merambat ke semua organnya dan mulai merusaknya. Terbukti dengan ia yang sering memuntahkan darah, kemudian darah yang keluar dari duburnya. Tanda bahwa beberapa organ tubuhnya telah berhasil dihancurkan oleh penyakit yang terdeteksi semenjak 7 bulan lalu.
Kanker pankreas. Itulah nama penyakitnya, dan saat pertama kali terdeteksi. Ia sempat kaget begitu mengetahui jika penyakitnya telah mencapai tahap dua, dan mungkin saat ini telah mencapai tahap tiga atau bisa jadi tahap empat.
Tatapannya sempat terkejut begitu melihat pantulan sosok yang begitu dikenalnya tengah berada di ambang pintu. Sakura kemudian berbalik dan menatap rindu ke arah sosok itu. "Ohayou, Sasuke-kun. Apa kabar?" ucapnya disertai dengan senyum lemah lembutnya.
"Cih! Berhentilah bertingkah manis dihadapanku Sakura!" bentak Sasuke seraya mencengkeram erat kedua bahu ringkih Sakura. Dan pandangannya menunjukkan syarat kemarahannya yang memuncak.
"Akh! Sakit Sasuke-kun!" rintih Sakura ketika merasakan bahunya seperti diremuk perlahan oleh pemuda di hadapannya. Matanya mulai berkaca-kaca menatap pemuda itu dengan tatapan memohon.
Tak tega melihat tatapan gadis itu, Sasuke pun akhirnya melepaskan bahu Sakura yang mungkin akan terdapat bekas memerah di sana. Ia kemudian menatap Sakura dengan pandangan merendahkan seraya berucap, "hn, bagus jika kau masih mengerti rasa sakit. Kupikir kau hanya gadis rendah tanpa perasaan."
DEG
"A-apa maksudmu, Sasuke-kun? Rendah?" tanya Sakura dengan tatapan mata tak percaya memandang ke arah Sasuke. Perasaannya tersakiti dengan ucapan Sasuke padanya. Hal yang tak pernah dia sangka adalah orang yang ia puja dan ia cintai. Sanggup mengatakan hal kejam padanya.
Sekali lagi Sasuke tersenyum sinis ke arah Sakura. "Kau ini memang bodoh atau pura-pura bodoh? Kau bisa mencerna maksudku kan?" ucapnya bernada saskartik.
Sakura tak menjawab sepatah katapun, ia hanya mengangguk perlahan dengan air mata yang mulai membanjiri wajahnya. Ia menunduk dalam diam seraya berusaha menahan segala gejolak rasa yang baru kali ini ia rasakan, dalam sisa umurnya.
"Lalu kenapa kau masih menjadi kekasihku dan tidak meninggalkanku? Kau masih mencintaikukan, Sasuke-kun?" tanyanya sembari terisak pelan.
Sasuke tampak berpikir sejenak namun detik berikutnya ia segera menjawab ucapan Sakura, "hn, tanpa alasan."
"…"
"Aku mempertahankan hubungan kita tanpa alasan. Yang jelas, aku merasa bosan denganmu dan aku ingin berganti suasana dengan berhubungan bersama Hinata," ucap Sasuke sekenanya. Jujur saja, ia pun juga tidak tau kenapa ia merasa tidak mampu melepaskan Sakura. Katakanlah dirinya egois.
Pemuda itu kemudian berbalik dan hendak melangkah keluar dari kamar mandi, namun suara Sakura menahan gerak langkah kakinya. "Sasuke-kun, aku ingin bertanya." ucapnya seraya menggigit bibir bawahnya kuat-kuat hingga darah mengalir keluar dari sana.
"…"
"Apa kau—sudah melakukan 'itu' dengan Hinata-san?" ucapnya lagi sembari memejamkan matanya takut-takut mendengarkan jawaban Sasuke yang mungkin akan melukainya.
"Hn, ya."
DEG
"Aku sudah melakukannya, dua bulan yang lalu."
DEG
"Kau tau? Malam kita begitu panas dan aku sangat menikmati tiap detik aku menyentuh kulitnya."
DEG
Sakura merasakan jatungnya berdetak tiga kali lebih cepat dari sebelumnya ketika mendengarkan pengakuan dari Sasuke, yang seperti dugaannya sangat menyakiti batin dan juga perasaannya. Ia bahkan sampai mencengkeram erat dada kirinya sembari menahan sakit pada perut bagian kirinya.
Dengan pandangan dingin, Sasuke memandang Sakura yang tengah berlutut dengan pandangan tertunduk. "Jika hanya itu yang ingin kau tanyakan. Aku pergi," ucapnya kemudian melangkah pergi dan menghilang di balik pintu.
Di sisi Sakura, gadis itu benar-benar tak kuasa menahan dera sakit pada perutnya sekaligus denyut nyeri pada jantung serta rasa sesak panas yang menyelubungi rongga dadanya. Pandangannya mulai berkunang-kunang, benda-benda terlihat ganda dalam penglihatannya.
Dan hal terakhir yang dilihatnya adalah sosok dari balik pintu yang menghampirinya dan meneriaki namanya. Namun bukan hal itu yang saat ini berada dalam pikirannya. Hanya satu—kematian yang ingin dirasakannya lebih cepat untuk mencabut segala rasa sakit yang ia terima di dunia.
'Maaf.'
.
.
.
.
.
.
To Be Continued
.
.
.
.
.
.
Ending Song
Megurine Luka – Last Song
.
.
.
Saigo ni hitotsu, chiisana kisu wo shite
Kimi wa shizuka ni, heya wo dete itta
.
.
.
Hikitomeru koto mo dekizu, damatte taeru koto mo nai.
Yurayura yureru boku wa, heya wo sumi no guitar wo totte
.
.
.
.
"Apakah sesuatu telah hilang? Bukan sesuatu itu yang salah. Tetapi—"
.
.
"—sedikit ketidakcocokan yang telah membunuh kita."
.
.
.
.
.
.
A/N
Loha semuanya? Saya datang kembali dan membawakan fic twoshoot ini. Maaf untuk chapter 1 masih belum kerasa feelnya, dan untuk chapter depan siapkan tisu kawan-kawan (^o^). Jika fic ini sudah tamat, adakah yang setuju untuk prequel?
Fic ini hanyalah fic pelepas lelah dan tidak berpengaruh pada updatenya fic MC utama (Kaibutsu)
Dan yang masih menanti kaibutsu mohon bersabar. Saya masih memutar otak untuk misterynya. Sungguh saya tidak bisa mengetik fic itu saat sedang sumpek seperti sekarang, apalagi dengan hidung buntu karena flu dan saya pastikan besoknya sinusitis yang saya derita kembali menyerang XD.
Kaibutsu mungkin akan update di bulan desember, ketika ujian lisan berakhir dan UAS telah surut dan saya bisa mengibarkan bendera merdeka untuk sementara waktu *yosh*
Bila berkenan silahkan tinggalkan apresiasi kalian di kolom review atau bisa PM saya untuk menyampaikannya.
Terima kasih
Lady
