I'm craving you
In a moment of memory like coming out a thorn
I feel everything
That I was going to die slowly
You are the moonlight shining in the darkness
Away run.. I'll chase you cold heart
Noticed the name of thunder
And leave a trail
L – O – V – E
I was already addicted (overdose) to you
(Kai EXO Intro Overdose perform)
"Deep Breath"
Hun Han
Summary :
"Melepas rasa ketergantungan ini bukan hal mudah. Maka dari itu tetaplah damping aku, Luhan."
Genre :
Romance, Fail!hurt
Rate T
Dissclaim :
Mereka semua milik saya!
For Event HunHan Bubble Tea Couple
*yeheeaayyy* XDD
oKai selamat membaca ^^
.
.
Sehun, menusukkan jarum suntik pada lipatan siku yang sudah ia pasang sabuk untuk pengerat. Dahinya mengernyit dalam saat cairan suntikan mulai merangsek masuk ke dalam dirinya. Setelah mendorong habis cairan bening itu, Sehun merilekskan acara berbaring di atas karpet. Matanya terpejam berkala sampai lenguhan panjang keluar dari bibirnya yang tipis.
"Aghh~ Nghh.."
Indah. Pikiran melayang jauh padahal Sehun tahu ia tidak kemana – mana. Bebannya seperti terbang, menyisakan sedikit berat dibahu. Tangannya melambai – lambai, seolah hendak menggapai sesuatu bercahaya di penglihatannya sekarang.
Sehun menyukai momen ini, sangat menyukainya.
Bagaimana ketika rekaman pertengkaran kedua orang tuanya lenyap tak bersisa. Dan bagaimana ingatannya menyamarkan kilas kekasihnya yang pergi begitu saja meninggalkannya saat ia terpuruk. Serta bagaimana narkoba ini menjadi satu – satunya sahabat setia untuknya sekarang.
.
.
Di sekolah, Sehun siswa penyendiri. Terbiasa menghirup udara teratur tanpa nada lain. Entah itu tinggi, sedang, apa rendah. Semuanya datar. Sehun tidak membiarkan siapapun masuk ke dalam kehidupannya yang ia anggap kelam. Tidak tidak! Bukan kelam. Tapi Sehun terlalu menyukai dunianya dengan penghuni tunggal, dirinya sendiri.
Tapi serapat apapun ia menutup diri, celah tidak penting entah kenapa selalu tercipta.
"Sehun, ini tugas untuk minggu depan. Jangan lupa dikerjakan ya."
Namja itu, selalu merusak kesenangan Sehun akan dunianya sendiri. Merusak lagu – lagu yang Sehun lantunkan dalam pikirannya sekejap.
Tanpa menghiraukan namja cantik itu, Sehun berlalu sembari memasang headphone ke telinganya. Ekor mata Sehun sempat melirik tatapan kosong namja itu pada buku yang ia sodorkan pada dirinya.
Namun seperti biasa. Sehun tidak perduli apalagi sampai mau tahu.
Sore ini amat gelap. Mendung yang pekat sudah siap menumpahkan airnya sebentar lagi. Membuat Sehun bergegas melangkahkan kaki cepat ke mobil sportnya di halaman parkir sekolah.
.
.
Jemari lentik Luhan tengah memilah beberapa potong baju yang berjajar pada lemari display yang terbuka. Rencananya ia akan hang out nanti sore dengan sepupu cerewetnya, Irene. Ia jarang sekali keluar untuk sekedar meliburkan pikirannya karena kegiatan sekolah amat menyita waktu.
"Nona, yang ini ada ukuran besar?"
Pramuniaga disana lekas pergi setelah Luhan menyerahkan sepotong baju. Sembari menunggu, Luhan melihat – lihat bagian lemari display berisi tuxedo. Oh iya, Luhan baru ingat. Malam besok Irene akan bertunangan.
"Apa sekalian saja ya?"
Asyik berfikir, Luhan terkaget saat bahunya terbentur oleh pelanggan lain. Ia berbalik hendak mengumpati pelaku, namun ia justru menarik alisnya heran.
"Sehun?"
Namja itu berjalan sempoyongan dengan sebelah tangan memegangi kepala. Luhan refleks menangkap tubuh tinggi Sehun saat namja itu hampir terjatuh membentur dinding beton.
"Ya tuhan apa yang terjadi padamu, Sehun? Aku akan mengantarmu pulang."
Luhan memapah tubuh besar Sehun pelan – pelan menuju parkiran. Sehun meracau semakin tidak jelas disertai ringisan kesakitan. Luhan merasa diburu oleh waktu. Maunya ia membawa Sehun dengan mobilnya tapi sepertinya Luhan lupa kalau ia memarkirkan di lantai teratas.
"Shit!"
Tanpa menunggu lagi, Luhan merogoh kantung celana Sehun dan mencari letak mobil itu. Beruntung mobil Sehun terparkir tak jauh dari tempat mereka sekarang. Jadi Luhan cepat – cepat memapah Sehun masuk ke dalam mobil.
Luhan membawa Sehun ke apartementnya karena ia tidak tahu dimana Sehun tinggal sekarang. Mustahil menanyakan alamat melihat keadaan Sehun yang tidak baik. Luhan mengambil handuk dan baskom berisi air dingin. Mengusap dahi berkeringat Sehun agar namja itu nyaman.
Sehun tertidur begitu Luhan membaringkannya diatas ranjang.
"Kenapa kau berubah sejauh ini, Sehun-ah.."
.
.
"Luhan ge, aku ingin bubble tea cokelat. Boleh yaa~" rengek bocah dengan aksen cadelnya yang lucu. Kedua tangannya tertangkup sedagu plus mata mengerjap – ngerjap. Namja lebih tinggi didepannya hanya mendengus geli sembari memalingkan muka. Aegyo attack-nya sangat manjur jika Luhan sampai melihatnya.
"Aniya," telunjuk Luhan bergerak ke kanan dan kiri angkuh. "Kau sudah menghabiskan tiga gelas, Sehunnie. Nanti perutmu sakit. Oh ahjumma pasti akan cemas," bujuk Luhan tanpa memandang bocah kecil, Sehun.
"Aaa jebal~ kali ini yang terakhir gege. Sehun janji!" Sehun tidak menyerah demi mendapatkan bubble-bubble kecil itu masuk kedalam mulutnya dan melewati tenggorokannya hingga berakhir di perut. Bola – bola dengan chocochips dipadu segar teh yang melumer membuat saliva Sehun menetes disudut bibir.
Luhan melirik dengan ekor matanya wajah memelas Sehun. Aiguu, Sehun begitu lucu dengan ekspressinya yang seperti ini. Luhan yang tidak tahan akhirnya menggandeng Sehun. "Hahaha.. Karena gege anak baik, maka akan gege belikan. Tapi ini cup yang terakhir, yaksok?" Luhan menyodorkan kelingkingnya pada Sehun.
Dengan mata berbinar, Sehun menautkan kelingkingnya dengan kelingking Luhan.
"Eum! Yaksok!"
Setelahnya Luhan duduk santai sembari memperhatikan wajah Sehun yang menikmati cup berisi bubble tea-nya. Raut puas tergambar diwajah Sehun kala menyeruput minuman favorite-nya itu. Luhan ingin semua ini berlangsung lambat. Memperhatikan Sehun yang seperti ini menjadi tontonan favorite-nya juga, setelah bubble tea taro tentunya.
"Gege~ terpesona padaku eoh?"
Gelagapan Luhan memalingkan wajahnya. Huh, kenapa ia bisa kelepasan seperti tadi sih? Gerutunya dalam hati.
"Ani! Gege tid-"
Brrmmm! Ckit!
Sebuah van berhenti didepan keduanya. Dari sana keluar dua namja berbadan kekar lengkap dengan kacamata hitam yang bertengger di tulang hidung mereka. Sehun sontak meloncat ke belakang punggung Luhan dan mencengkeram tangan kecilnya pada sisi kaus Luhan.
"Ge~ Sehun takut~"
"Jeosonghamnida, tuan Luhan. Kami hendak menjemput tuan muda Sehun."
"Ahjussi pulang saja. Sebentar lagi aku akan mengantarnya pulang ke rumah dengan selamat. Tidak perlu cemas."
"Tuan Oh memerintahkan kami untuk membawa tuan muda Sehun pulang. Sekarang!" jawab bodyguard yang sepertinya suruhan appa Sehun tegas.
Tampak raut tidak setuju dari mereka. Cengkeraman Sehun pada sisi bajunya membuat Luhan paham, Sehun amat ketakutan. Luhan memutar otaknya demi membujuk orang – orang ini.
"Aku janji tidak akan lama. Sampaikan saja pada Oh ahjussi seperti itu. Sehun baik – baik saja bersamaku."
Menempuh perdebatan yang cukup alot, akhirnya mereka berlalu meninggalkan Sehun yang masih setia bersembunyi dibelakang tubuh Luhan.
"Mereka sudah pergi, Sehunnie."
"Gege, xie xie ni. Sehun sayang gege~"
Setelah itu mereka bermain sampai petang. Luhan ingat sekali janjinya untuk segera membawa Sehun pulang. Tapi nyatanya Sehun malah tidak menyia – nyiakan kesempatan itu untuk bermain di taman seharian. Bajunya sampai amat kotor. Luhan sudah berulang kali mengingatkan Sehun untuk pulang namun nyatanya Sehun malah tidak perduli.
Kapan lagi ia bisa mendapat waktu sebebas ini?
Celakanya pemikiran itu malah membuat Sehun terjatuh ke dalam neraka sesungguhnya. Sehun tidak lagi diizinkan keluar rumah jika bukan bersama bodyguard atau bepergian bersama kedua orang tuanya untuk menghadiri perjamuan formal. Sehun sampai home schooling karena sering kedapatan kabur dari penjagaan ketat bodyguardnya untuk bermain.
Pembentukan pribadinya yang terstruktur ketat menyerupai keluarga chaebol membuat Sehun membentengi dirinya dari dunia luar. Sehun melupakan taman bermain, melupakan teman – temannya disekolah, game center tempat biasa ia menghabiskan waktu hingga petang, termasuk bertemu lagi dengan Luhan. Sekalipun ia belum pernah bertemu lagi dengan Luhan. Sehun akan dikunci dikamarnya jika Luhan menyambangi kediaman Sehun untuk mengajaknya bermain.
Saat itu ia masih kecil. Sehun hanya tahu merengek dan memerintah pada maid demi menuruti apapun keinginannya. Tapi Sehun akhirnya sadar hidupnya tidaklah mudah. Maka dari itu, ia amat menikmati dunianya sendiri. Yang sebenarnya adalah pengalih akan kehidupannya yang telah berubah banyak.
Sehun mengusap wajahnya kasar karena memori menyakitkan itu terputar ulang menyerupai kaset rusak. Kepalanya memberat seperti tertimpa batu besar. Ini sudah berlangsung sejak sepuluh menit lalu. Sehun terduduk diatas ranjang sembari memperhatikan Luhan yang terlelap disamping kanan.
Menggeleng kepalanya singkat guna mengurangi sedikit nyeri dikepalanya, Sehun bangkit amat pelan dari atas ranjang. Setelahnya ia menggendong Luhan dan membaringkannya hati – hati. Sentuhan terakhir, selimut tebal melingkupi badan mungil Luhan. tampak Luhan bergelung nyaman dengan senyum terpatri.
"Aku merasa akan mati perlahan mengingat kenangan kita. Maaf.."
Sehun mendaratkan kecupan singkat didahi Luhan. memperhatikan wajah seindah malaikat itu sejenak, lalu keluar dari dalam kamar.
"Emh Sehunnie~"
.
.
Sakau..
Keadaan seperti ini membuat Sehun ingin menyayat seluruh kulitnya demi menikmati sisa – sisa drugs penenang jiwanya. Giginya mengerat sepotong saputangan dengan bibir bergetar gelisah. Tangannya senantiasa menyilet kulit lengannya sendiri hingga lengannya tampak bermandikan darah. Sehun lekas mengemut darah – darah yang mengalir dari celah kulit ari yang ia buat. Merasakan tetesnya dan anyir karat itu sebagai pengganti sahabat kesayangannya. Ia mengumpat keras karena sampai lupa membelinya.
Toilet terujung sekolah memang selalu jadi pilihan Sehun jika fase seperti ini mulai menampakkan tanda – tanda.
Biasanya akan ada seseorang yang datang menghampirinya. Dan memeluknya. Itu adalah Luhan. Tapi sejak hari dimana Sehun membentak keras Luhan, namja cantik itu seolah menghilang. Sehun tidak pernah menemukan Luhan lagi di sekolah.
Segala duga berkecamuk dalam pikiran Sehun. Dimulai dari perhatian Luhan yang hampir tidak terputus sampai ia sendiri mengusir Luhan keras. Selama ini Sehun membiarkan Luhan 'sedikit' saja mengusik hidupnya. Tapi dirasa terlalu jauh, Sehun kembali memasang protect dari Luhan. namja itu tak baik demi kelangsungan dunianya.
Tapi..
Dimana namja itu sekarang?
Sadar atau tidak, Sehun membutuhkan Luhan disampingnya. Apakah kali ini Luhan akan tetap datang meskipun kejadian itu telah berlalu?
"Agh.. Hh.. hah.."
Nafasnya terengah – engah , nyaris terputus. Sehun sadar tidak akan ada yang membantunya.
"Apa aku akan mati disini? Hh.."
Sehun kembali mengemut darah yang merembas dari luka sayatan dibahu kanannya bernafsu seolah itu adalah sisa air didunia. Ia kalut, uang sakunya habis, hanya tersisa sebuah ponsel. Tidak ada jalan lain, ia harus mendapatkan barang itu segera.
Sehun mendial kontak dengan ponselnya itu.
"Yeoboseyo, Jongdae.."
Saat Sehun selesai, tiba – tiba terdengar ketukan dari pintu toilet. Orang gila mana yang masih disekolah petang begini?
Tok Tok Tok
"Sehun kau didalam? Kau baik – baik saja?"
Suara halus Luhan yang menggemakan kecemasan pada Sehun. Lubuk hatinya bergolak kala Luhan mengulang lagi pertanyaannya. Ck.. anak yang berisik dan sok ikut campur.
"Nan gwaenchanayo. Pergilah.."
Jangan salah paham. Seseorang harus menghentikan namja cantik itu karena ia tidak akan berhenti sebelum ada yang menginterupsi. Ya kira – kira begitulah yang Sehun pikirkan diantara kesibukannya menahan rasa ingin akan sahabat baiknya.
"Aku akan mendobrak pintu. Kau terdengar sedang tidak baik – baik saja. Diam disana dan jangan bergerak."
"Hei-"
BUGH!
BRAK!
Belum sempat Sehun menahan, Luhan sudah lebih dulu mendobrak pintu. Matanya memandang takjub Luhan yang terengah dan mengelus bahunya singkat yang sepertinya Luhan gunakan untuk mendobrak pintu. Oww pasti sangat perih sekali.
"Sehun! Kenapa sampai begini?!" Luhan menatap ngeri luka sayatan di bahu Sehun dimana terdapat jejak – jejak sapuan lidah pada tempat luka itu. Mata Luhan menangkap sedikit bekas merah darah pada bibir Sehun. "Demi tuhan! Kau gila Sehun!"
"Shh jang –an berteriak," jawab Sehun sedikit terbata. Badannya melengkung demi menahan sesuatu yang membuat tubuhnya tidak menentu. Disamping itu Luhan mencoba memapahnya keluar dari bilik toilet. Kursi taman sekolah sedang kosong, jadi Luhan mendudukkan Sehun disana. Tangannya merogoh ragu saku celana sekolahnya.
"Sehun.."
Mata elang Sehun menatap sebuah benda bulat kecil pada telapak tangan Luhan penuh minat. Tanpa basa – basi ia menyambar benda itu namun Luhan dengan sigap menjauhkannya. Sehun mengerang kembali sembari menyeracau tidak jelas. Dunia seperti berputar dimatanya.
"Darimana ku bisa mendapat benda ini?"
"Bukan hal penting. Aku akan memberikan ini, tapi kau harus berjanji untuk tidak menggunakannya lagi."
Sehun mengangguk cepat. Tidak berfikir, tidak juga menunggu, maupun menimbang. Yang terpenting tablet kecil itu bisa ia telan sekarang dan masalah selesai. Sisanya..
"Ahh.. hmhh.."
Desahan lega terdengar dari bibir Sehun yang menyeringai, tersenyum, atau bisa saja bergumam senang? Luhan tidak tahu. Yang pasti ia melihat Sehun seperti terlepas dari belenggu tidak mneyenangkan. Jika saja bukan dalam situasi pelik, Luhan akan terpesona pada Sehun. Pemuda itu terlihat mempesona dibalik kesenangannya menikmati dunia khayal yang tercipta melalui tablet kecil itu.
Luhan! jernihkan pikiranmu! –bentak Luhan dalam hati.
"Ayo pulang.." ajak Luhan mengulurkan tangannya pada Sehun tanpa melepas senyum manis. Bertahan beberapa detik, Luhan terpaksa menelan kecewa dan pedih.
Sehun menepis tangan Luhan keras.
"Mentang – mentang sudah membantuku bukan berarti aku harus menerima ajakanmu, pengganggu."
"Sehun, aku hanya berniat membantumu."
"STOP! JANGAN PERNAH USIK HIDUPKU LAGI MULAI DARI SEKARANG! INGAT ITU XI LUHAN!"
Sehun berlalu dari sana dengan keangkuhan yang tidak terbantah. Ia tidak sadar apa yang barusan telah ia lakukan menyakiti hati sehalus sutera Luhan. Namja cantik itu meringis dalam diam ketika ingatannya memutar kejadian beberapa detik yang lalu.
Bentakan dari Sehun barusan bahkan lebih keras dari yang beberapa hari lalu. Kali ini tepat mengenai jantungnya dan hatinya. Luhan menarik nafas.
"Baiklah jika itu maumu. Aku tidak akan perduli lagi."
.
.
"Sehun!"
Baru saja akan memasuki kamarnya, Sehun terpaksa berbalik. Suara familiar yang dulu amat lembut, tapi entah kapan ia terakhir kali mendengarnya. Sehun lupa.
"Ya tuhan Sehunnie. Kenapa denganmu nak? Kau sangat kurus."
Sehun menepis tangan wanita berumur, eomma-nya yang hendak memegang rahangnya. Ia benci sentuhan itu. Karena kenangan pahit yang mau ia lupakan menyeruak ke permukaan.
"Aku baik – baik saja. Jangan ikut campur urusanku."
"Sehun!"
Langkah Sehun kembali terhenti tanpa membalikkan punggung tegapnya yang merapuh.
"Apa kau tidak diajari sopan santun disekolahmu, hah?! Eomma sudah memasukkanmu ke sekolah mahal supaya kau belajar sopan santun, menjadi orang terdidik dan meneruskan bisnis keluarga. Bukan malah menjadi pembangkang begini!"
Sehun baru saja pulang, berniat istirahat, tapi malah harus bertemu dengan eomma. Kata – kata yang keluar dari mulut wanita yang ia panggil ibu itu bukannya membuat ia mengerti. Sehun justru muak.
"Lakukan apapun yang eomma mau. Aku mau tidur."
"Ya! OH SEHUN!"
Sehun tidak perduli. Apalagi tidak sampai sepuluh menit selanjutnya, telinga Sehun menangkap pertengkaran kedua orang tuanya perihal dirinya.
"Appa. Eomma. Aku lelah~ sangat lelah.."
Sehun merapatkan bantal yang menutupi kedua telinganya. Menghalau teriakan dari luar kamar yang menggema sampai kekamarnya. Kepalanya pusing, semuanya memberat. Ia merutuki kenapa mereka tidak mati saja sekalian. Heran karena mereka bisa sampai menghasilkan dirinya tapi pada akhirnya gagal untuk mengerti satu sama lain, saling menyalahkan.
"Seharusnya kalian memperhatikanku. Bukan mendebatkan pendapat masing-masing. Aku bukan makhluk kasat mata appa.. eomma.."
Samar – samar Sehun mendengar suara benda pecah. Diiringi umpatan dan sumpah serapah sejenisnya. Rasanya Sehun ingin lenyap sekarang juga. Bayangan Luhan tiba – tiba melintas dalam benak Sehun.
"Sehunnie~ apapun yang terjadi, gege akan terus disampingmu. Jadi jika butuh sesuatu datanglah temui gege. Maka gege akan memelukmu sampai kau terlelap."
"Ge~"
.
.
Luhan mengerjap matanya yang kelat. Tubuhnya sulit digerakkan, ia juga merasa kasurnya menyempit. Seingat Luhan, ia membeli ranjang king size supaya tidur lasaknya teratasi. Dan seingatnya lagi, Luhan tidak memakai pengharum ruangan yang berbau maskulin. Maunya Luhan tidak perduli. Harum maskulin ini membuatnya nyaman. Luhan seperti tengah dipeluk oleh selimutnya yang hangat.
Tunggu dulu.
Dipeluk? Seingat Luhan, selimut tidak bisa memeluk.
Cepat – cepat Luhan bangkit dari ranjangnya sembari membeliakkan mata lebar.
"Sehun.." gumam Luhan amat pelan. "Apa yang dilakukan namja ini disini.."
"Enghh~"
Luhan memundurkan tubuhnya jauh – jauh dari Sehun. Memasang wajah datar ketika Sehun perlahan menggeliat bangun dari tidur lelapnya.
"Mh Lu.. sudah bangun?"
"Mau apa kau di apartementku, Sehun-sii."
Sehun balas menatapnya dingin.
"aku membutuhkanmu, Lu."
Dahi Luhan berkerut sedikit.
"Bukankah kau sendiri yang meminta aku pergi? Lantas kenapa sekarang kau kembali menemuiku?" balas Luhan sengit. Geram sekaligus kesal, ia merasa Sehun menjadikannya persinggahan semata.
"Lu.."
"Lebih baik kau lekas angkat kaki dari apartementku, Sehun-sii."
Blam!
Sehun terdiam tanpa melakukan apapun. hatinya berdenyut sakit. Tatapan Luhan dingin, tidak seperti tatapan – tatapannya yang dulu.
"Aku baru mengerti seberapa banyak aku membutuhkanmu, Lu."
.
.
Pasca kejadian di apartement Luhan.
Sehun terus menemui namja cantik itu meski ditanggapi seadanya. Entahlah, pikirannya terlalu kalut sampai – sampai Sehun sendiri tidak sadar telah melupakan sahabat baiknya yang dulu.
Tapi lama – lama Sehun frustasi. Luhan akhir – akhir ini lebih banyak mengabaikannya, tidak ada tanggapan dingin seperti sebelumnya yang biasa Sehun dapati. Jika memang Luhan benar – benar menginginkannya menjauh, kenapa Luhan tidak pernah mengganti sandi apartementnya?
Hal itu pula yang menjadi alasan Sehun tetap mendatangi Luhan meskipun Luhan bersikap acuh.
Seperti sekarang.
Sehun sudah memegang jarum suntik ditangan kanan. Mulutnya menahan ujung ikat pinggang agar tetap melingkar erat pada lengannya yang kurus. Sudah terbiasa, Sehun mengetes suntikan itu, apakah macet atau tidak. Dirasa cukup, jarum suntik itu ia arahkan pada lipatan dalam siku tangannya. Banyak bekas tusukan jarum suntik disana. Dan Sehun melakukan itu pada bekas yang sama. Perlahan, Sehun mendorong cairan dalam jarum suntik itu menembus pembuluh darahnya sampai habis.
"Sshh.." Sehun berdesis saat detik – detik menyenangkan itu mulai terasa dikepalanya. Ia merasa melayang dengan kepala terkulai pada kaki sofa ruang tengah apartement Luhan. lima hari berlalu tapi Sehun tidak menemukan Luhan disini. Ia frustasi tidak menemukan penawar sakau-nya. Membuat Sehun kembali teringat sahabat baiknya dan kembali mencoba barang berbahaya itu.
Tak tanggung – tanggung, Sehun menggunakan dalam jumlah banyak.
"Uhuk.."
Sehun terbatuk. Sesuatu bergejolak dalam perutnya dan ia merasa semuanya berputar tidak terkendali. Kepalanya berat seperti tertimpa beban berat. Sehun juga dapat merasakan paru – parunya seperti menyempit. Tangannya Sehun mengepal guna menepuk dadanya yang sesak. Dari sudut bibir, Sehun dapat merasakan buih menyeruak melewati tenggorokannya.
"Hoek.."
Sehun terjatuh saat berusaha menyambar telepon pada nakas. Semua mendadak terasa gelap.
.
.
"Hiks.."
Samar – samar Sehun mendengar isak tangis seseorang disamping telinganya. Lirihannya yang halus, Sehun tahu suara ini milik siapa. Dalam benak, ia senang bukan main. Itu suara Luhan. Luhan-nya. Yang akan ia klaim sebentar lagi, ia bertekad ingin sembuh.
"Lu~"
Luhan mendongakkan kepalanya ketika mendengar suara sengau Sehun. Lantas ia menghambur memeluk Sehun erat serta memberinya pukulan – pukulan kecil. Laki – laki ini berhasil membuatnya ingin bunuh diri karena mengkhawatirkannya.
"Bodoh! Kenapa namja brengsek sepertimu tidak mati saja eoh?! Hiks.."
"Lu~"
"Aku membencimu! Hiks.. kau membuatku muak, Sehun! Sangat muak!"
"Sayang~"
"Jangan pernah melakukan hal bodoh itu lagi!"
"Luhan-"
Bugh! Bugh! Bugh!
"Nappeun namja! Kau membuatku marah. Kau mau membuatku mati berdiri, hah?! Barang sialan itu membuatku jengah, Sehun! Kenapa kau masih saja memakainya!"
Chu~
Tidak tahan, Sehun membungkam bibir Luhan dengan bibirnya lembut. Memanjanya dengan kecupan – kecupan kecil dan lumatan basah. Sehun menyukai manis dari bibir Luhan yang untuk pertama kali ini ia sesap. Tangannya yang lemah mengelus pipi Luhan lembut, mencoba menenangkan namja itu dalam rengkuhannya. Sehun tak mau Luhan pergi lagi. Sekuat mungkin ia menahan Luhan.
"Aku berjanji akan berhenti," ujar Sehun setelah tautan bibir mereka terlepas. "Tapi dengan syarat kau tetap disampingku."
"Sehun~"
"Aku gila. Kau tidak ada disana ketika aku sendiri dalam gelap. Duniaku teramat kelam semenjak aku membuatmu pergi. Itu menyakitkan, Lu. Semua nyaris kulupakan termasuk barang itu. Aku hampir berhasil melepaskan canduku, tapi kenapa kau pergi.."
Luhan menggeleng keras. Ia kembali membenamkan kepalanya pada dada bidang Sehun.
"Kau salah. Selama ini aku selalu menatapmu dari sudut berbeda. Tapi kau tidak pernah menyadariku, Sehun-ah. Aku hanya pergi sesaat saja darimu, tapi kenapa kau menghukumku lebih kejam? Aku benar – benar takut saat menemukanmu overdosis di ruang tengah. Untung saja kau tidak meninggalkanku. Hiks.. aku takut Sehun-ah~"
"Sshh.. Maafkan aku, Lu. Jeongmal mianhae.."
Luhan meredam isaknya yang tak kunjung mau mereda. Tapi terselip rasa lega dan bahagia dalam hatinya.
"Kali ini kau bisa memegang janjiku, Lu. Aku akan berhenti. Maka dari itu.." Sehun menangkup wajah Luhan dan menyatukan dahi mereka. "Jangan pernah membuat jarak dariku. Aku membutuhkanmu, Lu.."
Tangan mungil Luhan melingkari leher Sehun. Bibirnya menyunggingkan senyum manis.
"Itu tidak akan terjadi."
"Yaksok?"
Sehun memberikan kelingkingnya diantara jarak wajah mereka. Mata sayu Sehun menatap penuh harap pada Luhan. Segera Luhan menautkan kelingkingnya dengan kelingking Sehun.
"Yaksok!"
.
.
END
Muahahahah XD maaf kalau terlalu abal :3 isinya agak ngawur yah? Duh maaf. Ini aku bikinnya ngalir gitu aja sih ._.
Demi Event HunHan Bubble Tea Couple XDD
oKai ripiu jika berkenan~
